NovelToon NovelToon

Dion, The Golden Boy

Awal Perjalanan

Di sebuah kamar yang berada dalam istana Nevarest, dua anak lelaki dan seorang anak perempuan terlihat asyik bermain.

Yang paling muda adalah anak lelaki yang memakai baju kebangsawanan. Baju dengan hem yang tinggi hingga menutupi area leher nya. Anak itu bernama Himada. Atau lebih dikenal sebagai Pangeran Hima.

Selanjut nya ada anak perempuan pendiam yang menyempil bermain balok bersama dua anak lelaki lain nya. Anak perempuan itu berparas cantik dengan rambut bergelombang sepanjang pinggang nya. Nama nya adalah Rinaya.

Anak lelaki satu nya lagi usia nya paling tua di antara dua teman nya yang lain. Usia nya menginjak umur sepuluh tahun pada beberapa bulan yang lalu.

Anak itu memiliki penampilan yang lebih menarik perhatian siapa pun yang melihat nya. Itu terjadi karena anak itu memiliki rambut berwarna merah serta kedua warna irish mata yang berbeda. Mata kanan nya berwarna kecokelatan, sementara mata kiri nya berwarna hazzlenut.

Nama anak lelaki itu adalah Dion. Panggilan singkat dari Diandra Mary Chen.

Dion adalah anak dari pasangan Yan Chen dan wanita bernama Mary. Sayang nya, di usia Dion yang ke satu tahun, Mary mengalami kecelakaan hebat yang mengambil nyawa nya. Jadilah Dion seorang piatu di usia nya yang masih terbilang muda.

Meski begitu, Yan Chen sebagai Papa telah memberikan yang terbaik untuk putra nya itu. Yan Chen sukses pula menjadi pengusaha dari butik terkenal di kota X di bumi. Dna kehidupan masa kecil Dion pun berjalan dengan dilimpahi harta yang berkecukupan.

"Dion, ayo, Nak! Waktu nya kita pergi sekarang!" Ajak Yan Chen kepada sang putra.

"Baik, Pa! Pangeran Hima, Putri Rinaya, kalau begitu Dion pergi dulu ya!" Pamit Dion pada dua teman kecil nya.

"Iya, Kakak! Kita main lagi ya nanti!" Ucap pangeran Himada penuh harap.

"Itu. "

Ucaoan Dion terpotong oleh panggilan Yan Chen lagi kepada nya.

"Dion, sekarang, Nak!" Panggil Yan Chen kembali.

Dion pun bergegas bangun dan menghampiri Papa nya. Dalam ruangan tempat nya bermain tadi, Pangeran Himada dan Putri Rinaya melambaikan tangan ke arah nya.

"Nanti main lagi ya, Kak!" Ujar Rinaya kali ini.

Dion hanya sempat memberikan senyuman kepada dua teman kecil nya itu. Sebelum akhirnya tangan nya ditarik oleh sang Papa.

"Kita garus bergegas, Di. Maha Guru mengatakan kemunculan kilau Pusaka Naga sudah terlihat di dunia itu. Jadi kita harus bergegas pergi ke sana dan mendapatkan nya. Dengan pusaka itu, nyawa mu akan aman dari incaran manusia serakah seperti Frans dan juga Bahima," ujar Yan Chen dengan raut serius.

Dion tak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Papa nya tadi. Tapi ia percaya bahwa Papa nya paati akan menjaga nya dari orang-orang jahat lain nya.

Papa tak akan membiarkan nya diculik kembali seperti yang pernah terjadi kepada nya beberapa tahun silam. (Baca kisah singkat tentang Dion di novel Cinta Sang Maharani 2: Raja dan Ratu)

Memikirkan hal yang harus ia lalui semasa ia ditahan di puncak menara istana gelap itu, sungguh membuat Dion merasa gentar. Ia tak ingin bila dirinya harus kembali disuntik. Sementara orang-orang jahat itu mengambil darah nya setiap hari. Itu adalah pengalaman yang menyakitkan!

"Chen.."

