NovelToon NovelToon

Istri Tengil Mas Baron

Selepas Nikah Paksa

"Saya terima nikah dan kawinnya Delila Prayoga binti Davyn Prayoga dengan mas kawin uang sebesar 500 ribu rupiah dibayar tunai!"

Baron memijat kepalanya yang berdenyut saat mengingat kejadian sakral yang dialami beberapa hari yang lalu.

SAH!

Kata terakhir yang dia dengar setelah mengucapkan ijab kobul di ruang rawat sang gadis secara dadakan tanpa persiapan apa pun. Bahkan dirinya hanya memakai kemeja putih dan kopiah seadaannya, Davyn Prayoga memaksanya untuk bertanggung jawab.

Tapi sayangnya pertanggung jawaban yang ada dia inginkan bukan seperti ini.

Pernikahan paksa!

"Lo ngelamun aja sih, Bar! noh mobil udah minta dielus. Entar kalo yang punyanya dateng, tuh kerjaan belom selesai lo juga yang keder,"

Helaan napas pria berkaos tanpa lengan itu kembali terdengar, dia tidak menyahuti ucapan rekannya. Otaknya tengah buntu, boro boro memikirkan nasib mobil yang sedang sakit parah itu, nasib dirinya saja tidak ada yang memikirkan.

Dunia ini memang kejam sobat!

Baron pria yang harus bertanggung jawab atas kelalaian yang dilakukannya terhadap seorang gadis yang bernama Delila. Akibat mengejar para pencopet yang mencuri ponsel milik gadis itu, Baron harus menanggung resikonya.

Menyesal?

Tentu saja! kalau saja dirinya tidak mengikuti kemauan gadis tengil itu, dia yakin mereka berdua tidak akan terjebak tali pernikahan paksa ini sekarang.

Sial!

Mungkin bisa saja Baron menolak dan kabur dari cengkeraman Davyn, tapi dia yakin pria itu tidak akan melepaskannya walaupun dirinya bersembunyi di dalam lobang neraka sekali pun.

Terlebih setelah salah satu kaki gadis yang saat ini sudah berstatus sebagai istrinya itu cidera parah. Bisa saja Davyn membawakannya algojo untuk menghajarnya sampai mati.

Dan sepertinya pernikahan mereka berdua hanya di ketahui oleh pihak keluarga besar Prayoga, RT setempat, Pak Penghulu dan beberapa petugas rumah sakit. Baron tidak berniat untuk memberitahukan pernikahan dadakannya ini pada rekan kerja atau kenalannya.Berhubung dia hanya hidup sebatang kara, jadi tidak ada sanak saudara yang perlu tahu.

"Gue balik dulu deh, entar malem kesini lagi." Baron bangkit, pria itu bergegas melangkah keluar dari tempat kerjanya.

Pria itu terlihat tidak baik, hati dan pikirannya belum stabil. Hatinya masih belum menerima apa yang telah terjadi, bahkan sekarang saat dia mengendarai mobil usangnya pandangan Baron terlihat kosong.

Helaan napas kembali terdengar, mobil usangnya melaju pelan, pikirannya melayang entah kemana. Baron hanya terdiam sepanjang perjalanan menuju kontrakannya yang tidak jauh dari bengkel.

🌵

🌵

🌵

PRAAANGG!

Delila menutup kedua matanya saat mangkuk yang akan diraihnya terjatuh begitu saja. Gadis bertongkat itu lagi lagi berdecak, dia begitu kesulitan untuk bergerak karena keadaannya sekarang.

Tangan tangannya menopang tongkat, sedangkan tangan kirinya berusaha bergerak untuk membuat sesuatu. Suara didalam perutnya kian terdengar, waktu menunjukan sudah hampir pukul dua siang. Pantas saja sejak tadi cacing yang ada didalam sana berdendang riang.

Tapi sayangnya makanan sederhana seperti mie rebus saja tidak bisa dia buat sendiri. Keadaannya saat ini benar benar membuatnya ingin sekali menangis, sudah perutnya lapar, tidak ada orang yang bisa dimintai tolong, lengkaplah penderitaannya.

