Maira Syahila tumbuh dan besar di sebuah panti asuhan tanpa tahu siapa dan dimana kedua orang tuanya. Pemilik panti sudah menganggap Maira sebagai sangat menyayangi Maira layaknya anak kandung beliau sendiri, karena kebetulan pemilik panti itu juga tidak memiliki keluarga.
Menyedihkan memang jika orang awam melihat dan mendengar tentang kisahnya namun justru yang Maira rasakan malah sebaliknya, dia sangat bahagia dan bersyukur dengan kehidupannya apalagi dengan adanya Bu Ratna yang sudah dia anggap sebagai ibu kandungnya itu di sisinya, bahkan Maira sama sekali tidak ingin bertemu atau mencari tahu siapa ibu kandungnya.
Bu Ratna menemukan Maira tergeletak di depan panti asuhannya dalam keadaan sudah bersih dan wangi. Ada sebuah kalung yang di selipkan di antara selimut berwarna merah muda yang membalut tubuh Maira malam itu dan juga secarik kertas yang bertuliskan "TOLONG RAWAT PUTRI SAYA DENGAN BAIK, TERIMAKASIH. MAIRA", hanya itu dan tanpa alasan atau alamat bahkan pesan apapun lainnya.
Sejak saat itu bu Ratna memberi nama bayi cantik itu dengan nama Maira Syahila dan sejak saat pertama kali melihat Maira pula bu Ratna lansung jatuh hati pada bayi itu dan kemudian dia menjaga Maira dengan sangat baik dan telaten layaknya anak kandungnya sendiri.
Sejak dulu setiap ada yang ingin mengadopsi gadis itu, entah kenapa Bu Ratna selalu mencoba menghalanginya dengan berbagai cara dan berbagai alasan. Rasanya tidak rela jika Maira kecil yang cantik jelita dan sangat pintar itu di asuh oleh orang lain selain dirinya. Padahal banyak sekali pasangan yang ingin mengadopsi Maira karena memang siapapun yang melihat Maira langsung jatuh hati pada kecantikannya.
Bu Ratna juga sangat mengutamakan pendidikan Maira, dia membiayai sekolah Maira di sekolah yang paling bagus bahkan sampai sekarang Maira sudah duduk di bangku kuliah. Ya, maira sekarang sudah beranjak dewasa, usianya sudah 19 tahun. Maira juga tidak pernah membantah apapun yang Bu Ratna katakan karena baginya Bu Ratna adalah orang tua kandungnya.
Suatu ketika Bu Ratna jatuh sakit dan harus masuk ke rumah sakit, rupanya dia sudah lama mengidap penyakit jantung yang selama ini dia sembunyikan dari putrinya Maira karena tidak ingin Maira khawatir. Hal itu memaksa bu Ratna untuk berpikir keras akan kelangsungan hidup Maira karena dia tidak tega jika Maira harus hidup sendirian di dunia ini apalagi panti asuhan yang bu Ratna kelola sudah lama dia tutup dengan alasan ingin hidup berdua saja di masa tuanya bersama Maira dan Maira juga menyetujuinya karena tidak ingin melihat sang ibu kelelahan.
"Mai, kalau ibu meninggal apa kamu mau jika ibu jodohkan kamu dengan seorang pria yang pasti akan bertanggungjawab dan menjaga kamu nak?". Tanya bu Ratna sembari mengelus rambut putrinya Maira. Maira selalu setia menemani bu Ratna saat dia di rawat di rumah sakit.
"Bu, ibu bicara apa?, ibu akan segera membaik dan kita akan terus bersama". Sentak Maira mendengar perkataan ibunya.
"Sayang, setiap manusia pasti akan pergi jika tiba saatnya nanti". Ujar Bu Ratna lembut.
"Tapi aku tidak akan membiarkan ibu pergi, Maira tidak punya siapa-siapa lagi selain ibu di dunia ini". Jawab Maira lirih dan bu Ratna langsung memeluk putrinya itu.
Tidak ada obrolan lagi malam itu, hanya ada pelukan dan air mata karena suasana hati mereka sudah terwakilkan dengan pelukan dan juga air mata saja. Maira dengan pikirannya sendiri tentang bagaimana bisa dia hidup tanpa bu Ratna sedangkan bu Ratna tetap pada tekadnya untuk menikahkan Maira sebelum dia meninggalkan dunia untuk selama-lamanya agar ada yang menjaga dan bertanggungjawab kepada Maira apalagi bu Ratna tidak mau jika sampai Maira putus kuliah.
