NovelToon NovelToon

My Soulmate

Pembenci Matematika

Kinan Abhipraya atau sapaan akrabnya Kinan, beliau adalah seorang siswa putih abu yang kini menduduki bangku terakhir. Kinan lahir dari keluarga kaya raya, ayahnya adalah seorang pemilik perusahaan Abhipraya yang sudah bercabang di berbagai kota Indonesia. Meskipun begitu, Kinan memiliki sifat benci terhadap pelajaran matematika bahkan setiap kali ada pelajaran itu, Kinan selalu punya alasan untuk tidak masuk.

Melihat anaknya benci terhadap matematika, membuat kedua orang tuanya menjodohkan anak bungsunya dengan teman kakaknya di mana usia itu terpaut lima tahun dan lelaki itu adalah seorang guru pelajaran matematika pling populer karena memiliki rupa yang menawan.

"Ayah, aku masih sekolah bahkan belum lulus. Kenapa malah disuruh nikah? Kan, kalau ketahuan bisa-bisanya aku dikeluarin!" Kinan menolak tawaran itu dengan tegas, ogah dijodohin karena menurutnya ini bukan zaman Siti Nurbaya.

"Ini tidak akan mengeluarkanmu dari sekolah, lagian tamu undangannya juga keluarga dekat bukan teman sekolahmu, Kinan," papar ayah kinan bernama Ibha Adhipraya.

"Pokonya enggak mau, Ayah!" tolak Kinan kedua kalinya dengan tegas.

Ibha melirik Harsa istrinya agar Kinan menerima semua itu demi kebaikannya, karena sudah dua tahun Kinan belum pernah mendapatkan nilai bagus dalam pelajaran matematika. "Asal kamu tau, Kinan. Ibu menjodohkan kamu, karena ibu sudah capek urusin kamu. Lagian, pelajaran matematika saja kamu engga pernah masuk."

"Cuman gara-gara matematika doang dijodohin, toh aku benci pelajaran itu!" ketus Kinan.

"Maka dari itu, tidak ada penolakan! Tiga hari lagi akan diadakan pernikahan kamu dengan teman kakakmu!" tegas Harsa.

Kinan memutar bola matanya malas, padahal dia sudah mendapatkan nilai paling baik dari semua mata pelajaran kecuali matematika. "Jika Ibu dan Ayah menjodohkan aku dengannya, aku tidak akan mencintainya!"

"Siapa bilang tidak akan mencintainnya? Jutaan wanita tergila-gila padanya, apa kamu tidak?" sindir lelaki yang tak lain adalah kakak Kinan, Alsaki Abhipraya.

"Enggak!" tegas Kinan dan beralih lagi dengan tatapan sayu kepada dua orang tuanya. "Ayolah, Ibu dan Ayah! Apa tidak kasihan kepada putrimu? Menikahkannya dengan seorang lelaki hanya karena perkara engga bisa matematika dan membencinya? Padaha aku paling hebat di pelajaran lain, bahkan aku mendapatkan nilai seratus untuk pelajaran geografi!"

"Hahahaha! Kinan, oh Kinan adikku yang malang! Setiap pelajaran selalu menggunakan rumus matematika, bahkan pelajaran geografi pun sama! Coba kamu jawab pertanyaan kakak jika pintar," tutur Alsaki menantang.

"Apa?" tanya Kinan.

"Dalam kegiatan perencanaan pembangunan, rencana pembangunan jangka pendek disusun untuk masa waktu berapa tahun?"

"Tentu saja lima tahun!" jawab Kinan sebal.

"Dan apa kamu tahu, bahwa angka lima itu termasuk kedalam matematika?" Alsaki menanyakan perkataan untuk membungkam Kinan yang terlalu benci matematika dengan cara yang bodoh.

Kinan menarik nafas panjang. "Engga gitu juga konsepnya!"

"Sudah-sudah, intinya tidak ada penolakan untuk pernikahan ini dan ini juga demi kebaikan kamu, Kinan." Harsa menghentikan pertikaian antara kedua anaknya yang sama-sama tidak berubah semenjak Alsaki bahagia memiliki adik perempuan bahkan selalu menjahilinya.

Karena keputusan sudah bulat, tidak ada lagi kata untuk membantah. Kinan merasa takdir sedang mempermainkan dirinya, yang memiliki cita-cita menjadi seorang Hukum. Seakan kedua orang tuanya tidak mengerti dibalik bencinya Kinan terhadap matematika, padahal dulu Kinan menyukainya bahkan dijuluki pencinta rumus.

Usai penjelasannya diterima dengan penuh kecewa, Kinan lebih memilih menyibukkan diri di kamar guna meluapkan semua emosi dengan cara menyeburkan diri kedalam kolam, tak peduli jika waktunya sudah malam. Toh, belum tengah malam hanya saja waktu itu menunjukan pukul 19.05 malam, jadi tidak terlalu malam bagi seorang Kinan.

Dinginnya air kolam, membuat Kinan menenggelamkan diri tanpa memperdulikan semuanya seakan air akan menenangkan diri bersamaan dengan itu sinar purnama menemani waktu malam.

