NovelToon NovelToon

Penantian Cinta Alya

Bab 1

Seorang gadis berjalan terburu-buru keluar dari kelas usai mata kuliah berakhir. Baru saja sang kekasih menghubungi dia, jika sudah menunggu di area parkir kampus. Gadis itu sangat bahagia karena tidak biasanya sang kekasih menjemputnya.

Gadis cantik itu bernama Alya Kaneshia Pradipta, berumur 20 tahun. Seorang mahasiswi fakultas hukum di sebuah universitas swasta di Jogjakarta.

Alya langsung menyapa sang kekasih begitu sampai di area parkir.

"Tumben banget jemput aku, pasti ada yang mau diomongin nih," tebak Alya seraya naik ke boncengan motor Reno. Reno hanya tersenyum menanggapi tebakan sang kekasih.

Reno melajukan motornya menuju sebuah kafe agar bisa ngobrol dengan sang pujaan hati. Tak lama kemudian, sampailah mereka di kafe langganan yang tidak jauh dari kampus Alya.

“Keknya penting banget yang mau diomongin. Wajah kamu kelihatan tegang, Mas,” ujar Alya masih penasaran

“Sayang, kalau aku ditugaskan ke kota lain, kamu bisa jaga diri, ‘kan?” Dengan berat hati Reno menyampaikan kabar itu.

“Mas dapat tugas untuk menyelidiki kasus peredaran narkoba dan human traficking. Mas tidak tahu sampai berapa lama bisa menangkap orang-orang itu," lanjut Reno merasa tidak enak hati.

Alya tetap diam karena tidak tahu harus berkata apa. Ingin melarang pun tak bisa. Inilah resiko memiliki pacar abdi negara. Harus siap kapan saja ditinggalkan, walau berat rasanya melepas.

Reno pun berjanji, setelah tugasnya selesai, dia akan langsung melamar sang kekasih. Untuk itu dia meminta Alya menunggu dirinya kembali, serta menjaga hati hanya untuk Reno.

Alya merasa bahagia mendengar janji yang diucapkan sang kekasih. Namun, berat rasanya melepas sang kekasih pergi bertugas. Ditambah lagi tugas yang diemban kali ini sungguh berat.

“Jangan bersedih! Mas akan selalu jaga hati ini hanya untuk kamu, tidak ada yang menggantikannya. Hanya kamu dan anak-anak kita nanti yang menempati.”

Alya kembali bersedih mengingat dirinya akan ditinggalkan. Tidak pernah terbersit dalam pikiran, dia akan ditinggal dinas menangani kasus besar. Biasanya hanya peredaran narkoba dan miras saja. Namun, kali ini dia harus merelakan sang kekasih pergi menjalankan tugas yang lebih berat dari sebelumnya.

Rasanya tidak ingin memberi izin sang kekasih pergi. Akan tetapi, masa depan sang kekasih bergantung pada misi yang dikerjakan. Jika misi berhasil dijalankan, tidak menutup kemungkinan jabatannya akan naik dengan pesat.

“Kapan Mas berangkat?” tanya Alya dengan wajah sendu.

Entah kenapa, Alya merasa ini adalah pertemuan mereka yang terakhir. Perasaannya tidak enak saat mengetahui sang kekasih menjemput dirinya.

“Nanti sore selepas Ashar, tim berkumpul untuk memulai misi. Kamu jangan hubungi Mas kecuali pesan. Jangan telepon karena aku tidak akan mengangkat telepon….”

“Akan aku usahakan untuk menelepon kamu setiap ada kesempatan. Kamu hati-hati di sini. Ingat tunggu aku pulang dan jaga hatimu hanya untukku,” janji Reno yang sulit untuk ditepati.

Mereka memanfaatkan sisa waktu yang tidak begitu lama untuk bercengkerama. Alya hanya bisa mengiyakan saja apa yang sudah menjadi keputusan Reno.