"Kalo aku minta tolong sama Mas Samson, dia mau gak ya?" gumamnya.

Delila mengigit bibirnya, gadis berwajah chubby dan imut itu terlihat tidak yakin. Helaan napasnya terdengar, dia menunduk menatap sendu pada kakinya yang masih terlilit perban.

"Kenapa Papa nikahin aku sama Mas Samson sih, kan yang luka cuma kaki bukan mek-,"

Gumaman Delila terhenti saat kedua telinganya mendengar deru mobil, terdengar tidak asing karena selama beberapa hari ini dia sering mendengarnya di pagi dan sore hari.

"Dia udah pulang? kok tumben. Apa doa aku di kabulin Tuhan secepat ini?"

Dengan susah payah Delila melangkah keluar dari dapur, gadis itu terlihat ragu untuk membukakan pintu depan. Karena Delila yakin saat dia membukanya nanti, hanya raut wajah dingin dan datarlah yang pertama kali dilihatnya.

Tragis sekali!

'Ini nih resiko nikah paksa sama cowok yang suka ngemilin kunci pas, kaku!' batinnya gemas.

***HALO EPRIBADEH, SELAMAT DATANG DI CERITA AUTHOR YANG BARU

SEMOGA KALIAN SUKA YA, SIMAK TERUS CERITA MAS BARON DAN DELILA YANG OTHOR JAMIN GAK KALAH SERU 😘😘😘

SILAHKAN KOMEN, LIKE, VOTE, FAVORIT , DAN HADIAHNYA😘😘***

Bolehkah Aku Egois?

Suasana canggung kian tercipta saat keduanya duduk bersama di ruang tamu kecil kontrakan Baron. Delila sesekali melirik pada pria yang masih terdiam sembari memainkan ponsel dan menikmati rokoknya.

Jujur sebenarnya Delila merasa terganggu dengan kepulan asap yang keluar dari mulut serta hidung Baron, tapi mau bagaimana lagi. Kalau pun dirinya protes pasti pria itu tidak akan mendengarkan protesannya.

Delila menghela napas dalam, perutnya yang belum terisi apa pun semakin terasa lapar. Ingin rasanya dia meminta tolong pada Baron, tapi lagi lagi Delila takut dan masih sungkan untuk mengatakannya.

Padahal waktu itu, dirinya begitu berani memerintah Baron disaat mereka harus mengejar para pencopet yang berakibat mereka harus terlibat pernikahan paksa.

Sebenarnya Delila ingin sekali menentang Papanya, tapi entah kenapa ada rasa tidak rela kalau pria kaku ini lepas begitu saja.

Katakan dirinya egois, dan berterimakasih banyak pada Davyn yang sudah memberinya peluang besar untuk bisa masuk kedalam hidup Baron. Ya walaupun sampai beberapa hari ini pria itu masih menampilkan sikap dingin, datar, kaku, seakan dirinya makhluk tak kasat mata.

Apakah jatuh cinta memang sebodoh ini?

"Ekhem!" Delila berdehem cukup keras.

Ekor matanya melirik pada Baron, dia menggeser perlahan tubuhnya walaupun sedikit di seret dan di paksa.

"Emm- Mas Sam-, Mas Baron udah makan siang belum?" tanya Delila ragu.

Gadis itu menampilkan senyuman kikuknya saat melihat Baron melirik kecil ke arahnya. Delila terlihat salah tingkah dan serba salah, sepertinya dia bertanya di moment yang tidak tepat.

Lihat saja lirikan si kaku ini, lebih kaku dari pada sok motor yang sudah tidak diganti berpuluh puluh tahun.

Layaknya batang kopi! keras.

Tanpa menjawab pertanyaan yang istrinya lontarkan, Baron memilih untuk bangkit. Pria berkaos tanpa lengan itu keluar, melewati Delila begitu saja tanpa suara sedikit pun.

Delila yang mulai terbiasa dengan sikap Baron, hanya bisa menghela napas pelan. Dia pun ikut bangkit, gadis itu perlahan menyeret kakinya menuju dapur. Sepertinya memang hanya dirinya yang bisa diandalkan sekarang, jangan berharap pada siapa pun termasuk pria yang sudah menikahinya beberapa waktu ini.

