NovelToon NovelToon

Gairah CEO Anak Mami

Memilih

Di perusahaan Arjuna Group. Sang ibunda tercinta sedang membujuk anaknya, yang sudah berusia 25 tahun untuk menikah.

"Lihatlah ini Julio, ini wanita-wanita yang ibu pilihkan untukmu. Kau tinggal memilih salah satunya, untuk dijadikan istri!" Seru Lila menunjukan beberapa foto wanita kepada Julio Arjuna Lesmana, CEO di perusahaan Arjuna Group.

"Mami. Mami. Untuk apa, Mami susah-susah mencari wanita untuk aku nikahi. 'Kan sudah ada Mami di rumah." Jawab Julio, pada ibunya.

"Astaga sayang, kau itu harus menikah!" Kesal Lila pada anak semata wayangnya yang sangat susah untuk mendekati wanita.

Bagi Julio, Maminya adalah segalanya dan itu sudah cukup untuknya, tidak perlu ada wanita lain.

"Julio, Mami tidak mungkin selalu ada untukmu. Makannya kau harus menikah," ucap Lila. "Jika kau tidak mau menikah, Mami tidak akan bicara denganmu." Lanjutnya dengan mode merajuk.

"Mami, jangan seperti itu." Julio beranjak dari kursinya menuju ke arah ibu yang sangat ia cintai. "Ok. Aku akan memilih satu! Satu saja untuk menjadi istriku."

Lila menatap Julio tajam, "memangnya kau mau menikah dengan berapa wanita. Dengar ya, Mami tidak setuju dengan yang namanya poligami. Ingat itu!" Seru Lila yang tidak bisa menahan rasa kesalnya.

"Apa itu poligami?" Tanya Julio serius.

"Astaga!!" Lila menepuk jidatnya sendiri mendengar pertanyaan anaknya yang tidak tahu apa-apa. "Kau ini tidak pantas menjadi CEO, seharus kau menjadi penjual cilok di pinggir jalan."

"Mami ini ada-ada saja! Masa anak sendiri mau di suruh jualan cilok, nggak mau ah!!" Seru Julio yang menganggap Maminya serius.

Lila menggertakan giginya geram. Anaknya selalu punya jawaban atas semua ucapannya.

Julio mengsejejerkan foto-foto yang di berikan maminya, di meja. Menatap satu-persatu untuk memilihnya, seperti permintaan mami tercinta.

"Bagaimana, Julio? Apa kau sudah memilih salah satu dari mereka?" Tanya Lila seraya beranjak dari kursinya.

"Hmm," Julio berpikir sejenak dengan mengetuk-ngetuk dahinya.

Tok tok tok tok

Klek

"Slamat siang Tuan. Siang Nyonya," sapa sekertaris wanita Julio.

"Dapat!!" Seru Julio.

Lila tersentak dengan seruan Julio begitupun dengan wanita yang baru masuk ruangan itu, sampai terperanjat.

"Yang mana?" Tanya Lila dengan melihat foto mana yang akan di tunjuk oleh Julio.

"Itu!" Jawab Julio.

"Mana? Tunjuk yang bener. Supaya Mami bisa menghubunginya segera." Ujar Lila mengalihkan pandangannya.

"Itu! Yang berdiri itu." Ucap Julio.

"Haa!!" Seru Lila dan Bella, sang sekertaris.

Bella melihat ke sisi lain ruangan.

'Tidak ada orang lain, di sini!' Seru batin Bella.

"A-ada apa?" Tanya Bella dengan perasaan yang tidak menentu.

"Dia!" Seru Lila membuka lebar mulutnya karena kejutan yang dilontarkan Julio.

"Iya!" Seru Julio yakin.

Bella terdiam tanpa bisa berkata-kata. Dia berpikir dirinya seperti seorang penjahat yang tertangkap basah.

"Aahhh" pekik Lila dan segera beranjak dan mendekap Bella dengan sangat kuat.