Malam harinya, Alya tidak bisa tidur dengan tenang. Pikirannya menerawang pada kejadian tadi siang. Alya kenal Reno sudah lama, tetapi tak sekali pun Reno merayu atau menggombali dirinya.

Baru tadi siang kata-kata yang terucap oleh Reno, seperti orang yang akan pergi meninggalkan dirinya. Sebenarnya Alya ingin bertanya, tetapi urung karena ponsel milik Reno berbunyi.

Reno bergegas keluar dan pamit pada sang kekasih. Tak lupa meminta maaf karena tidak bisa mengantar pulang. Dia, bahkan berlari hanya untuk bisa sampai ke motor gedenya.

Seminggu sudah berlalu sejak keberangkatan Reno menjalankan misi. Selama itu, Reno baru dua kali menghubungi Alya. Reno hanya memberi tahu, saat ini dia berada ibu kota. Menyamar sebagai anggota kelompok mafia itu.

Setiap menelepon, Reno selalu meminta maaf, belum bisa memberikan waktu yang banyak untuk Alya. Laki-laki itu juga mengucapkan kata-kata romantis yang selama ini jarang terucap, bahkan bisa dibilang tidak pernah.

Waktu berjalan lambat bagi Alya yang sedang menanti kabar dari sang kekasih. Sudah sebulan lamanya mereka terpisah, tanpa kabar lagi dari Reno. Alya pun nekat mendatangi kantor kepolisian dimana Reno bernaung, untuk menanyakan kabar kekasihnya.

Untuk ke sekian kalinya, Alya mendatangi kantor itu. Jawaban yang dia terima masih sama seperti sebelumnya. Pihak kepolisian kehilangan kontak dengan Reno.

Alya mencari tahu siapa yang rekan kerja Reno yang ditugaskan bersama saat itu. Setelah itu, Alya menanyakan keadaan Reno selama menjalankan misi di ibu kota.

Teman Reno yang saat itu ditugaskan bersama sudah pulang. Narendra Adi Nugraha, rekan kerja sekaligus sahabat dekat Reno yang ditugaskan bersama. Rendra berhasil kabur saat Reno tidak kunjung kembali ke markas mafia saat melakukan transaksi.

Reno menghilang begitu saja, sehingga Rendra mencari informasi dari anak buah mafia. Mereka mengatakan jika hukuman itu pantas untuk Reno yang telah berkhianat. Rendra sendiri tidak tahu maksud ucapan tersebut akhirnya menghubungi sang komandan dan diperintahkan untuk kembali.

“Bagaimana Anda bisa dengan tega meninggalkan rekan kerja Anda di sarang penyamun sendirian? Bagaimana kalau dia disiksa, bahkan dibunuh mereka? Dimana jiwa persatuan An-....”

“Cukup! Sebaiknya tenangkan dirimu. Percayalah, Reno adalah lelaki kuat. Dia pasti akan selamat. Kita hanya belum bisa bertemu dengannya saja saat ini,” potong Rendra cepat.

“Bagaimana saya bisa tenang? Kekasih saya berada di antara hidup dan matinya. Anda memang benar-benar tidak punya hati!” cerca Alya penuh emosi.

Rendra dan komandannya memiliki alasan tersendiri, saat memutuskan untuk memulangkan Rendra dari misi penangkapan itu. Wajah Rendra dan Reno sudah ditandai oleh mafia dan para anak buahnya. Pihak kepolisian sengaja mengganti personil yang tidak dicurigai oleh mafia dan para anak buahnya.

Alya terus mendatangi kantor polisi tanpa bosan, sampai dia dikenal oleh orang-orang di kantor itu.

“Maaf Komandan, saya mengganggu aktivitas Anda lagi,” ucap Alya menampilkan deretan gigi putihnya.

“Tidak apa-apa, Mbak Alya. Santai saja, saat ini saya juga sedang tidak banyak pekerjaan. Hanya saja untuk informasi keberadaan Reno belum kami temukan. Kami minta maaf, telah mengecewakan Mbak Alya lagi,” sahut sang komandan.

