NovelToon NovelToon

Pembantu Soleha Bos Berengsek

1. Telepon Dari Ibu Ecin

Seorang anak kecil berlari di kebun teh sambil membawa ponsel. Ia mendekati para pemetik daun teh.

“Teteh! Teteh! Teteh!” teriak anak kecil itu. Ia menghampiri Mia. Mia menoleh ke anak kecil itu.

“Ada apa, Citra?” tanya Mia. Citra berhenti di sebelah Mia sambil bernafas ngos-ngosan. Citra memberikan ponsel yang ia bawa kepada Mia.

“Ini apa, Citra?” tanya Mia tidak mengerti.

“Enin mau bicara sama Teteh,” jawab Citra sambil ngos-ngosan.

“Bicara sama Teteh?” tanya Mia. Mia menempelkan ponsel ke telinganya.

“Halo,” sapa Mia. Tidak terdengar suara apapun dari ponsel Citra.

“Cit, nggak kedengaran apa-apa,” kata Mia.

“Memang dimatikan sama enin. Kata enin, enin akan menelepon lagi sekitar sepuluh menit lagi,” jawab Citra.

“Ya sudah, Teteh mau terusin lagi metik daun teh,” kata Mia. Mia melanjutkan pekerjaannya. Citra berdiri di sebelah Mia sambil memetik daun teh dengan asal-asalan.

Tidak lama kemudian terdengar suara dering telepon dari ponsel yang dipegang oleh Citra.

“Teh, enin telepon lagi,” kata Citra. Citra menjawab panggilan itu.

“Assalamualaikum, Nin,” ucap Citra.

“Waalaikumsalam. Sudah bertemu dengan Teh Mia, belum?” tanya Ibu Ecin.

“Sudah, Nin,” jawab Citra.

“Mana Teh Mia?” tanya Ibu Ecin.

“Sebentar, Nin,” jawab Citra.

“Teh, ini enin.” Citra memberikan ponselnya ke Mia.

“Assalamualaikum, Ibu Ecin,” ucap Mia.

“Waalaikumsalam, Mia,” jawab Ibu Ecin.

“Mia. Kamu mau kerja di Jakarta, nggak?” tanya Ibu Ecin.

“Kerja apa, Bu?” tanya Mia.

“Kerja menjadi juru masak menggantikan Ibu. Ibu sudah tua sudah cape. Ibu mau berhenti bekerja dan menghabis masa tua di desa, Tapi bos Ibu tidak mengijinkan Ibu berhenti bekerja kalau belum mendapatkan pengganti Ibu,” kata Ibu Ecin.

“Mia mau, Mia mau cari uang yang banyak untuk Emak. Tapi Emak bagaimana? Mia tidak tega meninggalkan Emak,” jawab Mia. Emak adalah nenek Mia dari pihak Ibu. Semenjak orang tua Mia meninggal, Mia diasuh dan dibesarkan oleh Emak.

“Kamu tenang saja. Biar Ibu yang menjaga Emak,” jawab Ibu Ecin.

Ibu Ecin adalah tetangga Emak. Semenjak suaminya meninggal dunia Ibu Ecin bekerja sebagai  juru masak di rumah orang kaya di Jakarta. Sekarang Ibu Ecin sudah tua dan sudah memiliki banyak sawah dan kebun. Hasil dari gajinya selama bekerja di Jakarta, Bos di tempat Ibu Ecin bekerja sangat loyal kepada Ibu Ecin. Ibu Ecin diberi gaji yang besar oleh bosnya. Padahal Ia hanya bekerja menjadi juru masak. Semua pekerjaan rumah  yang lain dikerjakan oleh cleaning service, laundry dan tukang kebun. Adrian tidak suka jika di rumahnya banyak orang.

“Bagaimana, Mia? Apakah kamu mau bekerja di sini?” tanya Ibu Ecin.

“Ibu sengaja tidak menawarkan pekerjaan ini ke tetangga yang lain. Kamu lebih membutuhkan uang daripada tetangga Ibu yang lain. Apalagi masasakan kamu sangat enak, pasti pekerjan kamu kepakai oleh Tuan Adrian,” kata Ibu Ecin.