Bella terperanjat kaget saat tubuhnya di bekap oleh Lila, hingga dirinya sulit bernafas.

"Emp... Emp..."

"Owh, maaf!" Lila melepas pelukannya saat merasa Bella seperti tersiksa olehnya.

Bella hanya tersenyum kikuk, menjawab seruan Lila padanya.

"Bella, sini!" Ajak Lila, pada Bella untuk duduk di sofa bersamanya.

"S-saya me-mengantarkan ini, untuk Tuan tanda tangani!" Ucap Bella sambil menunjukan map yang dia bawah di tangannya.

"Eeh, berikan itu padanya! Dan kau ikut aku sekarang." Lila segera meraih map itu dan menyerahkan pada Julio dan membawah Bella dengannya.

Julio tak menghiraukan apa yang maminya lakukan, selama itu membuat maminya bahagia dia akan membiarkannya.

Bella ikut duduk bersama Lila di sofa. Dan Lila mulai mengintrogasinya.

"Bella, apa kau punya kekasih?" Tanya Lila.

"Haa! Kekasih?" Ulang Bella.

"Iya! Kekasih, pacar atau apa namanya?" Ucap Lila menjelaskan.

"Kekasih! Tidak Nyonya." Jawab Bella yang tidak mengerti dengan apa yang di bicarakan Lila padanya.

"Panggil aku, Mami!" Seru Lila.

"Ma-mami!" Bella mengerutkan dahinya. Dia semakin tak mengerti dengan Lila dan bosnya yang hanya diam tak peduli.

"Iya. Bagus!! Kau tidak punya kekasih 'kan. Jadi aku akan melamarmu untuk putraku!" Seru Lila.

"A-apa?" Kepala Bella jadi pening, terasa seperti berputar-putar. Dia sungguh tak percaya dengan apa yang Lila katakan padanya.

Tiba-tiba saja kesadaran Bella menghilang dengan tubuh yang tersandar di sofa.

"Bella, Bella!!" Keget Lila, memanggil-manggil nama Bella saat dia hilang kesadaran.

"Ada apa, Mi?" Tanya Julio yang melihat maminya panik.

"Julio! Sini." Ketus Lila.

"Kenapa?" Tanya Julio seraya mendekati maminya yang sedang panik.

"Ini, Bella pingsan! Buat sesuatu, julio. Biar dia sadar." Ujar Lila dengan kepanikannya.

"Oh... Pingsan!" Seru Julio lalu duduk di sofa sebelah maminya.

"Julio...." pekik Lila dengan geram.

"Ah, iya-iya! Ayo, kita ke rumah sakit sambil mengandeng lengan maminya.

Plaak

"Aduh! Mami, kenapa kepalaku di pukul." Aduh Julio sambil memegang kepalanya yang sakit.

"Tidak perlu ke rumah sakit! Dia hanya pingsan, Julio. Bukan kecelakaan!" Seru Lila dengan emosi.

"Lalu, apa Mi?"

"Cari minyak angin!" Pinta Lila.

Julio beranjak dari kursinya, ingin keluar dari ruangan.

"Mau ke mana, kamu?"

"Beli minyak angin!" jawabnya seraya berlalu dari ruangan itu.

Lila hanya dapat menggelengkan kepalanya melihat kepergian Julio. Putranya itu sangat lemot, pikirnya.

lima belas menit kemudian, Julio kembali dengan membawah minyak angin di tangannya.

"Ini, Mi!" Seru Julio dwngan memberikan minyak angin yang di belinya.

Lila menyambut pemberian Julio dan segera memakaikannya pada Bella yang masih tersandar di sofa.

Beberapa detik kemudian, Bella yang tidak sadarkan diri mulai siuman. Bella membuka matanya perlahan-lahan dan menatap ke sekelilingnya.

"Haa. Aku tidak mimpi!" Batin Bella merutuk saat melihat Lila dan Julio ada di ruangan yang sama dengannya.