Tiga tahun berlalu, Alya yang sudah mulai menyerah, memutuskan untuk berhenti mendatangi kantor itu lagi. Apalagi saat ini dia sibuk dengan pekerjaannya sebagai advokat muda, di sebuah firma hukum terkenal.

Saat dalam perjalanan ke kantornya, wanita cantik itu mendapat telepon dari kepala kepolisian dimana Reno bernaung. Alya pun langsung berubah haluan, dia membelokkan mobilnya ke arah kantor polisi.

“Ada kasus baru yang bisa saya bantu?” tanya Alya begitu duduk di sofa , saat ini dia berada di ruang Kapolres.

“Tidak ada Mbak Alya. Saya hanya ingin memberikan kabar baik. Reno sudah kami temukan. Dia baru dua bulan ini pulang ke rumah orang tuanya di Solo,” jawab Pak Kapolres dengan senyum merekah.

“Betulkah? Kalau begitu saya minta alamatnya. Saya ingin melihat bagaimana keadaan dia sekarang juga.”

Bab 2

Berbekal alamat yang diperoleh dari Kapolres, Alya ditemani oleh Rendra menuju kota Solo keesokan harinya. Rendra sengaja ditunjuk oleh Kapolres untuk menemani Alya. Hal ini dikarenakan, Rendra pernah ke rumah orang tua Reno sebelumnya.

“Bagaimana? Sudah siap bertemu dengan Reno?” tanya Rendra pada Alya.

Saat ini keduanya berada di mobil Alya, siap untuk melakukan perjalanan.

“Siyaapp!” jawab Alya dengan binar bahagia terlihat jelas di wajahnya. Dia benar-benar sangat bahagia karena akhirnya akan bertemu dengan pujaan hati.

“Apapun keadaan Reno nanti, saya harap kamu tetap bisa menerimanya,” ucap Rendra lirih yang masih bisa tertangkap oleh rungu Alya.

“Pasti! Aku akan menerima dia apapun keadaannya,” sahut Alya dengan penuh keyakinan, tanpa tahu maksud ucapan laki-laki di sampingnya itu.

Perasaan Alya berbunga-bunga karena akan bertemu dengan seorang yang sangat dirindukannya. Dia membayangkan bisa melepas rindu yang selama ini ditahannya, tanpa dia tahu akan mendapatkan kekecewaan.

Mobil pun melaju, membelah jalanan dengan kecepatan sedang. Rendra sengaja melakukan itu agar Alya bisa menyiapkan hatinya ketika bertemu Reno nanti.

Rendra sudah tahu mengenai keadaan Reno saat ini. Namun, dia tidak ingin mengatakannya. Menurut dia, lebih baik dia tahu sendiri dari Reno dan keluarganya.

Tidak ada maksud untuk membohongi Alya, hanya saja Rendra merasa tidak memiliki hak untuk menceritakan keadaan sahabatnya itu pada orang lain. Biarkanlah orang tahu dengan sendirinya.

Sepanjang perjalanan, Alya dan Rendra terlibat obrolan ringan tentang pekerjaan dan juga tentang pengetahuan umum, kadang juga membahas kabar yang sedang marak saat ini. Obrolan itu terus berlanjut sampai mereka memasuki kota Solo.

Tak terasa dua jam sudah mereka melakukan perjalanan. Ternyata obrolan mereka membuat perjalanan terasa dekat. Waktu dua jam yang mereka tempuh tidak terasa melelahkan bagi keduanya.

Mobil yang mereka tumpangi berhenti di sebuah rumah model lama dengan halaman yang sangat luas. Walaupun model lama, rumah itu terkesan mewah. Alya dan Rendra turun dari mobil, setelah mobil terparkir di halaman.

Rendra mengetuk pintu berulang kali, sampai akhirnya, pintu terbuka dari dalam. Seorang wanita paruh baya muncul dari balik pintu.