Lima menit Kinan menghabiskan pemberhentian nafas melalui air, ia segera keluar menghirup kembali udara segar. Sampai tak menyadari bahwa Alsaki masuk kedalam kamar tanpa permisi dan mengejutkan Kinan dengan muka tak berdosa. "Sudah puas kamu menenggelamkannya?"

"Bikin kaget saja!" sebal Kinan dengan diri yang refleks terkejut.

"Betapa malangnya adikku! Tapi, jika boleh tahu kenapa kamu membenci matematika?" tanya Alsaki sembari duduk di tepi balkon menenggelamkan kaki bersihnya kedalam air sedikit dingin.

Kinan tidak menjawab itu, ia mengangkat bahunya acuh dan kembali lagi menenggelamkan dirinya guna menenangkan pikiran yang kacau.

Alsaki mengambil nafas panjang. "Baiklah jika itu maumu, tapi jangan sungkan untuk menceritakannya kepadaku. Aku ke kamar dulu, jangan terlalu lama berendam dan cepatlah tidur!"

Tidak ada respon dari Kinan, wanita itu mungkin tidak akan mendengar celoteh yang barusan dilontarkan. Bagi Alsaki, jika Kinan sudah betah dan fanatik terhadap air dirinya tidak akan peduli, seakan air itu memeluk dan menahan Kinan agar tetap mengeluarkan emosinya.

Bangkit dari air setelah tiga kali menenggelamkan diri, mengeluarkan semua beban yang ditanggung. Luapan emosi mengalir dengan lancar tapi tidak dengan ucapan tentang pernikahan. Usia 17 tahun adalah usia remaja yang harus dihabiskan seperti yang lain, tapi takdir berkata lain. Semua itu tidak berjalan dengan mulusnya hanya perkara membenci matematika.

Mungkin kebanyakan dari mereka tidak menyukai matematika sebab, ketika mengerjakan soal dan ketika hendak diberi nilai selalu saja nol karena pengerjaannya tidak sesuai dengan apa yang dicontohkan, padahal itu sama saja. Benar-benar aneh bukan? Bahkan pengejaran aljabar, logaritma, hingga rumus geometri pun harus sesuai dengan arahan. Tapi, Kinan berbeda dia membenci matematika karena satu alasan yang membuatnya muak.

Pantulan cermin memperhatikan wajah Kinan yang berblasteran, dirinya bercermin seakan bertanya kepada diri sendiri. Tidak ada senyum yang tergambar dari wajahnya, hanya otak yang terus bertanya dan mengeluarkan kata.

"Kalau bisa, kenapa waktu itu gue enggak melawan guru? Hanya karena perkara gue tidak juara waktu olimpiade, padahal gue bener-bener ngerjainnya. Tapi, kenapa yang menang si Dara? Padahal dia salam empat sedangkan gue tidak?"

"Gue sudah mati-matian belajar demi juara olimpiade tingkat Nasional, tapi kenapa si Dara anaknya Kepsek si al an yang juara? Anehnya, pas dia masuk tingkat Internasional dia tidak bawa piala kejuaraan dan mereka nyalahin gue? Sekarang, dia malah sekelas sama gue?"

"Sangat mem ba ngg ong kan bukan? Hahaha ...," kata Kinan kepada pantulan cermin. "Gue engga bisa melupakan masa lalu itu, itu sangat berharga bagi gue! Tapi, ah sudahlah gue udah muak!"

"Dan ... yang paling ferguso di hidup gue betapa malangnya gue malah dipaksa nikah sama guru itu." Kinan mengakhiri ucapan tidak jelasnya itu. "Sudah ah, bobo ah!"

Dia pun bangkit dari meja rias, dan merebahkan badannya di kasur berukuran besar dan menenggelamkan wajahnya di atas bantal. Malam ini sangat lelah untuk menjalaninya, jika bisa bisakah takdir berpihak sekali saja? Kinan ingin bebas meski hanya satu detik saja.

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Sinar matahari menerobos masuk melalui celah jendela yang ditutupi gorden, membangunkan Kinan yang masih terlelap dalam mimpinya ditambah lagi suara alarm berbunyi dengan sangat nyaring. Kinan bangun dengan matanya masih tertutup dan tangannya mencari jam alarm yang berdiri di atas laci dekat lampu tidur dan mematikannya. Ia segera bangun merenggangkan badan dan melangkah ke kamar mandi membersihkan badan, saat itu air terasa begitu dingin dan sejuk sehingga membuat Kinan sedikit bersemangat.

Sepuluh menit melaksanakan aktivitas seperti orang sekolahan, kini jam menunjukan pukul 06.30 dan itu adalah waktunya makan. Mengenakan seragam batik dengan rok panjang, tak lupa juga Kinan menguncir rambut lurus dan panjangnya dengan karet yang senada. Polesan make up tipis membuat Kinan seperti anak SMA, ia mengenakan jam tangan di tangan kirinya dan sedikit tersenyum.