“Mia tanya emak dulu. Kalau emak mengijinkan, Mia akan terima pekerjaan yang Ibu Ecin tawarkan,” jawab Mia.

“Nanti kalau sudah ada ijin dari emak, kamu telepon Ibu! Kamu telepon pakai ponsel Citra. Ibu tunggu jawabanya segera!” kata Ibu Ecin.

“Iya, Bu,” jawab Mia.

“Assalamualaikum,” ucap Ibu Ecin sebelum mengakhiri pembicaraannya.

“Waalaikumsalam,” jawab Mia. Mia mengembalikan ponsel Citra.

“Terima kasih ya, Cit,” ucap Mia.

“Sama-sama, Teh,” jawab Citra.

“Citra pulang ya, Teh. Assalamualaikum,” pamit Citra. Citra pergi meninggalkan Mia.

“Waalaikumsalam. Hati-hati jalannya. Jangan lari, nanti jatuh!” kata Mia.

“Iya, Teh,” jawab Citra. Gadis kecil itu berlari meninggalkan area perkebunan.

***

Mia berjalan kaki menuju ke rumahnya. Ia baru selesai memetik daun teh.

“Assalamualaikum,” ucap Mia ketika sampai di depan rumahnya.

“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Titin dari dalam rumah.

Ibu Titin membukakan pintu. Mia langsung mencium tangan Ibu Titin. Mia masuk ke dalam rumah. Ia duduk di kursi ruang tamu Ibu Titin juga  uduk di kursi.

“Ini Mak. Upah dari metik daun teh.” Mia memberikan uang lima puluh ribu rupiah kepada Ibu Titin.

“Kamu simpan aja. Emak masih ada uang dari pemberian kamu,” jawab Ibu Titin.

“Emak sudah siapkan makan siang untukmu,” kata Ibu Titin.

“Makannya nanti saja. Mia mau mau bersih-bersih dulu lalu sholat dzuhur,” kata Mia. Mia beranjak menuju ke kamar mandi.

Setelah selesai sholat Mia menuju ke meja makan. Ia membuka tutup saji yang menutupi makanan. Di atas meja tersaji makanan sederhana. Goreng tahu, tempe, sambel serta lalapan. Walaupun lauk pauknya sederhana namun Mia dan neneknya selalu mensyukuri kalau mereka masih bisa makan dan tidak kelaparan.

Mia menuangkan nasi ke atas piring. Ibu Titin duduk di depan Mia. Ia menemani Mia makan.

“Emak nggak makan?” tanya Mia.

“Tadi Emak sudah makan,” jawab Ibu Titin.

“Oh ya, Mak. Tadi Ibu Ecin nelepon Mia,” kata Mia sambil mengambil tempe goreng.

”Nelepon bagaimana? Kamu kan nggak punya hp?” tanya Ibu Titin bingung.

“Ibu Ecin menelepon lewat hpnya Citra,” jawab Mia.

“Ada apa dia meneleponmu?” tanya Ibu Titin.

Mia menceritakan semua apa yang tadi dikatakan Ibu Ecin.

“Emak terserah kamu aja. Kamu kan yang kerja bukan Emak. Penghasilan kamu dari dari memetik daun teh sudah cukup untuk kita makan sehari-hari,” kata Ibu Titin.

“Mia ingin menyenangkan Emak. Mia ingin memberangkatkan Emak pergi haji atau paling tidak Mia bisa memberangkatkan Emak umroh,” ucap Mia.

“Emak hargai keinginan kamu. Tapi pesan Emak lebih baik kamu sholat iskharah minta petunjuk kepada Allah. Kalau pekerjaan itu baik untukmu, Allah akan memudahkan semuanya. Tapi kalau pekerjaan itu tidak baik untukmu Allah pasti akan menghalangimu untuk pergi,” kata Ibu Titin.

“Baiklah, Mak. Mia akan sholat istikharah untuk meminta petunjuk kepada Allah,” jawab Mia.

“Ayo kamu makan dulu! Dari tadi kamu bicara terus,” kata Emak.