“Nak Rendra?” jerit wanita itu terlihat bahagia. Dia adalah Ibunda Reno, Listyowati Harya Kusuma. Biasa disapa Jeng Lis.

“Iya, ini saya, Tante,” jawab Rendra seraya meraih tangan wanita itu, lalu mencium punggung tangannya.

Jeng Lis mengusap kepala Rendra penuh kasih sayang. Ada rasa haru juga bahagia menyambut kedatangan Rendra.

Alya masih diam tak bergerak di belakang Rendra. Hal itu menarik perhatian dari wanita paruh baya yang masih terlihat cantik di usia yang tak lagi muda.

Ibu Reno pun tersenyum dan bertanya siapa gadis cantik di belakang Rendra.

“Cah ayu ini siapa, Ren? Calon istri kamu?” tanya Lis pada Rendra.

“Bu-bukan, Tan. Dia teman Rendra, Tante. Teman Moreno juga.”

“Sapa jenengmu, Cah Ayu?” tanya Lis sambil mendekati Alya.

“Alya, Tante,” jawab Alya sembari menyalami ibu dari kekasih hati.

“Ayo masuk! Moreno sedang keluar. Kalian pasti capek, perjalanan dari Jogja ke sini itu lumayan lho. Kalian tunggu saja di dalam sini, sambil istirahat,” ajak Lis terus berjalan sampai di ruang keluarga, diikuti oleh Rendra dan Alya.

Jeng Lis mengeluarkan banyak cemilan dan minuman dari kulkas, kemudian dibawa ke ruang keluarga. Menyuguhkan semuanya untuk tamu tak diundangnya.

Kira-kira satu jam setelah kedatangan Rendra dan Alya, terdengar suara mobil berhenti tepat di samping ruang keluarga. Tak lama kemudian, ada suara langkah kaki mendekati mereka.

"Bunda, siapa yang datang?" tanya seorang laki-laki muda yang baru saja masuk.

Alya dan Rendra serentak menoleh ke arah suara. Alya membeku di tempat. Tidak bisa bergerak atau pun berkata-kata.

Lidah Alya tiba-tiba terasa kelu, melihat laki-laki yang sudah tiga tahun lamanya tidak bertemu. Tenggorokannya terasa tercekat, sehingga dia susah untuk mengeluarkan suara. Hanya air mata yang mengalir dengan deras sebagai ungkapan perasaan.

"Mas Reno!"

Ingin rasanya Alya berteriak memanggil laki-laki yang menguasai seluruh hati dan pikirannya. Tiga tahun tidak bertemu, sepertinya membuat laki-laki itu melupakan dia.

Rendra yang pertama kali menyadari adanya kecanggungan di antara mereka pun membuka suara.

"Hai, Ren! Apa kabar, lama tidak bertemu?” sapa Rendra sambil berjalan mendekati Reno.

“Siapa, Mas?” tanya seorang wanita yang berdiri di belakang Reno, tangannya tampak bergelayut manja di lengan Reno.

Alya yang melihat tangan Reno dibelit oleh tangan si wanita, merasa seperti ada yang mencubit hatinya. Apalagi tatapan memuja dari sang wanita pada Reno, semakin menguatkan dugaannya. Reno telah melupakan dia, melupakan janji yang pernah terucap tiga tahun yang lalu.

Rendra memperkenalkan dirinya dan Alya pada wanita itu, mengingat Reno dalam keadaan amnesia.

Reno diam, mencoba mengingat siapa kedua orang yang berada di depannya saat ini. Dia tidak bisa mengingat dua orang yang mengaku kenal dengan dirinya itu. Kepalanya sampai berdenyut karena berusaha mengingat siapa tamu itu.

Ibu Reno tiba-tiba datang menengahi mereka. Hal ini dikarenakan, tidak ada interaksi apapun di antara mereka.

