NovelToon NovelToon

Sang Skenario Cinta

Pendahuluan

Aqila Putri adalah anak semata wayang Pak Pindri dan Mama Tita. Pak Pindri adalah seorang petani sawit yang terkenal di daerahnya. Sedang Tita hanyalah seorang Ibu rumah tangga.

Sudah satu minggu Aqila berkuliah di salah satu universitas swasta di kota mereka. Aqila Adalah gadis cantik dengan tinggi sekitar 155 cm. Ia tumbuh dalam didikan dan lingkungan yang bahagia.

Dengan demikian tidak ada yang aneh saat Aqila tumbuh menjadi gadis ceria. Ia juga menjadi gadi pintar, terbukti dari pertama sekolah dasar ia selalu mendapat rangking pertama sampai sekarang lulus sekolah menengah atas.

Seperti biasa Aqila ke kampus menggunakan sepedanya. bukan karena orang tuanya tidak mampu membelikan sepeda motor atau sebuah mobil dengan harga standar. Namun, Qila merasa tidak penting karena orang tuanya telah memiliki sebuah rumah perumnas di dekat kampus Qila.

Seperti biasa, pagi ini sekitar pukul 8.30 Qila berangkat ke kampusnya. Saat di tengah jalan menuju kampus, ia di serempet sebuah sepeda motor yang pengendaranya tidak di kenal.

"Maaf Nona, saya buru-buru." Kata pemuda yang menyerempetnya.

"Oh, iya tidak apa-apa." Jawab Qila.

"Nama saya Arya, ini sedikit uang untuk berobat. Nanti kalau ada yang harus di periksa lebih lanjut silahkan hubungi nomor saya." Kata pemuda yang mengaku namanya Arya tersebut.

Arya memberikan lima lembar uang merah kepada Qila. Sebenarnya Qila tidak ingin menerima pemberian Arya, karena keadaannya hanya sekedar lecet saja. Namun Arya memaksanya dan mengatakan pemberiannya adalah sebagai permintaan maaf.

Qila mengucapkan terimakasih. Ia segera melanjutkan mengayuh sepeda agar sampai ke kampus tepat waktu.

Pagi ini ada seminar tentang hidup sehat di kampus Qila. Dalam seminar tersebut salah satu pembicaranya adalah dokter Yosef, beliau adalah dokter muda yang menyelesaikan kuliah S1 sampai S3 hanya butuh tujuh tahun saja.

Qila duduk dengan temannya Tika yang di kenalnya sejak semasa sekolah menengah. Mereka memang sudah menjadi sahabat, bahkan masuk ke Universitas ini mereka juga sudah janjian.

"Qil, menurut mu ganteng nggak dokter mudah yang menjadi pembicara kelak?" Tanya Tika.

"Biasa saja Tik, memangnya kenapa?" Tanya Qila.

"Tapi dia pintar banget loh Qil. Dengan usianya yang cukup muda sudah menyelesaikan sekolah doktornya. Kan keren!" Kata Tika.

"Iya Tika, tapi pintar itu bukan ganteng. Kamu itu kagum dengan kepintaran dokter Yosef atau kagum dengan kegantengannya?" Tanya Qila membulatkan mata.

"Kalau di lihat-lihat dokter Yosef itu tetap ganteng seandainya ia bukan seorang dokter. Tapi saat beliau menjadi seorang dokter, menambah kegantengan yang hakiki." Kata Tika senyum-senyum.

"Terus kalau dokter Yosef ganteng, kamu mau apa?" Tanya Qila.

"Saya mau bersemedi Qila, siapa tau dokter Yosef mau menjadi pacar Tika. Atau paling tidak malaikat seganteng dokter Yosef tidak apa-apa." Kata Tika.

Qila yang tidak mudah kagum dengan siapapun melihat temannya itu merasa lucu. Tetapi itulah sisi keseruan yang ada pada sahabatnya yang satu ini.

"Saya pikir mau kamu ikat atau kamu guna-guna." Kata Qila.

"Hus, sembarangan." Semprot Tika

Mereka tertawa bersama, hingga tidak sadar bawa mereka berada di dalam ruangan. Ada bentak mahasiswa di sana dan juga para dosen serta pembicara.

Dokter Yosef yang sedang menyampaikan materi mendengar tawa mahasiswanya. Ia meminta kesadaran mahasiswa yang tertawa saat materi di sampaikan agar maju ke depan.

"Siapa yang tertawa tadi, silahkan maju ke depan." Kata Dokter Yosef.

