NovelToon NovelToon

Istri Sampah Kini Berlian

Menolak Jodoh

"Ini calon istrimu?" tanya seorang laki-laki tampan yang duduk di sofa seberang. Dia gagah dan keren. Gayanya metroseksual. Namanya Agam Maheswara. Anak pertama dari keluarga Maheswara, keluarga konglomerat yang terpandang di Jakarta. Dia sangat arogan dan selalu memandang rendah orang miskin. Tahun ini Agam berusia 30 tahun.

"Iya kak. Namanya Cassandra Ghania," jawab laki-laki tampan mengenakan kaca mata. Dia bernama Zafran Maheswara. Adik dari Agam. Gaya bicaranya sangat berbeda dari kakaknya yang arogan. Dia lebih sederhana dan tidak memandang seseorang dari statusnya. Dia berusia 27 tahun.

"Dia cantik. Tapi kau sudah memiliki pacar. Seharusnya kamu tidak membawa dia ke sini?" tanya Agam. Dia menatap wanita berhijab yang duduk sendirian di sofa. Wanita itu duduk di seberangnya.

"Benar kata kakakmu. Mau ditaruh dimana muka mama kalau kamu gonta-ganti pacar. Kamu playboy, kemarin bawa ini besok bawa siapa lagi," tambah wanita yang duduk di samping Agam. Dia bernama Emma Maheswara. Wanita dengan rambut pendek dan mengenakan dress seksi untuk usianya yang sudah 53 tahun. Gayanya sangat modis dan elegan. Sama seperti Agam dia sangat sombong.

Cassandra tak menyangka Zafran playboy.

"Bu, Kak, aku membawa Cassandra ke rumah ini untuk memperkenalkannya sebagai calon istriku bukan untuk mendapatkan komentar kalian," sahut Zafran. Dia tidak peduli dengan pendapat kakak dan ibunya. Hari ini dia datang membawa Cassandra untuk mengenalkan wanita berhijab itu sebagai wanita yang akan dinikahinya.

"Apa?" Agam dan Emma terkejut mendengar ucapan Zafran.

"Kau gila Zafran? Wanita mana yang akan kamu nikahi?" Agam berbicara sambil menunjuk ke arah Cassandra.

"Mama gak habis pikir bagaimana kau bisa memilih wanita ini dari sekian banyak wanita yang kamu bawa," ucap Emma.

Cassandra merasa dipermainkan Zafran. Ternyata Zafran sudah pernah membawa laki-laki lain sebelum dia.

"Kak, Ma, aku mencintai Cassandra. Aku tidak akan gonta-ganti pasangan lagi. Aku akan tetap menikahinya!" sahut Zafran. Kata-kata kakak dan ibunya tidak akan membuat Zafran mengurungkan niatnya menikahi Cassandra.

"Kalau kamu mau nikah carilah wanita yang baik. Bisa menerima siapa dirimu yang sebenarnya." Agam mengingatkan. Dia tidak ingin adiknya main-main.

"Dengar kata kakakmu Zafran, aku tidak mau kamu kawin cerai nantinya. Kamu benar-benar mencintai wanita ini?" tambah Emma. Mengingatkan anaknya agar mengikuti nasehat laki-laki tampan dengan tubuh kekar.

"Aku akan tetap menikahi Cassandra meskipun kalian tidak setuju!" tegas Zafran.

"Ha ha ha." Agam tertawa sinis. Dia tidak menyangka adiknya sudah tak menyangka adiknya akan menikah.

"Mama gak mau kamu menikah hanya karena dia cantik. Besok kamu akan tergoda wanita cantik lainnya. Seharusnya kamu pikirkan keputusanmu jangan menikahi wanita seperti itu karena dia cantik," ucap Agam menunjuk ke arah Cassandra.

"Iya, wanita seperti ini banyak. Dan dia akan menumpang hidup seperti parasit yang merugikan," tambah Emma.

"Kak, Ma, aku tidak akan merubah keputusanku. Aku akan tetap menikahi Cassandra!" tegas Zafran.

"Zafran, kau ingin mempersulit hidupmu sendiri dengan menikahi wanita itu? Aku saja tidak akan menikahi wanita karena dia cantik sedangkan kau masih tergoda wanita cantik yang lain!" ujar Agam. Entah setan apa yang merasuki adiknya sampai kekeh ingin menikahi wanita itu. Sudah jelas mereka berbeda pergaulan.

"Iya, seharusnya kau contoh kakakmu Agam. Dia akan menikahi wanita dari Keluarga Darmaga. Tidak pernah selingkuh. Dia memilih wanita yang tepat," tambah Emma.