"Bella. Bella kau baik6baik saja?" Tanya Lila.

"Hm," Jawab Bella dan segera menegakan badannya yang tersandar.

Bella sangat shok, hingga dia pingsan. Dia sungguh tak tahu harus bereaksi seperti apa. Kejitan yang di beri oleh Nyonya Lila sangat berhasil membuatnya terkejut, hingga pingsan.

"Kamu kenapa tadi?" Tanya Lila. Sedangkan Julio segera beranjak dan kembali ke meja kerjanya.

"Tidak apa-apa, Nyonya!" Seru Bella.

"Itu semua karenamu, Nyonya." Batin Bella dan melirik Lila sejenak.

"Mami! Kamu itu mau saya jadikan menantu. Jadi jangan panggil Nyonya lagi." Ucap Lila.

"I-i-ya Ma-Mami!" Seru Bella dengan suara yang seperti tercekat di tenggorokan.

"Pintar," Ujar Lila.

"Ju, sini." Panggil Lila.

Julio mengangkat sebelah alisnya. Lalu beranjak menuju Maminya.

"Ada apa, Mi?" Tanya Julio seraya duduk di kursi samping maminya.

"Kamu itu, gimana sih! Bella itu di ajak ngobrol dong. 'Kan sebentar lagi kalian mau nikah." Ucap Lila.

"Buat apa? 'Kan cuma nikah doang!" Seru Julio, seperti pernikahan hanya sebuah permainan baginya yang tak begitu penting.

.

.

.

.

Halo readers, dukung author ya...

Dengan Like, Coment and Votenya...

Untuk Gift semampunya aja...

By... By...

Perjaka ting ting

Julio mengangkat sebelah alisnya. Lalu beranjak menuju Maminya.

"Ada apa, Mi?" Tanya Julio seraya duduk di kursi samping maminya.

"Kamu itu, gimana sih! Bella itu di ajak ngobrol dong. 'Kan sebentar lagi kalian mau nikah." Ucap Lila.

"Buat apa? 'Kan cuma nikah doang!" Seru Julio, seperti pernikahan hanya sebuah permainan baginya yang tak begitu penting.

"Julio!!" Geram Lila.

"Haa! Iya, Mi." Ucap Julio lansung berlindung di belakang kursinya.

Bella menatap malas, pria yang berada di balik kursi itu.

"Apa dia yang akan melamarku?" Batin Bella.

"Ngapain kamu, di situ?" Tanya Lila. "Malu sama calon istri!" Seru Lila lagi.

Julio kembali duduk di sofa samping maminya. Dan Lila hanya menggelengkan kepalanya saat tak ada reaksi apapun antara keduanya.

Dia akan menjadi perjaka ting ting, jika tak segera di nikahkan! Seru Lila dalam hati.

"Bella, orang tua kamu di mana?" Tanya Lila lembut.

"Orang tua!" Bella berpikir apakah mereka serius dengan ucapan mereka. "Ada di rumah, Nyo... Emp.., Mami!" Seru Rania lagi.

"Iya! Rumah kamu di mana?" Tanya Lila lagi.

"Di, di, di... Jalan xxxx nomor, 9" jawab Bella ragu.

"Baiklah, Mami akan ke sana nanti sore. Beritahu orang tuamu, jika Mami ingin bertemu." Ucap Lila, dan beranjak akan pergi.

"Tapi..." Bella menjeda ucapannya, saat ini dia takut untuk bicara.

Dia hanya orang kecil di bandingkan orang-orang yang berada satu ruangan dengannya. Dia bagai hanya sebuah kutu yang terlihat di antara mereka.

Bella sungguh hilang kepercayaan dirinya saat ini. Dia tak tahu harus bicara apa, tak ada seseorang yang menjadi dukungan untuknya.

"Ada apa Bella?" Tanya Lila kembali memalingkan wajahnya pada Bella.

"Tidak ada Nyonya!" Ucap Bella yang melupakan panggilannya.

