NovelToon NovelToon

Hantu Istriku Balas Dendam

Kematian Istri

Awan terlihat  hitam dan abu-abu, langit  berkali -kali menerbitkan kilat cahaya yang menyilaukan.

Barulah, perlahan tetesan-tetesan air jatuh dari awan, menyentuh tanah.

Tik-tik-tik ....

Beberapa saat kemudian, terdengar suara gemuruh yang menggelegar, dan pekak.

Duarrr-duarrr!

Hal ini, sangat menakutkan. Tetapi tidak, untuk pria yang tengah berdiri di bawah guyuran hujan, air matanya  ikut tersamar dengan rinai hujan yang jatuh membasahi sekujur tubuhnya. Sorot matanya, terlihat kosong menatap pusara.

Pria itu hampir tidak terlihat, di antara deras hujan yang  menyamarkan sosoknya, yang kini duduk berjongkok dengan satu tangan memegang tanah merah, dan satu telunjuknya menari-nari, dengan bibir yang mengeja dengan suara yang sangat terisak, "L-A-L-A ... K-E-S-U-M-A."

Pria berbadan ramping itu menahan napasnya, seakan-akan mencari pembuktian. Siapa pemilik gundukan tanah merah, ini?

Telunjuk pria itu menari di setiap huruf, seakan memeriksa ulang, bibirnya yang beku dingin, bergemetar mengeja  setiap huruf dengan tarikan napas yang panjang, "LA—LA, KE—SU—MA."

Air matanya turun tersamar air hujan, kilat-kilat cahaya terlihat bertebaran di langit, awan-awan hitam dan besar, dan curah hujan jatuh seperti air tumpah dari langit. Sangat deras.

Tidak membuat pria tampan dengan tubuh ramping ini pergi, dia hanya mengira langit sedang ikut bersedih untuk dirinya. Karena, sejak lama dia telah menangis seperti telah mengeluarkan darah dari dua biji mata,  untuk orang yang sama, dia adalah Lala Kesuma, istri Bram Agung.

Bram tetap kukuh berdiri di depan pusara istrinya masih sangat merah, terlihat sangat baru, bunga-bunga taburan masih terlihat sangat segar, pria ini selalu menggantinya setiap hari.

Bram telah lama menjalin hubungan dengan Lala,  menjadi seorang kekasih gadis yang dia sebut dan agungkan mirip barbie, paling populer, semenjak Sekolah Menengah, hubungan mereka telah berlangsung selama enam tahun terakhir.

Baru dua bulan yang lalu setelah Lala menerima toga, sebagai tanda penerimaan gelar kelulusan sebagai Mahasiswa predikat terbaik jurusan Kedokteran. Bram tidak tahan lagi, apalagi perasaaan  takut diambil orang selalu menjadi momok pikiran pria mapan itu, dan dia pun  melamar.

Tepat sebulan kemudian, mereka mengucapkan janji suci pernikahan. Karena, sangat mencintai mempelai wanitanya, bahkan Bram  telah menambah janji sendiri setiap paginya, akan selalu saling setia sampai akhir hayat, walau salah satu telah tiada.

"Saya, akan selalu berjanji menjadikan Lala istri baik di dunia, maupun akhirat."

Lala mendengus, seakan tidak percaya, dia berseloroh segera, "Jika aku tiada, bagaimana? pasti kawin lagi ama yang sexy."

Bram menjulingkan matanya, seakan-akan dia telah mempertimbangkan wanita sexy yang hadir, berseloroh kemudian, "Sepertinya begitu, sexy dan cantik, harus dicoba."

Bram hanya bercanda, tetapi raut wajah  istrinya jatuh kecewa, istrinya  memanyunkan bibirnya, dan satu kalimat ejekan keluar dari bibirnya yang gemetar, "Ah ... ternyata kau tidak akan setia, sampai akhirat."

Lala bangun menyibakkan selimut, tidak menyangka gurauan bangun pagi mereka, malah membuat dirinya sangat patah hati dan cemburu, juga sangat takut, takut candaan itu menjadi kenyataan pahit di antara mereka.

Tetapi, tangan Bram tiba datang dan menahan istrinya tetap di atas kasur, tangannya melingkar ketat, dagunya jatuh di pundak istrinya, hembusan napas terdengar sebelum satu kalimat paling manis dan horor terdengar di telinga Lala, "Lala, istri terbaikku, aku akan setia selalu, bahkan jika istriku tidak ada, aku akan mencari jiwanya, dan pergi menikahinya lagi."