"Kenapa kalian yang repot? Aku yang ingin nikah. Cassandra juga sudah menerimaku dan kekurangan ku," sahut Zafran.

"Zafran! Kau menentang keluargamu demi wanita murahan ini? Dia hanya pela-cur yang menjual dirinya agar kau tergila-gila padanya!" pekik Agam.

"Iya, wanita ini sudah menyihirmu sampai kau tidak ingin siapa dirimu dan dari mana asalmu," tambah Emma.

"Kak, Bu, jangan menghina Cassandra lagi! Aku yang memilihnya. Kalian bisa menyalahkanku tapi jangan menyalahkan Cassandra!" ancam Zafran.

Perdebatan mereka semakin panas. Masing-masing mereka merasa benar.

"Sudah cukup! Tante, Mas Agam, aku tahu masa lalu Zafran. Aku sudah menerimanya karena Zafran sudah berubah lebih baik. Aku minta maaf sudah merepotkan kalian," ucap Cassandra.

"Cassandra," sahut Zafran. Dia merasa tidak enak dengan wanita yang dicintainya. Bagaimana bisa keluarganya menghina dan merendahkannya.

"Bagus kalau kau paham. Seharusnya kau pergi jauh dari hidup adikku. Kalian tidak cocok. Seperti langit dan bumi. Kau paham?" ucap Agam pada wanita berhijab itu.

Cassandra menarik nafas panjang. Begitu menyakitkan hinaan dari keluarga Zafran padanya.

"Nona kau bisa mencari laki-laki yang sebaik denganmu. Jangan menikah dengan anakku kalau kamu belum siap dimadu. Sebaiknya kau banyak melihat dirimu di cermin jadi kau tahu siapa yang pantas menjadi suamimu!" tambah Emma.

"Kak, Bu, sudah cukup!" sahut Zafran. Hati dan telinganya benar-benar sakit dengan hinaan yang datang bertubi-tubi.

Wajah Agam dan Emma tampak kesal. Zahran berani menentang keluarganya demj wanita itu

"Tante, Mas Agam, aku pamit pulang. Terimakasih atas waktunya. Assalamu'alaikum," ucap Cassandra.

"Cassandra, jangan pergi! Ku mohon!" pinta Zafran.

Cassandra hanya menggeleng. Kemudian meninggalkan tempat itu. Membuat Zafran benar-benar marah dan kecewa pada kakak dan ibunya.

"Kenapa kakak dan ibu tega melakukan ini pada Cassandra? Dia wanita baik-baik. Kalian sudah menghinanya. Padahal dia tidak bersalah. Akulah yang mencintainya dan ingin menikahinya," ujar Zarhan.

"Zarhan, kamu belum bisa setia, aku tidak ingin kamu mempermainkannya. Untuk apa kau mencintainya dan ingin menikahinya?" sahut Agam.

"Kak, kau berkata seperti ini karena kau belum pernah jatuh cinta pada wanita seperti Cassandra. Nanti, esok atau lusa bisa jadi kau akan berada diposisiku. Lihat saja nanti bagaimana rasanya hatiku saat ini!" jawab Zafran.

"Heh! Aku tidak mungkin mencintai Cassandra. Tidak mungkin!" tegas Agam.

"Ha ha ha." Zafran tertawa.

"Aku yakin kau akan tahu wanita baik seperti Cassandra harus diperjuangkan. Di saat itu kau akan tahu kesalahan atas perkataan dan perbuatanmu sendiri," ujar Zafran.

"Zafran! Cukup!" pekik Emma.

Zafran bangun dari sofa. Dia meninggalkan ruang tamu dengan rasa kecewa di dadanya.

***

Di sebuah private room. Agam bertemu dengan Cassandra. Mereka duduk satu meja. Agam sendiri yang meminta bertemu dengan wanita cantik itu. Cassandra tidak tahu kenapa laki-laki kaya itu meminta bertemu dengannya. Dia hanya memenuhi keinginannya untuk bertemu di tempat itu.

Agam menyodorkan cek di atas meja. Di dalam cek itu ada uang seratus juta.

"Ambil dan tinggalkan adikku!" titah Agam.

Cassandra menoleh ke arah cek di atas meja.

"Kemarin aku berusaha untuk diam karena aku sangat menghormati anda dan ibu anda. Tapi ternyata anda masih ingin menghina dan merendahkanku," ucap Cassandra.

