TRAP TRAP TRAP
Suara ramai orang berlarian di gang sempit, dua orang gadis berlarian terengah engah mencoba melarikan diri dari beberapa pria yang mengejarnya.
"Hosh hosh gilak! siapa sih mereka?" Ujar seorang gadis.
"Buru, hemat tenaga jangan berisik!" Ia mencoba menambah kecepatan larinya, menarik temannya yang masih saja banyak bicara.
Jangan dikira mereka tak takut, lebih takut jika mereka tertangkap. Dijadikan apa mereka nantinya. Uuuh... Entahlah! Lebih baik kabur sebelum semua terlambat.
Sebenarnya di gang itu banyak rumah penduduk, banyak orang disana. Tapi anehnya tak ada satupun orang yang berniat menolong dua gadis itu.
"Reeen... Lihat!" Ujar seorang gadis bernama Sava, menunjuk ke kerumunan seperti karnaval.
"Bagus! Kita masuk sana dari pada kita jadi geprek sama preman preman geblek itu" Mehreen menarik Sava mempercepat lari nya.
Mehreen berhenti sejenak "Va lihat!" Mehreen menunjuk beberapa botol di teras rumah warga.
"Siap laksanakan komandan!" Sava langsung mengambil botol botol berisi cairan pekat berwarna hitam. Sedang Mehren menata tempat sampah yang ada di depan rumah warga untuk menghalau langkah preman preman itu.
Sebelum mereka pergi tak lupa mereka meninggalkan beberapa lembar uang berwarna merah untuk pemilik botol. "Terimakasih" Kompak Mehreen dan Sava, mereka pun terkikik sambil melanjutkan larinya.
BRUUUK BRUUUK
"B*ngsat!" Umpat salah seorang preman yang mengejar kedua gadis bernama Mehreen dan Sava.
"Sial, mereka nyiram oli,,," Umpatan keluar lagi dari preman yang lain,...
Sava dan Mehreen menumpahkan oli bekas yang mereka temukan, mereka tutup dengan tiga tong sampah yang ada di sana agar warna oli tertutup dari kejauhan. Cerdik!
"Bhuahahaha" Tawa kedua gadis itu pecah. Dari kejauhan mereka melihat preman preman itu jatuh tumpang tindih mirip susunan koran.
"Va... Buru masuk ke karnaval" Seru Mehreen diangguki Sava. Akhirnya mereka turut berbaris meski entah dengan barisan seperti apa. Keselamatan mereka lebih utama saat ini.
"Reen, itu siapa? Orang pentingkah?" Sava menunjuk dengan matanya. Mehreen menggedikan bahu tanda ia tak tahu.
"Va pesen taksi online gih!" Pinta Mehreen, ponselnya mati saat tadi terjatuh. Dengan cepat Sava memesan taksi online. Kemudian mereka keluar barisan menepi ke salah satu kedai yang menyediakan makan dan minum.
Sava menyerahkan sebotol air mineral, kerongkongan mereka sudah tandus setelah maraton panjang dengan degub jantung yang turut berlarian.
"Gue kira lo kenal dengan preman preman tadi Reen" Celetuk Sava sekilas melirik Mehreen.
Mehreen tak menjawab hanya menggeleng pelan, ia pun tak habis pikir kenapa ia yang baru balik malah di kejar kejar preman.
"Buru Reen taksi nya sudah hampir sampai" Kedua gadis itu keluar dan taksipun menghampiri mereka. Sedikit celingukan dan merekapun masuk dalam taksi.
"Alhamdulillah" Ucap Mehreen mengusap usap dadanya. "Mereka musuh papa kali ya Va?" Pikir Mehreen, masih tak paham dengan situasi saat ini.
"Bokap lo punya musuh?" Tanya Sava balik.
Mehreen menggeleng "Gak tahu gue.. Gue capek banget.. Gilak! Jetlag gue".
Sava memperhatikan wajah sahabatnya yang sedang bersandar di jok taksi, Tampak sedikit pucat dan kelelahan. " Reen mau makan dulu? Lo.. " Ucapan Sava terhenti, Mehreen menggeleng pelan.
"Pak tolong antar ke apartemen Dunia Residence yaak! " Titah Mehreen.