“Iya, Mak,” jawab Mia. Mia mulai memakan makanannya.

***

Seminggu berlalu sudah, Mia masih belum mendapatkan petujuk apapun dari sholat istikharah. Tapi keinginan Mia untuk bekerja di rumah Tuan Adrian semakin kuat. Ia ingin membahagiakan emaknya sebelum ajal menjemput emaknya.

Apakah ini tanda-tanda kalau pekerjaan itu baik untuk Mia dan masa depan Mia? Tanya Mia di dalam hati.

Tiba-tiba ada yang mengucapkan salam di depan rumahnya,” Assalamualaikum.” Suara itu mirip seperti suara Citra.

“Waalaikumsalam,” jawab Mia. Mia membuka pintu rumah. Citra berdiri di depan rumahnya sambil membawa ponsel.

“Ada apa, Cit?” tanya Mia.

“Enin mau bicara sama Teteh,” jawab Citra.

“Masuk dulu, Cit,” kata Mia.

Citra masuk ke dalam rumah Mia. Rumah Mia kecil dan sangat sederhana. Furniture di rumah itu sudah sangat tua sekali. Citra duduk di salah satu kursi yang ada diruang tamu. Mia duduk menemani Citra.

“Tadi kata enin, enin akan menelepon lagi sekitar lima menit lagi,” kata Citra.

2. Pergi Ke Jakarta

“Sebentar, Teteh ambilkan minum dulu. Kamu pastiu haus sudah lari-larian,” kata Mia.

“Kok, Teteh tau?” tanya Citra.

“Itu wajah kamu keringatan dan nafas kamu tadi ngos-ngosan,” jawab Mia.

“He he he. Iya, tadi Citra ke sini sambil lari,” ujar Citra sambil cengengesan.

“Sebentar, Teteh ambilkan minum dulu.” Mia beranjak menuju ke dalam rumahnya. Tak lama kemudian ia kembali membawa segelas air putih lalu ia letakkan di atas meja.

“Minum dulu, Cit. Maaf Teteh nggak punya sirop dan es,” kata Mia.

“Nggak apa-apa, Teh.” Citra meminum air putih sampai habis.

“Ah. Terima kasih, Teh,” ucap Citra. Ia sudah merasa segar kembali.

Tiba-tiba ponsel Citra berdering. Di layar ponselnya tertulis Enin.

“Enin nelepon,” kata Citra.

“Jawab, Cit!” ujar Mia.

Citra menjawab panggilan neneknya.

“Assalamualaikum, Nin,” ucap Citra.

“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Ecin.

“Sudah ketemu dengan teh Mia?” tanya Ibu Ecin.

“Sudah, Nin. Sekarang Citra lagi di rumah teh Mia,” jawab Citra.

“Enin mau bicara dengan teh Mia,” kata Ibu Ecin. Citra memberikan ponselnya kepada Mia.

“Enin mau bicara sama Teteh,” kata Citra. Mia mengambil ponsel itu.

“Assalamualaikum,” ucap Mia.

“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Ecin.

“Sudah tanya ke emak, belum?” tanya Ibu Ecin.

“Sudah, Bu. Emak memperbolehkan Mia bekerja di Jakarta,” jawab Mia.

“Alhamdullilah. Kalau begitu kamu secepatnya ke Jakarta!” kata Ibu Ecin.

“Bagaimana caranya Mia ke Jakarta? Mia belum pernah ke Jakarta. Mia tidak tau harus naik apa ke Jakarta?” tanya Mia.

“Nanti kamu diantar oleh Mulyana dan Eti naik mobil Mulyana. Kalau biisa besok kamu ke Jakarta! Berangkat setelah sholat subuh,” kata Ibu Ecin.

“Baik, Bu,” jawab Mia.

“Sudah dulu, ya! Ibu mau telepon Mulyana agar bersiap-siap untuk mengantarkan kamu,” kata Ibu Ecin.

“Iya, Bu,” jawab Mia.

“Assalamualaikum,” ucap Ibu Ecin.

“Waalaikumsalam,” jawab Mia. Mia memberikan ponsel kepada Citra.