Bu Ratna juga sangat yakin jika Maira tidak akan membantah permintaannya itu karena selama ini Maira memang gadis yang sangat penurut. Bu Ratna juga yakin jika pria yang akan dia jodohkan dengan Maira adalah pria yang sangat tepat dan bertanggungjawab sehingga kehidupan Maira nantinya akan terjamin.
Seorang pria dari keluarga tepandang dan juga berpendidikan tinggi itu adalah pilihan yang tepat bagi Maira. Beberapa bulan yang lalu bu Ratna bertemu dengan seorang donatur tetap di panti asuhannya dulu yang sudah sangat lama tidak bertemu yaitu nyonya Dewi begitu bu Ratna memanggilnya.
Nyonya Dewi meminta tolong kepada bu Ratna agar mencarikan seorang gadis yang akan di jadikan menantu untuk putra satu-satunya Dewantara. Jujur bu Ratna sempat tidak percaya dengan permintaan dari nyonya Dewi tersebut karena jika di lihat dari materi dan fisik tidak mungkin jika Dewantara mau di jodohkan dengan gadis sembarangan namun setelah nyonya Dewi menceritakan seluk beluk mengapa dia ingin menjodohkan putranya tersebut maka bu Ratna baru mempercayainya.
Dewantara pria tampan dengan segala pesonanya dan juga kekayaan yang melimpah dari kedua orang tuanya memang memiliki pesona yang sungguh luar biasa namun dia sangat jarang di gosipkan atau di kabarkan dekat dengan lawan jenisnya. Entah apa alasannya namun ketika ibunya memintanya untuk segera menikah jawabannya hanya satu yaitu dia akan menikah kapan saja asalkan ibunya sudah menemukan pasangan yang cocok untuknya.
Tentu saja nyonya Dewi yang sangat ingin melihat anaknya itu menikah langsung bersemangat untuk mencarikannya mulai dari anak para sahabat sampai para teman sosialitanya namun sayangnya tidak ada satupun yang cocok dengan kriteria nyonya Dewi, dimana para wanita itu hanya menginginkan harta putranya saja.
Berbeda dengan wanita kaya lainnya nyonya Dewi justru lebih menginginkan gadis sederhana yang akan di jadikan menantunya kelak oleh sebab itu ketika dia tidak sengaja bertemu dengan bu Ratna, nyonya Dewi langsung menceritakan tentang kisah pencarian menantu yang sedang dia lakukan.
Bu Ratna awalnya tidak terlalu memikirkan tentang hal tersebut namun saat kondisinya sekarang ini sedang sekarat dia tiba-tiba teringat kembali tentang nyonya Dewi. Bu Ratna juga yakin jika nyonya Dewi adalah wanita yang sangat baik dan lembut sehingga dia pasti akan menjaga dan menyayangi Maira.
Begitu pula dengan Dewantara yang di kenal oleh bu Ratna dengan pribadi yang sangat santun dan juga tidak pernah terlihat suka bergonta-ganti pasangan layaknya pria kaya lainnya. Sehingga keputusan untuk menjodohkan Maira dengan Dewantara sepertinya adalah pilihan yang sangat tepat.
Jika masalah cinta maka bu Ratna juga tidak perlu ambil pusing karena selama ini siapapun yang melihat dan mengenal Maira maka orang tersebut akan dengan mudahnya menyukai gadis itu apalagi Maira juga gadis yang sangat cantik pasti Dewantara akan dengan mudahnya jatuh cinta kepada Maira, pikirnya.
Sehingga secara diam-diam bu Ratna menghubungi nyonya Dewi dan mengirimkan foto-foto Maira kepadanya agar nyonya Dewi memperlihatkannya kepada putranya Dewantara. Benar saja, baru melihat foto Maira saja nyonya Dewi langsung menyukai gadis itu dan ingin secepatnya bertemu dengan Maira namun lain halnya dengan Dewantara yang justru tidak peduli bahkan tidak melihat sama sekali foto Maira tersebut namun dia tetap setuju untuk menikah asalkan gadis itu sudah di setujui oleh ibunya.
