NovelToon NovelToon

Enemy, I Love You

Pertemuan

Namaku Putri Cahaya, tapi kedua orangtuaku biasa memanggil ku Yaya, aku berasal dari keluarga sederhana, bahkan untuk melanjutkan pendidikan ku saja, aku harus bekerja sambilan setelah pulang kuliah.

Pagi ini adalah hari pertamaku masuk kuliah, karena asramaku tidak terlalu jauh, maka aku cukup dengan berjalan kaki saja untuk sampai disana.

Saat diperjalanan aku banyak melihat anak-anak dengan pakaian serba mahal, barang-barang mewah , dan bahkan banyak juga dari mereka yang membawa kendaraan pribadi sendiri.

"Mereka pasti anak orang kaya, sebaiknya aku menjaga jarak dari mereka, aku tidak membenci orang kalangan atas seperti mereka, hanya saja aku malas dengan cara mereka yang selalu memandang rendah orang miskin sepertiku, walaupun memang tidak semua orang kaya seperti itu, tapi aku hanya mencoba menjaga agar tidak dihina oleh mereka," gumamku.

Aku memutar pandanganku mencoba melihat-lihat kesekeliling, saat itu juga aku terkejut melihat seorang gadis yang tengah berlutut dihadapan seorang laki-laki, pemandangan yang sangat miris, dimana laki-laki itu terus memakinya dihadapan orang banyak tanpa ampun, dan yang membuat pemandangan itu semakin terasa aneh adalah karena banyak orang berkerumun disana hanya untuk menonton saja, seolah-olah mereka tidak berani pada laki-laki itu, sesekali terdengar gelak tawa dari mereka saat laki-laki itu melayangkan umpatan pada gadis yang terlihat tidak berdaya itu, aku hanya menggelengkan kepala dan mencoba mengabaikan mereka, aku terus berjalan melewati kerumunan orang-orang itu, sampai akhirnya langkahku terhenti ketika aku mendengar kata-kata yang tidak wajar keluar dari laki-laki itu.

 

"Orang miskin tidak pantas ada disini !" teriaknya seraya menunjuk kearah gadis itu, terdengar juga olehku beberapa dari mereka yang berkerumun berbisik tentang apa yang laki-laki itu lakukan,

aku semakin tidak tahan ketika laki-laki itu secara terus menerus menghina dan merendahkan harga dirinya, dan tanpa sadar naluri kemanusiaanku menuntun langkahku untuk menentang kata-katanya.

 

"Lalu apa hanya orang kaya sepertimu yang berhak menuntut ilmu disini ?" tanyaku ketus yang seketika membuat laki-laki itu memutar pandangannya melihat kearah ku yang saat ini tepat berdiri dibelakangnya.

 

"Wow, siapa ini ?

apa kita mempunyai pahlawan baru disini ?

tapi dari penampilannya, sepertinya bukan pahlawan, melainkan hanya orang miskin yang punya keberanian bicara !" seru laki-laki itu dengan senyum sinis diujung bibirnya.

"Kenapa ?

apa jika kami miskin, kami tidak mempunyai hak untuk membela diri kami ?

bahkan aku sangat yakin kalian yang hanya bisa merengek minta uang pada orangtua kalian itu, bukanlah siapa siapa tanpa uang mereka !" seruku,

aku mengangkat wajahku, pertanda aku tengah menantangnya.

Tapi gadis tadi menarik pergelangan tanganku dan membawaku pergi menjauh dari kerumunan orang-orang, aku hanya mengerutkan dahi pertanda aku mulai merasa bingung dengan apa yang gadis itu lakukan.

"Gadis yang terlalu berani !

kau lihat saja apa yg bisa aku lakukan untuk hidup mu selama kau masih berani menentang ku," Ancam laki-laki itu.

Aku menghentikan langkahku dan membalikan badanku hendak menjawab ancamannya tapi lagi-lagi gadis tadi menarikku menjauh dari kerumunan, banyak sekali pertanyaan yang seketika muncul dibenakku.

Ada apa sebenarnya ?

Kenapa gadis ini tampak ketakutan saat aku mulai bicara ?

Apa yang salah dari pembelaanku untuknya ?

Setelah cukup jauh aku menghentikan langkahku dan mulai bertanya padanya,

"Kenapa kau membawa ku pergi ?

ada masalah apa kau dengan laki-laki sombong itu ?

dan, kenapa semua orang hanya bisa menonton tanpa bisa menolongmu ?

sebenarnya siapa dia ?" pertanyaan yg sedari tadi mengganggu fikiranku.

Gadis itu bukannya menjawab pertanyaanku dia malah tersenyum melihatku dan memegang tanganku seraya memerintahkan ku untuk duduk disampingnya, aku mencoba mengatur nafas guna meredakan emosiku dan mulai mengikuti alur yang ia sajikan, aku menjadi pendengar yang baik saat dia memulai pembicaraannya.