Setelah beradu dengan semuanya, ia segera turun dari kamar atasnya untuk menyapa keluarga yang tengah menikmati sarapan. Harsa dan Ibha sudah stay di sana, aroma nasi goreng mengugah selera dan perut mulai tak sabar untuk diisi. Kinan duduk di sebelah Alsaki dan mengambil piring setelah menyapa mereka dengan perasaan belum sepenuhnya membaik, diambilkannya nasi sekitar satu cetong dan telur mata sapi diletakan di piring dan mulai melahapnya.

Tidak ada yang bersuara, hening itulah yang tercipta dan hanya suara geting sendok dan piring. Setelah Kinan puas mengisi perut, ia mulai mengalirkan sisa makanan dikeronggokan supaya masuk kedalam lambung agar dicerna dengan segelas air putih sisanya segelas suau yang dibuat oleh Harsa.

"Apa kamu mau sekolah?" tanya Ibha memecahkan hening.

"Iya," jawab Kinan singkat.

"Selama satu minggu kamu izin saja, kakakmu Alsaki sudah mengurus surat izinnya dan sudah dititipkan kepada temanmu," terang Ibha.

"Padahal tiga hari lagi, toh masih ada waktu pas besoknya kenapa harus sekarang? Tapi, ah yah sudah aku balik lagi ke kamar buat ganti baju." Kinan segera bangkit dari kursi makan dan kembali lagi ke atas sesuai ucapannya, seakan kejadian kemarin hanyalah mimpi nyatanya tidak.

Merebahkan kembali bobot dan menutup wajahnya menggunakan lengan, rasanya belum cukup untuk menyembuhkan kecewa. Maka, Kinan bangkit lagi dari tempat tidurnya melepaskan rok yang ia pakai sehingga Kinan hanya mengenakan celana lenjing hitam sedangkan atasannya tetap batik sekolahnya.

Membuka pintu balkon, dan menceburkan diri kedalam kolam padahal masih pagi. Tapi, yah sudahlah yang penting tenang toh hatinya. Menenggelamkan kembali diri kedalam kolam selama lima menit, lalu bangun lagi dan mendapati Alsaki datang membawa nampan berisi buah-buahan karena Kinan belum mencuci mulut.

"Apa lagi?" kesal Kinan saat melihat Alsaki datang.

"Kebiasaan terus nenggelamin diri, nyesel banget aku ajarin kamu berenang dari usia dua tahun," sebal Alsaki membuang muka.

Kinan terkekeh dan menyembunyikan wajah tawanya dengan cara menenggelamkan lagi selama beberapa detik, lalu bangun sembari mengejek, "makanya siapa suruh?"

"Entahlah." Acuh Alsaki mengangkat dua bahunya dan mulai ikut menceburkan diri kedalam kolam sampai membuat Kinan heran.

"Kenapa?"

"Aku rindu, teman satu pesantrenanmu," ceplos Alsaki tak berdosa.

"Maksud Kakak, kak Hafsah?"

"Aduh, keceplosan!"

"Wah parah! Nanti aku bilangin lho, tapi apa aku punya kontak dia enggak yah?"

Alsaki menggeleng, dan tersenyum sedikit saat mendengar Kinan seperti biasanya. Seakan sudah siap apa yang terjadi kedepannya, beruntunglah Alsaki membesarkan Kinan dengan kasih sayang dan ilmu agama. Meskipun, Kinan belum berhijab namun dirinya berharap teman yang akan menjadi suaminya bisa mendidik adiknya.

Pertemuan

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, yang tadinya sarapan dan tidak kembali lagi keluar dan terus betah di kamar. Menghabiskan waktu satu jamnya untuk merendam diri di balkon bersama Alsaki, kini matahari mulai berada si ufuk barat menandakan waktu sore telah tiba.

Kinan masih terlelap dalam tidur gabutnya, sedangkan tangan kanannya memegang gawai dengan layar masih terbuka di mana layar itu menampilkan video lawas dirinya dengan Alsaki saat dirinya berusia sekitar empat tahun dan Kinan mendapatkan video itu dari Alsaki.

Pintu kamar Kinan terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya dengan pakaian formal dengan hijab menutup dada. Ah, Harsa ibu yang hebat dan luar biasa membangunkan Kinan yang tertidur dengan pulasnya dengan lembut. "Bangunlah, sebentar lagi calonmu datang."

Merasa terusik dengan sentuhan yang tak asing, dengan cepatnya Kinan bangkit dan merubahkan posisinya menjadi duduk dengan tangan menggaruk-garuk kepala yang tak gatal. "Jam berapa ini?"

"Jam empat sore, bangunlah setelah itu mandi dan jangan lupakan sholat dan segera bersiap," papar Harsa kepada anak bungsunya dan mendapatkan anggukan kecil diiringi langkah kaki Kinan yang terlihat malas.

Dua puluh menit, Kinan melakukan amanah yang disampaikan oleh Harsa. Ia duduk di cermin, memandangi betapa malang dirinya. Tapi, mau bagaimana lagi toh takdir tidak ada yang tahu. Polesan make up tipis ala Kinan begitu indah menawan dan cantik, dengan rambut di kuncir satu tak lupa juga dengan pakaian sopannya.