"Sayang kamu lihat foto gadis ini, dia yang akan mama jodohkan dengan kamu". Ujar nyonya Dewi bersemangat.
"Terserah mama saja, aku akan menikah kapanpun gadis itu siap". Jawab Dewantara acuh.
Bersambung...
Terkesan aneh memang ketika seorang ibu yang sangat melihat putranya menikah sampai mencarikan calon istri untuk anaknya bahkan tanpa mengenal terlebih dahulu apalagi untuk saling jatuh cinta namun hal tersebut di lakukan oleh nyonya Dewi karena dia melihat hidup putranya Dewa yang sangat santai bahkan tidak pernah berpacaran sekalipun membuat dia memiliki ketakutan sendiri sebagai seorang ibu padahal umur Dewa saat ini sudah memasuki 25 tahun.
Beberapa kali nyonya Dewi sempat menyelidiki dan bertanya-tanya kepada Dewa tentang gadis yang sedang dia kencani saat ini namun Dewa selalu menjawab tidak ada karena dia tidak suka berpacaran dan membuang-buang waktu untuk hal yang tidak bermanfaat.
Dewa memang tipikal pria pekerja keras meskipun dia sudah memiliki segalanya namun dia adalah pria yang tekun jika bersangkutan dengan pekerjaan. Pria lulusan universitas luar negeri itu juga sangat disiplin dan gila kerja bahkan sampai lupa waktu, hal itu juga yang membuat dia menjadi salah satu pengusaha yang masuk dalam deretan pengusaha muda yang cukup bersinar.
Soal cinta bukankah cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya seiring berjalannya waktu pikirnya, sehingga dia nekad saja untuk menjodohkan Dewa dengan Maira tanpa mau memikirkan resiko apapun kedepannya. Hal itulah yang menjadi alasan mengapa nyonya Dewi memilih gadis sederhana yang tidak suka memberontak apalagi tidak berdaya untuk di jadikannya menantu.
Apalagi setelah melihat foto-foto Maira yang dikirimkan oleh bu Ratna, nyonya Dewi sangat yakin jika putranya akan dengan mudah jatuh cinta kepada gadis secantik Maira. Ya, meskipun penampilan Maira terkesan sederhana namun tidak dapat di pungkiri jika gadis berkulit putih dan berambut panjang itu memiliki wajah yang sangat cantik alami.
Nyonya Dewi juga sudah mengetahui tentang penyakit bu Ratna sehingga dia langsung menanggung semua biaya rumah sakit wanita tua yang sudah tidak berdaya itu. Hari ini nyonya Dewi berniat menjenguk bu Ratna sekaligus berkenalan langsung dengan calon menantunya dan untuk kali pertama ini nyonya Dewi memilih tidak mengajak Dewa dulu karena dia ingin lebih kenal dengan Maira sebelum akhirnya dia mengenalkan Maira kepada Dewa.
"Selamat sore". Sapa nyonya Dewi saat masuk ke ruang rawatan bu Ratna.
"Sore". Jawab Maira dan bu Ratna hampir bersamaan.
Nyonya Dewi langsung melangkah kedalam dengan senyuman dan pandangan yang tidak pernah lepas dari gadis yang berada tidak jauh di hadapannya. Gadis cantik dan ramah itu bahkan lebih cantik jika di lihat langsung dengan mata kepalanya di bandingkan jika di lihat melalui foto.
"Bagaimana keadaan anda bu Ratna?". Tanya Nyonya Dewi setelah sebelumnya Maira mempersilahkan nyonya Dewi untuk duduk.
"Seperti inilah nyonya, seperti yang Anda lihat tidak ada perubahan". Jawab Bu Ratna pasrah.
Maira mendekati nyonya Dewi dan mengambil tangan wanita paruh baya itu dan mencium punggung tangannya sambil memperkenalkan dirinya.
"Saya Maira nyonya, putri bu Ratna". Ujarnya lembut dan santun.
Sungguh nyonya Dewi tersentuh dengan sikap sopan yang di tunjukkan oleh Maira dimana gadis seusianya saat ini kebanyakan ketika bertemu dengannya tidak lagi melakukan hal tersebut termasuk Dewa putranya sendiri.
"Jangan panggil nyonya cantik, panggil tante saja". Jawab Nyonya Dewi.