Semua mahasiswa menatap kearah Qila dan Tika. Mereka seakan ribuan pedang yang siap menghujam.

"Bagaimana ini Qil?" Bisik Tika ketakutan.

"Ya sudah kita maju saja." Kata Qila.

"Ayo, jika anda merasa silahkan maju." Kata dokter Yosef tetap menggunakan pengeras suara.

Dengan terpaksa Qila dan Tika maju ke depan. Tika merasa takut jika nanti menerima hukuman berat. Berbeda dengan Qila yang tetap santai, karena baginya tidak ada yang mesti di takutkan.

"Silahkan anda berdua jelaskan apa yang saya sampaikan tadi." Kata dokter Yosef.

"Maaf Pak saya lupa." Kata Qila.

"Silahkan di ingat-ingat lagi, bagaimana anda mau sukses jika belum satu menit materi sederhana seperti ini saja anda telah lupa?" Tanya Dokter muda itu mengintimidasi.

"Maaf Pak, bagi saya kesuksesan yang sebenarnya adalah saat seseorang mengalami bahagia yang berkelanjutan. Bukan saat mereka bisa meraih sesuatu dengan dipaksakan." Kata Qila.

"Jadi maksud anda apa?" Tanya dokter Yosef menekan emosinya.

Malas harus berurusan panjang dengan narasumber seminar. Qila memilih meminta maaf, andai saja ini bukan ruang seminar. Tentu Qila sudah mengambil langkah seribu.

"Tidak ada maksud apa-apa Pak. Kami berdua minta maaf Pak." Kata Qila dengan menggunakan pengeras suara.

"Baiklah, kalian bisa duduk kembali." Kata dokter Yosef.

Hampir tiga jam, akhirnya seminar selesai juga. Tika dan Qila sumringah setelah keluar dari ruang seminar.

"Qil kok kamu berani sekali menjawab pertanyaan dokter ganteng seperti tadi? Mana lutut saya hampir bergeser dari tempatnya." Kata Tika.

"Kamu takut di marah atau grogi melihat kegantengan dokter sialan itu?" Ledek Qila.

"Kedua-duanya sih Qil." Kata Tika tertawa lepas.

Tika sudah di jemput oleh supir pribadinya. Ia melambaikan tangan kepada sahabatnya. Qila mengambil sepeda untuk pulang ke rumah karena tidak ada mata kuliah di hari ini.

Belum lama ia mengayuh sepeda. Tiba-tiba seorang mengiringinya dari belakang. Pemuda yang hampir menabraknya tadi pagi. "Apa dia mau mengambil lagi uang yang ia berikan ya?" Tanya Qila dalam hati.

Motor tersebut berhenti tepat di depan Qila. Dengan terpaksa Qila turun dari sepeda.

"Hai, apa kabar? Kamu baik-baik saja, apa ada yang masih sakit?" Tanya Arya.

"Enggak Bang, terimakasih." Kata Qila.

"Oh iya, saya belum tau nama kamu siapa?" Tanya Aryo.

"Saya Aqila, biasa dipanggil Qila Bang." Kata Qila.

"Lebih baik kita cari tempat makan di sekitar kampus, biar lebih santai ngobrolnya." Pinta Arya.

"Maaf Bang, tapi saya harus pulang ke rumah. Takut Mama sudah menunggu." Kata Qila menolak halus.

"Sebentar saja, habis makan langsung pulang. Anggap saja ini sebagai bagian dari terima kasih karena kamu telah memaafkan saya. Atau perlu saya antar kamu pulang." Kata Arya.

"Kalau begitu tunggu Bang, saya memarkirkan sepeda dulu." Kata Qila.

Qila sebenarnya mau menolak ajakan pemuda yang baru di kenalnya tadi pagi. Tapi ia sungkan menolak karena tutur bahasanya lembut dan cara memperlakukannya sopan.

Arya adalah pemuda pertama yang mengundang kekaguman Qila. Pandangan pertama membuat hati Qila berbunga tapi tidak berdaun, membuat hati gadis belia itu berdegup kencang.

Bunga Untuk Mu

Arya mengiringi sepeda Qila untuk pulang ke rumahnya. Sepanjang perjalanan Arya terus memperhatikan kecantikan Qila yang berjarak beberapa meter saja.

Kurang dari lima menit, mereka telah sampai di depan rumah Qila. Arya memberhentikan motornya tepat di belakang sepeda Qila.

"Sudah sampai Bang, ini rumah Qila. Mari mampir dulu." Kata Qila.