 

"Sebelumnya aku ucapkan terimakasih banyak padamu, karena kamu sudah membantu ku tadi, dan perkenalkan aku Ocha, siapa nama mu ?"

 tanya gadis itu seraya mengulurkan tangannya kearahku, aku menggelengkan kepalaku, dan mencoba untuk tetap tersenyum menyambut tangannya.

 

"Aku Cahaya, tapi kamu bisa memanggil ku Yaya,

lucu ya, aku fikir kau tidak bisa bicara sama sekali, karena saat dia memakimu tadi kau hanya bisa diam dan menunduk, pasrah, lalu menangis," ungkapku dengan senyum yang tidak ku lepaskan dari wajahku.

"Oh, aku hanya tidak ingin membuat suasana semakin tidak enak saja, makanya aku lebih memilih diam,

dan mengenai pertanyaan mu tadi, pada intinya memang benar tidak ada yang berani melawan Alvin," jelasnya.

"Kenapa ?

Memang siapa dia ?" tanyaku yang mulai penasaran.

"Alvin adalah anak pemilik kampus ini,

Orangtuanya sangat berpengaruh disini, karena alasan itulah yang membuat semua orang segan bahkan bisa dikatakan takut padanya, bukan hanya kita yang sebaya, tapi orang yang lebih tua pun takut pada Alvin," tambahnya lagi.

"Oh begitukah ?

tapi bukan berati dia bisa memperlakukan orang seperti itu juga, kan," jawabku yang semakin kesal.

 

Namun didalam hatiku, aku juga takut dia akan membahayakan masa depanku disini, dan aku tidak bisa membayangkan kehidupan mahasiswiku akan seperti apa setelah kejadian ini.

Satu kelas

Aku mencoba untuk tetap fokus pada pelajaran yang sedang berlangsung, namun konsentrasiku seketika buyar saat aku melihat siapa yang berdiri tepat dihadapanku,

ya, dia adalah laki-laki yang tadi pagi bermasalah dengan Ocha, ia diikuti oleh beberapa teman yang setia berdiri dibelakangnya, aku menutupi wajahku dengan buku agar ia tidak menyadari ada aku disini, tapi aku merasa apa yang ku lakukan percuma karena dari awal dia sudah melihatku, dan aku yakin sekali dia pasti mengingat wajahku dengan sangat jelas.

 

"Ternyata benar apa yang Ocha katakan, orang ini terlalu bebas masuk kelas jam berapapun sesuka hatinya, rasa hormatnya kepada guru juga dia tidak bisa menunjukannya, dia orang paling sombong yang pernah ku temui," gumamku dalam hati.

Dia berjalan melewati mejaku, kemudian ia duduk tepat dibelakangku, banyak gadis mengidolakannya, bahkan mereka bisa berteriak histeris ketika melihatnya berjalan.

Ya, memang tidak munafik juga wajahnya, memang sangat tampan, badannya tinggi, gaya rambutnya lebih mirip orang korea, tanpa ku sadari bibirku tersenyum saat memuji fisiknya, aku mencoba menyadarkan diri dari lamunanku sendiri, dan seharusnya aku tidak memikirkan hal seperti itu, aku hanya perlu fokus belajar lulus dan kemudian bekerja, agar aku bisa mengangkat derajat kedua orangtuaku dikemudian hari.

Kursi tempat ku duduk tiba-tiba saja terasa berguncang, aku fikir ada gempa, ternyata hanya ulah laki-laki sombong itu yang menendangnya, aku melihatnya dengan mata membelalak kearahnya untuk menghentikan tindakannya, namun bukannya berhenti dia malah menarik kursiku mendekatinya, kemudian ia membisikan sesuatu ketelingaku.

"Kau ingin keluar sendiri secara baik-baik, atau aku yang akan melempar mu keluar dari kampus ini !" bisiknya dengan nada yang mencekam.

 

Aku hanya kembali melihatnya dan tersenyum sinis kearahnya, hatiku boleh takut, tapi wajahku jangan sampai menunjukan kalau aku takut padanya, karena itu hanya akan membuatnya senang, dan dia akan merasa seolah sudah menang.

Pelajaran hari itu pun berakhir, aku bergegas pulang untuk mengganti pakaianku dan pergi bekerja dicafe Pelangi,

pekerjaan pertamaku mengelap meja, saat aku menunduk tiba-tiba terdengar lonceng diatas pintu berbunyi, menandakan ada tamu datang, dan tanpa melihat kearah tamu itu aku mengucapkan kata sambutan.

"Selamat datang dicafe Pelangi," sapaku dengan tersenyum sangat ramah.

Namun seketika senyum diwajahku menghilang, saat aku mengetahui tamu itu adalah Alvin dan teman-temannya, aku menghela nafas panjang sebelum ia mulai bicara.