"Aku tidak salah memilih calon istri untuk putraku satu-satunya, gadis ini memang sangat pantas menjadi istri Dewantara, selain cantik dia juga sangat sopan kepada orang yang lebih tua darinya, Dewa pasti akan langsung jatuh cinta ketika melihat gadis ini". Batin nyonya Dewi sambil tersenyum manis.
Kemudian perbincangan mereka berlanjut tentu saja bersangkutan dengan Maira dan juga Dewa, dimana nyonya Dewi langsung menyetujui jika Maira menjadi menantunya dan dia juga berjanji kepada bu Ratna untuk membiayai biaya perguruan tinggi yang sedang Maira tempuh saat ini bahkan dia juga akan membiayai jika Maira mau melanjutkan pendidikannya hingga strata kedua (S2) jika Maira menginginkannya karena memang Dewa juga begitu.
Bu Ratna sangat bahagia dengan semua janji yang di ucapkan oleh nyonya Dewi apalagi dia tahu jika nyonya Dewi memang seseorang yang sangat dermawan bahkan dia selalu menjadi donatur tetap setiap bulannya di panti asuhan milik bu Ratna dulu dengan nominal yang dia berikan tidaklah sedikit.
Bukan hanya perihal materi saja, bu Ratna juga mempertimbangkan jika Dewa adalah pria baik-baik yang dari cerita nyonya Dewi bahwa Dewa tidak pernah berpacaran hal itu juga terbukti dengan pria itu setuju untuk di jodohkan dengan gadis manapun asal sudah cocok dengan pilihan ibunya.
Maira sendiri tidak mendengar perbincangan mereka berdua sama sekali karena dia sudah meminta izin ke kantin untuk membelikan minuman dan cemilan untuk tamu yang jika di lihat dari penampilannya adalah tamu penting dan terhormat yang tidak mungkin hanya dia suguhkan dengan minuman mineral saja.
Setelah kembali dari kantin Maira langsung menyuguhkan jus dan beberapa cemilan yang dia beli dari kantin untuk nyonya Dewi, Maira juga kemudian bergabung untuk berbincang-bincang seputaran masalah kuliahnya dengan nyonya Dewi.
Nyonya Dewi juga salut kepada Maira karena ternyata dia bisa kuliah dengan mengandalkan bea siswa yang di dapatkannya karena kecerdasan yang Maira miliki dan untuk uang jajan dan keperluan lainnya dia membantu bu Ratna berjualan di warung depan rumahnya. Bukan itu saja, pagi-pagi buta Maira sudah bangun untuk membuat beraneka ragam kue yang dia titip di warung ibunya untuk menambah penghasilan mereka sehari-hari.
Namun karena kondisi bu Ratna sedang sakit dan Maira harus menjaga bu Ratna sambil mengejar mata kuliahnya maka warung mereka terpaksa di tutup untuk sementara waktu sampai kondisi bu Ratna kembali membaik.
Maira juga sangat bahagia karena tahu jika yang membiayai perawatan ibunya selama di rumah sakit ternyata adalah nyonya Dewi. Maira memang sudah lama ingin bertemu dengan orang baik berhati malaikat itu hingga akhirnya nyonya Dewi sendiri yang datang memperkenalkan diri dan menjenguk langsung ibunya.
"Saya benar-benar tidak tahu harus membalas dengan apa kebaikan tante untuk ibu saya, tapi saya akan selalu mendoakan supaya ibu dan keluarga ibu selalu di berikan rezeki yang mudah dan juga kesehatan oleh yang Maha Kuasa". Ujar Maira lirih dia terharu karena di kota sebesar jakarta masih ada seseorang yang baik hati dan mau membantu mereka yang sedang kesusahan itu.
"Amin, terimakasih doanya nak, semoga doa baik itu juga berbalik kepada kamu dan juga ibumu". Jawab nyonya Dewi.
"Kamu hanya perlu membalasnya dengan menjadi menantu yang baik di keluarga kami Maira, itu saja sudah cukup bagi tante". Batin nyonya Dewi.
Nyonya Dewi memang tidak terang-terangan mengatakan tentang perjodohan Maira dengan putranya karena bu Ratna melarangnya. Bu Ratna akan mengatakannya sendiri kepada Maira nanti karena tentu tidak mudah bagi Maira menerima perjodohan itu selain umurnya yang masih sangat muda Maira juga tidak mengenal siapa pria yang akan di jodohkan dengannya nanti.