“Terima kasih ya, Cit,” ucap Mia.

“Sama-sama, Teh. Citra pulang dulu, Teh,” kata Citra. Citra beranjak dari tempat duduk lalu keluar dari rumah Mia.

“Assalamualaikum,” ucap Citra lalu pergi meninggalkan rumah Mia.

“Waalaikumsalam,” jawab Mia. Mia menutup kembali pintu rumahnya.

***

Keesokan harinya setelah sholat subuh Mia pergi ke Jakarta diantar oleh Mulyana dan istrinya Eti. Citra tidak ikut karena harus sekolah.

“Mia berangkat dulu, Mak,” pamit Mia.

“Hati-hati selama di sana. Jaga diri baik-baik!” pesan Ibu Titin.

“Iya, Mak,” jawab Mia. Mia menciun tangan Ibu Titin.

“Kami berangkat dulu, Mak,” pamit Mulyana.

“Titip Mia ya, Mul,” kata Ibu Titin.

“Iya, Mak,” jawab Mulyana. Mulyana dan Eti mencium tangan Ibu Titin.

“Assalamualaikum,” ucap Mulyana.

“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Titin.

Mulyana dan Eti masuk ke dalam mobil. Mia masuk ke dalam mobil lalu melambaikan tangannya ke neneknya. Mobilpun meluncur meninggalkan rumah Ibu Titin. Dengan berat hati Mia meninggalkan neneknya.

Perjalanan dari Sumedang menuju ke Jakarta berjalan lancar. Hanya saja ketika mereka memasuki tol Bekasi jalanan mulai mengalami kemacetan.

Mereka sampai ke rumah Adrian pukul sembilan pagi. Mulyana memarkirkan mobilnya di depan rumah Adrian. Pintu pagar rumah Adrian sudah terbuka lebar. Dii halaman rumah nampak sebuah sedan mewah yang sudah bersiap-siap untuk berangkat. Ketika mereka hendak masuk ke dalam halaman rumah terlihat seorang pria dengan berpakaian rapih ala businessman ke luar dari dalam rumah. Mulyana tidak jadi masuk ke halaman rumah.

“Kita tunggu di sini sampai Tuan Adrian pergi,” kata Mulyana. Akhirnya mereka berdiri di depan rumah menunggu hingga pria itu pergi.

Pria itu berjalan menuju ke mobil, Ibu Ecin berjalan di belakang pria tersebut sambil membawakan tas kerja pria tersebut. Ibu Ecin memberikan tas kerja pria itu kepada supir lalu supir membawa masuk ke dalam mobil. Tak lama kemudian mobil itu meluncur meninggalkan halaman rumah.

Setelah mobil itu tidak terlihat barulah Mulyana mengajak Eti dan Mia untuk masuk ke dalam halaman rumah.

“Assalamualaikum,” ucap Mulyana ketika masuk ke dalam halaman rumah. Ibu Ecin yang hendak masuk ke dalam rumah menoleh ke belakang.

“Waalaikumsalam,” jawab Ibu Ecin.

Ibu Ecin menghampiri mereka. Mulyana dan Eti mencium tangan Ibu Ecin. Mia juga mencium tangan Ibu Ecin

“Kalian sudah lama menunggu di luar?” tanya Ibu Ecin.

“Tidak lama, Bu. Baru beberapa menit yang lalu,” jawab Mulyana.

“Kalian sudah sarapan belum?” tanya Ibu Ecin.

“Belum. Tadi hanya makan camilan saja untuk mengganjal perut,” jawab Eti.

“Ibu sudah siapkan sarapan untuk kalian. Ayo masuk!” kata Ibu Ecin.

Ibu Ecin masuk ke dalam rumah melalui pintu ruang tamu. Mulyana, Eti dan Mia mengikuti Ibu Ecin dari belakang. Setelah mereka masuk ke dalam rumah Ibu Ecin mengunci kembali pintu ruang tamu. Lalu mereka berjalan menuju ke dapur.

Mereka duduk di meja makan yang ada di dapur. Ibu Ecin membuka tutup saji di atas meja makan. Sepiring ayam goreng, sayuran, sambal sudah tersaji di atas meja. Ibu Ecin mengambilkan piring dan sendok lalu ditaruh di atas meja.