Lala tersenyum tidak berdaya, dia segera mengomentari, "Perkataan mu terlalu horor. Buktikan yah... jangan omong doank."

Bram tidak menjawab sebentar, matanya terlihat merenung, setelah sekian detik, dia menjawab, "Aku janji, dan bukan di bibir yang nakal, tetapi hati nakal ini sudah bersumpah,"

Lala tidak tahan, dia berpaling melihat Bram dengan hanya wajahnya yang menjulur ke belakang, mencari keteguhan mata pria itu padanya, mendapatkan tatapan istrinya, Bram melanjutkan kata-kata manisnya lagi, "kamu terlalu sempurna, dan idaman semua orang, kau milikku, Tuhan pun tidak akan ku ijinkan mengambilmu dariku ... oleh itu jangan sampai pernah kau tinggalkan aku duluan. Aku tidak siap. Aku takut."

Lala terkekeh, dan kembali berseloroh, "Ya udah deh, kamu mati duluan, aku kawin dulu sebentar, baru nyusul kamu, ke akhirat."

Bram tidak terima, raut wajahnya terlihat sangat tidak senang, matanya terlihat cemburu, suaminya ini memang tipikal sangat serius, bercanda dengannya, sangat tidak menarik, salah bicara, pria itu akan merajuk seharian.

Tidak ingin prianya marah padanya, Lala segera mencairkan hati Bram, dengan  mencium ketat bibir suaminya, dan selesai hal itu, dia berbisik manja, "Aku hanya bercanda, aku hanya akan menikahi raga dan jiwa Bram Agung, sekali dan selamanya."

Dan, hari itu terjadi!

Tepat siang setelah mereka berpisah sebentar, karena pekerjaan.

Tuhan mendatangkan petaka  perpisahan untuk  mereka. Bram dan Lala, dipisahkan oleh malaikat maut. Kekuasan Tuhan yang sangat ilahi, manusia pun tidak pernah bisa menebak hal ini, termasuk Bram yang selalu protektif dan memanjakan istrinya.

Saat itu ....

Bram baru saja akan keluar dari kantornya, untuk makan di rumah, dia  baru turun dari mobil, akan segera menghubungi istrinya, namun panggilan masuk dari ayah mertuanya, telah banyak dalam daftar panggilan tidak terjawab.  Ponsel Bram memang dalam keadaan silent, karena dia tengah rapat dari pagi hingga menjelang siang.

Panggilan datang lagi, Bram segera mengangkatnya, Bram belum memberikan sapaan, sederet kata serak dari ayah mertua, bagaikan petir datang menghajarnya,

"Bram, Lala ... sudah pergi ...."

Tidak kuasa air mata, Agus kesuma  tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya, Lala adalah putri terbaik, dan harapan yang selalu di banggakan keluarga besar Kesuma.

Mendapatkan telepon itu, Bram hanya mematung di dalam mobil.

Dup-dup-dup.

Jantung Bram melompat-lompat, seakan menembus daging, dan ingin merobek kulit tipis Bram.

Tangannya gemetar memegang ponsel, dan tanpa sengaja jatuh begitu saja, masih merasa hal itu sangat salah. Bram menginjak pedal gas, menuju rumah sakit.

Dalam 15 menit

Bram telah mencapai rumah sakit, menembus macet, dan memotong jalan, dia tidak peduli banyak klakson mobil yang pergi meneriakinya, bahkan dia tidak takut ada mobil lain akan menabraknya, dan membuat dia mati selanjutnya.

Bram tidak takut kematian, dia hanya takut kehilangan Lala.

Bram menarik napas, untuk pertama kalinya dia takut menginjak lantai rumah sakit. Bau densifektan bertebaran di udara, membuat Bram terbatuk-batuk ingin menangis, karena Lala selalu membawa aroma ini kerumahnya, sebagai khas dirinya yang telah bekerja di rumah sakit.

Isak tangis terdengar pilu, dan teriakan-teriakan histeris menggema, ketika langkah Bram mencapai kamar Unit gawat Darurat.

...----------------...

Bersambung ....