"Tidak apa! Nanti juga akan terbiasa!" Seru Lila dan segera berlalu dari tempatnya.

Julio pun beranjak dari kursi sofa berpindah ke kursi kerjanya. Bella melihat Julio, yang hanya diam beranjak dari kursi sofa menuju kursi kerjanya pun segera pamit untuk keluar.

"Saya pamit Keluar Tuan!" Ucap Bella dengan menundukan kepalanya.

"Hm," Jawab Julio tanpa menggerakan bibir dan melihat sebentar saja ke arah Bella.

Bella beranjak keluar dengan perasaan yang sangat kesal. Dia berpikir akan seperti apa nantinya jika mereka berdua benar-benar menikah. Akan seperti apa kehidupan rumah tangganya.

Aakh.., kenapa aku tidak menolaknya, tadi. Bodoh.., bodoh. Jerit hati Bella yang sedang berjalan menuju meja kerjanya sambil menepuk-nepuk dahinya kasar karena kesal.

Sedangkan yang berada di dalam ruangan CEO saat ini, sedang bersandar di kursinya sambil tersenyum smirik, entah apa yang dipikirkannya. Kemudian kembali sibuk dengan pekerjaannya seolah tak ada beban.

Di meja kerja, Bella tidak fokus akan pekerjaannya. Dia terus terpikirkan oleh perkataan Lila. Apa mereka akan benar-benar melamarnya, menjodohkannya dengan pria yang menurutnya tidak macho sama sekali. Dan juga pasti tidak perkasa.

Bella menggeleng-gelengkan kepalanya.

Apa sih! Umpat Bella pada pikirannya.

Dia pun melanjutkan pekerjaannya, mengalihkan pikiran. Mungkin saja Nyonya Lila hanya ngeprank dirinya. Kini Bella tak menepis pikiran tentang lamaran dan jodohan itu, dia tak memikirkannya lagi, menganggapnya angin lalu.

*

*

Sore hari jam pulang kantor, Bella telah bersiap-siap untuk pulang ke rumahnya. Tiba-tiba Julio mendekatinya untuk mengajaknya pulang.

"Kamu mau pulang?" Tanya Julio santai.

"Iya!" Seru Bella.

"Ayo!" Julio berjalan meninggalkan Bella yang masih membereskan mejanya.

"Itu orang kenapa? Ngajak, trus pergi. Dasar gila!!" Umpat Bella saat Julio sudah nampak menjauh.

Bella segera beres-beres dan pergi dari sana. Di dalam lift, Bella berpikir apakah Julio benar-benar mengajaknya pulang atau hanya mengejeknya saja.

Ting

Pintu Lift terbuka dan Bella segera keluar dari perusahaan besar itu menuju halaman. Saat berjalan menuju luar untuk memanggil taksi, sebuah mobil mendekatinya.

Tit tit

Suara klakson mobil itu membuat Bella menyingkirkan tubuhnya ke tepi untuk memberi jalan.

Tit tit

"Apalagi sih! Kurang lebar jalannya." Kesal Bella dalam gumamannya.

Mobil itu berhenti tepat di samping Bella yang berjalan. Dan kaca jendela itu terbuka.

"Masuk!!" Pinta orang di dalamnya.

Bella menunduk melihat siapa yang berada dalam mobil itu, kemudian tersentak karena Julio berada dalam mobil yang sedari tadi mengusiknya.

"Tu-tuan. Ada apa ya?" Tanya Bella.

"Masuk! Kamu tidak tulikan!" Seru Julio dari dalam mobil.

"Tapi..." Tolak Bella, namun belum selesai Bella berkata sudah diselah lagi oleh bosnya itu.

"Ini perintah Mami! Cepat masuk." Ucap Julio.

Bella sangat kesal dengan pria itu. Julio tak mau mendengarkan hanya ingin didengarkan. Bella masuk ke dalam mobil dengan kesal hingga menutup pintu mobil itu dengan keras.