Dion dan Yan Chen lalu bertemu dengan Anna. Anna adalah ibu sambung Dion yang baru saja dinikahi oleh Papa nya dua minggu yang lalu.

"Anna.. apa kau sudah berpamitan pada saudari mu?" Tanya Yan Chen.

"Sudah. Ayo. Kita berangkat sekarang!" Ajak Anna dengan raut wajah yang selalu tenang.

Pandangan Anna lalu terhenti ke wajah Dion. Wanita itu lalu mengulurkan sebelah tangan nya kepada Dion. Dengan ragu, Dion menerima uluran tangan Anna.

Sejujurnya, Dion menyukai ibu sambung nya ini. Mama Anna tak terlalu banyak bicara. Namun Mama Anna selalu mengerti apa yang dipikirkan oleh nya.

"Baiklah, ayo kita ke lapangan istana!" Ajak Yan Chen kemudian.

Selanjutnya, ketiga orang itu pergi ke lapangan istana yang sepi. Setelah berada di sana, Yan Chen lalu melihat ke pergelangan tangan kanan nya.

Di sana tersemat sebuah gelang yang hanya memiliki satu manik saja yang berwarna hijau zamrud. Kepada gelang tersebut, Yan Chen lalu berseru.

"Eduardo, keluar lah!" Ucap Yan Chen dengan suara lantang.

Tak lama kemudian, sebuah cahaya kehijauan melesat keluar dari bola pemanggil yang tersemat di pergelangan tangan Yan Chen itu. Dan, cahaya kehijauan itu lalu menyerupakan diri nya sebagai seekor naga raksasa.

Naga itu lah yang tadi dipanggil Yan Chen dengan nama Eduardo.

"Eduardo, tolong antarkan kami ke rumah di atas bukit sana. Kami akan kembali ke dunia asal mu, Dunia Naga," ucap Yan Chen dengan pandangan teguh.

Sang naga tampak mengerti dengan ucapan Yan Chen. Ia lalu menengadah ke atas. Sebuah api kecil muncul keluar dari lubang hidung nya yang dihiasi duri runcing.

Naga Eduardo seolah senang dengan apa yang dikatakan Yan Chen kepada nya. Bahwa mereka akan pulang ke dunia asal nya. Dunia Para Naga dan Pengendali nya.

Sang naga lalu merundukkan kepala nya ke atas tanah. Sehingga Yan Chen, Anna dan Dion pun mulai naik ke atas kepala nya.

Ketiga orang itu lalu duduk santai di puncak kepala sang naga. Tak ada kesulitan yang ketiga orang itu alami saat ketiga nya duduk pada mahkota yang tersemat di atas kepala naga hijau tersebut.

Setelah memastikan kalau ketiga nya telah naik ke pertengahan mahkota nya, Naga hijau Eduardo pun merentangkan sayap nya hingga lebar. Dan, dalam sekali sentakan, ia melompat ke atas, dan melesat terbang menuju angkasa raya.

***

Sang naga terus terbang dan menarik perhatian banyak mata para penduduk Nevarest. Ia tampak anggun sekaligus juga abai terhadap ketertarikan para manusia di bawah nya. Tujuan nya hanya satu saat ini. Yakni mengikuti apa kata Pengendali nya, Yan Chen.

Naga hijau Eduardo lalu mendarat di sebuah bukit yang lapang. Setelah itu, ia pun kembali mewujud menjadi cahaya kehijauan yang melesat balik ke dalam bola pemanggil.

"Sekarang, kita hanya perlu berjalan sebentar, untuk tiba di Pintu Ajaib itu," ucap Anna tiba-tiba.

Keluarga kecil itu lalu melangkah kan kaki nya hingga tiba di depan sebuah rumah berukuran sedang.

Sesampai nya di sana, seorang wanita paruh baya dan pasangan lelaki nya telah menyambut kedatangan mereka.

"Putri Anna. Anda datang.." sapa Bu Solerin dengan hangat.

"Ibu.. maaf merepotkan mu lagi," sahut Anna sambil tersenyum malu.