"Si miskin kerja disini ternyata ?

bagaimana kalau aku membuat sedikit ulah disini ? siapa tau kau bisa dengan mudah dikeluarkan, haha," kata Alvin kembali melayangkan ancamannya.

"Alvin, sudahlah kasihan dia lagi bekerja," ucap salah satu teman Alvin yang terdengar membelaku, dia juga tidak kalah tampan dari Alvin, dan kelihatannya dia orang yang baik berbeda jauh dari Alvin, aku melamun seraya tersenyum menatap teman Alvin, sampai lamunanku hancur saat alvin menyela kata-kata temannya.

"Bicara apa kau Riki ?

Kenapa kau jadi membela dia ?

temen mu yang sebenarnya itu siapa ?

aku atau gadis miskin ini ?" tanya Alvin kesal.

"Bukan begitu Vin, bukankah kita kesini untuk makan ?

jadi tidak usah kau buang tenaga mu untuk meladeni gadis ini," jawab Riki.

Oh namanya Riki, aku kembali dalam lamunanku, saat

mereka pergi untuk duduk dimeja yang mereka pesan, Riki membalikan badannya dan tersenyum manis sekali kearahku.

Aku membawakan beberapa gelas air putih untuk mereka, tapi saat aku tengah berjalan, Alvin menghadang kakiku, dan akupun menjatuhkan semua minuman itu, manager ku melihat apa yang terjadi, ia memanggilku dan aku pun mendapatkan teguran, saat itu aku melihat Alvin tersenyum jahat dimejanya, mungkin dia merasa menang kali ini.

Aku yang sudah tidak tahan lagi dengan perlakuan Alvin, akhirnya menukar meja dengan temanku sehingga aku tidak lagi berurusan dengan laki-laki sombong itu.

"Yaya, waktunya pulang,

kau tidak lanjut kerja lagi malam ini ?" tanya Vita teman kerjaku dicafe.

Aku terkejut saat melihat jam ditanganku.

"Oh ia Vit, terimakasih sudah mengingatkan ku, kalau begitu aku pergi dulu Vit, maaf aku titip tamu meja 17 ya," tambahku sambil berlari meninggalkan Vita.

Sebenarnya aku lelah pagi aku jadi mahasiswi, siang sampai sore aku bekerja dicafe, malam sampai tengah malam aku kerja lagi di Bar, tapi harus bagaimana lagi aku begini karena aku sadar, aku tidak dilahirkan untuk merengek pada orangtua tidak seperti mereka yang memang terlahir sebagai orang yang mampu, mungkin mereka tidak akan pernah merasakan kesulitan seperti yang ku alami saat ini.

Penghinaan

ALVIN

Namaku Alvin Putra Adi Wijaya,

aku kuliah difakultas dimana ayahku adalah penyumbang dana terbesar disana, jadi bukankah sangat wajar jika aku merasa berkuasa dikampus itu ?

Aku tidak pernah merasa kalau aku itu menyombongkan diri, atau sedang berbangga diri, hanya saja aku tidak begitu suka dengan mereka yang berasal dari kalangan bawah, alasan utamanya adalah ketika ayahku memutuskan untuk menikahi perempuan dari kalangan bawah yang masih terbilang sangat muda, aku sangat yakin istri barunya itu tidak jauh niatnya pasti hanya menginginkan harta ayahku saja, dan aku lebih tidak suka lagi dengan orang biasa tapi bertingkah seolah dia mampu, seperti gadis yang tadi pagi berani mengarahkan telunjuknya padaku, mungkin gadis itu belum faham dengan siapa dia tengah mencari masalah.

Aku Alvin Putra Adi Wijaya, dan dia harus tau siapa aku.

(Suara telephone berdering)

 

"Vin ayo party ! " ajak seseorang dari balik telphone itu.

"Ayo !

tapi aku tidak ingin ketempat biasa, membosankan !

aku ada tempat baru yang sepertinya lebih seru, nanti akan ku kirim alamat lengkapnya," ucap Alvin sambil menutup telphone dan kemudian bersiap untuk pergi.

 

YAYA

Aku bergegas menuju tempat kerjaku yang kedua, disana tugas yang ku kerjakan sama saja, aku melayani pelanggan dengan memutari meja mereka dan menawarkan beberapa minuman.

Sambil berjalan aku terus memutar otak berfikir tentang bagaimana caraku mempertahankan beasiswaku, aku berharap dan berusaha agar semua pekerjaanku tidak mempengaruhi nilaiku sama sekali.

