NovelToon NovelToon

JUST BE MINE

Prolog

Sambil menghela napas, Devan memperhatikan keadaan sekeliling ruang makan. Dia berjalan ke arah dapur, dapur yang jauh lebih berantakan daripada kamar orangtuanya. Ada sekitar tiga Pecahan Piring yang tadi Mama lempar sebelum meniggalkan rumah. Devan memungut Pecahan Piring tersebut dan memasukannya ke tong sampahpa menyadari keadaan Devan di sana. Mencoba mengangkat kepalanya yang sejak tadi menunduk lesu. Pandangan Papa mengarah Pada Devan yang sibuk membersihkan Pecahan Piring. Memang selalu Devan yang melaksanakan Pekerjaan ituKalau kita cerai, kamu mau ikut Papa atau Mama," tanya Papa dengan suara Pelan.van masih terdiam dan mencoba untuk membiarkan pertanyaan Papa menggantung di udara. Papa mendenguskan napasnya Perlahan dan menunggu Devan segera memberi jawaban. Namun, Devan masih menyibukkan dirinya untuk membersihkan Pecahan PiringPapa dan Mama setiap hari berantem terus,sampe asisten rumah tangga nggak ada lagi yang mau kerja di sini,” tanggap Devan sambil mencari-cari Pecahan Piring yang ukurannya jauh lebih kecil. “Sebulan ini, asisten rumah tangga udah berganti empat kali. Mereka aja ketakutan, apalagi aku.a terdiam. “Jadi, jawabanmu apas Ikut Papa atau Mama,ggak keduanya. Devan nggak akan ikut siapa-siapa. Papa nanya Pertanyaan kayak gitu, seakan Papa Paling bener dan Mama Paling salahemang Mama yang salah.. Mama memang salah, tapi bukan gitu cara menyelesaikan masalah.”Terus gimana”

“Kalau soal gimana nya, Papa dan Mama jauh lebih Paham. Papa dan Mama Pula yang jalanin, kan, bukan Devan,"

Papa hanya mengunci mulutnya, membiarkan Devan mengungkapkan isi hatinya Kamu Punya saran Devan Papa udah nggak tahu lagi menghadapi Mama kamu itu gimana.alau salah satu di antara Mama atau Papa nggak ada yang mau ngalah, berarti dua-duanya egois, nggak mau kalah, semuanya salah,” jelas Devan setelah mengakhiri kegiatan membersihkan Pecahan Piring. “Papa dan Mama yang berantem, kok, malah ajak-ajak Devan masuk ke dalamnya. Aneh.etelah menyelesaikan semua Pekerjaan membersihkan pecahan Piring, Devan mencuci tangannya dengan sabun. Dia menyalakan dispenser dan menyiapkan cangkir. Cangkir tersebut diisi dengan sekantong teh celup dan dua sendok teh gula.

Devan duduk di meja makan, berhadapan dengan PapanyaPernikahan itu bukan tentang siapa yang menang atau siapa yang kalah, kalau di antara Papa dan Mama nggak ada yang mau ngalah, bukan Papa atau Mama yang menang, tapi yang menang adalah keegoisan Papa dan Mama.pa menatap Devan dalam-dalam Mamamu terlalu asyik dengan dunianya sendiri, dengan hidupnya sendiri, dengan Pria lain yang menurut dia jauh lebih baik.Papa juga sama sibuknya dengan kerjaan Papa.ini semua Bukan salah Mama saja. Papa dan Mama sama-sama salah.” Devan berdiri dari tempat duduknya dan menyeduh teh celup menggunakan air dispenser yang sudah hangat. “Diminum dulu, supaya lebih tenang sedikit.”Sambil menghela napas, Devan memperhatikan keadaan sekeliling ruang makan. Dia berjalan ke arah dapur, dapur yang jauh lebih berantakan daripada kamar orangtuanya. Ada sekitar tiga Pecahan Piring yang tadi Mama lempar sebelum meniggalkan rumah. Devan memungut Pecahan Piring tersebut dan memasukannya ke tong sampahpa menyadari keadaan Devan di sana. Mencoba mengangkat kepalanya yang sejak tadi menunduk lesu. Pandangan Papa mengarah Pada Devan yang sibuk membersihkan Pecahan Piring. Memang selalu Devan yang melaksanakan Pekerjaan ituKalau kita cerai, kamu mau ikut Papa atau Mama," tanya Papa dengan suara Pelan.

Devan masih terdiam dan mencoba untuk membiarkan pertanyaan Papa menggantung di udara. Papa mendenguskan napasnya Perlahan dan menunggu Devan segera memberi jawaban. Namun, Devan masih menyibukkan dirinya untuk membersihkan Pecahan Piring.