Tok! Tok!

"Masuk! Engga dikunci!" jawab Kinan saat mendengar suara ketukan pintu, dan tampaklah Alsaki memperhatikan adiknya dengan pandangan tulus dan tangannya membawa bingkisan yang dikhususkan untuk adiknya.

"Pakailah kado dariku, aku akan menunggumu. Tetaplah di dalam, sampai calon ibu mertuamu menyapamu," titah Alsaki sembari menyerahkan bingkisan berwarna lilac yang merupakan warna kesukaan Kinan dan segera pergi meninggalkan Kinan.

Kinan membuka bingkisan itu, dan rupanya Alsaki memberikan pakaian tertutup yakni gamis dengan warna kerudung yang senada. Senyum tipis terukir di wajah Kinan, rupanya sang kakak begitu menginginkan dirinya seperti dulu kala. Di mana waktu itu, Kinan sangat istiqomah dalam menutup aurat.

Suara mobil memasuki perkarangan rumah kediaman Abhipraya, Kinan sudah siap dengan pakaian yang dihadiahkan oleh Alsaki. Ia juga melihat calonnya dari balik jendela yang ditutupi gorden, dari mobil itu keluarlah empat orang di mana dua orang itu adalah calon mertua, sedangkan dua orang lagi adalah adik kakak yang salah satunya adalah calon Kinan.

Kinan yang melihat itu ada rasa sedih, senang, kecewa, haru, dan bahagia terkumpul menjadi satu. Calon Kinan adalah guru yang mengajar di kelasnya, dan yang paling membuatnya sedih adalah dia seorang guru matematika yang cerdas dan juga keren. Selain, senang karena lelaki itu adalah guru paling populer lantaran memiliki paras yang tampan dan mempesona karena memiliki darah blasteran turki. Ia juga melihat semua keluarganya memasuki kediamannya.

Kinan duduk setelah melihat pemandangan itu, ingin sekali merebahkan badan karena merasa ferguso dan dejavu dengan semua takdir. Seakan takdir sedang mempermainkan dirinya, dirinya yang selalu berencana eh takdir yang menentukan semuanya.

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Sementara itu, di satu sisi seorang lelaki dengan tampilan kain batik berdiri di depan cermin dengan gagah. Beberapa hari yang lalu, orang tuanya hendak menjodohkan dirinya dengan anak teman ayahnya. Ia tidak bisa menolak penjelasan orang tua, karena dirinya sangat lemah terhadap perkataan orang tua sehingga tumbuhlah lelaki itu dalam didikan orang tua yang demokratis.

Paras menawan, dengan wajah berseri-seri tak lupa dengan hidung mancung bak bangsawan turki tak pernh luput darinya. Ratusan wanita termasuk murid yang dia ajari pun tergila-gila padanya, tapi di satu sisi pelajaran yang diajarkan adalah matematika sehingga banyak murid menyukai dirinya ketimbang matematika. Untunglah ini kesempatan baik menurutnya, sehingga bisa mengendalikan diri.

Fahad Ibadillah Prambudi atau sapaan familiernya Fahad, beliau adalah anak pertama dari keluarga yang memiliki yayasan pondok pesantren. Dirinya belum lama lulus wisuda, sehingga Fahad masuk sekolah menegah atas belum memakan waktu enam bulan.

"Masuklah, Pak Hasan," sapa Ibha saat melihat keluarga besar Prambudi sudah sampai tujuan.

Hasan sekaligus abi dari Fahad tersenyum dan menerima sapaan itu, ia masuk kedalam diikuti tiga orang lainnya yang tak lain Maryam istrinya, Fahad, dan si bungsu Barakka Prambudi.

Suasana rumah sedikit mewah itu mulai terdengar ramai, dengan banyak celoteh dari dua keluarga yang siap bersatu dengan pernikahan anak-anaknya. Sedangkan, Fahad tidak banyak bicara justru tersenyum dan hanya menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Ibha, calon mertuanya itu. Menghangatkan suasana dengan bercanda, Ibha dan Hasan dulunya adalah seorang santri satu perjuangan di bawah bimbingan guru yang sama sehingga tertampaklah keduanya seperti layaknya sahabat gaul. Harsa juga banyak berbincang dengan Maryam setelah mengambil beberapa cemilan dan minuman yang kini diletakkan di atas meja.

Alsaki juga ikut hadir di sana, ia terus tersenyum mendengar pembicaraan mereka. Sesekali Alsaki memberi kode pada Fahad, membuat Fahad sedikit binggung.

"Ngomong aja, engga usah maen kode," kata Fahad yang jelas terbaca bentuk gerak bibirnya.

Alsaki terkekeh. "Gue engga tau mau ngomong apa, intinya gabut!"

Fahad mengangkat bahunya acuh seakan tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh Alsaki, dirinya terkejut saat Hasan menyuruh Fahad untuk segera menjelaskan maksud kedatangannya ke sini dan Fahad mengangguk kecil dan memberi isyarat jempol dari balik tangan yang disembunyikan di bawah meja.