"Aku hanya tidak ingin kamu terluka. Carilah laki-laki baik! Adikku seorang laki-laki yang gonta-ganti wanita. Aku tidak ingin kau terluka ," sahut Agam.

Cassandra mengepalkan tangannya di bawah meja.

"Tuan Agam, adik Anda sudah berubah. Seharusnya Anda mendukung bukannya malah menjatuhkannya. Bahkan saat dia ingin serius denganku. Seharusnya anda tidak menyulitkannya. Kenapa Anda tidak suka? Ketika dia sedang berusaha untuk membangun. Anda justru membuatnya terjatuh." jawab Cassandra.

"Ha ha ha." Agam tertawa senang.

"Aku kasihan padamu Nona. Kamu belum mengenal adikku lebih dariku!" tegas Agam.

"Jangan terlalu percaya diri dan sombong! Kau akan menjilat ludahmu sendiri," sahut Cassandra.

Agam mengepalkan tangannya dan wajahnya tampak marah.

Cassandra mengambil cek di atas meja. Dia merobek-robek cek itu lalu menaburkannya di depan Agam.

"Aku tidak butuh uangmu! Assalamu'alaikum," ucap Cassandra.

Agam terdiam. Matanya dingin dan tajam. Menatap Cassandra yang meninggalkan tempat itu.

Jebakan Untukmu

Agam berdiri di depan cermin. Memandang wajahnya yang tampan sembari merapikan jaket kulit berwarna hitam yang melapisi t-shirt berwarna putih di dalamnya.

Lelaki berperawakan tinggi, kekar dan maco itu tersenyum melihat dirinya di cermin. Dia seorang CEO dari Perusahaan Axton Group. Perusahaan otomotif terbesar di negaranya.

Malam ini Agam akan pergi untuk berkumpul dengan teman-teman komunitas mobil sport-nya. Agam memutar pergelangan tangannya, melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 9 malam.

"Aku harus segera pergi!" ucap Agam. Dia bergegas mengambil handphone di atas laci. Memasukkan handphone-nya ke dalam saku jaket kemudian ke luar dari kamarnya sambil memainkan gantungan kunci mobil di tangannya.

"Agam malam-malam begini mau ke mana?" tanya Emma. Dia menghampiri Agam. Emma mengenakan baju tidur model kimono berbahan satin dan berwarna merah maroon. Rambutnya pendek tergerai.

Langkah kaki Agam terhenti. Menoleh ke arah ibunya yang datang menghampirinya.

"Aku mau kumpul sama temen Ma," jawab Agam.

"Ngumpul? Besok kau menikah kok masih kumpul aja." Emma heran besok Agam akan menikah. Seharusnya malam ini dia beristirahat agar besok tubuhnya lebih fresh dan bugar. Bukannya malah keluyuran.

"Justru karena besok aku mau menikah, malam ini kebebasan terakhirku Ma." Agam merasa tak ada salahnya kumpul bersama temannya mumpung ini hari terakhirnya sebagai lajang. Mungkin hari esok ada wanita yang akan mulai mengatur hidupnya.

"Hmm." Emma menggeleng.

"Ya udah Ma. Nanti kemalaman aku berangkat dulu."

Albert berjalan menuju tangga rumah besar itu.

"Hati-hati. Jangan terlalu mabuk!" pesan Emma. Dia tahu Agam pasti mabuk dengan teman-temannya. Apalagi ini malam terakhirnya bisa kumpul bersama mereka.

Agam hanya mengacungkan jempol sambil berjalan menuruni tangga. Untuk malam ini tak seorang pun bisa menghentikan keinginannya. Dia ingin memuaskan masa lajangnya, nongkrong dan mabuk bersama teman-temannya.

***

Mansion Caldwell pukul 12 malam

Agam duduk bersama teman-temannya. Mereka main kartu ditemani gadis-gadis cantik yang sengaja disewa sang empunya mansion. Botol-botol wine berjejer di atas meja dari merk ternama. Agam begitu menikmati permainan kartu sambil sesekali meneguk wine di gelasnya.

Di sofa yang berbeda seorang lelaki memperhatikan Agam dengan tatapan dingin dan terlihat tidak menyukainya. Ken Walton adalah sahabat Agam namun persahabatan mereka renggang semenjak Agam merebut pacarnya yang bernama Elena Alquinsha.

"Bro, ngapain?" Seorang lelaki menepuk bahunya Ken dan duduk di sampingnya.

Ken hanya diam. Malas membalas pertanyaan temannya.

"Lo lagi ngeliatin Agam ya?"

