°°°~Happy Reading~°°°
Sosok gadis kecil itu tampak mengendap-endap mendekati pintu kamar mandi rumahnya. Tangan mungilnya perlahan bergerak mendorong pintu itu hingga membuka sedikit celah.
Senyum smirk seketika menyungging di bibir piece nya, saat bola mata berwarna biru itu berhasil menatap pada sosok mungil dengan tubuh polosnya.
Khusuk menatap pada tubuh polos itu, tiba-tiba gadis kecil itu membeliak saat sang korban intipnya mulai membalik badannya.
Tatapan tajam seketika menghunus ke arahnya.
Maurin ketahuan.
"MAURIN!!! Apa yang kamu lakukan, huhhh..." Pekik bocah laki-laki yang kini tengah dalam keadaan polos tanpa busana.
Dengan gerakan cepat, bocah laki-laki itu segera menyambar handuk putih yang menggantung di tembok kamar mandi miliknya, melingkarkan nya pada tubuh polosnya, bocah laki-laki itu risih saat aset pribadi miliknya terekspos, meski pada saudara kembarnya.
Maurin gugup bukan kepalang. Perlahan gadis kecil itu mulai mundur teratur.
Sayang seribu sayang. Usaha pelariannya terpaksa terhenti saat tangan mungil itu berhasil mencekal pergelangan tangannya.
Maurin tertangkap.
"Apa yang kamu lakukan, Maurin!!!" gertak Mallfin. Wajahnya dingin. Tatapannya tajam mengintimidasi. Bocah laki-laki itu terlihat begitu murka pada tingkah jahil sang kembaran yang selalu seenaknya sendiri.
"Hehehe... Mollin endak ngapa-ngapain kok Apin. Mollin... Tuma mau kashih shabun mandi buat Apin, hihihi... " Gadis kecil itu menyengir menampilkan rentetan gigi kecilnya yang tertata rapi. Nyalinya semakin menciut saat menatap pada wajah nyalang seorang Mallfin.
"Mana sabun mandi nya?!" Tagih Mallfin, bocah laki-laki berumur 4 tahun yang sudah menjadi korban intip sang kembaran.
Maurin menurunkan pandangannya, menatap nanar pada tangan kecilnya yang terlihat tak membawa apapun untuk dijadikan alat tempur.
Habis kau, Maurin.
"Hehehe... Mollin lupa bawa shabun mandi na Apin. Eummm... Mollin talluh shabun na mana yah... Mollin koo lupa sihhh... Duh duh duh... Mollin lupa-lupa Apin..." Gadis kecil itu garuk-garuk kepala, pura-pura lupa.
"Eummm... Apin Apin. Ini tangan na Mollin leupashin dullu, biall Mollin bisa calli shabun mandi na. Tullus habish itu, Mollin mau bantu mommy mashak-mashak..." Pinta gadis kecil itu sembari memberontak kecil. Akan bahaya jika ia tak bisa lepas dari cengkraman Mallfin kali ini. Cicak mati bisa menjadi hadiah untuknya dari Mallfin.
"Kamu berbohong, Maurin. Cepat katakan, kamu mengintip Mallfin mandi kan?!"
"Endak Apin. Mollin endak shepeulti itu..." Timpalnya mengiba. Lihat saja, wajahnya bahkan sudah memberengut ketakutan.
"Kalau begitu kamu harus di hukum." gertak Mallfin tanpa basa-basi. Membuat gadis kecil itu sontak di buat semakin ketar-ketir.
"Endak Apin... Mollin endak mau di hukum. Mollin endak beullsallah. Mollin endak intip-intip Apin!"
Mallfin seolah tuli akan rintihan mengiba dari si kecil Maurin. Lihat saja, bahkan di bibirnya kini menyungging smirk devil. Membuat Maurin semakin bernyali kecil. Khawatir akan kembali menjadi korban keganasan seorang Mallfin.
"Mollin anak baik shuka menabung. Apin endak bolleh dahat-dahat sama Mollin. Nanti Mollin adu sama mommy, biall Apin tau lassa."
"Mommy tidak akan marah sama Mallfin, karena Mallfin tidak berbohong. Tidak seperti kamu!"
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Selamat datang di cerita "Secret Baby Twins CEO"
Masih dalam dunia perbocilan
Coba di baca-baca dulu, siapa tau kalian suka sama si gemoy Maurin dan si dingin Mallfin
Happy Reading
Saranghaja💕💕💕
°°°~Happy Reading~°°°
"Lihat saja. Mommy pasti marah sama kamu, Maurin."
"Hwaaa... Apin... ."
Tangis itu akhirnya pecah, gadis kecil itu menangis terisak saat ancaman Mallfin terdengar begitu menakutkan.
"Mollin ngaku Mollin mau intip-intip Apin... Tapi Apin endak bolleh hukum-hukum Mollin... Apin endak bolleh billang mommy duga!!! Hwa... ."