"Baiklah, kami akan menjelaskan maksud kedatangan kami ke sini. Fahad, ayo!" kata Hasan kepada anaknya setelah kurang lebih lima belas menit menghabiskan waktunya untuk berbincang.

Fahad menunduk dan menarik nafas panjang, menenangkan diri supaya emosinya tetap stabil. "Maksud kedatangan saya kesini adalah untuk melamar putri anda, Tuan," jelasnya.

Semua orang yang ada di situ seketika tersenyum menanggapi penjelasan Fahad, terlebih lagi Ibha juga merasa kagum dengan semua itu. Padahal, Ibha juga tahu bahwa putrinya akan menikah bersama dengan Fahad. "Tolong, panggilkan Kinan," titah Ibha pada Harsa yang duduk di sampingnya.

Harsa mengangguk kecil, bersamaan dengan itu Maryam ikut menjemput Kinan. Karena, Maryam ingin dia yang tahu lebih dulu ketimbang Fahad. "Izinkan saya ikut menjemputnya," kata Maryam dan mendapat anggukan darinya.

Dua wanita itu berjalan bersama menuju kamar Kinan yang letaknya di lantai atas, di mana lantai itu ada balkon kolam renang. Sesampainya di sana, Harsa tak lupa mengetuk pintu dan mendapati jawaban 'masuk' dari Kinan. Terbukalah, pintu itu menampilkan Kinan tengah duduk di kasur tempat tidur, dengan pakaian yang tertutup hingga menutupi kepala. Polesan make up tipis tidak mengurangi kecantikan Kinan, Kinan menunduk ada rasa yang bercampur aduk.

"Masya Allah, kamu sangat cantik," puji Maryam sembari mengambil tangan Kinan dan menciuminya.

Kinan senyum tipis menanggapi itu, tidak ada satu kata yang terlontar dari mulutnya selain tatapan yang mengandung dua arti yang ditunjukan kepada Maryam.

"Kinan, ayo ke bawah. Acaranya sudah dimulai," ajak Harsa sembari menarik lengan Kinan agar berdiri, dengan itu pula Maryam ikut membantu.

Semua tatapan yang ada di sana seketika tertuju pada suara langkah kaki, terutama kepada Kinan kecuali Fahad. Fahad lebih memilih menundukan pandangan, karena sudah tau siapa itu Kinan. Seorang murid yang selalu bolos setiap mata pelajaran, hanya karena benci dengan alasan tidak masuk akal.

Duduklah tiga wanita itu secara berdampingan, Ibha yang tadi duduk di bangku unjung kini berpindah di bangku sebelahnya, dan lebih tepatnya bersebelahan dengan Hasan. Sementara Kinan duduk di tengah antara Maryam dan Harsa yang berdampingan.

Acara pertunangan pun dimulai dengan begitu tenang dan khidmat, kini waktunya memasukan cincin kepada Kinan. Awalnya, Fahad yang akan melakukannya namun sang ibu menolak tegas lantaran keduanya belum halal sehingga Maryamlah yang akan memasangkan cincin.

Mencuri pandang, Kinan tersenyum tipis saat melihat Fahad terus memandangi dirinya dengan cara cepat kilat. Dalam hati kinan ada rasa takut, takut nanti kabur lagi di saat pelajaran Fahad berlangsung. 'Ini, harus buat alasan supaya kabur," batin Kinan.

'Oh, jadi kamu yah yang suka kabur mulu tiap pelajaran matematika. Bahkan tidak pernah masuk sekalipun, pantesan!' barin Fahad dengan perasaan bercampur aduk

Usai sudah acara pertunangan dilaksanakan, kini keluarga itu akan melanjutkan ke jenjang suci dalam waktu dua hari. Sesuai dengan janji Ibha kepada Kinan bahwa keduanya akan menikah dalam waktu tiga hari, di mana satu hari untuk pertunangan, satu hari untuk persiapan, dan satu hari lagi untuk acara pernikahan. Di mana pernikahan itu akan dihadiri para kerabat dekat, tidak ada satupun teman Kinan yang akan ia undang termasuk rekan kerja Fahad yang sama-sama guru SMA Kinan.

Keputusan itu sudah bulat, dua insan itu tidak ada kata yang terlontar. Keduanya terdiam seakan membicarakan kepribadian masing-masing lewat telepati, dan bersamaan dengan itu Maryam memberitahu kepada Kinan bahwa besok Fahad akan menjemputnya untuk membeli kain pernikahan di butik milik salah satu temannya dan itu disetujui keduanya.

Hingga waktu tak terasa, matahari mulai memasuki waktu malam. Keluarga besar Prambudi berencana menginap di kediaman Abhipraya sampai hari pernikahan pun tiba. Semua keluarga yang tadinya menyaksikan ikatan pertunangan, kini mulai memasuki kamar masing-masing.

Setelah semua keluarga memasuki kamar masing-masing, tersisalah Fahad dan Alsaki tengah termerung di tengah ruang keluarga.

"Selamat atas pertunanganmu, tolong didik adikku," ucap Alsaki kepada Fahad yang akan menjadi adik ipar.