"Ah.. tak apa-apa Putri. Apa Putri ingin makan dahulu? Hamba sudah menyiapkan banyak panganan," tawar Bu Sole kepada Anna.

"Tak usah, Bu. Kami akan langsung pergi saja," tolak Anna dengan halus.

"Oh.. silahkan Putri. Kalau begitu, tunggu sebentar!"

Bu Sole lalu duluan masuk ke dalam rumah. Sementara Anna dan juga yang lain mengikuti langkah nya masuk.

Anna, Yan Chen dan juga Dion lalu tiba di depan sebuah pintu. Pintu itu adalah pintu ajaib yang akan mengantarkan mereka kembali ke Dunia Naga.

Tadi nya pintu itu berada di sebuah menara tinggi di istana Nevarest. Akan tetapi karena ada nya invasi dari pihak musuh, keberadaan pintu itu sempat hampir musnah. Beruntung ada seorang penjaga istana yang mengambil pintu tersebut dan kemudian dipasang nya di salah satu bagian rumah nya.

Penjaga istana itu adalah suami dari Bu Solerin, yakni Pak Idham.

Pak Idham mula nya tak mengetahui keistimewaan dari pintu yang diambil nya diam-diam dari istana. Baru ketika sang istri menceritakan kepada nya tentang kemunculan tiba-tiba sekumpulan orang dari balik pintu itu lah akhirnya Pak Idham mengetahui keistimewaan nya. (Baca di episode awal novel Cinta Sang Maharani 2. Raja dan Ratu)

"Putri, tunggu sebentar!" Tiba-tiba suara Bu Solerin kembali terdengar dari belakang rombongan kecil tersebut.

Ketiga nya lalu menoleh dan mendapati Bu Solerin telah kembali sambil menenteng sebuah ransel ukuran sedang.

"Bawalah ini, Putei. Di dalam nya ada sedikit makanan kering untuk Putri dan Tuan makan di perjalanan kalian," tawar Bu Solerin dengan ramah.

Anna lalu menerima tas ransel tersebut, dan mengenakan nya langsung.

"Terima kasih, Ibu, Bapak. Jasa kalian akan selalu dihargai oleh saudari ku (Ratu Tasya, ratu di kerajaan itu)," ucap Anna dengan tulus.

"Sama-sama Putri. Kami senang bisa membantu Yang Mulia sekalian," imbuh Pak Idham di samping Bu Solerin.

"Kalau begitu. Kami pamit ya Bapak dan Ibu.." ucap Anna kemudian.

Yan Chen sudah bersiap memegang handel pintu ajaib tersebut. Namun sebelum ia membuka nya, terlebih dulu ia menggamit sebelah tangan milik Dion.

Sementara itu Anna memegang tangan Dion lain nya. Ketiga nya lalu masuk melewati pintu ajaib sambil bergandengan tangan.

***

Dunia Enam Pintu

Begitu melewati pintu ajaib di rumah Bu Solerin, Dion dibuat tercengang dengan pemandangan halaman berumput yang sangat luas, terhampar di depan mata nya.

Dilayangkan nya pandangan ke sekitar dengan gerakan cepat. Dan ia benar-benar takjub dengan apa yang disaksikan nya saat itu.

"Nah, Dion. Ini adalah pertama kalinya kamu ke sini bukan?" Tanya Yan Chen kepada nya.

Dion mengangguk cepat. Mulut nya belum menemukan suara nya lagi. Karena ia masih terlalu kagum pada keajaiban yang terpampang di depan nya saat ini.

Bagaimana tidak ajaib? Seharus nya mereka masih ada di dalam rumah dari Bu Solerin. Karena Dion yakin, kalau pintu yang ia lewati bersama Papa dan Mama nya tadi itu ada di pertengahan ruangan. Jadi seharus nya pintu itu akan mengantarkan mereka ke ruangan yang lain bukan?

Tapi, kini, pemandangan halaman berumput yang sangat luas itu tersuguh nyata di depan nya. Dion juga bisa merasakan manakala kaki nya bersentuhan dengan rumput yang ternyata berembun tersebut.