Tangis menggelegar seketika memenuhi seisi ruangan. Rumah sederhana berukuran 4 x 5 meter itu pun kini riuh oleh tangisan satu bocah kecil yang begitu memekakkan telinga.
Mendengar tangis yang mendengung itu, membuat seorang wanita muda berusia 24 tahun itu terpaksa meninggalkan masakannya. Mematikan kompornya. Sepasang kakinya lantas mengayun cepat mendekati sumber suara dimana sang putri tengah menangis terisak.
"Sayang... Ada apa... ."
Anastasia, wanita berhijab itu tampak kebingungan saat mendapati sang putra kini tengah mencekal pergelangan tangan kembaran perempuannya yang terlihat menangis sesenggukan.
Ada apa dengan keduanya?
"Mom-myh, hiks..." Rintih Maurin menatap penuh kesakitan. Memaksa Mallfin melepaskan cengkramannya. Gadis kecil itu benar-benar pintar memanfaatkan situasi.
Lepas dari jerat intimidasi seorang Mallfin, gadis kecil itu sontak berlari mendekat pada sang mommy. Menghamburkan tubuhnya ke dalam rengkuhan sang mommy adalah cara paling efektif agar terhindar dari hukuman Mallfin.
"Mom-myh... Apin mau hukum-hukum Mollin... Mollin takut... Mollin endak mau Apin hukum-hukum Mollin, hiks..." adu Maurin.
"Sudah, tidak apa-apa. Cantiknya mommy tidak boleh menangis lagi, heummm..." diusapnya jejak tangis itu dari wajah sang putri.
"Memang ada apa sayang, kenapa kalian sampai berdebat..." Anastasia melempar pandang pada sang putra. Tatapannya menghangat. Tidak ada sedikitpun gurat kemarahan yang terpancar dari wajah cantiknya.
"Maurin mengintip Mallfin mandi myh... Diam-diam Maurin membuka pintu kamar mandi terus melihat Mallfin tidak pakai baju. Maurin sangat lancang. Mallfin tidak suka." Sungut Mallfin berapi-api.
"Mollin endak sengaja koo myh... Mollin tuma lihat sheudikit aja. Endak banak-banak... ."
Sedikit? Apa yang kau maksud dengan sedikit, wahai bocah kecil.
Ana seketika membelalakkan bola matanya. Mengintip Mallfin mandi tentu akan membuat anak laki-laki nya itu marah besar.
Mallfin cenderung lebih dewasa dibanding usianya. Bocah laki-laki itu begitu mandiri dan tidak akan suka jika tubuhnya dipegang atau bahkan di lihat orang lain, termasuk dirinya.
"Astaghfirullah... Sayang, itu tidak boleh. Maurin tidak boleh seperti itu lagi, itu tidak sopan, Sayang..." sarannya memberi pengertian.
"Salah sendili Apin suka dahat sama Mollin myh. Apin hallus kasih peullajalan, biall kapok." Sahut si kecil Maurin berapi-api.
"Mallfin jahat?"
"Huum..." angguk Maurin.
"Dulu waktu Maurin sakit, Mallfin jagain Maurin seharian. Apa anak jahat akan berbuat seperti itu pada saudaranya?"
Maurin menggeleng lemah. Kejadian itu baru beberapa bulan lalu. Dan Mallfin benar-benar menjaganya seharian.
"Endak myh. Apin daga Mollin halli-halli... ."
"Kalau begitu putri cantik mommy tidak boleh seperti itu lagi. Begitu juga Mallfin. Dengan saudara tidak boleh saling berdebat."
Ana lantas menyeka wajah sang putri yang terlihat basah akan isaknya, membuat gadis kecil itu akhirnya mengangguk patuh.
"Iya mommy. Mollin shallah, maafin Mollin... ."
"Minta maaf sama Mallfin," titahnya.
"Maafin Mollin Apin, Mollin shallah. Endak shepeulti itu lagi," seru Maurin penuh sesal.
Mallfin terlihat menghela nafas dalam. "Heummm, tidak apa-apa. Lain kali jangan diulangi lagi."
Sepasang kembaran itu lantas berpelukan. Setiap mereka bertengkar, mereka akan saling memaafkan kemudian berpelukan. Hal itu Ana ajarkan agar keduanya bisa kembali akur dari tak saling membenci nantinya.
"Peluk mommy, Sayang... ."
Keduanya sontak berhambur dalam dekapan Anastasia, merengkuh erat sang mommy, memberikan pelukan terhangat nya.
"Mommy sayang kalian."
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Happy Reading
Saranghaja
°°°~Happy Reading~°°°
Pagi mulai menyingsing, tangan terampil itu terlihat begitu lihainya memainkan tongkat spatula di atas wajan penggorengan.
Sukses menyajikan dua butir telur mata sapi, perempuan berhijab itu lantas menepi ke sebuah ruangan.
Tampak sosok gadis kecil kini tengah tertidur dengan lelapnya. Tubuh mungilnya bahkan terlihat meringkuk di bawah selimut di tengah dinginnya malam yang masih terasa menusuk tulang.