Istri Kesayangan

Melihat Bram datang tanpa air mata, mereka pikir Bram sangat tegar. Padahal tidak, hatinya hancur, dan jantungnya seakan ikut berhenti ketika melihat satu sosok yang terbaring kaku, dingin, dan berwajah putih kapas, dengan luka memar di kepala.

Di sana, apakah di sana Lala? Bukan. Bram mengelak untuk percaya, namun dia memilih mendekat memastikan apa yang di tangkap matanya.

Benar. Lala adalah wanita kesayangannya. Istri kesayangan. Lala Kesuma. Wanita ini, sangat jahat telah menjatuhkannya dari kehidupan yang menyenangkan, yang menyesap manis madu dalam pernikahan, yang baru berumur tiga bulan, kini dalam satu hari seakan  telah menjadi racun yang meremukkan tulang, dan menusuk jantung.

Manis itu terasa hanya sebentar, tetapi racun sehari ini, membekas dan melubangi hari-hari Bram.

Hari ini, untuk kesekian kalinya, Bram mengemis lagi, dan lagi. Lala sudah berada jauh di dalam tanah, dia terus duduk berlutut memeluk pusara, dan membisiki, "Sayang ... aku sangat rindu."

Tangis panjang mengisi udara, walau tidak ada air mata, justru hal ini lebih terlihat menangis seperti orang gila, hentakan dan pukulan batin yang  setiap tarikan nafasnya, terdengar mendesak dada, sangat sesak, dan menghancurkan kepala.

Pernikahan mereka baru tiga bulan, masih di bulan yang sangat termanis, tetapi kecelakaan mobil menewaskan istrinya yang tengah mengandung anak pertama.

Anak!

Batin Bram terhentak, mengingat kehamilan Lala. Tetapi, keluarga kecilnya gagal terbentuk, gugur di saat bunga-bunga tengah bermekaran dalam rumah tangga.

Sedih, dan terpukul.

Bayang-bayang kemesraan rumah tangga mereka, bagai mimpi manis perlahan menjadi angan-angan yang sangat di rindukan, sekaligus racun yang membuat Bram, tidak kuasa ingin hidup lagi.

Melihat Bram luyut di samping pusara yang masih merah, Lala yang terlihat kasat mata, menangis darah di sisinya, berusaha memeluknya, namun tak bisa dia rekuh seperti dulu. Jika keluarganya begitu tegar, mengapa suaminya tidak? Yang Lala tau, Bram adalah pria baja, tidak pernah mudah kasihan kepada orang. Tetapi, hari ini, dia sangat berbeda.

Sekali lagi Lala mencoba memeluk Bram, tidak dapat, di rekuh seperti kehidupan sebelumnya. Lala baru menyadari, jika, mereka telah berbeda kehidupan. Bram hidup sebagai manusia, dirinya sebagai hantu.

Lala tidak pernah meninggalkan Bram, semenjak hari kematiannya, dia hanya berdiri di sisi Bram, menemaninya setiap saat, karena kakinya tidak dapat menyentuh tanah, dia terus mengambang-ngambang  di udara dengan suara tangis pilu, dan menyentuh perutnya, ada segumpal ruh terlihat seperti  daging berbentuk  bayi kecil di sana, anaknya.

Lala merasakan kepedihan yang sama, rindu yang sama. Lala memandangi wajah dengan jejak riak tangis suaminya, seharian pria itu menangis, dan terlelap memeluk pusaranya, satu tangannya terlihat masih menggenggam tanah merah.

Bram, masih tidak melepaskan dirinya.  Lala makin tidak menerima kematiannya sendiri. Lala menolak di sebut hantu. Lala masih ingin menjadi Istri Bram.

Duaaarr ...darrr ....

Gemuruh langit , dengan awan hitam, hujan terlihat akan datang lagi. Siang malam selalu hujan, Lala merasa kasihan dengan Bram, dia sudah begitu basah kuyup, kini malah tertidur. Tidak tega, Lala membuka dua telapak tangannya, seakan menjadi payung kepala Bram, seakan-akan dia bersedia menjadi payung, dan dia menjerit berdoa, seakan-akan baru ingat ada Tuhan, "Tuhan, jangan turunkan hujan."