“Maaf, Nak Rendra. Moreno mengalami amnesia sejak terbangun dari koma tiga tahun yang lalu. Moreno bisa mengingat Tante itu juga belum lama ini. Jadi, Tante harap kalian bisa bersabar dan mau membantu memulihkan ingatannya,” ungkap ibu Reno sendu.

Badan Alya terhuyung mendengar ucapan ibu dari laki-laki yang dicintainya. Dia merasa kakinya tidak lagi memijak bumi. Untung dengan sigap Rendra langsung memegang tangan Alya, sehingga wanita cantik itu tidak jadi terjatuh.

Merasa iba dengan keadaan Alya, Rendra pun memilih mengajak bicara Reno agar teringat dengan masa lalunya. Reno pun menyetujui.

Mereka berjalan keluar, menuju gazebo. Wanita yang berada di samping Reno tadi mengikuti Rendra dan Reno. Namun, ketika baru sampai gawang pintu, Rendra menyadari keberadaan sang wanita.

“Boleh kami bicara berdua saja? Saya ini sahabat lama Moreno Harya Kusuma. Kami bersahabat sejak SMA, jika Anda masih ragu,” tanya Rendra dengan nada penuh sindiran.

Wanita itu gelagapan lalu meninggalkan Rendra dan Reno begitu saja dengan wajah kesal. Tampak sekali wanita itu tidak menyukai kedatangan Rendra dan Alya.

“Aluna, sini, Sayang!” panggil Jeng Lis pada menantunya., yang kebetulan melintasi ruang keluarga.

Ya, wanita yang bersama Reno tadi adalah Aluna. Reno dan Aluna sudah menikah enam bulan yang lalu. Reno menikahi Aluna karena Aluna-lah yang menolongnya waktu itu. Selama ini, Aluna juga yang merawat dan selalu berada di samping Reno mencari keluarganya.

Wanita bernama Aluna dan berstatus sebagai istri Reno, itu mendekati Jeng Lis dan Alya.

“Nak Alya, kenalkan ini Aluna. Istri Reno,” ujar Jeng Lis memperkenalkan sang menantu pada Alya.

Alya dan Aluna pun saling bersalaman dan berkenalan. Keduanya lalu duduk untuk mengobrol bersama.

Tanpa diminta, mengalirlah cerita dari Aluna saat menolong Reno, tiga tahun lalu. Aluna juga menceritakan, jika Reno dan dirinya saling jatuh cinta lalu memutuskan menikah. Saat ini, Aluna sedang mengandung anak Reno. Usia kehamilannya menginjak tiga bulan.

Hati Alya terasa hancur berantakan mendengar cerita Aluna. Ternyata penantiannya selama ini sia-sia belaka. Dia hanya menjaga jodoh orang.

Rasanya tidak ingin mempercayai setiap ucapan yang terlontar dari bibir Aluna, akan tetapi wajah Aluna tidak menyiratkan kebohongan sedikit pun.

"Apakah Reno mencintaimu?" tanya Alya memberanikan diri.

Bab 3

"Tentu saja, kalau tidak mana mungkin saya bisa hamil?" jawab Aluna penuh percaya diri sehingga membuat hancur perasaan Alya seketika itu.

Rendra dan Reno masuk dari pintu samping, mereka langsung bergabung dengan Alya dan yang lainnya di ruang keluarga. Betapa terkejutnya Rendra, saat melihat seraut wajah sendu tertangkap netranya. Wajah yang tampak bersinar tadi pagi, kini tampak mendung, bahkan matanya sudah berembun.

"Alya, aku minta maaf," ucap Reno dengan tatapan sendu, merasa bersalah.

"Maaf untuk apa? Aku tidak pernah merasa kamu bersalah padaku.”

“Maaf untuk semuanya, seandainya aku tidak mengalami amnesia, mungkin akhir cerita kita akan berbeda. Tidak seperti ini, menyesakkan dan menyakitkan,” ucap Reno seraya meninggalkan ruang keluarga menuju kamarnya.

Reno merasa kepalanya sangat sakit karena dipaksa untuk mengingat masa lalu. Jadi, dia memilih masuk kamar dan beristirahat.