"Siap mbak" Jawab supir taksi sopan.
"Kenapa gak balik ke rumah gue aja Reen?" Tanya Sava merasa khawatir dengan keadaan Mehreen. Dan tak ada jawaban dari Mehreen, nampaknya gadis itu benar benar lelah sampai tertidur.
Taksi berhenti di depan apartemen setelah kurang lebih dua puluh menit perjalanan. Mehreen masih tertidur, berulang kali tak merespon panggilan Sava yang coba membangunkannya.
"Reeen... " Panggil Sava menggoyang goyangkan lengan Mehreen.
"Heeemmm" Masih bergumam tanpa adanya tanda tanda akan segera bangun.
"Pak tunggu bentar nanti saya tambahin" Ujar Sava pada sopir taksi. "Nih bocah kalo dah ngebo susah bangun!" Imbuhnya melihat Mehreen masih terlelap.
Tangan kiri Sava masih menggoyang kan lengan Mehreen, sedang tangan kanannya sibuk dengan aplikasi order makanan di ponselnya.
"Oooh dah sampai! Koq lo gak..." Ucapan Mehreen kali ini menggantung. Sava sudah menjewer bibir Mehreen kesal. Sopir taksi yang melihatpun tersenyum dengan kelakuan kedua penumpangnya.
"Kalo ngebo gak usah nyalahin orang" Ketus Sava. Mehreen hanya nyengir, sangat paham maksud Sava.
Mehreen mengeluarkan dompet nya dari dalam tas. Mengambil uang untuk membayar taksi.
"Neng, uangnya kelebihan banyak" Ujar sopir taksi memperlihatkan uang pembayaran dari Mehreen.
"Ambil ajah pak, itung itung bayaran nemenin aku tidur" Sava menggeleng mendengar penuturan Mehreen, begitu juga supir taksi yang tampak cengo.
Mehreen keluar dan membungkukkan sedikit badannya "terimakasih pak, semoga ramai goesnya".
" Narik Reen bukan goes, lo pikir itu sepeda?" Sava menghela nafas lelah, lelah harus bangun pagi menjemput sahabatnya, lelah lari di kejar kejar preman dan kini lelah karena Mehreen yang gesrek. Sabar sabar.
Mehreen menaikkan kedua alisnya seolah bertanya, kemudian membalikkan badan masuk dalam apartemen. Sava enggan berkomentar dan mengikuti Mehreen.
Mehreen masih asyik melihat lihat apartemen sambil berlalu menuju kamarnya, banyak yang berubah dari setahun lalu. Memindai setiap sudut yang ia lalui, Sava masih sigap mengingatkan agar Mehreen menjaga langkahnya.
BRUUUUKKK
"AUUWWW!!! " Pekik Mehreen merasakan sakit pada tulang pinggul dan B*kongnya.
Kedua lelaki dengan tubuh tegap dan pakaian rapi berdiri menatapnya tajam, jangan lupakan Sava yang memandang kedua lelaki di hadapannya. Bahkan ia lupa bahwa sahabatnya masih terduduk di atas lantai.
"Reeen... " Ucap Sava, ia menggeleng agar Mehreen menjaga sikap. Mehreen kini tengah berdiri seolah menantang kedua lelaki di hadapannya.
Sava menarik tangan Mehreen agar Mehreen pergi dari sana, "ayok ah baru sampai jangan cari gara gara" Mehreen mendengus kesal dengan sikap Sava yang tiba tiba menciut.
Kedua lelaki yang bertabrakan dengan Mehreen berlalu pergi tanpa berniat meminta maaf sebagai basa basi. Memandang Mehreen pun enggan.
"Lepas Va, kenapa seh lo?" Kesal Mehreen menghempaskan tangan Sava yang masih menariknya.
"Gue pengen geplak pala tuh orang Va" Lanjut Mehreen emosi.
PLAK
"Sini gue geplak" Ketus Sava memukul lengan sahabatnya yang tertutup jaket. "Liat liat Reen, lihat jas yang mereka pakai. M A H A L" Menekankan kata MAHAL agar sahabatnya yang cantik ini paham.