Dalam hitungan satu menit. Awan hitam menghilang. Lala mengira doanya  terjawab cepat, ternyata tidak. Hal ini, tidak ada hubungannya dengan jeritan doanya sebagai hantu. Semenjak ruh berpisah dengan raganya, hidup sebagai hantu, sudah berhenti memiliki kuasa dalam doa. Menjerit dan berteriak, tidak akan ada gunanya. Kehidupan sebagai manusia, adalah kehidupan emas yang sering di lewati manusia, di mana mereka mengabaikan kuasa dalam bibir, kuasa memanggil Tuhan, kuasa meminta keselamatan dan penyertaan di dunia.

Dalam kehidupan, Lala sering mengabaikan doa yang merupakan  sederet kata yang beharga melebihi emas dan kehidupan  mewahnya. Lala cenderung suka berkata sembarangan, mencemooh, dan mengutuk.  Ketika seseorang telah menjadi hantu, jiwa yang berpisah dari raga, dia telah kehilangan akses berkomunikasi dengan Tuhan. Kesempatan emas, tidak berlaku lagi.

Langit sudah senyap, hanya bulan bersinar terang, seakan-akan menyambut dua sosok bayangan hitam  yang turun dari langit.

Kini, dua bayangan itu menginjak tanah, gemuruh langit pun telah senyap.

Lala dikejutkan akan dua sosok itu, dia teringat akan sosok malaikat maut, seperti dalam film, dengan jubah hitam panjang, yang mengenakan tudung kepalanya, dan juga  membawa pustula.

Dua bayangan hitam tiba muncul di hadapan Lala, satu memegang kitab tebal, yang di sebut buku kematian, wajahnya terlihat indah, dan wajah yang mengerikan, tengah memegang pustula besar.

"Lala Kesuma."

Lala mendongakkan kepalanya, ketika dua bayangan itu memanggil namanya, mereka  terlihat mengenalnya, "kalian siapa?"

"Aku Gerald," yang berwajah indah memperkenalkan diri, Gerald kemudian memperkenalkan sosok mengerikan di sampingnya, "Dia adalah Noah, sang penjaga yang menarik ruh-ruh yang menolak pulang."

Lala menimbang-nimbang apa yang dia dengar, apakah ini nyata, jika mati, maka ada penjaga yang turun ke dunia, menarik mereka pulang.

"Kami sepasang petugas akhirat yang membawa ruh-ruh manusia yang telah meninggal," lanjut Gerald.

Lala menolak percaya. Hal ini sangat menyakitkan dirinya, dan dia hanya mengira dirinya sedang bermimpi.

"Tidak! Kalian bukan malaikat maut, setahuku namanya tidak seperti itu."

Gerald terkekeh, "Kalian begitu banyak, kalian pikir hanya satu nama penjemput kehidupan kalian. Manusia, tidak akan tau hal ini, jika kalian tidak mati. Tetapi, itu tidak penting. Kami bertugas membawamu."

Lala tercekat, jiwanya bergetar takut, "Jangan jemput aku sekarang. Aku masih ingin bersama suamiku."

"Kau sudah melewati 40 hari ruh  pengembaraan dunia fana. Tidak ada kesempatan lagi. Ayo pergi," hardik Noah, yang memiliki penampilan yang mengerikan, matanya hanya satu, hidungnya rata, bibirnya terlihat sumbing.

Lala menolak, berteriak memanggil, "Bram ... tolong aku, selamatkan aku!"

Noah benci hantu yang menolak pergi. Benci hantu yang menolak kematiannya, dia menghardik lagi, "Umurmu di takdir kan pendek. Pergilah dengan rasa hormat, tidak perlu drama seret!"

Berkali-kali Lala menggelengkan kepalanya, dia menolak di jemput. dia tetap ingin tinggal.

Lala mengambang di udara, berlari di udara, dia menolak di bawa pergi. dia ingin tetap di dunia fana, walau harus menjadi hantu yang berkeliaran, yang penting dia bisa setiap saat melihat Bram, suaminya.

Tak-tak-tak ....

Pustula menghentak tanah tiga kali, gempa bumi terasa sebentar, tarikan magnet di rasakan oleh Lala. Dalam sekejap, ruhnya telah di hempaskan ke sisi Noah, Noah dengan mudah  mencengkeramnya, dalam satu genggaman, "Kau mati, tidak punya pilihan. Makin kau lari, makin hukuman bertambah."

......................