“Makanlah! Kalian pasti sudah lapar,” kata Ibu Ecin.

“Nasinya ada di dalam rice cooker.” Ibu Ecin menunjuk ke rice cooker yang berada di atas kitchen set.

“Iya, bu,” jawab Mulyana.

Mereka pun mulai menyantap makanan yang sudah disiapkan oleh Ibi Eci.  Ibu Ecin melanjutkan pekerjaannya menyiapkan makan siang untuk Adrian.

“Ibu tidak makan?” tanya Mia.

“Ibu tadi sudah makan,” jawab Ibu Ecin.

3. Pergi Ke Kantor Adrian

Setelah selesai makan Mulyana beristirahat di kamar Ibu Ecin, sebelum kembali pulang ke Sumedang.

Ibu Ecin mengajarkan Mia menggunakan peralatan dapur karena peralatan dapur di rumah Adrian jauh berbeda dengan peralatan dapur yang biasa mereka gunakan. Mia memperhatikan ketika Ibu Ecin mengajarinya menggunakan peralatan dapur.

Ibu Ecin juga menyuruh Mia yang memasak untuk makan siang untuk Adrian. Ibu Ecin dan Eti hanya membantu memotong bahan makanan, Mia yang memasak semuanya. Pukul sebelas siang makan siang untuk Adrian sudah matang dan siap diantar ke kantor.

“Hari ini Tuan Adrian tidak ada acara makan siang di luar, jadi kita harus mengantarkan makan siang ke kantor. Kita pergi naik taksi online, untuk bayar taksinya kita pakai uang belanja. Pulangnya juga naik taksi online. Tuan Adrian memberikan anggaran taksi online untuk belanja dan mengantarkan makanan ke kantor. Biasanya anggarannya disatukan dengan uang belanja,” kata Ibu Ecin.

“Iya, Bu,” jawab Mia. Mia memperhatikan perkataan Ibu Ecin, agar ia tidak salah dikemudian hari.

“Kalau Tuan Adrian rapat dengan karyawan, kamu tetap harus mengantarkan makan siang. Kalau Tuan Adrian rapat dengan klien atau dengan patner kerja atau dengan tamu, kamu tidak usah mengantarkan makan siang ke kantor!” kata Ibu Ecin.

“Bagaimana Mia tau jadwal Tuan Adrian?” tanya Mia.

“Kamu minta jadwalnya ke Pak Ryan, asisten Tuan Adrian,” jawab Ibu Ecin.

“Tapi Mia tidak punya ponsel. Bagaimana caranya dia menghubungi Pak Ryan dan memanggil taksi online?” tanya Mia bingung.

“Oh iya, Ibu sampai lupa. Tunggu sebentar Ibu ambilkan ponsel untukmu,” kata Ibu Ecin.

Ibu Ecin berjalan menuju ke kamarnya. Tak lama kemudian ia kembali sambil membawa kantong plastik toko ponsel. Ibu Ecin duduk di meja makan lalu mengeluarkan kotak ponsel dari dalam kantong plastik. Sebuah ponsel dengan merek terkenal dan harganya juga mahal. Ponsel itu memiliki penyimpanan cukup besar.

“Ini ponsel untukmu dari Tuan Adrian. Kalau di rumah kamu bisa memakai wifi rumah. Tapi kalau di bawa keluar kamu harus memakai kuota. Ibu sudah belikan kartu SIM untuk ponselmu. Nanti uang untuk beli kuota kamu bisa ambil dari uang belanja,” kata Ibu Ecin.

“Baik, Bu,” jawab Mia.

Ibu Ecin mengajarkan Mia cara menggunakan ponsel itu lalu ia juga mendownload aplikasi yang akan dipergunakan oleh Mia.

“Sekarang kamu pesan taksi online sendiri!” kata Ibu Ecin.

Mia mulai mengetik di aplikasi taksi online, ia memesan taksi untuk menuju ke kantor Adrian.