"Besok Agam akan menikahi Elena. Hubungan gue dengan Elena gak akan pernah balik." Ken sangat kesal dengan pernikahan Agam dan Elena yang akan digelar besok.

"Kenapa Lo gak gagalin aja."

Ken terdiam. Memikirkan saran dari temannya. Masih ada waktu untuk mengagalkan pernikahan Agam dan Elena.

"Nih gue kasih caranya." Lelaki itu menyelipkan sebuah serbuk ke dalam saku jaket yang dikenakan Ken.

"Ini apa?" tanya Ken.

"Lo pasti tahu itu apa."

Ken mengangguk. Dia tahu apa yang dimaksud oleh temannya.

Di sisi lain Agam masih asyik bermain kartu. Tiba-tiba Ken datang membawa satu gelas wine. Dia pura-pura akrab pada Agam. Duduk di sampingnya sambil menemaninya main kartu. Tanpa sadar Ken menukar gelas mereka.

"Agam ayo bersulam!" Ken mengajak bersulam agar Agam meneguk wine di gelas yang sudah ditukar olehnya.

"Oke." Agam dengan mudahnya langsung mengangkat gelas miliknya. Bersulam dengan Ken kemudian meneguk wine yang sudah ditukar.

Ken hanya tersenyum tipis di ujung bibirnya. Rencananya berjalan sesuai yang sudah diatur olehnya. Namun sayangnya Ken terpaksa meninggalkan Agam untuk pergi ke toilet sebentar. Di saat itu Agam mulai merasa mengantuk berat.

"Sial, ngantuk banget." Agam bolak-balik menguap. Matanya sudah berat untuk terbuka. Sesekali Agam mengucek matanya dan menutup mulutnya yang menguap.

"Gue pulang dulu." Agam pamit pada teman-temannya.

"Lo masih sore kenapa pulang Bro?" Teman Agam protes.

"Iya, Lo besokkan udah susah mau ngumpul masa jam segini dah pulang." Teman lainnya juga ikut protes. Biasanya Agam suka nongkrong sampai pagi kalau kumpul bareng temannya.

"Sorry Bro ngantuk berat, gue pulang dulu." jawab Agam.

Teman-teman Agam mengangguk. Mereka tidak bisa menghalangi keinginan Agam untuk pulang.

Agam pun ke luar dari Mansion Cardwell. Mengendarai mobilnya meninggalkan tempat itu. Sepanjang jalan matanya terus mengantuk. Dia kesulitan mengemudi mobil miliknya. Jalan yang dilaluinya juga tidak terlihat jelas. Sampai Agam belok ke arah yang salah. Masuk ke dalam perumahan kecil.

"Eeegghh ... ngantuk!" keluh Agam. Rasa mengantuknya semakin berat. Agam tidak tahu dia sedang ada di mana. Pikirannya sudah tidak fokus lagi. Dia tidak peduli dengan jalan yang dilaluinya. Lama-lama Agam menyerah. Menghentikan mobilnya, seketika tertidur bersandar di jok mobilnya dengan posisi mobil yang masih nyala. Bahkan pintu mobilnya belum di kunci. Mobilnya berada di depan rumah kecil di ujung gang.

Di dalam rumah kecil itu seorang wanita berhijab masih asyik mengoreksi pekerjaan rumah milik siswanya. Wanita itu Cassandra, wanita cantik berusia 25 tahun. Seorang guru SD yang baru tiga tahun ini mengajar. Cassandra tinggal bersama ayah, ibu tiri dan adik tirinya. Ayahnya bernama Abdul Aziz , ibu tirinya bernama Monika Afriani dan adik tirinya bernama Khanza Amelia. Sejak kecil ibunya Cassandra sudah meninggal. Ibu kandungnya bernama Siti Fatimah. Sejak ibunya meninggal Cassandra dirawat ibu tirinya yang dinikahi ayahnya satu tahun setelah kematian ibunya.

Cassandra menengok jam beker di mejanya. Sudah pukul 1 malam, dia belum mengantuk. Pekerjaan rumah milik siswanya masih banyak yang belum dikoreksi. Padahal satu minggu lagi Cassandra akan menikah tapi pekerjaan yang harus diselesaikannya sebelum cuti masih menumpuk.

Di ruang keluarga Monika dan Khanza sedang duduk bersantai dan melihat acara favorit mereka di salah satu station televisi. Beberapa cemilan berjejer di atas meja. Ada keripik, kacang, gorengan dan roti. Mereka menonton sembari memakan camilan itu.