Bersambung ....

Ruh Tanpa Daging

Lala bergeliat, mencari udara. Menjadi hantu, tetap bisa merasakan sesak napas, dan cengkraman itu terasa sangat kuat,  seperti orang yang bersiapkan mematahkan leher, "Hentikan, leherku bisa remuk."

Gerald tertawa, dan mengejek,  "Itu, hanya siksaan batin, fisikmu tidak ada."

Lala terdiam. Benar, dia hantu, tidak ada fisik. dia pasrah, menahan siksaan batin, dan menangis, tanpa sadar, dia berkata dengan lirih, "B—bram... aku tidak mau berpisah dengan—"

Noah menyiksa lagi, tidak mengijinkan lidah Lala menyelesaikan kalimatnya.

Gerald yang berhati lembut, memperingati Noah, merasa sangat kasian "Dia sudah jera, lepaskan tanganmu dari leher. Kasian!"

"Tidak ada kata ampun!"

"Lagipula, hari ini adalah hari terakhirnya di dunia fana, berilah waktu sedikit agar dia lebih tenang untuk pergi."

Noah mendengar temannya. Walau, Noah memiliki, wajah buruk rupa, namun hatinya begitu emas, oleh itu dia selalu dipercayakan untuk memanggil ruh-ruh yang berkeliaran.

Lala mengambil udara di sekitar, mengisi paru-parunya, dengan napas tersengal-sengal, dia hanya memanggil Bram lagi, dengan air mata darah, "Bram ... Bram ... suamiku!"

Bram yang tengah hanyut tertidur di samping pusara, terguncang alam sadarnya, dia jatuh ke tanah, dan dia pun terbangun, dia bahkan tidak menyadari jika dia telah menginap, dan malam yang gelap menyambut matanya yang terbuka.

Samar-samar, daun telinga Bram bergerak-gerak seakan merasakan dan mendengar suara Lala. Memangil namanya, dengan sangat lirih.

"Bram, aku tidak mau berpisah denganmu," jerit Lala menangis, darah menetes dari dua bola matanya.

Gerald menghela napas, untung dia pergi membawa Noah. Jika tidak, dia akan kesulitan membawa wanita ini.

Noah, tidak menyukai drama ini, jadi dia pergi menangkap lagi.

"Sebentar, aku melihatnya sebentar. Tolong. Salam perpisahan saja," Lala memohon , tetapi cengkeramannya makin kuat.

"Kau sudah kehabisan waktu. Tidak ada kesempatan," hardik Noah, yang kemudian bersiap pergi. Air mata berdarah-darah terus jatuh, Lala memohon lagi , "Sekali saja, ijinkan aku memeluknya. Aku hanya ingin berpesan, agar dia terus hidup, dan jangan bersedih. Aku mohon ...."

Gerald menghela napas lagi, hatinya memang lembut, dia tersentuh memberi izin,  "Noah, ijinkan sebentar, baru kita pergi bersamanya."

Memandang temannya, Noah pun melepaskan Lala dengan mata yang selalu siaga mengawasi dengan sangat ketat, dan pustula, benda keramat yang siap di tombak kapan saja.

Tangan transfaran itu memeluk suaminya, satu tangan melingkar di leher, satu tangan melingkar di perut, dengan dagu yang bertumpu di pundak pria itu.

Mata lala membulat tercengang, dia bisa menyentuh Bram, dia seakan memiliki daging.

Terasa sangat nyata, Lala kembali menangis darah, seakan-akan luapan kasih sayang dan  rindunya telah di bayar, hanya dalam satu dekapan, dia bisa menyentuh dan merasakan hangatnya Bram, dan menyalurkan hawa dingin terasa menusuk tulang, dan rambut-rambut halus sekitar tangan dan lengan Bram, terlihat keremangan. Tetapi, semua ini hanya berlangsung sebentar, Lala tetap ruh tanpa daging.

Bram seakan terlambat sadar akan sesuatu yang berada di belakangnya, lingkaran tangan di leher yang menyentuh pundak, dan satu tangan yang melingkar perut, dia segera menoleh ke belakang.  Tidak ada siapapun. Bram mengedipkan matanya, seakan-akan mencoba mencari sesuatu yang terlihat kasat mata di sekitar. Tidak ada.