Fahad menarik nafas panjang. "Iya. Karena gue udah tunangan sama adik lo, jadi lo kapan?"

Melirik dengan tatapan tajam, pertanyaan itu terlalu sensitif untuk Alsaki yang masih menempuh pendidikan S2 di kota Jakarta itu tersenyum sinis. "Oh, jadi lo mau pamer?"

"Anggap aja, seperti itu," ejek Fahad dan meninggalkan Alsaki. "Keluar yuk, panas!"

"Ogah!" tolak Alsaki dan meninggalkan Fahad sendirian di ruang keluarga.

Alasan

Usai melaksanakan pertunangan keduanya, rasa merehatkan badan kembali menyerang jiwa introvert Kinan. Dengan semangatnya, segera masuk kamar dan mengganti pakaian dengan pakaian renang. Ingin sekali merendam diri kedalam kolam renang, sungguh Kinan tidak bisa lepas dari yang namanya air. Seakan air itu mengandung makna, mulai dari makna tenang hingga makna bahagia. Ah, sudahlah yang penting air menghangatkan tubuh Kinan. Bersamaan dengan itu, sinar bulan purnama ikut menyinari gelapnya malam. Tangan kanan yang diisi dengan cincin melingkar di jari manis, Kinan angkat tangan itu dan memperhatikannya dengan tatapan mendalam.

Rasa sesak, senang, haru, bahagia, takut, hingga semua emosi menjadi satu. Luapan itu ia alirkan dalam kolam dengan mata terpejam dan kepalanya disandarkan di lantai balkon, membiarkan tubuhnya terapung dengan tenang. Melihat demikian, Kinan akhirnya bangkit setelah puas melakukan luapan emosi melalui aliran air kolam ia segera naik ke atas mengambil handuk yang terletak di kursi, menutupinya ke seluruh tubuh dengan rambut digulungkan ke atas, dan mulai memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, kini waktunya menunjukkan pukul 22.03 malam. Saat itu, semua keluarga Kinan sudah terlelap dalam tidur begitupun dengan Kinan, udara pendingin ruangan membuat tidur Kinan terasa sangat nyenyak, tapi berbeda saat merasakan kerongkongannya kering. Dengan terpaksanya, ia bangkit dari tempat tidur dan merapihkan rambut dengan mengucir satu.

Turun dari kamar menuju dapur, ruangan itu begitu gelap. Kinan, yang sudah terbiasa dengan itu bodo amat dengan semuanya, yang penting rasa hausnya dituntaskan agar kembali lagi tidur. Sesampainya di dapur, Kinan mengambil gelas yang ada di dalam lemari dan mengisinya dengan air biasa hingga penuh dan meminumkannya hingga ludes, tapi sayangnya satu gelas belum cukup akhirnya ia minum sebanyak dua gelas.

Setelah puas dengan itu, Kinan berniat kembali lagi ke kamar. Akan tetapi, saat membalikkan badan sintak membuat Kinan terkejut bukan main. Dua badan saling berhadapan, tatapan keduanya terasa jelas dan tulus. Dua insan saling memandangi satu sama lain, suara nafas terdengar di telinga keduanya. Tatapan itu berlangsung lama, jika di hitung mungkin sekitar lima sampai enam detik.

Kejadian itu membuat keduanya tidak menyadari, bahwa Kinan tak sengaja menumpahkan air minum. "Eh, astaga! Maafkan aku," ucapnya dan segera menghindari, tapi sayangnya lantai lincin akibat tumpahan air membuat Kinan seketika refleks akan jatuh dan untunglah Fahad menahan tubuh Kinan yang akan terjatuh.

Posisi keduanya saling berhadapan, Fahad menahan pinggang ramping Kinan. 'Kamu sangat cantik,' batin Fahad dan membangunkan kembali Kinan sembari menyadarkan diri dan Kinan. Kinan segera berdiri dan bangkit, wajahnya mulai merah bak udang rebus. Dengan keceoatan sinyal 5G meninggalkan Fahad yang hendak mengambil air dari dapur. Sementara, Fahad hanya menggeleng melihat tingkah dirinya dan tingkah Kinan barusan.

Mengingat kejadian yang baru saja terjadi, jantung Kinan berdegup dengan kencang belum lagi dengan wajah bersemu merah dengan kuping merah panas. Wajah lelaki itu tergiang-giang di benaknya. "Dia sangat tampan, tapi tidak dengan otaknya!" Sebal Kinan mencoba menyadarkan dirinya.

Sementara di satu sisi, Fahad mengingat kejadian itu mencoba berpikir dingin. Ia melirik teman satunya, Alsaki yang masih betah tidur dalam keadaan mengorok dan ini bukan untuk pertama kalinya melainkan sudah sering, sebab keduanya pernah tinggal satu pesantren di mana keduanya satu kamar dan tak pernah terpisahkan. Sekarang keduanya bertemu lagi dengan cara ferguso, mana kala kelakuan Alsaki terbilang la k nat, karena belum berubah dari suara ngorok nya.

Fahad mencubit hidung Alsaki supaya dia bangun, guna ingin bicara, dan pada akhirnya Alsaki dengan wajah kehabisan oksigennya bangun.