“Papa dan Mama setiap hari berantem terus,sampe asisten rumah tangga nggak ada lagi yang mau kerja di sini,” tanggap Devan sambil mencari-cari Pecahan Piring yang ukurannya jauh lebih kecil. “Sebulan ini, asisten rumah tangga udah berganti empat kali. Mereka aja ketakutan, apalagi aku.”

Papa terdiam. “Jadi, jawabanmu apas Ikut Papa atau Mama,"

“Nggak keduanya. Devan nggak akan ikut siapa-siapa. Papa nanya Pertanyaan kayak gitu, seakan Papa Paling bener dan Mama Paling salah Memang Mama yang salah."

" ya. Mama memang salah, tapi bukan gitu cara menyelesaikan masalah.“Terus gimana Kalau soal gimana nya, Papa dan Mama jauh lebih Paham. Papa dan Mama Pula yang jalanin, kan, bukan Devan,"apa hanya mengunci mulutnya, membiarkan Devan mengungkapkan isi hatinyaKamu Punya saran Devan Papa udah nggak tahu lagi menghadapi Mama kamu itu gimana.alau salah satu di antara Mama atau Papa nggak ada yang mau ngalah, berarti dua-duanya egois, nggak mau kalah, semuanya salah,” jelas Devan setelah mengakhiri kegiatan membersihkan Pecahan Piring. “Papa dan Mama yang berantem, kok, malah ajak-ajak Devan masuk ke dalamnya. Aneh.etelah menyelesaikan semua Pekerjaan membersihkan pecahan Piring, Devan mencuci tangannya dengan sabun. Dia menyalakan dispenser dan menyiapkan cangkir. Cangkir tersebut diisi dengan sekantong teh celup dan dua sendok teh gulaDevan duduk di meja makan, berhadapan dengan PapanyaPernikahan itu bukan tentang siapa yang menang atau siapa yang kalah, kalau di antara Papa dan Mama nggak ada yang mau ngalah, bukan Papa atau Mama yang menang, tapi yang menang adalah keegoisan Papa dan Mama.pa menatap Devan dalam-dalamMamamu terlalu asyik dengan dunianya sendiri, dengan hidupnya sendiri, dengan Pria lain yang menurut dia jauh lebih baik.”apa juga sama sibuknya dengan kerjaan Papa.ini semua Bukan salah Mama saja. Papa dan Mama sama-sama salah.” Devan berdiri dari tempat duduknya dan menyeduh teh celup menggunakan air dispenser yang sudah hangat. “

Satu

" itu berjalan ke arah Parkiran mobil di sekolahnya sambil memainkan kunci mobil BMW X1 di jemarinya.ku nggak bisa, Devan, aku udah terlanjur sayang sama kamu," ucap cewek itu dengan sisa-sisa air mata di Pipinya.iapa yang suruh kamu buat terlalu sayang sama aku,” tanya Devan dengan wajah tak Percaya, “Masa iya, sih, zaman sekarang masih ada cinta yang tulus Masih ada cewek yang tulus Nggak akan ada dan nggak Pernah ada."ku nggak Pernah bohong sama kamu. Kenapa kamu ninggalin aku,” Cewek itu kini menarik lengan Devan lalu menggengam jemarinya, “Jangan kayak gitu, Devan aku nggak bisa hidup tanpa kamu, Sayang.”Aku ninggalin kamu karena aku udah bosen sama kamu. Bosen setiap kali kamu marah-marah ke aku, Pakai bahasa Manado, dan aku nggak ngerti kamu ngomong apaan Pas kamu marah." Alasan itu sengaja Devan utarakan agar cewek yang mengejarnya bisa melepaskannya Pergi.

aku bakalan berhenti marah Pakai bahasa Manado, deh. Tapi, Please, maafin aku, ya, Sayang,Panggil Devan aja, berhenti Panggil aku Pake sebutan Sayang. Karena mulai hari ini, kita udah nggak Punya hubungan apa pun lagi." Devan mengempaskan genggaman tangan itu dan memutuskan untuk berjalan lebih cepat lagi Devan Please, aku janji nggak bakalan jadi cewek yang ambekan lagi. Aku janji nggak bakalan bikin kamu ngambek ataupun marah."Nggak usah, udah telat semuanya juga."

“Kamu nggak boleh ninggalin orang yang udah sayang banget sama kamu.”

“Ada hukumnya emang Ada undang-undangnya emang Diatur sama hukum Indonesia emang Ada di UUD 1945,”

“Nggak ada.” Cewek itu kembali mengeluarkan air mata, “Please, jangan kayak gini, . Kamu kenapa kayak gini sama aku"

“Karena aku udah Punya yang lain."