Braak

Julio tak mempedulikan yang di perbuat oleh Bella dan bagaimana raut wajahnya saat ini. Julio menjalankan mobilnya menuju ke rumah Bella, alamat yang seperti Bella katakan tadi.

Tak ada percakapan dalam mobil. Keduanya hanya diam bagai patung yang tak bisa bicara. Hingga setelah hampir sampai di alamat yang disebut Bella tadi siang, Julio pun membuka suara dan memecah keheningan diantara mereka.

"Sebelah mana, rumahmu?" Tanya Julio yang terus menyetir.

"Haa, kukira dia bisu!" Umpat Bella pelan.

"Bicara yang jelas. Jangan hanya berbisik." Ujar Julio.

"Belok kiri lagi, rumah sebelah kanan!" Jawab Bella seraya menujuk lorong yang berada di sebelahnya.

Julio menjalankan mobilnya sesuai arahan Bella tadi.

"Stop-stop!" Ucap Bella tepat di depan rumahnya.

"Di mana?" Tanya Julio yang seperti mencari sesuatu yang tak ada di sana.

"Itu!" Seru Bella turun dari mobil dan segera menuju pintu sebelah mobil untuk mengucapkan terima kasih.

"Terima kasih, Tuan!!" Ucap Bella yang akan berlalu menuju ke rumah.

"Hei! Aku juga mau turun." Ucap Julio.

"Haa!!" Kejut Bella. "Untuk apa?" Tanya Bella penasaran.

"Mami ada di dalam. Aku juga akan masuk ke dalam!" Seru Julio.

"Apa...?" Bella membulatkan bibirnya dan menutup dengan kedua telapak tangannya.

Julio berjalan menuju rumah Bella, yang dia tahu maminya berada di dalam. meninggalkan Bella yang masih berdiri di samping mobil.

"Slamat siang..," sapa Julio.

Seseorang keluar dari dalam rumah, dan segera menjemput Julio.

"Owalah, ganteng banget anaknya." Ucap Seorang wanita paruh baya.

"Iya. Ini anak saya, Bu Marni." Jawab Lila yang menyusul keluar dari dalam rumah.

"Bella, ngapain kamu di situ." Panggil sang ibu pada anaknya.

Bella segera berjalan mendekati mereka yang tengah berkumpul di depan rumahnya.

"Ada apa ini, Bu?" Tanya Bella meyakinkan dengan apa yang di pikirkannya.

"Ini. Kamu kok, ngak ngasih tau ibu sama aba. Kalau ada yang mau ngelamar! Mana orangnya ganteng lagi." Ucap Marni dengan senyum cerianya.

Bella tak bisa berpikir lagi dan seketika...

Bruukk

.

.

.

.

Jangan ya semangatin author😊

Piaraan Lila

Bella segera berjalan mendekati mereka yang tengah berkumpul di depan rumahnya.

"Ada apa ini, Bu?" Tanya Bella meyakinkan dengan apa yang di pikirkannya.

"Ini. Kamu kok, ngak ngasih tau ibu sama aba. Kalau ada yang mau ngelamar! Mana orangnya ganteng lagi." Ucap Marni dengan senyum cerianya.

Bella tak bisa berpikir lagi dan seketika...

Bruukk

"Bella!! Bella!!" Seru orang-orang yang bersama Bella saat itu.

Seketika Bella pingsan tepat di antara orang-orang yang bersamanya.

"Julio, angkat Bella." Pinta Lila.

"Iya, Mi!" Serunya kemudian membawah Bella dalam gendongannya, masuk ke dalam rumah.

Julio membaringkan Bella di sofa dalam rumah Bella.

"Bella, Bella! Ya Alloh, ini kenapa? Kok jadi pingsan!" Keluh Marni, ibu dari Bella.

"Tenang, Bu! Nanti di beri minyak angin juga siuman. Mungkin hanya shok aja." Jawab Randi, adik laki-laki dari Bella yang baru keluar dari kamarnya.