"Mai". Panggil bu Ratna ketika nyonya Dewi sudah pulang.
"Iya bu, ada apa?". Tanya Maira sigap dia memang selalu sigap menjaga ibunya karena takut jika ibunya kekurangan atau membutuhkan sesuatu.
"Sini". Ajak bu Ratna menepuk-nepuk kasur di sebelahnya mengisyaratkan agar Maira tidur di sebelahnya. Maira langsung menuruti permintaan ibunya dan tidur di samping bu Ratna.
Bu Ratna mengelus-elus rambut Maira kemudian mengecupnya. "Mai, ambil ini sayang". Ujar bu Ratna lembut sambil menyerahkan sebuah kalung berlian yang sangat indah dengan satu permata di tengahnya.
Maira meraih kalung indah tersebut dengan mata yang berbinar, pasalnya dia memang tidak pernah melihat kalung seindah itu sebelumnya.
"Ini kalung siapa bu?". Tanya Maira penasaran.
"Itu punya kamu Maira, dulu saat ibu menemukan kamu di depan pintu panti ada kalung itu bersamamu". Jawab bu Ratna sambil mengenang malam penuh kebahagiaan baginya itu. "Maaf ibu baru menyerahkan kalung itu sekarang karena dulu ibu sangat takut jika harus memakaikan kalung itu di leher kamu karena ibu takut jika orang tua kamu akan dengan mudah mengenal kamu dan mengambil kamu dari ibu, maafkan keegoisan ibu nak". Jelas bu Ratna panjang lebar sambil menangis.
"Bu". Seru Maira dan langsung mengeratkan pelukannya. "Maira justru sangat berterimakasih karena ibu tidak memakaikannya karena Maira tidak mau bertemu dengan mereka lagi". Sambung Maira lirih.
"Jangan bicara seperti itu Mai, jangan membenci mereka karena ibu yakin mereka pasti punya alasan sendiri mengapa mereka meninggalkan kamu di sana malam itu".
Maira tidak menggubris ucapan bu Ratna baginya tidak alasan yang dapat membenarkan orang tua manapun untuk membuang anaknya sendiri dan membiarkan anak mereka tumbuh di tangan orang lain yang belum tentu bisa menjaga anak tersebut dengan baik, makanya Maira sangat menyayangi bu Ratna karena telah membesarkan dirinya dengan sangat baik.
Maira merasa sangat beruntung karena jika saja bukan bu Ratna yang menemukannya entah nasib seperti apa yang sedang di jalani olehnya saat ini atau bahkan mungkin saja dia tidak dapat bertahan hidup sampai sekarang ini karena kelaparan dan kedinginan di luar sana.
"Simpan baik-baik kalung itu karena mungkin saja itu adalah salah satu perantara kamu bisa bertemu dengan kedua orang tuamu lagi, setidaknya hal itu akan lebih membuat ibu tenang meskipun ibu harus meninggalkan kamu untuk selama-lamanya". Ucap bu Ratna lagi.
Maira sudah tidak mampu berkata-kata lagi, tangisannya pecah karena membayangkan betapa kejam hidup pada dirinya yang sudah di buang begitu saja namun juga harus menerima kenyataan jika ibu Ratna yang di anggapnya sebagai ibu kandungnya sendiri ternyata dalam keadaan sekarat. Setidaknya begitulah yang di katakan oleh dokter kepada Maira bahkan sampai beberapa kali jika bu Ratna memang sedang sekarat dan saat ini beliau sedang bertarung antara hidup dan mati.
Terkadang dia bertanya pada dirinya sendiri dimanakah letak kesalahannya sehingga harus menanggung beban seberat itu bahkan di saat usianya masih sangat beliau. Atau mungkin kesalahan justru di lakukan oleh orang tua kandungnya dan dia yang harus menanggung segala akibatnya sekarang ini, tentu itu sungguh tidak adil baginya bukan.
"Nak, berjanjilah pada ibu dua hal". Sambung ibu Ratna lagi namun Maira langsung menggelengkan kepalanya yang masih dalam pelukan sang ibu.