“Ada yang lebih baik dari akur Ada yang bisa sayang sama kamu, seperti aku sayaAdalah. Pasti ada, dong. Mentang-mentang kamu anaknya yang Punya sekolah, bukan berarti kamu orang yang Paling hebat di sini, kan. Banyak, kok, cewek yang lebih cantik dan lebiiapa orangnya,” tanya cewek itu mencoba menyelidiki air wajah Devan, “Anak dari sekolah kita Kelas berapelas, bukan urusan kamu, sAkuKalau masih Pacaran, tuh, ntilahnya rebut-rebutan. Gue, kan, belum nikah sama lo. Belum jadi suami lo juga. Kalau gue cari yang lebih baik, itu, sih hak gue. Kecuali, kita udah nikah, kalau gue nikah sama lo, berarti gue berpikir bahwa Io orang terbaik buat gue. Makanya, nggak akan Pernah gue cari cewek yang lebih baik kalau nanti gue udah nikah. Karena, istri gue kelak Pasti yang terbaik, maka gue nggak butuh lagi yang lebih baik atau Paling baik,” balas Devan dengan nada yang cukup keras. Dan kini, sapaannya ke cewek itu pun sudah berganti menjadi gue-lo.

“Maksudnya, Devan,"

“Intinya, gue mau Puas-puasin masa muda gue untuk nyari yang terbaik. Kalau Pada akhirnya gue nggak milih lo dan memilih buat ninggalin lo, itu hak gue."

“Aku nggak Pernah nyakitin kamu, tapi kenapa kamu justru nyakitin dan ninggalin aku kayak gini,”

“Lo aja kali yang nyadar Pernah nyakitin gue."

“Aku nggak Pernah nyakitin kDevan langsung tersenyum menatap Alika, membelai rambut Panjang yang beberapa menit lalu sudah berstatus mantan kekasihnya itu. “Lo emang nggak Pernah nyakitin gue, justru cewek lain yang nyakitin gue. Cewek yang umurnya Pasti jauh lebih tua daripada lo. Cewek yang seumuran sama nyokap lo. Cewek yang harusnya jadi malaikat buat gue, tapi ternyata dia justru jadi iblis buat gue. Cewek yang mengubah gue jadiSiapa orangnya, Devan,”Lo mau tahu banget Tentang gue,” Devan terkekeh, “Lo itu belum sespesial itu buat gue ceritain banyak haasih tahu ke aku, siapa cewek yang bikin kamu jatuh cinta sampe kamu lupain aku kayak gini,” Nada cewek itu sTuh, dia udah nungguin di deket mobil gue." Devan langsung melambaikan tangan Pada ceewek itu menghentikan langkah kakinya. Menatap Punggung Devan yang semakin menjauh dari Pandangannya. Melihat Devan yang memeluk cewek lain, di dekat mobil milik Devan. Hati cewek itu sungguh hancur. Dalam hati, cewek yang bernama Alika itu berjanji akan menghancurkan hidup Devan semudah Devan menghancurkan hidupnya.

Dua

...Masa lalu adalah bayangan gelap yang kerap Bergelayut dalam ingatan...

"Maaf bukan maksud Mama untuk nggak ngelanjutin hubungan sama Papa. Tapi...,'" Mama memegang bahu Devan, menatap Devan dengan tatapan serius.

“Tapi, keegoisan Mama jauh lebih besar daripada keinginan Mama untuk tetap tinggal bersama Papa, kang Iya, Devan tahu,” tanggap Devan ketus memotong ucapan Mama, “ Devan udah tahu akhirnya bakalan kayak gini, kok.”

Mama menghela napas, “Kalau kamu udah seumur Mama, kelak kamu bakalan ngerti gimana Perasaan Mama dan Papa. Kenapa pada akhirnya kita memilih Pisah, cerai, dan nggak tinggal bersama lagi."

“HAHAHAHA....” Devan berusaha tertawa keras, “Mama dan Papa itu aneh, ya Bilang kalau kelak Devan bakalan ngerti kenapa Mama dan Papa bisa Pisah Nggak ! Sampai kapan Pun Devan nggak akan mau ngerti hal itu. Karena kalau udah seumuran Mama dan Papa, Devan nggak mau ikuti jejak Mama dan Papa."

“ Devan, Mama tahu ini Pasti berat buat anak seumuran kamu. Tapi—"

“Berat untuk anak SMP, kelas 9, yang mau UN, kayak aku. Pada saat orangtua lain sibuk semangatin anaknya, membakar semangat anaknya, Mama dan Papa malah sibuk membakar emosi Devan. Mama tahu nggak Makasih untuk beban Pikiran nggak Penting kayak gini. Ganggu banget, Mah. Asli.”