Bram tersenyum segaris menggores  rasa pahit, dan asin yang terkecap berasal dari air matanya. Kemudian, hanya mendapatkan sekujur tubuhnya mulai menggigil dingin, tetapi, sekali lagi dia enggan meninggalkan tempat peristirahatan banyak orang yang telah mengalami kematian. Bram merasa rumahnya lebih menakutkan, karena dia merasa kesepian semenjak Lala di antar kesini. Di simpan di bawah tanah.

Lala tetap sama, tidak pernah meninggalkan Bram, pengembaraan empat puluh harinya pun, hanya berada di sekitar dan setiap saat di dekat Bram.  Lala kembali mencari pelukan nyata lagi, berkali-kali mencoba lagi dan mencoba lagi, memeluk dengan rasa nyata. Kini hanya seperti menangkap bayangan.

Lala mendongakkan kepala dan menangis lagi, dua matanya terlihat mengabaikan   Gerald dan Noah, dua sosok penjaga penjemput arwah itu, terlihat memasang wajah khawatir, ketika ruh Lala terlihat memiliki daging.

Untung itu hanya kekuatan yang hanya datang dari hati yang kuat, dan berlangsung singkat. Mereka bisa menarik napas lega.

Bram mengedipkan matanya, meneteskan sisa-sisa air di bawah kelopak matanya, dia memeluk lehernya dan perutnya sendiri, seakan menyentuh jejak-jejak Lala di sana,  yang dia rasakan tadi, seperti seseorang yang telah memeluknya dari belakang.

Bram  terhenyak dalam benaknya, pelukan yang familiar, dengan satu tangan melingkar di leher, satu tangan melingkar di perut. Cara memeluk seperti ini, adalah khas Lala.

Bram mematung, dengan napas sedikit-dikit ditahannya-tahannya, seakan nalurinya telah menuntun dua bola matanya tertuju dan fokus  pada nama yang tercetak itu lagi, bibirnya lirih bertanya, "Lala, apakah itu kau?"

Seakan menjadi jawaban, semilir angin yang dingin, membuat Bram bergindik sebentar, bau melati segar menyebar di udara, dan terendus hidung Bram, sangat menyengat hidung. Tetapi, hal ini tidak menciutkan hati Bram, dia selalu menunggu kehadiran ruh istrinya yang tercinta.

"Lala ... sayang, apakah itu kau?" tanya Bram mengedarkan matanya, namun yang dia dapatkan hanya kegelapan malam, dan angin yang menyapa, terdengar sangat berisik, dan angin membawa bau melati yang makin menyerbak di udara, dan melekat.

Bram semakin memiliki keyakinan, Lala datang untuknya, ada ruh tidak terlihat kasat mata di sekitarnya. Seakan tidak ada ketakutan dalam hatinya, jantung miliknya berdegup  melompat- lompat bersuka cita merasakan kehadiran seseorang yang dia duga, pasti Lala Kesuma, istrinya, yang tersentuh akan rintihan-rintihan rindunya.

Empat puluh hari, Bram menanti di sini, menginap di sebelah gundukan merah disini, dengan banyak kata-kata rindu madu yang juga terisak haru.

"Lala, apakah ini kau? peluk aku lagi sayang ...," pinta Bram, matanya merah terlihat sangat berkaca-kaca, dia sudah menunggu moment ini, "Kembalilah padaku, dalam bentuk apapun kembalilah!"

Gerald terlihat menahan napas, sedikit demi sedikit membuangnya, karena cintalah yang terkadang membuat mereka yang telah mati, sulit melepas diri dari dunia fana, dan mereka berkeliaran menjadi hantu di sekitar orang-orang.

"La ... la ...," isak suaminya perih memanggil.

Lala tertegun, hatinya sangat goyah. Dia ingin menetap di sisi Bram, dia sangat menyayangi suami.

Gerald dan Noah saling melirik dan mata mereka menangkap dua sosok manusia yang merupakan dukun, dengan kekuatan hitam, karena jika Lala tidak ingin kembali,hanya akan menjadi hantu yang mengerikan di dunia fana, apalagi  dukun-dukun jahat yang akan selalu mengincar jasad dengan janin di dalam perutnya, karena disebut sebagai hantu penerawangan yang memiliki kesaktian tinggi, karena dia membawa janin dalam kematiannya.

......................

Bersambung ....

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!