"Terus kalau mahal kenapa Va? Dia dah nabrak gue!" Mehreen masih bersungut sungut dengan tanduk dan asap yang sudah muncul di atas kepala.
Ya kan si Mehreen sudah mirip mirip banteng kepanasan, bertanduk.
Sava sudah semakin lelah dengan hari nya ini, dan semua karena Mehreen. Sahabat lucknut yang selalu ia sayangi. Mereka saling menyayangi layaknya saudara.
BRAAAK
Mehreen menendang pintu kamarnya langsung melompat ke atas kasur empuk, Sava menyusul di sampingnya. Mereka melupakan pesanan makanan yang mereka pesan melalui online.
"Va laper gue.. " Mehreen mengusap perutnya.
"Sama Reen ben... " Ucapan Sava terhenti.
Ting tong ting tong
Mereka berpandangan dan berlari keluar untuk membuka pintu. Saking lapernya yang ada di pikiran juga soal makanan, ah!
CEKLEK
Suara pintu utama apartemen Mehreen terbuka, pria gagah hampir setengah baya berdiri tenang di depan pintu. Lihat juga dua laki laki muda di belakangnya, yang sempat terkejut mendapat kedipan mata Mehreen.
Papa Bisma sudah sangat hafal dengan kelakuan putrinya yang sedikit bar bar dan sering meresahkan.
"Permisi... Atas nama ibu Sava?" Sava menemui laki laki muda yang mengantarkan pesanannya.
Jangan tanyakan Mehreen yang sudah duduk manis di kursi, "Va lo pesen pa?" Tanyanya tanpa menghiraukan papanya.
"Om mari duduk" Sava mempersilakan papa Mehreen duduk, sedang kedua pengawalnya tetap setia menunggu di balik pintu.
Sava menepuk pelan bahu Mehreen, ia sangat paham hubungan Mehreen dengan sang papa. Mehreen mengangguk paham "I'am fine".
" Lakukan pah, sudah biasa juga jadi korban keegoisan papa" Ujar Mehreen sarkas.
"Mehreen...!!! " Hardik papa Mehreen yang sudah berdiri dari tempat duduknya. Sedang Mehreen masih santai duduk di kursi dengan es jeruk yang tadi Sava pesan.
"Mau gak mau akan Mehreen lakuin pah!" Mehreen menatap dalam manik mata papanya. "Demi siapa? " Senyum smirk Mehreen terukir dan itu sangat terbaca jelas oleh papanya.
"Demi anda tuan BISMA RAGA NEGARA yang terhormat!!" Mehreen menekankan pada nama papanya. Papa Bisma terkesiap dengan sikap putrinya itu.
Marah? Iya tentu Mehreen marah, papanya selalu bertindak sesuka hatinya. Banyak impiannya yang terkubur demi ego sang papa.
"Reen... Are you oke?" Sava menghampiri Mehreen yang tampak semakin lelah setelah berbicara dengan papanya. Mehreen menggeleng samar, lalu berbalik menghambur ke pelukan Sava.
"Gue... Gue dijodohkan. Besok harus ketemu orangnya" Sava mengusap punggung Mehreen sayang, Mehreen bahkan sudah membasahi baju Sava dengan air matanya.
"Gue lelah Va... " Ucapnya lalu mengurai pelukannya. Sava menatapnya iba dan sayangnya tak mampu berbuat apapun.
Savapun sudah sangat hafal dengan pemaksaan yang papa Bisma lakukan selama ini, 'Semangat Mehreen' batin Sava.
Malam terus beranjak, Mehreen masih betah duduk di balkon kamarnya. Tak memperdulikan angin malam yang membuat kulitnya meremang.
"Ah... ****!!" umpatnya. Air mata yang susah payah ia tahan akhirnya luruh jua.
Sava berdiri di balik kaca pemisah balkon dan kamar, memperhatikan sahabat rasa saudara itu tengah mengurai sesak yang bertumpuk dalam dadanya.
"Papa br*ngs*k!!" nafasnya memburu, lagi lagi ia harus menuruti kemauan sang papa.
"arggghhh!!" menjambak surai kecoklatan nya.
"Reen... " Sava mulai mendekat.
"Va, sewa pembunuh bayaran" ujar Mehreen dengan deru nafas yang kian memburu.