"Terimakasih Qil, Lain kali saja saya masih ada pekerjaan." Kata Arya.

"Baiklah Bang saya masuk dulu." Kata Qila.

"Sampai jumpa nanti saya telepon." Kata Arya.

Arya telah melaju dengan sepeda motornya. Setelah Arya tidak terlihat lagi, Qila masuk ke dalam rumah. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam hatinya.

Masuk ke dalam kamar dengan hati berbunga-bunga. Ia menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Lalu Qlia menelepon Tika untuk menceritakan perasaannya. Sebagai sahabat Qila memang sering bercerita tentang segala hal dengan Tika. Begitu juga sebaliknya Tika kepada Qila.

"Hay Tik kamu lagi apa?" Tanya Qila dari sambungan telepon.

"Baru mau tidur siang Qil. Memangnya ada apa?" Tanya Tika penasaran.

Biasa Qila menelepon dirinya saat malam hari. "Setan apa lewat sehingga orang ini nelepon siang bolong?" Tanya Tika dalam hati.

"Nanti sajalah tidur siangnya. Saya mau cerita nih boleh ya? Boleh ya?" Tanya Qila.

"Iya-iya ada hal apa gerangan Qila sayang?" Tanya Tika.

Qila menghela napas dalam lalu membayangkan pemuda yang bersamanya tadi. Sedang Tika lama menunggu gabungan huruf yang terlontar dari mulut Qila dari sambungan telepon.

"Tika sayang bagaimana kalau menurut mu sosok Arya?" Tanya Qila.

"Arya mana Qil?" Tanya Tika pelan.

"Itu loh yang tadi hampir menabrak saya." Kata Aqila.

"Yang mana Qil? Saya kan tidak bersama kamu tadi pagi Aqila." Jawab Tika

"Oh iya-ya, saya lupa." Kata Qila malu-malu.

Tika tidak ingin membuat sahabatnya kecewa. Sebenarnya ia juga penasaran dengan pemuda yang ingin di ceritakan sahabatnya.

"Terus gimana Qil? Apa dia setampan Dokter Yosef?" Tanya Tika.

"Beda jauh lah Tik. Masa pangeran saya kamu bandingkan dengan dokter ganas itu. Nggak ikhlas pokoknya." Kata Qila dengan mulut yang di majukan.

"Iya deh Qila, siapa tau selera mu om om." Kata Tika.

"Nggak mungkin lah Tik. Kalau kamu liat dia, pasti klepek-klepek juga. Tapi ingat yang satu ini pangeran sahabatmu, jangan di ambil juga. Tuh sana cari Kakak tingkat yang lain." Kata Qila.

"Iya deh Qil. Itu nggak mungkin sahabat mu ini lakukan." Kata Tika.

"Sudah dulu Tik, mau berhayal dulu siapa tau pangeran berkuda menjemput saya sore ini. Muah muah." Kata Aqila.

"Oke-oke, see you." Kata Tika.

Setelah memutus sambungan telepon. Qila membersihkan diri kemudian membaringkan dirinya kembali ke tempat tidur.

Membayangkan pria tampan yang hampir menyerempetnya tadi pagi. "Sudah baik, ganteng lagi. Ikhlas deh di serempet terus." Kata Qila.

Ia membayangkan betapa bahagia dirinya kalau sosok Arya yang menjadi kekasihnya. Seorang pria tampan yang memperlakukan dirinya dengan lembut dan sopan. Gadis mana yang bisa menolak pesonanya.

Di tambah lagi dengan kuda besi berwarna putih miliknya, membuat Arya seperti seorang pangeran saja. Apalagi pangeran tersebut nyata-nyata di depan Qila tadi pagi.

Berbeda dengan Aqila seorang gadis yang cantik sebenarnya. Berkulit kuning langsat bersih bersinar, memiliki tubuh yang ideal dengan tinggi kurang lebih 155cm.

Apalagi di tambah rambut yang sehat hitam bergelombang, berpadu dengan wajah yang baby face membuat dirinya semakin cantik. Namun sikap tidak percaya dirinya membuat ia belum pernah memiliki pacar sampai saat ini.

Lama gadis itu menghayal membawanya ke dalam alam bawah sadar. Ia tertidur dengan pulas di kamar yang serba pink bergambar hello kitty tersebut.

Ia hanya bangun ketika sore datang. Menikmati makanan yang sengaja ia pesan. Memesan makanan adalah hal biasa Qila lakukan saat sudah terpisah dari orang tuanya.