Tidak beberapa lama akhirnya aku sampai di Bar, dan langsung menuju loker untuk mengganti pakaianku dengan seragam yang sudah disediakan disana, seragam dengan rok pendek, kemeja putih yang sangat pas ditubuhku, seragam ini membuatku kurang nyaman memakainya, namun suka tidak suka aku harus tetap memakainya, aku tidak memiliki hak untuk menolak ketentuan perusahaan, namun tidak jarang karena pakaian yang kupakai banyak sekali laki-laki hidung belang yang mencoba merayuku, bahkan sampai berani menyentuhku, itu sangat menyebalkan, hanya itu saja yang membuatku mengeluh setiap malam.

 Aku mulai bekerja dengan memutari semua meja menawarkan minuman yang ku bawa ditanganku, sampai aku tiba di meja seseorang yang sangat tidak ingin ku temui ditempat seperti ini, namun ini pekerjaanku, dengan terpaksa aku harus tetap menawarkannya pada mereka.

"Permisi kak ingin tambah lagi minumannya kak ?" tanyaku seraya mencoba menyembunyikan wajahku dibawah lampu yang sedikit redup, namun usaha ku sia-sia karena ketika lampu sorot memutar cahayanya tepat mengenai wajahku, dan membuatnya tersadar bahwa itu adalah aku.

"Wow, ada gadis miskin kerja disini juga ternyata !" serunya, yang terlihat dari wajahnya bahwa ia setengah terkejud melihatku ada disana, tanpa berfikir panjang aku berusaha pergi dari hadapannya, namun dia menarik pergelangan tanganku dan mendekatiku.

 "Mau kemana ?

bukankah kau tengah menawarkan minuman yang kau bawa, berikan, biar ku lihat dulu apa yang kau bawa itu,

Kenapa ?

malu, ketahuan bekerja di Bar ?" tanya Alvin menyindir.

"Tidak !

Aku tidak pernah malu selama pekerjaan yang ku lakukan itu tidak mencuri," jawabku membuatnya tidak puas.

"Ya tidak heran juga, kau kan miskin pastinya selalu menghalalkan segala cara agar kau bisa memiliki uang lebih, termasuk ! hahaha," ucapnya seraya mengarahkan telunjuknya dari ujung kakiku sampai keatas kepalaku.

 Aku tidak tahan lagi dengan penghinaan yang ia layangkan kali ini, tapi aku harus tetap berusaha sabar, karena aku tidak ingin kehilangan pekerjaanku hanya karena masalah yang dia timbulkan.

"Kau butuh uang berapa memangnya ?" tanyanya dengan senyum menghina yang tidak pernah hilang dari bibirnya.

"Katakan saja sama laki-laki hidung belang pelanggan mu, siapa tau para laki-laki itu bisa membantu mu, atau kau ingin aku yang membeli, haha," dia tertawa, kemudian diikuti tertawaan juga dari teman-temannya, kali ini kesabaranku sudah mencapai puncaknya dan sudah tidak bisa lagi ku tahan, aku mengayunkan tangan kananku yang langsung mendarat diwajah tampannya.

_PLAAAK_

 

Aku menamparnya dengan sisa tenaga yang kupunya.

 "Jangan kau fikir, semuanya bisa kau beli dengan uang ayah mu itu, laki-laki sombong, manja, urakan yang cuma bisanya mengeluh sama ayah minta uang, apa lagi kira-kira yang bisa kau lakukan selain itu ?

tidak ada satupun dari sifat mu yang bisa kau banggakan Alvin !" bentakku yang membuat matanya membelalak menatapku.

"Hei, wanita kurangajar, kau fikir apa yang baru saja kau lakukan padaku ?" teriak Alvin yang sudah tersulut emosinya, ia meremas daguku dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya mencengkram tanganku dengan sangat kuat, ia berbicara seraya membelalakan mata marah.

 

"Aku melakukan hal yang seharusnya dari dulu ku lakukan, karena kau memang pantas mendapatkannya !" jawabku penuh kebencian untuknya.

Teman-teman Alvin mencoba melerai, setelah cukup lama membujuknya akhirnya ia bisa melepaskan cengkaramannya padaku, rasa sakit didagu dan tanganku tidak sebanding dengan rasa sakit yang dia buat dihatiku, aku hanya bisa menangis menahan rasa sakit yang tidak tertahankan, ku coba menepuk-nepuk dadaku sambil menyusut air mataku.

"Kenapa harus ada orang kaya sejahat dia didunia ini ? kenapa aku bahkan tidak berani melawan lebih hanya untuk membela diriku sendiri ?

dan kenapa dia sangat memebenciku ?" aku bergumam sendiri dalam hati .

ALVIN

"Gadis sialan itu dia harus membayar apa yang sudah dia lakukan sama aku, dia terlalu berani, dan aku tidak bisa menerima perlakuannya !"

"Aku tidak akan pernah lupa dengan apa yang gadis itu lakukan padaku !"

Alvin dan Yaya malam itu larut dalam fikiran tentang kesakitan hati mereka masing-masing.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!