"Maira berjanjilah jika suatu saat kamu bertemu dengan mereka jangan pernah membenci mereka dan dengarkan apa alasan mereka menitipkan kamu kepada ibu, dan kedua ibu mau kamu menikah dengan putra nyonya Dewi secepatnya, ada atau tidak adanya ibu, ibu hanya ingin melihat kamu menikah dan bahagia bersama suamimu nak, sudah cukup kamu menderita selama ini". Jelas bu Ratna panjang lebar dengan napas yang terengah-engah.
"Putra nyonya Dewi?". Tanya maira tak percaya jika nyonya Dewi ternyata meminta imbalan atas semua kebaikannya terhadap Maira dan ibunya. "Maira sungguh tidak percaya jika nyonya Dewi yang berhati malaikat itu ternyata meminta pamrih dari kita atas semua kebaikannya". Sambung Maira lagi.
"Tidak seperti itu Mai, nyonya Dewi memang sedang mencari calon istri untuk anaknya dan dia langsung tertarik ketika melihat kamu tadi apalagi kriteria yang dia inginkan sebagai menantunya adalah gadis sederhana seperti kamu". Jelas bu Ratna.
"Tapi bu, bagaimana mungkin ada orang yang hanya dalam sekali bertemu dia bisa menilai kepribadian orang lain bahkan sampai langsung memutuskan untuk menjadikannya menantu di keluarganya". Seru Maira kepada ibunya karena tidak terima dengan penjelasan sang ibu.
"Sayang, bukankah ibu pernah katakan kepada kamu jika kamu punya daya tarik yang sangat luar biasa yang bisa membuat orang-orang yang bertemu dan melihatmu bahkan untuk pertama kalinya jatuh hati kepadamu, sama seperti ibu yang langsung jatuh hati saat pertama kali menemukanmu dulu, itulah yang terjadi pada nyonya Dewi nak".
"Bu, lalu bagaimana dengan putra nyonya Dewi nantinya, kami bahkan belum saling bertemu satu sama lain". Protes Maira yang teguh pada pendiriannya untuk sebisa mungkin menolak perjodohan konyol dari ibunya itu.
"Maira, cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu nak, dengan kebersamaan kalian nanti ibu yakin kalian akan saling mencintai apalagi tuan Dewantara adalah pria sangat baik dan dari keluar baik-baik, dia tidak pernah terlihat mempermainkan wanita layaknya para pria kaya pada umumnya". Jawab Bu Ratna tak mau kalah.
"Dewantara?". Gumam Maira.
Hanya itulah kata terkahir buang terucap dari bibir Maira hingga akhirnya dia merasa semuanya gelap dan sunyi. Lelahnya perdebatan dengan sang ibu membuat Maira tertidur apalagi ini adalah kali pertama Maira berdebat hebat bahkan sampai membantah perkataan ibunya karena dulu apapun yang keluar dari mulut bu Ratna bagaikan titah raja yang tidak pernah Maira bantah apalagi sampai Maira perdebatkan.
Entah berapa lama Maira tertidur sampai akhirnya dia merasa ada beberapa orang memanggilnya namun untuk menjawab panggilan itu sungguh berat rasa apalagi mata Maira sangat sulit untuk dibuka hingga seseorang dengan suara yang sangat dia kenal memanggilnya dengan suara lembutnya sambil menggoncang-goncangkan tubuh Maira sehingga mau tak mau Maira langsung terbangun.
Saat matanya terbuka, orang pertama yang dilihat adalah nyonya Dewi, pantas saja suara lembut yang memanggilnya tadi sangat tidak asing di telinganya, selain itu Maira tidak kenal siapapun yang berada disana namun banyak tenaga media yang memenuhi ruangan tersebut, entah apa yang sedang mereka lakukan Maira juga tidak tahu. Nyonya Dewi memandang Maira dengan wajah penuh ibu bahkan air mata menetes di pipinya.
Nyonya Dewi langsung memeluk Maira dan berkata. "Maira kamu yang sabar ya nak, ibumu sudah tenang di sana dan tidak merasakan sakit lagi".Ujarnya lirih.
Maira mencoba mencerna makna dari kalimat itu secara perlahan karena jujur dia masih bingung d ngan situasi yang terjadi saat ini hingga akhirnya dia merasa jika tubuhnya seperti tidak bertulang dan matanya berat untuk tetap dalam keadaan terbuka dan semuanya menjadi gelap dan sunyi kembali.
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!