"Bu, Kak Cassandra mau menikah dengan Fahri, anak orang kaya pengusaha mabel itu."

"Iya, seharusnya kaulah yang dilamar Fahri. Kau lebih pantas bersanding dengan Fahri bukannya Cassandra." Dari dulu Monika memang tidak suka pada Cassandra. Dia selalu memperlakukan Cassandra seperti pembantu dari pada seorang anak. Semua pekerjaan rumah dibebankan pada Cassandra dari Cassandra masih kecil hingga dewasa. Untungnya Cassandra anak yang kuat dan mandiri. Tak pernah mengeluh meski ibu tirinya selalu bersikap buruk padanya.

"Sebel deh Bu. Kak Cassandra akan pindah dari rumah ini dan menjadi Nyonya Fahri. Sementara aku, tidak ada satu pun lelaki kaya yang mau menikahiku."

Semenjak hubungan Cassandra dan Zafran putus ditengah jalan, Cassandra memilih menerima Fahri laki-laki baik yang direkomendasikan ayahnya sendiri. Keluarga Fahri baik dan bisa menerima status keluarganya tidak seperti keluarga Zafran yang menghina dan merendahkannya.

"Heh!" Monika mendengus kesal.

Dreett ... dreett ...

Handphone milik Khanza bergetar di atas meja. Bergegas Khanza mengambil handphone-nya dan melihat layar handphone yang terus menyala. Sebuah pesan dari pacarnya. Khanza membuka pesan itu dan membacanya.

[Sayang aku ada di depan. Bawa martabak kesukaanmu]

Khanza langsung memasukkan handphone miliknya ke dalam saku celana pendeknya.

"Bu aku ke luar dulu, Diki ada di depan."

Monika hanya mengangguk.

Setelah mendapat izin dari ibunya, Khanza ke luar dari rumahnya. Dia melihat pacarnya ada di jalan, duduk di motor matic miliknya dan memegang plastik merah berisi martabak yang dibelinya.

"Iih ..., kapan sih dia kaya?" batin Khanza mengeluh. Dia merasa risih melihat pacarnya yang tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkannya.

Khanza berjalan menghampiri Diki. Wajahnya masam menatap lelaki yang duduk di atas jok motornya.

"Martabak Yang."

"Iya!" Khanza menjawab dengan suara yang keras seakan menghadapi musuhnya.

"Martabak spesial."

"Buruan pulang sana!" Bukannya terimakasih justru Khanza ketus pada pacarnya.

Lelaki itu mengangguk. Segera menyalakan motornya dan berlalu dari tempat itu dengan rasa kecewa yang dibawanya. Sedangkan Khanza masih berdiri di tempat.

"Mobil siapa kok nyala?" Mata Khanza tak sengaja melihat mobil hitam yang terparkir tak jauh dari rumahnya. Rasa penasarannya membuat dirinya ingin tahu lebih.

"Samperin ah." Tanpa pikir panjang Khanza berjalan menghampiri mobil yang terparkir itu.

Khanza menengok ke dalam kaca mobil. Terlihat Agam yang sedang tertidur pulas.

"Orang mana dia? Jangan-jangan?" Khanza berspekulasi. Membuat dirinya semakin penasaran. Tangannya berusaha membuka pintu mobil itu.

"Eh gak dikunci." Khanza kegirangan saat tahu mobil itu tak dikunci. Setidaknya rasa penasaran yang memenuhi benaknya akan terjawab.

Khanza membuka pintu mobil itu. Seorang lelaki tampan duduk di kursi kemudi. Terlihat seperti orang yang tak sadarkan diri padahal Khanza sudah menepuknya dan memanggilnya berkali-kali.

"Mabuk kali ya? Bau alkohol. Gak kaya Fahri gak pernah mabuk, idaman semua wanita." Khanza jadi teringat calon suami Cassandra yang memiliki budi pekerti dan tata krama yang baik.

"Astaga, ada tato di lehernya." Khanza terperanjat melihat tato bergambar singa di leher Agam. Dia sampai menggeleng. Selama ini selalu melihat Fahri sebagai sosok lelaki idaman. Tak pernah membayangkan ada lelaki seperti Agam yang memiliki penampilan dan kebiasaan yang berbeda dengan Fahri. Sangat berbanding terbalik.

"Aneh, tidur kaya orang mati sampai gak berasa diapa-apain juga."

Khanza masih asyik dengan rasa penasarannya. Dia melihat-lihat apa saja yang ada di dalam mobil itu. Tak sengaja dia menemukan sebuah pistol yang ada laci mobil.