"Cepat cari minyak angin!" Pinta Marni ke Randi.

Marni mengibas-ngibaskan tangannya pada Bella yang tengah di baringkan di sofa. Aba Bella juga berada di situ bersama mereka, tapi dia tidak sekhawatir Marni.

"Sudah, Bu. Benar kata Randi, dia cuma shok aja. Mau nikah sama orang kaya, jadi serasa ngimpi gitu!" Ujar Aba Nurdin.

"Aba ini!! Anak lagi sakit, bukannya khawatir," ucap Marni kesal dengan suaminya.

"Ini, Bu. Minyak anginnya!" Randi menyerahkan minyak angin ke tangan Marni.

Marni segera memberikan Bella sedikit minyak angin yang di gosokan ke tangannya dan menggosokannya pada Bella yang sedang terbaring di sofa.

Seketika Bella membuka matanya perlahan-lahan, kemudian segera bangkit dari tidurnya karena melihat Lila dan Julio di sana.

Kepala Bella terasa sangat sakit saat ini. Pikirannya berhamburan, beberapa saat tadi dia sudah melupakan apa yang dibicarakan Lila padanya. Lalu saat ini mereka bahkan sudah berada di rumahnya.

"Bel, kamu kenapa? Kamu sakit? Bilang sama ibu!" Ujar Marni sambil mengelus-elus pundak putrinya.

Bella hanya mampu menggelengkan kepalanya tanpa suara.

"Sudah, kamu istirahat aja. Nanti kami kembali lagi membicarakan perjodohan ini!" Seru Lila.

"Tidak apa Nyonya! Lebih cepat lebih baik. Nyonya bicara saja. Urusan Bella nanti saya yang bicara sama dia." Ujar Nurdin.

"Bu, antar Bella ke kamar!" Pinta Nurdin.

Marni segera membawah Bella beristirahat.

Di dalam kamar, Bella sangat khawatir dengan percakapan antara orang tua yang berada di luar ruangan itu.

Bella tahu, topik apa yang akan mereka bicarakan. Tapi apakah mereka tak perlu dengar pendapatnya? Apa mereka akan memutuskannya sendiri tanpa persetujuannya? Pikiran Bella bertanya-tanya.

Sedangkan yang berada di luar sudah selesai dengan pembicaraan mereka. Lila dan Julio pun berpamitan untuk pulang.

"Baiklah. Kalau begitu kami pamit dulu! 3 hari lagi kami akan kembali." Ucap Lila.

"Baik, Nyonya. Nanti saya akan bicara dengan Bella!" Ujar Nurdin.

"Baiklah! Kami pergi. Slamat siang pak Nurdin, bu Marni." Pamit Lila seraya keluar dari dalam rumah, disusul oleh Julio dari belakangnya.

"Hei!! Pamit dulu, sama calon mertua!" Ujar Lila yang melihat anaknya yang akan ikut keluar.

"Hm.. Slamat siang, Bu, Pak!" Ucap Julio.

"Segitu aja!" Ucap Lila.

Marni dan Nurdin tersenyum, melihat tingkah julio dan berpikir, mungkin dia malu.

"Tidak apa, Nyonya! Anak muda mah, gitu. Malu-malu." Ucap Marni tersenyum lebar.

"Katakan pada Bella, jika besok tak perlu masuk kerja." Ucap Lila lagi.

"Iya, terima kasih. Mungkin dia kelelahan." Jawab Marni.

"Ya, sudah kami pergi!" Ujar Lila dan mendapat anggukan dari Marni dan Nurdin kemudian segera berlalu dari sana.

Marni dan Nurdin kembali masuk ke dalam rumah.

*

*

Di mobil Julio bersama Lila kembali ke mansion. Lila merasa tidak enak dengan sikap anaknya saat berda di rumah Bella tadi.

Pasalnya, Julio hanya diam tanpa ada sepatah dua kata yang di ucapkannya pada saat itu.