“Seperti ini, Bu?” Mia memperlihatkan ponsel kepada Ibu Ecin.

“Iya, betul. Kita tinggal menunggu taksi datang,” kata Ibu Ecin.

“Bu, boleh tidak ponsel ini dipakai untuk menelepon emak?” tanya Mia.

“Tentu saja boleh,” jawab Ibu Ecin.

“Kamu bisa menelepon emak kamu ke ponsel Citra atau ponsel Ibu,” kata Ibu Ecin.

“Alhamdullilah. Terima kasih, Bu,” ucap Mia.

Tiba-tiba terdengar suara notifikasi pesan masuk.

“Coba kamu lihat ponsel kamu. Barangkali taksinya sudah datang,” kata Ibu Ecin.

Mia melihat ke ponselnya, ternyata taksi yang mereka pesan sudah datang.

“Iya, Bu. Taksinya sudah datang,” ujar Mia.

“Ayo kita berangkat sekarang!” Ibu Ecin membawa rantang yang dimasukkan ke dalam tas kain.

“Eti, kamu dan Mulyana tunggu di sini, ya!” kata Ibu Ecin.

“iya, Bu,” jawab Eti.

Ibu Ecin dan Mia keluar melalui pintu samping. Pintu khusus untuk pegawai keluar masuk rumah. Mereka keluar dari halaman rumah.

“Pak, saya ke kantor Tuan Adrian dulu,” kata Ibu Ecin kepada Suwito penjaga rumah Adrian.

“Iya, Bu,” jawab Pak Suwito. Ibu Ecin dan Mia masuk ke dalam taksi online. Lalu taksi itu berjalan meninggalkan rumah Adrian.

Sepanjang perjalanan pandangan Mia tidak lepas memperhatikan pemandangan di sekitarnya. Maklumlah ini pertama kalinya Mia datang ke kota Jakarta. Tak lama kemudian akhirnya mereka sampai di kantor Adrian. Jarak antara rumah dan kantor Andian tidak terlalu jauh. Rumah Adrian ada di daerah Kebayoran Baru sedangkan kantor Adrian ada di daerah Kuningan.

Taksi yang ditumpangi Ibu Ecin dan Mia berhenti di depan lobby gedung kantor Adrian.

“Ayo, kita turun!” kata Ibu Ecin setelah membayar ongkos taksi. Ibu Ecin dan Mia turun taksi lalu mereka berjalan masuk ke dalanm gedung tersebut. Mereka langsung menuju ke pintu liff.

“Kamu perhatikan cara masuk ke dalam liff!” kata Ibu Ecin kepada Mia.

“Iya, Bu,” jawab Mia.

Ibu Ecin memencet tombol yang menempel di tembok.

“Kamu pencet panah yang ke atas. Jangan yang ke bawah! Nanti kamu turun ke basement,” kata Ibu Ecin.

“Iya, Bu,” jawab Mia.

Pintu liff pun terbuka, mereka masuk ke dalam liff. Ibu Ecin memencet lantai dua puluh. Ketika liff berjalan naik ke atas Mia kaget, ia langsung memegang tangan Ibu Ecin karena takut jatuh.

“Tenang saja, tidak akan terjadi apa-apa. Nanti kamu akan terbiasa naik liff,” kata Ibu Ecin.

Selama di dalam liff Ibu Ecin menerangkan tombol-tombol yang ada di dalam liff. Mia mendengarkan dengan baik.

Akhirnya mereka sampai di lantai dua puluh. Pintu liff pun terbuka mereka keluar dari liff. Ibu Ecin berjalan menuju ke pintu kaca. Ibu Ecin mengeluarkan kartu dari dalam tasnya.

“Untuk masuk ke dalam kamu harus menggunakan kartu ini. Perhatikan caranya!” Ibu Ecin mengajarkan Mia menggunakan kartu tersebut. Pintu kaca itu langsung terbuka. Ibu Ecin dan Mia masuk ke dalam. Ibu Ecin menghampiri meja operator.

“Selamat siang, Mbak. Tuan Adrian ada?” Ibu Ecin menyapa operator

“Ada, Bu. Masuk aja,” jawab operator.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!