"Gila ada pistol. Apa dia buronan? Penjahat atau perampok?" Khanza berpikir negatif pada lelaki yang sedang tertidur itu.

"Ngeri ah, mending gue turun." Dari pada kena masalah lebih baik dia turun, tak lupa mengembalikan pistol ke laci mobil.

Khanza malas mengurusi orang yang baru saja ditemukannya di dalam mobil itu. Dia merasa gak penting dan gak untungnya untuk dirinya.

Khanza ke luar dari mobil. Baru beberapa langkah terlintas rencana busuk di pikirannya. Khanza tersenyum licik.

"Boleh juga." Khanza kembali meneruskan langkah kakinya. Semangatnya membara dengan sebuah rencana yang memenuhi otaknya. Dia masuk ke dalam rumah kemudian menceritakan apa yang dilihatnya tadi pada Monika.

"Jangan-jangan preman atau anggota gengster. Serem jadinya. Mana bapakmu gak ada di rumah lagi," ujar Monika.

"Justru itu Bu. Aku punya rencana." Khanza tersenyum licik. Ada sesuatu dipikirannya.

"Rencana apa? Jangan aneh-aneh." Monika khawatir. Dia takut lelaki di dalam mobil itu orang yang jahat.

Rencana Licik

Setelah menceritakan rencana busuknya pada Monika, Khanza pergi ke dapur. Dia membuatkan teh hangat untuk Cassandra, tak lupa menaburi sebuah serbuk ke dalam gelas berisi teh hangat itu. Senyuman liciknya mengembang bak bulan sabit.

"Kak Cassandra, welcome the jungle."

Khanza mengaduk teh hangat itu. Meletakkan gelas di atas piring kecil kemudian ke luar dari dapur menuju kamar Cassandra. Rencananya harus bisa berjalan sesuai yang diharapkannya. Tak peduli kerugian apa yang akan diderita Cassandra.

"Kak, masih sibuk?" tanya Khanza sambil melangkahkan kaki menghampiri Cassandra yang masih duduk di kursi.

Cassandra menoleh ke arah Khanza yang membawa segelas teh hangat.

"Iya Dek, masih banyak tugas anak-anak yang harus kakak koreksi," jawab Cassandra. Terlihat wajahnya masih segar meski sudah malam.

Khanza meletakkan gelas berisi teh hangat itu di atas meja.

"Padahal kakak seminggu lagi mau nikah, ko gak ambil cuti aja sih Kak?" Pura-pura perhatian dan peduli pada Cassandra demi memuluskan rencana busuknya.

"Kakak ambil cuti kok, tiga hari sebelum hari pernikahan. Makanya kakak mau beresin dulu kerjaan sekolah." Cassandra orang yang bertanggungjawab, dia tidak ingin cuti seenaknya sedangkan pekerjaannya masih menumpuk.

"Oh gitu, baguslah. Berarti kakak guru teladan," sahut Khanza.

Cassandra tersenyum pada Khanza. Dia senang mendapat perhatian dari adik tirinya. Biasanya Khanza suka acuh dan cuek padanya. Kali ini Khanza ramah dan santun padanya.

"Oya, tehnya jangan lupa diminum Kak! Biar anget." Tak lupa mengingatkan Cassandra untuk segera minum teh buatannya. Lebih cepat lebih baik untuk kelancaran rencana busuknya.

"Iya, makasih ya Dek."

Khanza mengangguk.

"Aku mau tidur, kakak jangan lupa istirahat ya." Khanza kembali berkata manis sebelum menutup rencana awalnya.

Cassandra mengangguk. Seneng sekali bisa diperhatikan oleh adik tirinya. Menjadi sebuah momen langka yang takkan terlupakan.

Khanza pun ke luar dari kamar Cassandra. Dia menunggu Cassandra meminum teh hangatnya sambil mengintip dari pintu yang terbuka.

"Minumlah!" Khanza tak sabar ingin melihat Cassandra meminum teh hangat buatannya.

"Bikin geregetan." Khanza masih menunggu Cassandra meminum teh hangat itu. Kesuksesan rencananya tergantung teh hangat yang akan diminum oleh Cassandra.

Tak lama Cassandra meletakkan bolpoinnya. Mengambil teh hangat yang dibuat oleh Khanza untuknya. Kemudian Cassandra meneguk teh hangat itu. Seteguk demi seteguk teh hangat itu diminumnya sampai habis.

"Alhamdulillah, hangat." Cassandra bersyukur bisa menikmati teh hangat di sela-sela pekerjaannya yang menumpuk.