Delila menatap kompor dan mie instan yang masih ada ditempatnya, ceceran mangkuk yang dia pecahkan masih ada disana. Dengan perlahan Delila mendekat, dia meraih sapu dan mulai membersihkannya walau dalam keadaan susah payah.

Cukup menyita waktu, mungkin kalau orang lain yang sehat hanya butuh beberapa menit bahkan detik, Delila sendiri mampu menghabiskan waktu cukup lama lagi karena kondisinya sekarang.

Setelah selesai, dia kembali menyalakan kompor dan siap untuk merebus air. Bersyukur disini masih ada sumber api dan makanan didalam kulkas kecil, kalau saja tidak ada entah apa jadinya.

Di diamkan suami, perut lapar, tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Meminta bantuan pada Sang Mama dan Papanya? itu artinya dirinya semakin memperburuk keadaan. Davyn pasti berpikiran kalau Baron menelantarkannya, ya walaupun itu kenyataannya.

Tapi Delila paham dan mengerti kenapa Baron bersikap seperti itu padanya, bayangkan saja- manusia mana yang tidak shock dan marah saat dirinya tiba tiba dipaksa menikahi manusia lain yang tidak ada hubungan apa pun sebelumnya dengannya.

Walaupun mereka pernah bertemu beberapa kali, tapi pertemuan mereka tidak ada kesan apa pun.

Delila sibuk dengan lamunannya, dia bahkan tidak sadar kalau panci air yang ada di kompor sudah mendidih. Sekian lama berkelana dengan pikirannya, Delila kembali tersadar saat merasakan cipratan di punggung tangannya.

Dia mendesis pelan, melirik ke arah kompor dan kembali menghela napasnya.

"Kayaknya gue butuh refresing deh, dua hari di dalam rumah mulu udah kayak anak perawan lagi di pingit mau kawin tau gak, berjamur!" cetusnya.

Delila terus saja berceloteh sendiri, bahkan saat mie instan yang dia buat sudah siap dinikmati, gadis itu masih saja mengoceh. Delila bahkan memakan makanan nikmat sejuta umat itu tanpa duduk, perutnya yang lapar tidak dapat lagi dikompromi.

Cukup mengenyangkan, walaupun tidak sekenyang nasi dan lauk pauknya tapi Delila bersyukur masih bisa makan. Pantas saja Kirana sang Mama sering memarahinya kalau membuang makanan, ternyata memang seberapa pun makanan itu pasti berguna untuk orang yang membutuhkan, sama sepertinya.

Mulai sekarang Delila harus siap menghadapi apa pun termasuk kekurangan makan, ini adalah keputusannya walaupun berawal dari Papanya. Kenapa bisa di sebut dengan keputusannya? ya karena Delila tidak menolak berarti memang benar keputusannya bukan?

Bisa saja Delila menolak waktu itu, tapi dia diam dan menurut- bukankah itu namanya pasrah, atau menerima keadaan yang ada?

Entahlah!

Dengan pelan dia mendekat pada kursi usang yang ada di dapur, Delila mendudukkan dirinya secara perlahan, menyimpan tongkatnya dan segera menelungkupkan wajahnya di meja kecil yang ada di dekatnya.

Rasa lapar yang terlewat membuat perutnya sedikit perih, Delila berusaha memejamkan kedua matanya agar rasa sakit itu menghilang. Tapi sepertinya dia ketiduran, bahkan saat Baron kembali dengan membawa satu kantong kresek hitam di tangannya, gadis itu sama sekali tidak menyadarinya.

JAN KAKU KAKU NGAPA MAS, ENTAR LO DI OSENGIN ONDERDIL MOBIL SAMA DELILA MAMPUS LOH

TEWEK GEMOY KAYAK GINI DI ANGGURIN, ENTE SEHAT KAN RON 🏃🏃🏃

Adek?

Bosan

Satu kata yang tengah Delila gaungkan didalam pikirannya. Gadis berambut panjang itu perlahan bangkit, berjalan pincang menuju keluar rumah.