"Sayang, Maurin... Bangun yuk... ."
Berkali-kali tepukan halus ia labuhkan di atas pantat sang putri, namun usahanya tampak sia-sia, gadis kecil itu bahkan tak bergeming dan terlihat begitu menikmati tidur lelapnya.
"Sayang, bangun yuk. Mallfin sudah selesai mandinya. Sekarang gantian Maurin... ."
"Euhhh... Mommyh..." Lenguh si kecil Maurin. Tubuh mungilnya menggeliat kecil, kedua tangannya yang sedari tadi merengkuh boneka kesayangannya kini terangkat ke atas, meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa pegal akibat tertidur semalaman.
"Sayang... Bangun yuk... Mommy udah masakin telur kesukaan Maurin loh..." Pancing Ana, tangannya kini bergerak merapikan helaian rambut pirang sang putri yang terlihat berantakan bagai singa kelaparan.
"Mau tellull..." racau Maurin dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul. Jemari tangannya kini terlihat sibuk mengucek kedua matanya yang masih tampak memburam.
"Kalau mau telur syaratnya Maurin harus mandi dulu, biar cantik seperti princess... ."
Gadis kecil itu menggeliat malas.
"Mollin mallash mandi, peulgi bekelja na endak usah mandi ya myh, yah... Yah... ."
Seperti biasa, gadis kecil itu selalu saja merengek tak ingin mandi. Baginya, mandi di pagi hari adalah satu rutinitas yang paling menyiksa, selalu saja sukses membuat tubuh mungilnya menggigil kedinginan meski sang mommy rajin membuatkannya air hangat.
"Kalau Maurin tidak mandi, nanti bau acem gimana?"
"Endak mahu... Nanti Apin kata-katain Mollin bau digong..." Gadis kecil itu menyusupkan wajah malasnya pada perut sang mommy.
Ahhh... Rasanya malas sekali untuk beranjak.
"Kalau gitu kita mandi sekarang ya sayang... nanti mommy kepang rambutnya Maurin, gimana? " Tawar Ana.
"Mau kupang dua."
Angguk Ana menyunggingkan senyumnya. Sebenarnya tidak susah membujuk Maurin. Hanya mengiming-imingi dengan sesuatu yang disukainya, gadis kecil itu akan langsung menuruti keinginannya.
Dengan malas, gadis kecil itupun beranjak dari ranjangnya. Berjalan ke kamar mandi dengan di gandeng sang mommy, gadis kecil itu terlihat begitu manja dan ingin selalu di perhatikan.
Selesai dengan ritual mandinya, kini waktunya keluarga kecil itu memulai ritual sarapannya.
Belum juga menyuap, si kecil Maurin kembali berulah. Gadis kecil itu sepertinya tengah dalam suasana hati yang buruk hingga sedari tadi merajuk pada sang mommy tercinta.
"Mau shuapin mommy..." Rengek Maurin dengan wajah malasnya.
Ana dengan telaten menyuapi sang putri dengan tangannya. Sedang si kecil Mallfin, bocah laki-laki itu lebih memilih menyantap sarapannya seorang diri. Memakan sarapannya dengan tenang, bocah laki-laki itu selalu melakukan segala sesuatu dengan mengandalkan kemampuannya.
"Eh..." Ana seketika tersentak saat mendapati sang putra bergerak meletakkan separuh telur mata sapinya ke dalam piring miliknya yang hanya terisi nasi beserta tumis kangkung.
"Sayang... Kok di kasih mommy? Ini kan telur buat Mallfin... " Ana hendak mengembalikan telur itu ke dalam piring sang putra. Namun pergerakannya terhenti saat putra kecilnya itu kembali bersuara.
"Mallfin nanti ngambek kalau sampai mommy menolak pemberian Mallfin."
Membuat Ana seketika itu tertegun. Mallfin benar-benar dewasa sebelum umurnya. Bocah laki-laki itu bahkan selalu memahami setiap masa sulitnya. Hidup serba kekurangan dengan bayang-bayang tagihan kontrakan setiap bulannya.
Air mata itu hampir saja menetes membasahi wajah cantiknya, namun sekuat hati ia berusaha untuk memendamnya, menelan kesakitan itu seorang diri tanpa harus di ketahui kedua buah hatinya.
Hidup serba kekurangan bukanlah keinginannya, tak bisa memberi yang terbaik untuk kedua malaikat kecilnya itu juga bukan cita-citanya.
Namun apa daya, sekeras apapun ia mencoba, sekeras apapun ia membanting tulang, takdir tetap tak mengijinkannya untuk keluar dari segala penderitaan.
Perlahan tangannya mengulur mengusap pipi chubby sang putra, menatap manik mata biru itu dalam-dalam.
"Terimakasih sayang..." Suaranya bergetar, menahan pahit getir kehidupan yang selalu saja menghimpitnya tanpa permisi.
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
lanjut ngga, hihihi
Happy Reading
Saranghaja💕💕💕
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!