Sava memeluknya, menyalurkan kekuatan dan ketenangan. Hati Sava pun sama terlukanya melihat Mehreen seperti ini.
Mehreen mengurai pelukan Sava, menatap nyalang sahabatnya "Va..." ujarnya, Sava membiarkan Mehreen mengutarakan semuanya.
"Va, Bisma minta gue pulang hanya untuk di jual" lirihnya menahan sakit hatinya. "Br*ngs*k!!" umpatan yang terus menerus keluar dari bibir indahnya.
Sava memeluk kembali tubuh Mehreen yang luruh bersimpuh di lantai balkon.
"Reen..." ujar Sava lirih.
"Ayok tumpahkan semua ke gue, biar hati lo lega" di sela sela pelukannya untuk Mehreen.
Benar saja Mehreen menangis pilu di pelukan Sava. Gadis itu benar benar menumpahkannya pada sahabatnya.
Isakannya makin lirih terdengar, Sava menuntunnya agar masuk kembali ke dalam kamar.
"Angin malam gak baik buat lo" ujar Sava, Mehreen tersenyum getir. Bukan karena ucapan Sava, melainkan karena ketidakmampuannya menolak perintah si br*ngs*k Bisma.
"Angin malam bakal ngetawain gue Va" ucap Mehreen putus asa. Sava menaikan satu alisnya tak paham.
"Karena kerapuhan gue" imbuhnya, dengan wajah menunduk.
"Minum Reen... " Sava menyodorkan segelas air putih, "Biar bisa isi ulang air mata lo" Mehreen tersenyum dengan godaan receh Sava.
**
Pagi menyapa, lebih tepatnya siang yang menyapa. Sinar mentari mengusik mereka dari balik tirai. Mehreen menggeliat, lelah ditubuhnya berangsur pergi tapi tidak lelah di hatinya.
"Sava kemana?" gumamnya beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
"Va..." teriaknya, sesaat setelah mandi.
"Va... lo di dapur?" ulangnya dan belum terdengar suara Sava menjawab.
Mehreen beranjak menuju dapur dan sudut ruangan di apartemennya, mengernyit bingung karena tak menemukan sahabatnya.
CEKLEK
Suara pintu utama apartemen terdengar, Mehreen menghembuskan nafas lega melihat Sava yang masuk. Tak begitu lama senyumnya tertahan di wajah cantiknya, Sava datang bersama dua orang pria berjas hitam, tampak dari jas yang melekat pas di tubuhnya Mehreen tahu jika kedua pria itu memiliki tubuh atletis.
"Reen... Sorry" lirih Sava. Mehreen mengangguk paham akan situasi Sava.
"Ini buat gue kan?" Mehreen mengambil alih kantong berisi makanan dari tangan Sava.
"Ayo Va makan dulu" imbuhnya tanpa memperdulikan keberadaan kedua laki laki itu yang dengan tidak sopannya duduk di sofa ruang tamu.
Mehreen makan bersama Sava dengan hening, hanya tatapan mata mereka yang menyiratkan sebuah tanda tanya.
"Apa sudah selesai?" Tanya tegas seorang pria. "Ikut kami sekarang nona Mehreen!" Titah pria itu.
"Kenapa aku harus ikut kalian?" Mehreen memperlambat, memilih mencuci piring bekasnya dan Sava.
"Maaf nona Mehreen, ikutlah sebelum kami melakukan kekerasan" Ujar pria itu lebih tegas.
"Kalian suruhan bokap gue?" tanyanya menantang.
"Kami di berikan perintah tuan Dipta, calon suami anda nona" Mehreen bergeming, menatap nyalang kedua lelaki itu.
"Tuan Chandra Dipta Indrayana" Mehreen menegang mendengar nama itu, begitu juga Sava.
Mehreen tersenyum smirk, mengejek hidupnya yang selalu bisa mengalahkannya.
Ia sangat tahu keluarga Indrayana, bahkan seorang Bisma Raga Negara yang arogan takluk dibuatnya.
"Ah... ****!!" Mehreen mengumpat tepat di hadapan kedua lelaki itu.