"Selamat datang di Dunia Pintu, Di.. di sini, ada pintu-pintu ajaib lain nya yang akan mengantarkan kita ke dunia yang lain. Salah satu nya adalah dunia bumi, tempat kita tinggal dulu," imbuh Yan Chen memodatori cerita.

"Itu.. maksud Papa, rumah sewaktu Dion belum diculik?" Tebak Dion dengan sangat tepat.

"Ya, Di. Tapi kita tak akan pulang ke sana dulu untuk sementara waktu ini, Di. Ada hal yang harus kita lakukan dulu di Dunia yang lain," sahut Yan Chen dengan raut serius.

"Dunia yang lain? Maksud Papa, Dunia Naga kan? Tempat Papa mendapatkan Eduardo?" Tebak Dion kembali.

Yan Chen menepuk puncak kepala putranya dengan rasa bangga. Ia mengagumi kecerdasan putra nya itu yang bisa segera menyimpulkan segala sesuatu dengan akurat.

"Benar sekali, Di. Kita akan mencari Pusaka Naga di Dunia itu," lanjut Yan Chen.

"Pusaka Naga? Apa itu Pa?" Tanya Dion sambil mengikuti langkah Papa nya maju.

Sambil mendengarkan cerita Yan Chen, Dion juga mengamati area di sekitar nya.

Dunia Enam Pintu itu sungguh aneh dan ajaib. Dion lalu menyadari kalau di dunia itu sama sekali tak terlihat ada awan ataupun matahari. Yang membuat nya aneh adalah, hari terlihat begitu terang.

'Jadi, dari mana sebenar nya cahaya di dunia ini berasal?' tanya Dion dalam hati.

"Pusaka Naga adalah pusaka iatimewa yang hanya muncul sekali saja setiap lima ratus tahun sekali. Dengan pusaka itu, kamu bisa menyamarkan status darah naga mu dari pandangan orang lain. Sehingga kelak, tak ada lagi orang yang akan mengincar darah mu, Nak," ujar Yan Chen menjelaskan.

"Ooh.."

"Benar. Dan menurut guru Papa, Pusaka Naga baru saja menunjukkan kilau nya di langit Dunia ini. Itu berarti ia telah menampakkan diri nya di Dunia Naga. Jadi kita harus bergegas mendapatkan nya sebelum pusaka itu diambil oleh orang lain," ujar Yan Chen lebih lanjut.

"..."

Dion tercenung meresapi setiap kalimat yang keluar dari mulut sang papa. Ia hanya memahami kalau ia harus mendapatkan pusaka naga tersebut. Jika ia tak ingin ada orang lain yang menculik nya lagi seperti yang terjadi pada tahun-tahun yang lalu.

Sambil berpikir, Dion lalu menangkap pemandangan sekitar lima buah pintu tak jauh di depan nya.

Pintu-pintu tersebut aneh nya bisa berdiri sendiri tanpa tiang penyangga atau pun dinding yang menopang nya.

"Pa! Pintu-pintu itu..!" Tunjuk Dion terkejut.

Yan Chen mengikuti arah telunjuk Dion. Lalu menjawab rasa penasaran putra nya itu.

"Ya. Di. Itu adalah lima pintu ajaib lain nya selain pintu ajaib yang baru saja kita lewati tadi. Lewat salah satu pintu itu lah kita bisa pergi ke Dunia Naga," imbuh Yan Chen menjelaskan.

Mendengar penjelasan Papa nya itu, Dion pun seketika menoleh ke belakang. Dan ia terkejut. Karena ternyata pintu yang tadi baru saja ia lewati pun ternyata sama seperti pintu-pintu di hadapan nya.

Pintu tersebut juga tak memiliki tiang ataupun dinding sebagai penyangga nya.

Dion ternganga takjub dengan segala yang disaksikan nya saat ini. Sementara itu di samping nya, Anna yang sedari tadi diam, tiba-tiba saja berseru.

"Maha Guru!" Sapa Anna kepada seseorang tak jauh di depan mereka.

Dion mengangkat pandangan nya. Dan ia dibuat terkejut lagi karena ia mengenal sosok yang tiba-tiba saja muncul di hadapan mereka bertiga saat itu.