Tadi Rendra telah menceritakan semua masa lalunya saat dinas di kota gudeg. Saat dimana keduanya mulai ditugaskan sampai pada misi menangkap mafia, yang berakhir dengan kegagalan karena penyamarannya diketahui tangan kanan sang mafia.

Rendra juga bercerita tentang penantian Alya selama tiga tahun ini. Bagaimana Alya tetap menjaga hatinya hanya untuk Reno seorang. Tidak mengijinkan satu orang pun untuk menggantikan posisi Reno.

Kilasan tawa Alya tiba-tiba menghampiri ingatan Reno, walau hanya samar. Namun, mampu membuat sakit kepala laki-laki berparas tampan itu datang lagi.

Rendra dan Alya langsung pamit begitu Reno masuk ke kamarnya. Selama dalam perjalanan. Alya hanya melamun dengan air mata yang mengalir tiada henti.

“Jangan menangis lagi! Air matamu tidak akan bisa mengembalikan Reno padamu begitu saja. Tindakan dan pikiran positif yang akan membuatmu bisa mendapatkan segala sesuatu sesuai keinginan kamu,” saran Rendra memberi semangat pada Alya.

Rendra tidak bisa menghapus air mata itu dengan tangannya, tetapi dia bisa menghentikan tetesan air mata itu dengan ucapan. Walau hanya sebatas saran, itu terasa lebih baik dari pada menghakimi.

Akhirnya, mereka sampai di Jogja dan waktunya berpisah. Rendra sengaja memilih pulang ke mes, membiarkan Alya pulang sendiri mengendarai mobil.

“Ingat! Kamu harus tetap tersenyum dan melangkahkan kaki ke depan. Matahari akan tetap kembali bersinar walaupun hujan datang,” pesan Rendra sebelum Alya menjalankan mobilnya.

“Terima kasih, Bang. Aku akan selalu mengingatnya.” Alya langsung melajukan mobilnya setelah menjawab pesan Rendra.

Sayang sekali, ucapan Alya hanya sebatas di bibir saja. Begitu dia sampai rumah, air matanya menetes lagi. Setiap hari, Alya akan menangis dan menangis lagi kala dia seorang diri.

“Tuhan, adilkah ini untukku? Kenapa Engkau uji diriku dengan ujian yang sangat berat?”

Lingkaran mata Alya semakin menghitam, wajahnya terlihat kuyu serta sorot mata yang sayu seolah tak ada gairah kehidupan lagi. Kerjanya pun sedikit terganggu karena dia menggunakan perasaan bukan akal pikiran.

Suatu hari di firma tempat kerja Alya. Gadis itu kembali mendapat teguran dari atasannya.

“Alya, sebenarnya apa yang terjadi denganmu? Kenapa hasil kerja kamu tidak pernah lagi memuaskan? Banyak sekali komplain dari klien yang mengadu kalau kamu tidak lagi profesional menangani kasus,” cerca pemilik firma marah.

Ini bukan yang pertama kali Alya mendapat teguran. Alya terpaksa ditempatkan di bagian administrasi karena seringnya melakukan kesalahan. Akhirnya, dia terpaksa dirumahkan karena banyaknya kesalahan yang sering dilakukan.

Setelah dirumahkan, gadis berparas ayu itu lebih banyak melamun, meratapi kisah cintanya yang kandas begitu saja. Selera makannya pun menghilang sehingga badannya semakin kurus.

Di saat rasa sakit dan kecewa itu ada, Rendra selalu datang untuk menemani. Walau kehadirannya sering ditolak oleh gadis cantik itu, Rendra tetap datang. Apalagi di Jogja ini, Alya hanya tinggal seorang diri.

Orang tua Alya tinggal di Semarang karena sang ayah berasal dari sana, serta semua usahanya berpusat di sana. Orang tuanya juga memiliki beberapa kafe di Jogja. Gadis berwajah ayu itu sudah biasa mengurus kafe itu, tetapi sejak tahu Reno telah menikah. Dia tidak lagi peduli dengan dirinya sendiri apalagi kafe.