"Gue ganti baju!" Ujar Mehreen memasuki kamarnya, Sava mengekor.
"MUPENG" Mehreen menonyor salah satu kepala lelaki yang ia duga bodyguard Dipta.
Mehreen hanya menggunakan hot pants, dan tanktop ketat yang mempertontonkan kedua belah dadanya.
"Kabur yuk Reen... " Usul Sava. Mehreen menggeleng. Menarik Sava ke balkon, Sava terbelalak melihat banyaknya pria berjas hitam sama persis yang ada di apartemen.
"Kabur lewat mimpi gue Va..." Sava memeluk Mehreen iba, Mehreen mengurai pelukan Sava. Ia tersenyum getir, dan ia tak ingin melihat sahabatnya khawatir.
TOK TOK TOK
"Non, saya tunggu lima menit. jika tidak keluar kami tarik paksa" ujar laki laki itu dari luar kamar Mehreen.
CEKLEK
Mehreen dan Sava sudah keluar dengan pakaian lebih sopan. Bagaimanapun mereka tak sembarangan mempertontonkan lekuk tubuhnya.
Kedua gadis itu saling menatap bingung, ternyata banyak bodyguard di depan apartemen juga.
Mereka menarik Mehreen dan Sava, "Eh lepasin sahabat gue" ujar Mehreen.
"Maaf nona, nona Sava akan menjadi jaminan jika anda berniat melarikan diri" jawab salah satunya.
Mehreen mendengus kesal, Sava hanya mengukir senyum. "Tenang aja kita lalui sama sama" Sava menggenggam tangan Mehreen menenangkan.
Mereka semakin terkejut kala mereka di masukkan ke dalam mobil berbeda.
"Maaf nona, kami hanya menjalankan tugas" belum sempat Mehreen melayangkan protesnya, ia harus segera terdiam.
Mehreen masih mengumpat kesal dalam hatinya, sampai ia di kejutkan seorang pria yang duduk di sampingnya.
Pria itu tersenyum smirk memandang Mehreen remeh.
"Jalan!" Titahnya dengan nada tenang namun terdengar arogan.
"Hanya untuk membawa seorang Mehreen saja kalian menggunakan banyak bodyguard?" Ketus Mehreen meremehkan.
Senyum tipisnya membayang, ekor matanya menangkap jelas lelaki disampingnya mengepalkan tangan kuat.
"Kalah dah tuh ******* negara" lanjutnya. Bahkan kini wajahnya menghadap pada pria itu.
Pria dengan rahang tegas, alis tebal dan rapi. Mehreen terkesiap kala lelaki itu melepas kaca mata hitam yang bertengger manja di hidung mancungnya. Jangan lupakan bibir yang tak terlalu tipis dan sorot mata teduh namun sangat tajam.
"Senang bertemu anda nona Mehreen" Ucapnya mengejek.
"Mimpi buruk bertemu dengan anda tuan Indrayana" Sahut Mehreen sengit.
"Ah Sial! Terlalu mahal saya membayar gadis arogan seperti kamu" Ujarnya menatap tajam Mehreen.
Mehreen mengepalkan tangannya menahan emosi.
"Apa anda...." Ucapannya sengaja menggantung, membuka dua kancing atas kemejanya. Lalu tersenyum smirk.
Murahan.
Mobil sudah memasuki pekarangan rumah yang mewah bin megah, sebenarnya itu biasa saja untuk Mehreen. Sedari kecil ia terbiasa hidup di rumah yang mewah dengan fasilitas kelas wahid.
"Keluar!" Titah Dipta, seorang sudah membukakan pintu untuknya dan Mehreen.
Mehreen tampak melihat Sava yang juga turun dari sebuah mobil di belakang mereka.
Mehreen mencoba membalas senyuman Sava, gadis itu tahu jika Sava berusaha untuk menenangkan dan menguatkannya.
"Seret dia jika tak kunjung masuk" Suara tegas itu kembali memenuhi gendang telinga Mehreen.
Setelah menghentakkan kakinya, akhirnya Mehreen mengikuti langkah panjang pria bernama Dipta itu.
'woooww' dalam hati Mehreen tak memungkiri keindahan isi dalam rumah itu. Ia bahkan lupa untuk menutup mulutnya yang menganga takjub.