"Kakek?!" Sapa Dion terkejut.

Di hadapan nya kini, telah berdiri seorang kakek yang pernah membantu Dion terbebas dari penjara menara tinggi di kerajaan Goluth. Kakek itu juga telah membagi makanan nya untuk Dion.

Detik berikut nya, Dion melihat Anna dan Yan Chen langsung menberikan salam penghormatan kepada sang kakek. Kakek itulah yang dipanggil oleh Anna sebagai "Maha Guru".

Melihat sikap kedua orang tuanya terhadap sang kakek, Dion pun tanpa disuruh langsung mengikuti gerakan Anna dan juga Yan Chen.

Dion lalu menundukkan kepala nya sedikit ke arah kakek tersebut.

"Ah haha.. halo, anak muda! Kota bertemu lagi di sini ya. Bagus. Bagus sekali.. seperti nya kau terlihat lebih gemuk dibandingkan portemuan terakhir kita di gunung batu dulu?" Sapa sang Kakek dengan sangat akrab.

"Iya, Kek. Terima kasih karena Kakek sudah menolong saya waktu itu.." ucap Dion dengan tulus.

"Tak apa-apa anak muda. Memang sudah takdir mu untuk terbebas di hari itu. Ku lihat, kau pun bahagia karena sudah bertemu kembali dengan Papa mu, hum?" Tanya sang Kakek masih kepada Dion.

Wajah Dion sedikit bersemu merah. Dengan senyuman lebar, Dion pun mengiyakan ucapan kakek tersebut.

"Iya, Kek. Dion senang bisa bertemu dengan Papa lagi! Dan Dion juga senang bisa bertemu kakek lagi!" Ungkap Dion dengan se jujur nya.

"Ahahahaha.. menyentuh sekali, Nak, ucapan mu itu! Dan adalah sebuah kebetulan, karena ternyata Papa mu itu adalah murid ku. Benar bukan, Chen?" Tanya sang kakek kepada Yan Chen.

"Guru.." Yan Chen kembali menunduk sekali ke arah sang kakek. Dan itu tak luput dari pengamatan jeli Dion.

Kepada Dion, Yan Chen lalu berkata,

"Beliau ini memang adalah guru Papa, Di. Juga adalah guru Mama Anna.." jelas Yan Chen memberi tahu.

"Oh..!"

Dion lalu ganti melihat ke arah Anna. Dan Anna memberi nya anggukan kecil.

"Nah. Sudah cukup perbincangan nya. Kalian harus bergegas pergi sekarang juga. Ku dengar, Pusaka naga itu kini sudah berada di tangan seorang pengendali naga. Bergegaslah pergi!" Usir sang kakek dengan halus.

"Baik, Guru! Kami pamit dahulu!" Jawab kompak Yan Chen dan juga Anna.

Rombongan kecil itu lalu melanjutkan kembali perjalanan mereka. Dion hanya mengikuti saja ke mana sang Papa menarik tangan nya pergi.

Ketiga nya lalu tiba di depan sebuah pintu. Entah bagaimana cara papa nya mengetahui pintu mana yang harus mereka lewati. Karena menurut Dion, semua pintu itu terlihat sama persis.

"Kamu ingin tahu, bagaimana Papa mu mengetahui pintu ini lah yang harus kita lewati bukan, Di?" Tanya Anna tiba-tiba.

Merasa jengah karena pikiran nya kembali terbaca begitu mudah oleh Mama sambung nya itu, Dion pun akhirnya hanya bisa mengangguk.

"Caranya sangat mudah, Di. Cukup pikirkan tempat tujuan mu saja. Maka dengan begitu pintu itu akan menampakkan diri nya sendiri kepada mu," jelas Anna.

Dion menunjukkan raut bingung. Ia berharap mama sambung nya itu berkenan untuk memberikan penjelasan lagi kepada nya.

Sayang nya, Anna tak melakukan itu.

"Coba lah! Pikirkan tentang naga Eduardo. Maka kau akan tahu sendiri pintu mana yang harus kita lewati," imbuh Yan Chen yang sudah siap memegang handel pintu di depan nya.