Hidup Alya benar-benar berantakan. Gadis cantik itu seolah kehilangan arah hidupnya. Kehilangan kekasih telah membuat dia kehilangan semangat hidup.

Rendra yang melihat keadaan Alya pun berusaha membangkitkan semangatnya kembali. Terlalu sering berinteraksi, membuat benih-benih cinta di hati laki-laki berpangkat Briptu itu. Berawal dari rasa iba berubah menjadi cinta.

Suatu hari, Rendra berniat mengajak Alya untuk mengikuti acara family gathering yang diadakan oleh kantornya. Lagi-lagi penolakan yang didapat olehnya. Berbagai alasan disampaikan Alya untuk menolak niat baiknya itu.

“Aku bukan bagian dari Polres ataupun kepolisian manapun. Mana mungkin aku ikut. Apa kata mereka nanti?”

“Anggap saja aku keluarga kamu! Nanti, jika ada yang bertanya, tinggal jawab aja calon istri Narendra. Beres, ‘kan?"

“Kamu jangan ngadi-ngadi, Bang. Aku tidak ingin menimbulkan masalah, apalagi fitnah. Aku tidak malu kok berstatus single,” bentak Alya kesal, tidak tahu jalan pikiran laki-laki di depannya.

“Kok ngadi-ngadi sih? Aku tuh cuma mau ngajak kamu healing biar nggak suntuk di rumah saja,” bantah Rendra.

“Maaf, Bang. Aku beneran nggak bisa ikut. Lagian aku juga sibuk mengurus kafe, tidak mungkin aku biarin aja tuh kafe. Aku sudah terlalu lama melupakan kafe ayah,” tolak Alya lagi, dia benar-benar tidak mau lagi berurusan dengan kepolisian.

Alya memutuskan menjauh dengan dunia hukum dan kepolisian. Cita-citanya menjadi seorang pengacara terkenal dikuburnya dalam-dalam. Tidak ada lagi Alya yang selalu antusias dengan hal-hal yang berbau hukum, kini yang ada hanyalah gadis yang pemurung dan tertutup.

Rendra yang setiap hari datang berkunjung sudah sering ditolak. Namun, pemuda itu tak patah arang. Dia terus menyambangi Alya walaupun dicueki atau berakhir dengan pengusiran halus.

Tidak kekurangan akal, Rendra pun mendekati karyawan kafe milik Alya. Dia menggali informasi mengenai gadis itu dari sang karyawan. Tidak hanya informasi sehari-hari tentang Alya, dia juga minta untuk didekatkan dengan ahli waris kafe Rasha itu.

Mendapatkan imbalan yang lumayan banyak, membuat sang karyawan pun selalu mempromosikan Rendra pada sang atasan.

“Sekarang saya tanya kamu! Di sini bosnya siapa? Kenapa jadi kamu yang mengatur? Dikasih uang berapa kamu sama dia, sampai kamu berani melawan saya,” cerca Alya dengan wajah memerah menahan amarah.

Nyali Murni menciut seketika, dia pun meminta maaf dan kembali bekerja tanpa banyak kata.

“Huh, apa sih maunya dia? Berani-beraninya mempengaruhi karyawanku, hanya karena pengen deket sama aku. Semua polisi sama saja, bilang cinta terus dipindah tugaskan ketemu yang baru lupa sama yang lama,” gerutu Alya sepeninggal sang karyawan.

Murni yang ketakutan, tampak fokus pada pekerjaan. Biasanya gadis itu bekerja sambil bercanda dengan teman-temannya, kini tampak jarang ngobrol apalagi bercanda.

Di saat para karyawan itu membicarakan bos dan temannya, Rendra datang lagi ke kafe ingin bertemu Alya. Sayangnya, Alya sudah berdiri dan bersandar di gawang pintu ruangannya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!