"Kamu itu gimana sih, Ju! Kok tidak ngomong sama sekali." Ujar Lila kesal.

"Buat apa sih, Mi? Mereka liat Julio aja, sudah seneng. Buat apa ngomong!" Jawab Julio santai.

"Kamu itu, ya! Nggak bisa di bilangin. Setidaknya kamu basa-basilah sedikit."

"Nggak Perlu, Mi! Basa-basi itu ngak penting, yang di ngomongin itu nggak penting." Bantah lagi.

"Stop. Stop..." pekik Lila saat mobil yang Julio kendarai masih berjalan.

"Kenapa, Mi? Mami, marah. Tapi jangan turun di tengah jalan." Bujuk Julio dengan nada memohon.

"Mami mau makan bakso. Itu!" Ucap Lila sambil menunjuk penjual bakso di pinggiran jalan.

Lila mempunyai selera makan yang bagus terhadap bakso. Di mana pun dia melihat ada penjual bakso, walaupun hanya di pinggir jalan. Maka selera makan Lila akan datang dengan sendirinya walau moodnya sedang tidak baik.

Julio memarkirkan mobilnya di sisi jalan. Mengikuti kemauan Maminya.

Lila turun dari atas mobil, berjalan menuju penjualan bakso yang ditunjuknya tadi, dan Julio segera menyusul saat mobilnya terparkir dengan benar.

"Mas, baksonya 1 tanpa mie!" Seru Lila kepada penjual bakso seraya duduk di bangku yang sudah di sediakan. Julio pun ikut duduk di samping Maminya.

Beberapa menit kemudian bakso yang di pesan Lila telah siap dan di antarkan oleh abang penjualnya.

Lila memakan bakso yang sudah ada di depannya tanpa menambah bumbu yang lain, karena memang Lila suka dengan rasa kuah bakso yang alami.

"Mie, suapin!" Ucap Julio.

Lila pun mengikuti perintah Julio dengan menyuapinya, bakso dari mangkuknya.

"Sudah besar juga! Masih aja manja. Nanti orang-orang pada pikir kalo kamu itu piaraan Mami." Omel Lila sambil terus menyuapi Julio dan dirinya sendiri.

"Mas! Satu lagi!" Pinta Lila. Pedagang itupun menganggukan kepala saat mendengar permintaan Lila dan segera menyiapkan pesanannya.

Penjual itu mengantarkan pesanan Lila dan mempersilahkannya.

"Mas, denger ya! Ini anak saya, bukan piaraan saya." Ujar Lila pada penjual yang mengantarkan pesanannya.

"Haa! Piaraan, bagaimana Bu?" Penjual itu sungguh tak mengerti dengan maksud Lila sambil mengernyitkan dahinya berpikir.

"Pokok, seperti itu saja tidak ada yang lain." Jawab Lila lalu mengaduk-aduk baksonya.

"Iya, Bu. Kagak ngarti!" Seru penjual itu di lanjutkan dengan gumaman.

"Kamu mau lagi?" Tanya Lila, saat semangkuk bakso sudah berada di depannya." Tanya Lila.

"Nggak! Buat Mami aja!" Tolak Julio.

*

*

Di rumah Bella saat ini mereka sudah selesai makan malam bersama seluruh keluarga.

Nurdin mengajak Bella ke ruang tamu rumah itu, yang tak terlalu besar. Rumah keluarga Bella sangat kecil, rumah dengan gaya semi permanen yang memiliki 2 kamar depan dan 1 kamar di bagian dapur untuk Marni dan Nurdin tidur.

"Bella, Gimana? Apa kamu setuju dengan lamaran, Nyonya Lila." Tanya Aba Nurdin padanya.

"Belle nggak mau, Ba..." Rengek Bella."

"Loh, terus yang tadi itu apa? Kalau kalian tidak punya hubungan, untuk apa mereka datang melamar!" Seru Aba dengan sedikit emosi.

*

*

*

*

By... By...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!