Sekarang dia membiasakan diri untuk tidak memakai tongkat lagi, walaupun awalnya kesulitan tapi semakin lama semakin terbiasa. Pelan namun pasti, dia meraih sapu yang bersandar di belakang pintu- jarang sekali bahkan mungkin belum pernah Delila menampakan diri di luar kontrakan yang dia tinggali sekarang.

Baron memang tidak pernah melarang atau menyuruhnya untuk tetap di dalam rumah, tapi entah kenapa Delila masih belum bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan tetangga kontrakan nantinya.

Kalau ada yang bertanya apa hubungan dirinya dan Baron, dia harus menjawab apa coba?

Istri?

Delila menghela napas kasar, dia perlahan merambat berjalan pelan hingga akhirnya sudah berada di teras. Suasana siang ini cukup sepi, mungkin karena orang orang masih sibuk bekerja, sama seperti suaminya.

Ngomong ngomong bicara tentang suami, Delila menjadi tersenyum sendiri saat mengingat bagaimana Baron membangunkannya kemarin.

Tidak ada hal yang romantis, tapi bagi Delila itu cukup membuatnya senyum senyum sendiri. Ternyata pria batang kopi yang menikahinya secara paksa itu, aahhhh! kenapa harus ada kata paksa dibelakangnya?!

Tapi mau bagaimana lagi, itulah kenyataannya jadi terima saja.

Oke balik ke topik, Delila mengeratkan pegangannya pada batang sapu yang dia genggam. Bibirnya terus saja menipis, ingatannya terus saja tertuju pada Baron kemarin. Ternyata kepergian pria kaku itu bukan untuk meninggalkannya, tapi membelikan makanan untuknya.

So sweet kan?

Manis sekali bagi Delila, karena jarang jarang kan ada manusia tukang ngemilin besi macam itu masih perhatian pada makhluk tak kasat mata sepertinya.

Walaupun hanya nasi bungkus berlaukan telur dan tempe, oseng kangkung, bagi Delila itu sangat nikmat sekali ya Tuhan.

Dia berharap biar pun Baron jarang atau bahkan tidak pernah bersuara dan mengobrol basa basi dengannya, Tuhan masih memberi nyawa tambahan.

Aamiin

"Wah, ini toh adeknya Mas Baron. Cantik ya, pantesan Mas Baron gak pernah biarin adek nya keluar."

Delila tersentak, gadis itu menoleh, dahinya berkerut saat ada seorang ibu ibu tengah menatap penuh kagum padanya. Bahkan Delila dapat melihat binar dikedua mata itu, memindainya dari atas hingga bawah.

Apa katanya tadi Adik?

Delila speechless dibuatnya, ternyata selama ini Baron memperkenalkan dirinya pada orang orang sekitar hanya sebagai adik.

Yang benar saja!

"Neng siapa namanya? kayaknya masih sekolah ya? itu kenapa kakinya bisa kayak gitu, jatuh dari motor ya?" rentetan pertanyaan yang dilontarkan ibu itu kian membuat Delila meringis.

Putri tunggal Davyn dan Kirana itu tidak tahu harus berbuat apa, pertanyaan yang pertama saja belum dia jawab dan sekarang datang pertanyaan baru.

"Eemm- I-ini kecelakaan sama Mas Sam- Mas Baron Tante. Udah lumayan sembuh kok, cuma gak bisa diajak jalan cepet aja." Delila cengengesan.

Dia menarik napasnya dalam dalam, Delila terlihat lega saat melihat ibu itu mengangguk. Rasanya saat ini dirinya ingin segera berlari masuk kedalam, Delila tidak mau lagi keluar mulai dari sekarang.

Disaat pikirannya berkecamuk, deru mesin tua dari sebuah mobil terdengar oleh kedua wanita beda usia itu. Dari kejauhan Delila dapat melihat mobil derek usang yang sering di bawa oleh Baron, pria itu pulang lagi siang ini, ada apa?

Braak!

Suara dentuman pintu mobil tertutup lumayan memekakkan telinga, Baron berjalan menjauh dari mobilnya dan mendekat pada Delila.

"Baru pulang Mas?" tanya si ibu.

ADUH MAS SAMSON GEMOYNYA BINIK LO 🏃🏃🏃

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!