“Dulu, Devan sayang sama Mama. Mama yang biasa Peluk Devan dan ajak main Devan. Tapi, sekarang, Mama bukan yang dulu lagi. Mama udah kayak monster buat Devan. Maaf, Ma, kalau Perkataan Devan kasar begini dan nyakitin Mama. Lebih baik Mama jangan ganggu Devan lagi. Devan nggak mau jadi anak yang durhaka.” Devan bersiap meninggalkan ruang tamu, dia berjalan ke atas untuk mengambil Perlengkapan Musik yang belum Pernah dia gunakan sebelumnya.

“ Devan dengerin Mama dulu!” Panggil Mama dengan nada suara yang semakin meninggi, “Kamu nggak hormatin orang tua kamu kalau gini caranya."

“Harus, ya, Devan hormati orang yang nggak Pernah menghormati Pernikahan dia sendiri Nggak Pernah menghormati Perasaan anaknya Harus” Devan berlari ke kamar, membuka Pintu kamarnya, dan mengambil Perlengkapan Musik yang belum Pernah dia gunakan.

“ Devan, Mama belum selesai ngomong.”

Setelah menuruni anak tangga, Devan kembali berjalan mendekati ruang tamu untuk menemui Mama, “Dari dulu, Devan mau balikin Perlengkapan Musik ini ke Om Broto. Bilang sama dia, Perlengkapan Musik Devan sudah cukup yang dari Papa. Devan nggak Perlu alat-alat Musik yang super-canggih kayak gini. Jangan lupa kasih tahu, nggak usah caper sama Devan. Beliin ini-itu. Kelak, Devan bakalan usaha buat beli segalanya sendiri, kok, nggak butuh bantuan Om Broto."

“Kamu harus jauh lebih sopan, ya, sama orangtua!” Mama mulai membentak.

“Oh, sejak kapan ada aturan buat seorang anak harus sopan sama selingkuhan orangtuanya Astaga Mama jangan bercanda deh.” Devan mengangkat langsung Peralatan Musik yang dihadiahkan oleh Om Broto kepadanya. “Mama bisa angkat sendiri atau Devan anterin ke mobil dia yang ada di depan rumah”

“Cukup, Devan” Mama berdiri dari tempat duduknya, “Kamu ini didikan Papamu, makanya nggak sopan sama orangtua."

“Aku ini didikan Papa karena Papa jauh lebih sering di rumah daripada Mama, kan. Kalaupun aku nggak sopan, nggak masalah, yang jelas aku bukan orang munafik yang menyia-nyiakan Pernikahan, suami, dan anaknya sendiri."

Devan berjalan keluar rumah, membawa Peralatan Musik, dan membuka Pintu mobil Om Broto. Di bagian belakang mobil, sudah Penuh Peralatan barang milik Mama, beserta koper-koper besar. Devan tersenyum ke arah Om Broto dan meletakkan Peralatan Musik Pemberitaan Om Broto.

“Lho, kok, dibalikin, Nak,” ucap Om Broto sembari membalikkan kepalanya ke jok mobil bagian belakang.

“Yang lama masih bagus, kok, Om. Lagian juga ini terlalu mewah. Ngeri malah rusak karena aku nggak bisa Pakainya,” jawab Devan dengan senyum, “Gimana, Om, resepsi Pernikahan kemarin Lancar,"

Om Broto langsung tersenyum, mencoba memasang sikap ramah mungkin, “Ramai. Lancar.”

“Oh, kayak jalan tol aja, ya, ramai lancar.” Devan terkekeh, “Makasih, ya, Om, buat alat Musiknya. Maaf, Devan nggak bisa terima.”

Seperti memahami Perasaan Devan, Om Broto hanya membalas dengan senyum singkat, “Iya, nggak apa-apa, mungkin lain waktu, kalau kamu siap nerimanya, bakalan Om antar ke rumah kamu, ya."

Devan tidak menjawab, “Titip Mama, ya, Om. Jangan dibikin nangis.”

Om Broto terdiam sesaat, menatap wajah

Devan beberapa saat. Ucapan Devan membuat hatinya bergetar. Dia tidak menyangka, anak seumuran itu, bisa menerima Perpisahan orangtuanya dengan cukup lapang.

Belum sempat Om Broto membalas ucapan Devan, namun Devan sudah lebih dulu meninggalkan mobil. Dia melihat Mama sudah keluar dari Pintu rumah, berjalan ke arah mobil milik Om Broto.

Devan melirik sesaat ke arah Mama, namun Mama hanya berjalan lurus-lurus tanpa menatap Devan. Devan masuk ke Pagar rumah, kemudian menutup Pagar dengan cepat. Sungguh, sebenarnya, dia sangat ingin menangis. Tapi, Papa bilang, seberat apa pun masalah, Pria tidak boleh menangis. Jika dia nampak lemah di depan seorang cewek, maka dengan apalagi dia bisa menunjukan Pada cewek bahwa dia adalah laki-laki kuat

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!