Menyelesaikan mata kuliah setiap hari membuat tenaga dan pikiran Qila terkuras. Begitulah dalihnya ketika di Tanya mengapa tidak memasak sendiri saja.

Matahari sudah menyembunyikan dirinya. Qila membuka laptop untuk menyelesaikan tugas yang di berikan dosen tempo hari.

Ia menyelesaikan tugas-tugas itu satu persatu. Saat tugas terakhir di kerjakan matanya mulai terasa berat. Terkadang juga yang muncul adalah wajah Arya, pemuda yang tak sengaja berkenalan dengan dirinya tadi pagi.

Tak berselang lama gadis itu benar-benar tertidur pulas. Laptop di depannya masih setia menemani. Ponselnya juga beberapa kali berdering, semua itu tidak bisa membangunkan Qila yang telah nyaman dalam tidurnya.

Matahari telah menembus ventilasi tepat mengenai matanya. Hari sudah berganti, Qila cepat menyusun buku-bukunya. Mematikan dan memasukan kembali laptop ke dalam tas.

Kemudian Qila segera membersihkan diri. Diraihnya pakaian yang ada di dalam lemari tanpa di setrika terlebih dulu. Kira-kira yang mana tidak kusut saja untuk mempercepat waktunya yang sedikit lagi.

Setelah selesai memakai sepatu. Qila segera menaiki sepeda yang selalu menemani dirinya setiap hari. Di kayuhnya pedal sepeda dengan tergesa-gesa. Setibanya di depan kelas Qila melihat teman-temannya berada di bangku tunggu. Ternyata dosen yang mengisi mata kuliah minta perkuliahan di undur satu jam dari sekarang.

Qila menghembuskan napasnya dalam, ia melihat kesana-kemari mencari seseorang. Ia mencari Tika sahabatnya. Dalam waktu beberapa menit saja Tika benar-benar muncul di hadapan Qila. Ternyata Tika juga baru datang di antar oleh orang tuanya.

"Astaga Tika, kalau saja tadi Pak Edward masuk. Habis lah kamu terlambat hampir setengah jam." Kata Qila.

"Macet wey, macet." Kata Tika tertawa.

"Mana ada dari rumah mu kemacetan? Kan banyak jalan tikusnya. Alasan kamu aja Tikut." Kata Aqila.

"Hehehe, iya Qilut. Tadi saya terlambat bangun." Kata Tika.

Dua sahabat itu asik mengobrol di bangku di depan kampus, yang menghadap jalan raya. Tiba-tiba sebuah motor gede parkir tepat di hadapan mereka duduk.

"Qil, dia siapa? Sepertinya akan menghampiri kita?" Tanya Tika.

Qila yang sedang asik bercerita. Qila kaget langsung menoleh sesuai yang di arahkan Tika.

"Eh-em, itu yang saya ceritakan Kak Arya." Bisik Qila.

Dengan jaket levis dan celana jeans yang senada. Di lengkapi oleh jam tangan sport menambah kegantengan Sang Arjuna yang di gadang-gadang oleh Qila. Benar saja Arya mendekati Qila dan Tika.

"Hay Qila, apa kaki mu tidak sakit lagi." Arya menyapa Qila.

"Nggak Kak uda sembuh. Oh, iya perkenalkan ini Tika sahabat Qila." Kata Qila.

Tika mengulurkan tangan kepada Arya. Pemuda itu menerima uluran tanga Tika dengan memperkenalkan diri.

"Saya Arya teman Qila juga." Kata Arya.

"Oh ya, ada apa Kakak ke sini?" Tanya Qila.

"Yah, untuk memastikan saja kamu sudah sembuh apa belum? Ini bunga siapa tau kamu suka. Soalnya ada anak kecil yang menghampiri saya tadi, meminta agar membeli bunganya." Kata Arya.

Arya memberikan setangkai mawar putih yang sudah berikan plastik bening sebagai pelindungnya. Qila semakin mengagumi kebaikan Arya yang mau membeli dagangan anak kecil di pinggir jalan.

"Cie, sepertinya sebentar lagi ada yang jadian nih." Goda Tika.

Jadilah Kekasih Ku

Tika meninggalkan Qila berdua dengan Arya. Ia tidak ingin menjadi racun nyamuk dengan keberadaannya di sana.

Tidak ingin kehilangan kesempatan Arya mengutarakan keinginannya untuk mengajak Qila menikmati keindahan pagi. Ia ingin bersama Qila walau hanya sebentar saja.

"Qila, kita jalan-jalan yuk." Ajak Arya.