"Bisma kalah telak" lirihnya. Dipta masih bisa mendengar gumaman Mehreen.
"Boleh aku bertemu eyang Indra?" Tanya Mehreen sesaat setelah melihat foto berukuran besar di ruang utama.
Dipta tersenyum "Tentu boleh, Saat aku sudah puas menikmati tubuhmu" menampilkan wajah dingin dan itu sangat mengesalkan dimata Mehreen. Sok iye!
"Permisi tuan, boleh saya bawa nona?" Mehreen semakin bingung, siapa wanita yang dandanannya sangat pas itu, bahkan ingin membawanya pergi. Pergi kemana?
"Jangan buat saya malu" Titah Dipta arogan.
"Hey..." Mehreen menunjuk Dipta dengan telunjuknya.
Dua jam sudah berlalu, Mehreen sudah keluar dari ruangan itu. Tampak Sava sangat cantik dengan gaun pestanya, Mehreen mengenakan gaun pengantin berwarna cream.
Dipta tersenyum smirk melihat kedatangan Mehreen, ada Bisma juga di sana. Sava diizinkan mendekati Mehreen.
"Lo cantik banget Reen..." jujur Sava mencoba tersenyum.
"Senyum lo maksa Va" Sarkas Mehreen.
"Kaya pernikahan gue. PAKSA" Imbuh Mehreen menatap nyalang semua yang hadir disana.
"Sorry gue ga bisa bantu lo kabur" Lirih Sava. Mehreen mengusap lembut punggung tangan Sava.
"Terlalu beresiko Va, kita gak boleh mati muda" cicit Mehreen. Kedua gadis itu tertawa konyol, seolah bahagia dari pandangan orang.
Mereka menertawakan nasib yang memaksanya dan menghinanya.
'Munafik' batin Dipta. Bisma tersenyum bangga melihat putrinya yang luar biasa mempesona. Namun egonya lebih tinggi dari nalurinya.
**
Sah
Kata "Sah" yang menggema sesaat setelah ijab kabul itu terucap.
Mehreen memandang papanya penuh dendam, memandang Dipta dengan kebencian. Tatapan tajam yang mematikan!
Gadis cantik dengan balutan gaun pengantin yang menjuntai, berdiri serasi dengan Chandra Dipta Indrayana. Ia mengangkat wajahnya angkuh, tak ingin orang lain melihat kerapuhannya.
Disaat tatapan kagum tertuju padanya, Mehreen semakin merasa sakit menggigit hatinya.
'Ah sial mereka gak bisa lihat gue tertekan apa?' batinnya kesal.
"Akan semakin tertekan ketika kita hanya berdua dalam kamar" Bisik Dipta, datar tanpa ekspresi. Cenayang gadungan.
Mehreen menggandeng lengan Dipta dengan kedua tangan, wah tampak romantis.
Mehreen mencubit perut Dipta kuat, Dipta meringis menahan perih bercampur panas. Gadis yang kini menjadi istrinya menyeringai, senyumnya tampak mengejek.
Dipta tersenyum manis penuh totalitas, menatap Mehreen penuh cinta, pura pura. Mel*mat bibir Mehreen di depan para tamu undangan. Mehreen segera mendorong dada Dipta, tetapi Dipta menahan tengkuknya.
"Br*ngs*k" dada Mehreen bergemuruh menahan marah. Menatap tajam Dipta yang memberinya senyuman manis, seraya mengusap lembut bibir Mehreen, seolah sangat menikmati ciuman mereka.
**
Di dalam kamar pengantin yang luas, bertabur bunga mawar beserta sekutunya. Dekor yang indah semakin membuat Mehreen kesal, marah dan ingin membakar kamar beserta pemiliknya, Dipta.
CEKLEK
Seorang pria yang masih mengenakan tuxedo putih melangkah masuk dengan angkuhnya.
Dipta mendekat dan semakin mendekat ke arah istrinya, wajah datar tanpa ekspresi. Sorot mata tajam yang penuh dendam, tampak jelas di mata Mehreen.
"Gue punya salah apa sama lo?" Tanya Mehreen bersidekap dada. Dipta masih bergeming dengan sombongnya. Sial!!