"Hah!" sesak Alsaki dan menatap siapa yang melakukannya. "Lo enak aja nganggu tidur gue!" sinis Alsaki menyadarkan segenap jiwa raganya.

Fahad terkekeh tak berdosa. "Gue mau ngomong boleh ngak?" tanyanya to the point.

"Kenapa?"

"Kenapa adik lo benci matematika?"

Alsaki memutar bola matanya malas. "Mau sekeren apapun alasan dia benci matematika, jawabannya aja tetap tidak masuk akal!"

"Kenapa?"

"Jadi gini ceritanya, sewaktu dia masih sekolah menegah pertama dia pernah dipilih untuk menjadi perwakilan sekolahnya dalam rangkan lomba olimpiade. Di situ, adik gue Kinan semangat dong bahkan sampai rela tidak pernah tidur demi mendapatkan hasil yang baik, dan gue dukung dia lah dengan ketulusan gue bahkan gue percaya bahwa dia bisa membawa pulang piala kejuaraan. Nyatanya ...."

Fahad mendengarkan cerita itu dengan serius, seakan siapa tau bisa membalikan kembali Kinan yang sebenarnya. "Nyatanya apa?"

"Yang juara bukanlah Kinan melainkan temannya, tapi anehnya temannya salah empat sedangkan dia tidak ada. Bahkan dia memberika bukti bahwa adikku mengerjakan tugas dengan sangat baik. Temannya juara olimpiade sehingga masuk ke Internasional, dan yang paling mengherankan temannya tidak membawa kejuaraan. Di situlah, Kinan membenci matematika seakan tidak menghargai perjuangan itu. Gue sangat kasian melihat dia yang sudah mati-matian selama tiga tahun, mengherankan sekali bukan?" Alsaki mengakhiri cerita Kinan dengan senyum sumrik, seolah-olah mengerti perasaan Kinan.

"Mendengar cerita itua, tidak masuk akal bukan?" tanya Alsaki saat memperhatikan ekspresi serius Fahad seakan Fahad mengerti maksud jalan yang dilontarkan.

"Itu bukan benci, tapi lebih tepatnya sudah bosan!" terang Fahad mencoba meluruskan, bahwa Kinan tidak benci melainkan bosan.

"Ko jadi ke bosan?" heran Alsaki.

"Intinya, dia sudah bosan. Kalau dia sudah mati-matian belajar eh tidak di hargai, itu namanya bosan bukan benci. Kalau dia benci, kemungkinan besar dia tidak akan melanjutkan kembali sekolah hingga akhir." Fahad mengakhiri pembicaraannya dan kembali ke tempat semula untuk merebahkan badan.

Melihat tingkah Fahad, sontak Alsaki terkejut. "Eh, kenapa lo tidur di kasur gue? Sana tidur di sofa!"

"Ogah, lagian punggung gue udah kram." Fahad memejamkan mata, bodo amat dengan omelan Alsaki yang dulunya mantan divisi keamanan.

Alsaki memutar bola matanya malas. "Bangunin gue cuman buat membual tiga puluh minit!"

"Iya, bualanmu percuma! Jadi, awak tau dikit tentang Kinan!" jawab Fahad dengan badannya sudah mulai pergi ke alam mimpi yang kini disusul oleh Alsaki.

••••••••••○○○••••••••••

Sementara di kamar Kinan, semenjak kejadian itu Kinan tidak bisa tidur meski hanya memejamkan mata. Bunyi detok jam dinding terus berjalan, kini waktunya sudah mulai memasuki waktu dini hari di mana waktunya menunjukan pukul 00.05 malam.

Suasana itu seketika menjadi hening, suasana yang cocok bagi kaum introvert untuk menikmati malam dengan suasana tenang. Konon katanya, pukul segitu semua makhluk tak kasat mata akan menampakan diri. Tapi, tidak berlaku bagi Kinan seorang siswa selain presentasinya, beliau tidak percaya dengan namanya takhayul dan juga makhluk mati akan menjelma, padahal yang menjelma adalah syaiton dan jin bukan manusia.

Memikirkan yang tidak-tidak membuat Kinan mengubah posisinya menjadi duduk dan mencari gawai, dinyalakannya gawai itu dengan tampilan berwarna ungu lilac. Ia mencari aplikasi berwarna hijau dan menekan tombol, terisi penuh dengan berbagai macam bentuk chat. Mulai dari grup kelas 12 IPS 3 dan beberapa teman lainnya termasuk si Brayen, ketua kelas yang pernah digosipkan kalau dia sangat menyukai dirinya.

Karena banyak chat yang masuk, Kinan lebih memilih teman akrab dulunya yang tak lain adalah Hafsah.

Hafsah: [Hei, kamu katanya mau jenguk aku? Mana nih, aku udah nunggu!]