Baru beberapa menit, Cassandra mulai mengantuk. Dia mencoba membuka matanya, berusaha sekeras mungkin agar tetap sadar. Masih banyak pekerjaannya di atas meja, dia harus menyelesaikan semua itu. Namun rasa mengantuknya lebih berat dari apapun.

"Astagfirullah ngantuk," ucap Cassandra. Baru bicara dia sudah tepar di atas meja belajarnya. Seperti orang yang pingsan.

Melihat Cassandra sudah tidur, Khanza masuk ke dalam kamar bersama Monika. Mereka sepakat untuk membawa Cassandra pindah tempat.

"Pelan-pelan Bu!" ujar Khanza yang memapah Cassandra dengan ibunya.

"Iya."

Mereka berdua membawa Cassandra masuk ke dalam mobil yang terparkir di depan rumah. Pelan-pelan mendudukkan Cassandra di jok belakang, kemudian memindahkan Agam ke jok belakang, duduk di samping Cassandra. Monika berdiri di samping kanan mobil sedangkan Khanza berada di samping kiri mobil.

"Khanza kau mau apa?" tanya Monika melihat putrinya yang melepas hijab yang dikenakan Cassandra.

"Buka baju Cassandra Bu," jawab Khanza.

"Apa?" Monika terperanjat mendengar jawaban putrinya. Dia pikir hanya akan mendudukkan Cassandra di dekat Agam ternyata ada rencana lain.

"Kalau tidak dibuka bagaimana orang tahu kalau mereka mesum di dalam mobil." Ide licik Khanza yang semakin liar.

"Pinter kamu. Ibu malah gak kepikiran ke situ." Monika salut dengan ide licik putrinya. Tanpa harus diajari ternyata Khanza lebih pintar darinya.

Khanza hanya tersenyum. Siapa dulu? Soal bakat licik sudah diturunkan Monika pada dirinya sejak lahir. Tanpa harus belajar dulu secara otomatis dia sudah sangat berbakat.

"Kalau gitu yang cowoknya juga deh, biar natural." Monika jadi ikut-ikutan. Akan lebih baik jika keduanya sama-sama terbuka.

"Bu tidak usah semuanya, turunkan resletingnya aja!"

"Sip!"

Tubuh Agam bagian atas terbuka, resleting celananya diturunkan. Sedangkan Cassandra hijabnya dilepas, baju tidur bagian atasnya dibuka.

"Wah mereka sempurna. Pasangan mesum," ujar Khanza melihat Agam dan Cassandra yang tertidur pulas.

"Iya, tapi biar lebih menjiwai, posisi tangannya kaya pelukan gitu loh." Monika memberi masukan tambahan. Dia ingin rencana itu berjalan lebih baik lagi.

"Bener juga. Akan lebih hot dilihatnya." Khanza setuju dengan masukan tambahan dari ibunya. Dia meletakkan Cassandra dipelukan Agam. Menyandarkan kepalanya di bahu lelaki tampan yang memiliki tato bergambar singa di lehernya.

"Nah kalau begini benar-benar hot, mesum banget." Khanza senang sekali. Tak disangka adanya Agam akan memuluskan rencananya untuk menyingkirkan Cassandra dari Fahri.

"Iya. Tinggal tunggu besok pagi hasilnya," sahut Monika.

"Share Bu di wa group ibu-ibu gang, ada mobil misterius terparkir di depan rumah tapi besok pagi aja. Biar sesuai rencana."

"Beres." Monika akan melancarkan rencana busuk anaknya. Dengan share di wa group ibu-ibu gang pasti banyak orang yang penasaran dan ingin tahu tentang mobil itu.

"Kalau gitu ayo tidur Bu! Ngantuk." Khanza mulai menguap.

"Ibu juga."

Khanza dan Monika pun berlalu dari tempat itu. Menunggu hasil rencana busuknya di esok hari. Mereka yakin semua akan berjalan sesuai rencana yang sudah dibuat keduanya.

***

Kediaman Keluarga Maheswara pukul 2 malam

Emma tampak cemas menunggu putranya belum kunjung pulang. Dia berdiri di ruang tamu. Bolak-balik membuka gorden, melihat ke arah luar. Berharap Agam segera pulang.

"Sudahlah Ma, duduklah! Nanti kau capek." Seorang lelaki paruh baya yang duduk di sopa sambil memegang koran di tangannya. Dia bernama Renaldi Maheswara. Ayah dari Agam.

"Gimana mau duduk? Jam segini Agam belum pulang. Besok dia akan menikah."