GLEK
Mehreen menelan salivanya, Dipta dengan jelas di depan matanya meminum obat p*rangs*ng.
Jantung Mehreen berdebar kuat, ada rasa takut yang teramat menyiksa, Namun tak dapat bersembunyi.
Perlahan Dipta melepas satu persatu kain yang membalut tubuhnya, hingga dada bidangnya terpampang nyata di depan Mehreen.
"Dasar sinting" Sarkas Mehreen meninggalkan suaminya yang masih memasang wajah datarnya.
Mehreen memasuki kamar mandi, ia segera mengganti gaunnya. Tak perduli, akan ia robek jika sulit untuk di buka.
Tanpa Mehreen sadari kunci kamar mandi tidaklah benar benar berfungsi.
Dipta berdiri bersidekap dada, matanya terus mengamati istrinya tengah melepas gaun pengantinnya.
Matanya membulat kala gaun itu terjatuh dan menampakkan visual lekuk tubuh Mehreen yang memanjakan penglihatannya.
HAP
"AUUWWW!!" Pekik Mehreen, Dipta menggendongnya ala bridal style.
DEG DEG DEG
Jantung Mehreen seperti gajah mengamuk tak tentu arah. Dipta membawanya ke bathtub, kemudian mengisi dengan air panas.
Sulit untuk Mehreen berontak, Laki laki itu memandangnya dengan seringai tipis. Tubuh yang hanya tertutup pakaian dalam membuatnya sangat risih di lucuti oleh tatapan laki laki yang halal atas dirinya.
Sulit untuknya berpikir, segera ia mengambil sabun aromaterapi, menuangkan banyak ke dalam bathtub, berharap busa sabun akan menutupi tubuhnya.
"Sok perawan!" cibir Dipta. Mehreen mendelik mendengar ucapan suaminya.
Dengan santainya ia kembali memejamkan mata seolah olah menikmati acara berendamnya, padahal di otaknya belum menemukan cara agar bisa terlepas dari suami sintingnya.
Tubuh Mehreen meremang, Dipta sudah turut masuk dalam satu bathtub dengannya. Bahkan boxer yang tadi menutupi bagian bawah tubuhnya sudah tergeletak di lantai.
"Eh... Lo mau ngapain?" Panik gak? Panik gak? iya panik lah. Mehreen tak bisa menegakkan lagi tubuhnya, Ia sudah berada di bawah kungkungan tubuh atletis Dipta.
"Dasar Sin... eummmphh!" Dipta sudah m*lum*t bibir ranum Mehreen, menggigit bibir bawah gadis itu sedikit kasar.
'Ah sial' batin Mehreen.
Otak dan hatinya sungguh menolak Dipta si sinting, tapi tubuhnya semakin menikmati aksi Dipta. Asli memalukan, sumpah!
Dengan tubuh polos, Dipta membawa Mehreen ke ranjang pengantin mereka.
Satu jam lebih Dipta menj*mah tubuh Mehreen, secara tiba tiba ia menghentikan kegiatan mereka.
"Gak menarik!!" ujarnya dengan nada sadis. Lalu bangkit menuju kamar mandi, Mehreen masih melongo dengan rasa yang sulit ia artikan.
"Lo imp*ten! bukan karena gue gak menarik" ucapan Mehreen menghentikan langkah Dipta, Tatapan nyalang Mehreen semakin membuat laki laki itu kesal.
Mehreen masuk ke dalam selimut dengan tubuh polosnya, "Br*ngs*k" umpatnya. melihat tubuhnya dari dalam selimut, semua merah bekas gigitan drakula.
Mehreen menyeringai, memikirkan hal yang akan ia lakukan pada Dipta, satu sisi ia bersyukur keper*wanannya masih terjaga sampai saat ini.
Ternyata laki laki itu tidak men*gang sama sekali, "BUAHAHAHA" puas Mehreen menertawakan wajah Dipta yang frustasi sesaat setelah menghentikan kegiatannya.
"Tum*pul" Sarkas Mehreen, melenggang menuju kamar mandi dengan tubuh polosnya, setelah Dipta baru keluar telah rapi dengan kaos dan celana selututnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!