Kinan: [Maaf kak, habisnya ada acara mendadak. Lain kali yah, toh aku masih bernafas belum mati (emoticon menahan tawa)]

Tidak ada balasan darinya, mungkin karena waktunya sudah larut dan mana jam ini sudah tengah malam. Karena mustahil mendapatkam balasan dari Hafsah, Kinan lebih memilih keluar dari kamar dan waktu itu menunjukan pukul 00.50 dini hari. Berjalan menuju dapur guna masak untuk mengisi perut kosong sekaligus menghilangkan pikiran buruk, tapi entah kenapa Kinan begitu bahagia memiliki Fahad.

"Tidak buruk juga gue masak jam segini," gumam Kinan dan mulai memasak mie.

Tidak menunggu waktu lama, masak mie hanya membutuhkan waktu sekitar kurang lebih lima menit. Setelah selesai, Kinan memilih menghabiskan sisa malamnya dengan menonton film di ruang tengah. Volume kecil supaya tidak menganggu orang tidur, tidak ada lirikan mata untuk melihat film yang sedang diputar. Pandangannya fokus mengambil mie dan melahapnya, tak lupa juga Kinan mengambil kerupuk sebagai teman mie supaya tidak kesepian.

Akibat terlalu fokus, sebuah bayangan menghampiri Kinan. Merasakan aura seketika bulu kuduk berdiri, Kinan memberhentikan makan dini harinya. Ia menyimpan mangkuk dengan sangat hati-hati, dan

"Dor!"

"Astaga!" teriak Kinan seketika dibungkam oleh lelaki yang tak lain adalah Alsaki, kakaknya.

Karena terkejut, jantung Kinan hampir copot akibat ulahnya belum lagi dengan perbuatan tidak boleh ditiru yaitu membungkam mulut yang hampir mengeluarkan suara khas toa masjid. "Untung aja." lega Alsaki dan melepaskan tangan yang menutup mulut adiknya dan mengelapnya ke pakaian kimono Kinan.

Sementara Kinan menampilkan muka sebal sekaligus kesal, tapi dia harus ekstra sabar sebab jika Kinan sudah menikah maka moment ini tidak akan terulang lagi.

"Kak, makasih yah sudah jagain Kinan sampe usia 17 tahun. Di saat orang tua kita sibuk dengan bisnisnya, tapi Kakak selalu luangin waktu buat Kinan. Padahal Kakak waktu itu sedang sekolah bahkan sibuk karena ngerjain tugas sekolah, tapi Kakak selalu ada buat Kinan. Sampai ini, Kinan engga tahu harus bilang apa selain minta maaf dan makasih. Toh, Kinan bakalan berdoa semoga Kakak segera lamar kak Hafsah," tutur Kinan diakhiri kekehan karena mengucapkan kata terakhir di mana kata itu mengandung candaan yang bermakna. Alsaki memang menyukai Hafsah, makanya tidak segan menceritakannya kepada Kinan. Karena, Kinan pandai menjaga rahasia.

Mendengar semuanya, Alsaki terkekeh sekaligus sedikit kesal dengan adiknya. Ia mengacak-acak rambut lurus Kinan dengan gemas dan mencubit pipi Kinan dengan kasih sayang. "Diam ah, di sini ada calon besan juga calon suami kamu. Nanti, kalau mereka dengar aku yang nanggung malu sedanhkan kamu enggak berdosa!"

Ucapan itu mengundang senyum manis Kinan sembari menampilkan sederet gigi putih dan rapihnya. Hari ini, entah kenapa Kinan sudah melupakan kejadian tadi dengan bercanda bersama Alsaki.

"Dek?" panggil Alsaki dengan tatapannya fokus menonton film yang diputar oleh Kinan.

Kinan menoleh dan menyerit. "Kenapa?"

"Mungkin ini terdengar seperti wejangan. Kakak ingin kamu menjadi wanita yang seutuhnya bagi Fahad, jadilah wanita yang penurut dan tetap kejar ridho dia. Sebab, surga seorang wanita setelah menikah ada ditangan suaminya, pokonya kamu jangan berani membantah dia. Kakak percaya Fahad bakalan menjaga kamu sebagaimana kakak menjaga kamu."

"Selama ini, kakak selalu salah dalam memberikan didikan kepada kamu. Tapi, kakak tidak pernah mencoba menyakiti hatimu. Dulu, kakak selalu merengek ingin adik perempuan dan itu dikabul oleh orang tua. Saat itua, kakak bangga punya adik hebat seperti kamu. Walaupun sekarang kamu tumbuh sedikit bandel, tapi kakak tetap menyayangi dan mendoakanmu. Jadi, kakak berharap kamu bisa berguna hingga akhirat nanti."

Alsaki meneruskan ucapannya tanpa menatap Kinan, tatapannya fokus menonton film dan setelah mengakhiri itu ia tersenyum kepada Kinan seperti dia mendengarkan pembicaraannya. Nyatanya apa yang terjadi, Kinan malah tidur bersandar di pundak Alsaki membuat Alsaki sedikit merasakan kesal. Karena dia tau pasti adiknya tidak mendengarkan apa yang dikatakan. 'Kebiasaan,' batinnya dan beralih menatap cemilan di atas meja yang belum lama diambil oleh Kinan dengan muka girangnya dia mengambil cemilan itu dan memasukannya kedalam mulut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!