Renaldi menarik nafas panjangnya. Berusaha tenang agar tidak membuat istrinya semakin panik.

"Apa kau sudah telpon Agam?" tanya Renaldi.

"Sudah, tapi nomornya gak aktif," jawab Emma. Dia sudah berulang kali menelpon Agam tapi nomornya tidak aktif.

Renaldi membuang nafas gusarnya. Wajahnya mulai terlihat cemas.

"Anak itu dari dulu selalu begitu. Kalau sudah mabuk entah jam berapa dia pulang." Renaldi sangat mengenal putranya. Agam suka mabuk sampai pagi. Terkadang menginap di rumah temannya jika dia terlalu mabuk.

"Terus gimana Pa?"

"Telpon temannya!" titah Renaldi. Pasti salah satu temannya ada yang tahu keberadaan Agam.

"Ken maksud Papa?" tanya Emma. Dia tahu Agam sangat dekat dengan Ken. Namun Emma tidak tahu kalau Agam merebut Elena dari Ken, yang menyebabkan hubungan mereka renggang.

"Ya siapa lagi temennya Agam."

"Aku telpon Ken dulu deh." Tak ada salahnya mengikuti saran dari suaminya. Dari dulu Ken memang sangat kenal dan tahu Agam seperti apa.

Emma mengambil handphone miliknya di atas meja. Kemudian menelpon Ken karena hanya nomor Ken yang Emma punya sebagai temannya Agam.

Tuut ... tuut ...

Emma menunggu Ken mengangkat telpon darinya.

"Ke mana ini Ken?"

Tak lama panggilan dari Emma diangkat oleh Ken.

["Hallo Ken."]

["Hallo Tante."]

["Apa kau tau Agam sekarang ada di mana?"]

["Tadi sih udah pulang Tante."]

["Udah pulang?"]

["Iya Tante, dari jam 12 lewat."]

["Oh, ya udah makasih ya Ken."]

["Iya Tante."]

Emma menutup pembicaraannya dengan Ken. Meski dia sudah mendapatkan kabar dari Ken, tapi entah kenapa rasa khawatir terus membayanginya.

"Gimana Ma?" tanya Renaldi. Tangannya menutup koran yang baru saja dibaca dan meletakkan koran itu di atas meja. Dia ingin tahu hasil pembicaraan istrinya dengan Ken.

"Katanya Agam sudah pulang Pi," jawab Emma seraya kembali duduk di sofa bersama suaminya.

"Dari jam berapa dia pulang dari sana?"

"Jam 12 lewat Pa."

"Seharusnya sudah sampai rumah, ke mana Agam?" Renaldi berpikir seharusnya Agam sudah sampai rumahnya dari tadi. Namun sudah jam 2 malam dia tak kunjung sampai.

"Terus gimana Pi? Apa kita cari Agam atau lapor polisi?" Emma kebingungan. Kalau bukan karena besok mau menikah, Emma tidak mempermasalahkan Agam mau pulang jam berapa. Sudah biasa kalau Agam pulang pagi.

***

Ken masih memegang handphone di tangan. Dia duduk di sofa bersama temannya. Mansion Caldwell sudah sepi, hanya tinggal Ken dan beberapa temannya yang sudah tertidur karena mabuk berat.

"Telpon dari siapa Ken?" Seorang teman yang duduk di samping Ken sempat mendengar pembicaraan Ken dengan orang yang menelponnya.

"Ibunya Agam."

"Pasti nanyain Agam ya?"

"True." Ken tersenyum licik. Dia sudah tahu pasti Emma akan menelponnya jika Agam tak kunjung pulang.

"Paling Agam udah mati kecelakaan atau nyasar ke alam kubur."

Ken tertawa kecil. Jika Agam benar mati, dia bisa kembali memiliki Elena.

"Itu bukan handphone-nya Agam?" Temannya Ken melihat handphone milik Agam di tangan Ken.

"Lo tahukan handphone-nya Agam ketinggalan di sini. Gue sengaja matiin handphone-nya biar semua orang gak bisa menghubungi Agam." Rencana Ken untuk menjebak Agam dengan wanita malam yang disewanya gagal tapi justru dia mendapatkan hal lain yang mungkin akan menguntungkannya.

"Ide bagus. Dengan begitu semua orang akan kebingungan dan tidak tahu di mana Agam. berada. Syukur-syukur besok gak hadir dipernikahannya."

Ken tersenyum licik. Itu yang sangat diharapkannya, Agam tidak akan hadir diacara pernikahannya dengan Elena.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!