"Memang Abang tidak ada kegiatan hari ini?" Tanya Qila.

"Sepertinya tidak. Saya masih mahasiswa sepertimu hanya saja saya sudah tingkat akhir. Jadi sudah tidak ada mata kuliah lagi. Saya sedang mengerjakan skripsi, tapi kan bisa besok saja." Kata Arya.

"Oh begitu. Tapi saya masih punya mata kuliah satu jam setengah lagi." Kata Qila.

"Satu jam kan masih lama Qil. Paling kita duduk-duduk makan di taman depan kampus saja." Kata Arya.

"Baiklah kalau begitu Bang. Saya bilang dulu sama Tika." Kata Qila.

Tanpa menunggu persetujuan dari Arya. Qila sudah melesat masuk ke dalam ruang kuliah. Ia berpamitan kepada Tika, sekalian minta di kabari kalau ada dosen ingin memulai mata kuliah.

Setelah itu Qila kembali menemui Arya yang sudah menunggu di atas kuda putihnya. Arya memasangkan helm pada Qila dengan lembut. Menerima perlakuan dari Arya, Ia merasa nyaman bersama laki-laki yang baru di kenalnya kemarin.

"Apa nggak ada yang marah kalau Abang bawa kamu jalan?" Tanya Arya.

"Nggak Bang, memangnya siapa?" Tanya Aqila.

"Yah mungkin saja ada pacarmu?" Selidik Arya.

"Nggak punya Bang. Qila belum pernah pacaran." Kata Qila dengan polos.

"Oh, apa kamu belum pernah menyukai seseorang?" Tanya Arya kembali.

"Pernah dulu waktu duduk di sekolah menengah, tapi dia sudah meninggal." Kata Qila.

"Oh, maaf tidak bermaksud menyinggung perasaan mu." Kata Arya.

"Nggak apa-apa, kami juga belum jadian. Mungkin hanya perasaan saya waktu itu saja." Jawab Qila.

"Pegangan nanti jatuh loh, kita hampir sampai." Kata Arya.

Mereka sampai di tepi pantai yang biasa sebagai tempat menenangkan diri di sela kesibukan. Pantai tersebut adalah destinasi yang menjadi kebanggaan kota dan provinsi tersebut.

"Abang sering bersantai di sini?" Tanya Qila.

"Sering, sama teman-teman." Jawab Arya.

"Apa Abang belum punya pacar juga?" Tanya Qila.

"Dulu punya, di pulau seberang. Tapi sekarang sudah tidak ada komunikasi lagi." Kata Arya.

"Berarti belum bisa dikatakan selesai Bang ya? Masih menggantung kayaknya hehe." Kata Aqila dengan senyum manisnya.

"Tapi saya pernah liat di akun facebooknya, dia sudah menikah. Ay, sudahlah kita ke sini bukan untuk bahas masalah yang tidak penting kan?" Tanya Arya.

"Oh iya Bang, saya minta maaf." Kata Qila.

"Nggak apa-apa, saya mengerti kok. Qil dari pertama kita bertemu kemarin. Saya merasa ada yang berbeda dengan detak jantung saya. Saya menyukai mu Aqila dan jadilah kekasih saya." Kata Arya.

Arya menggenggam tangan Aqila dengan perasaan. Berharap Aqila mau menjadi kekasihnya.

Seperti gayung bersambut, rasa kagum Qila pada Arya ternyata tidak bertepuk sebelah tangan. Arya menyatakan perasaannya kepada Qila.

Namun Qila tidak ingin berbesar hati, meminta waktu untuk memikirkan pernyataan Arya. Sambil menunggu kesungguhan Arya kepadanya.

"Bang saya belum bisa menjawabnya sekarang. Beri saya waktu untuk menyakinkan perasaan saya." Kata Qila.

"Gak apa-apa Qila, ini memang terlalu cepat. Tapi saya tidak ingin kehilangan kamu." Kata Arya.

"Iya Bang." Jawab Qila singkat.

"Kita pesan makan yuk. Kamu mau makan apa sayang." Goda Arya.

"Sama saja kayak Abang." Kata Qila.

Arya memesan pisang coklat lumer keju satu porsi jumbo dan dua teh hangat madu. Qila melihat ke Arya dengan penasaran "Kenapa laki-laki ini hanya memesan satu porsi saja? Sedangkan mereka berdua." Batin Qila.

Dengan malu-malu akhirnya Qila memberanikan diri bertanya. Ia penasaran apakah Arya tidak ingin makan. Atau makanan tersebut hanya untuk dirinya.

"Bang, kok pesan makanannya hanya satu?" Tanya Qila pelan.

"Oh, ini sayang. Biar romantis, sudah Abang pesan dia porsi dalam satu piring." Kata Arya.

"Oh iya Bang." Ucap Qila.

Qila tersenyum dengan muka memerah. Hatinya berbunga-bunga mendengar keromantisan yang di berikan Arya. Angannya pun melambung tinggi bersama hembusan angin pantai.

Benar kata pepatah, cinta datang pada waktunya. Di umur Aqila yang ke-21 ini, Tuhan hadirkan Arya dalam hidupnya. Qila berharap hari-harinya akan menjadi indah bersama Arya yang menjadi penyemangatnya.

Menghabiskan waktu sendiri dalam mengarungi lamanya di perkuliahan, akan membuat seseorang merasa bosan. Hal itu juga yang dirasakan Aqila.

Ia berharap Arya bisa membawanya melewati hari-hari di sela perkuliahan. Qila adalah sosok sederhana. Ia tidak suka pergi ke dalam keramaian, seperti bioskop, mall, dan pusat perbelanjaan.

Ia lebih suka menghabiskan waktu dengan memancing di pinggiran kota. Duduk santai dan main layangan di hamparan sawa menjadi terapi stres bagi otaknya. Ia berharap Arya bisa menjadi teman dan sahabat dalam bungkusan cinta untuknya.

Menerawang jauh, Qila bermain dalam ilusinya membayangkan kehidupan sederhana seperti zaman dahulu. "Ahh, sesederhana itukah hidup?" Gumam Aqila.

"Hey, kok melamun?" Arya mengagetkan Qila.

"Hem, nggak kok Bang." Kata Aqila menutupi kegugupannya.

"Ada apa sih Qil? Apa yang kamu pikirkan?" Tanya Arya.

"Sebenarnya ada yang mau Qila tanyakan sama Abang." Kata Kita.

"Apa sayang? Nggak apa-apa tanyakan saja. Saya senang kok kita bisa mengenal lebih jauh." Kata Arya.

Arya tersenyum kepada Qila membuat Aqila tersipu. Sepertinya bertemu malaikat yang turun ke bumi begitulah kira-kira perasaan Aqila.

"Hehe, sebenarnya hobi Abang tu apa ya?" Tanya Qila.

"Hobi Abang? Banyak kok. Tapi Abang lebih senang kalau di alam terbuka dari pada keramaian. Seperti jalan-jalan ke sawah, mendaki, mancing, berenang di laut.

Hal-hal kecil yang menyenangkan, misalnya membuat ayunan dari akar pohon liar. Pada pohon mangrove di tepi pantai bersama sang pujaan hati. Sepertinya seru, tidak untuk hal negatif." Kata Arya semangat.

Dalam angan yang menggebu, kembali Aqila membayangkan kehidupan sederhana dalam mimpinya. Sebentar lagi ia memiliki seorang teman yang bisa satu hobi dengan dirinya.

Bersama Arya ia akan menjadi jati diri yang ia inginkan selama ini. Cukup membahagiakan di sela-sela perkuliahan. Sebenarnya untuk urusan cinta ia tidak begitu berambisi, tapi memiliki teman yang sama hobi itu adalah impian. Saat kebanyakan wanita ingin di manja dengan berbagai kemewahan.

Sebenarnya orang tua Aqila cukup jika ingin sekali-kali menyenangkan anaknya. Namun Aqila selalu menolak, bahkan dalam pakaian ke kampus saja Aqila hanya memiliki lima stel baju, satu tas dan dua sepatu. Dalam satu tahun setengah ia sudah berkuliah.

"Wah, saya sangat bersyukur dipertemukan sama Abang. Kita bisa main layangan di sawah yang masih ada di tengah kota ini." Kata Aqila sangat antusias.

"Iya Tuan Putri. Sekarang kita balik ke kampus kamu dulu ya. Sudah hampi satu jam kita di sini. Besok Abang akan bawa kamu ke suatu tempat yang pasti sangat indah." Kata Arya.

"Oh, iya Bang. Terimakasih atas waktunya." Kata Aqila.

"Sama sama Sayang. Abang bersyukur bisa mengenalmu." Kata Arya.

Arya menggenggam tangan Qila dengan erat. Menggandeng Aqila sampai di dekat motor. Saat di atas motor pun satu tangan Arya tidak mau melepas genggamannya sampai mereka tiba di parkiran fakultas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!