Dion lalu mengikuti perintah Yan Chen. Ia memikirkan tentang naga Eduardo. Dan.. voila! Pintu di hadapan nya tiba-tiba saja tanpak lebih berkilau dibanding pintu yang lain nya.

Dion pun kembali terperangah.

"He.. hebat!!" Seru Dion dengan suara tercekat.

"Nah.. kita bisa membahas hal itu nanti, Di. Aekarnag, persiapkan diri mu. Kita akan memasuki Dunia Naga sekarang juga!" Ajak Yan Chen kemudian.

Detik berikutnya, handel pintu pun terbuka. Dan Dion berani bersumpah, kalau ia baru saja merasakan angin dingin berhembus kencang dari dalam pintu yang sedang terbuka separuh nya itu!

***

Dunia Para Pengendali Naga

Wushh!!

Angin kencang menerpa wajah Dion, Yan Chen dan juga Anna, begitu mereka melangkah melewati pintu ajaib. Pintu ajaib itu menghubungkan Dunia Enam Pintu, tempat mereka datang, menuju Dunia Para Pengendali Naga, tempat mereka berada saat ini.

Dan Dion kembali dibuat takjub, manakala pemandangan yang disaksikan nya lagi-lagi berubah.

Dari hamparan padang rumput yang luas dan juga langit cerah di Dunia Enam Pintu. Menjadi pemandangan hamparan gunung-gunung bebatuan nan tinggi dan lagi tebing terjal yang ada di bawah nya.

Yang paling kontras menarik perhatian Dion adalah bahwa kini di Dunia para pengendali Naga, langit sedang gelap pekat diselubungi malam.

"Pa..papa! Apa sekarang benar-benar malam di tempat ini, Pa?!" Tanya Dion kepada Yan Chen.

"Benar, Diy. Mulai dari sini, kita harus berhati-hati. Kita akan mencari tempat untuk beristirahat terlebih dahulu. Tunggu sebentar. Seperti nya Papa melihat ada gua di sana!" Tunjuk Yan Chen ke satu arah.

Ketiga nya lalu melangkah melewati jalan setapak yang hanya bisa dilewati oleh satu orang saja. Jalan setapak itu membentuk spiral, mulai dari puncak gunung batu hingga melingkar menurun ke lereng nya.

Dari tempat nya berdiri kini, Dion merasa adrenalin nya dipacu saat ia menyadari kalau ia bisa saja jatuh ke jurang di bawah gunung, bila ia tak berhati-hati dalam langkah nya.

"Berhati-hati lah, Diy. Fokus pada jalan yang akan kau pijak! Jangan melihat ke bawah!" Tegur Yan Chen memperingatkan.

Sulit rasa nya untuk mengikuti saran dari Papa nya itu. Karena gua yang menjadi tujuan mereka saat ini letak nya ada di bagian bawah gunung. Jadi mau tak mau, Dion pun harus melihat pemandangan bebatuan terjal di bawah tebing sana.

Glek..

Dion menelan ketakutan nya bersamaan dengan ia menelan saliva nya untuk membasahi kerongkongan yang terasa kering.

Dion sungguh tak menyangka, kalau perjalanan yang harus dihadapi nya di dunia ini ternyata sangat sulit. Sekilas, Dion menatap ke depan. Ke arah sang Papa yang menjadi pemandu jalan.

Ia pun sebenar nya ingin menoleh ke belakang untuk melihat wajah mama sambung nya, Mama Anna. Namun Dion tahu itu bukan lah tindakan yang aman.

Belum selesai Dion berpikir tentang bagaimana kondisi gua tempat mereka akan beristirahat nanti, ketika Dion tak sengaja tergelincir oleh batu di depan nya.

"Aarh!"

Dion hampir saja terjatuh, jika saja dada nya tak segera ditahan oleh Mama Anna yang berjalan di belakang nya.

"Dion!" Pekik Yan Chen segera menoleh ke belakang. Lelaki itu pun bergegas menarik pinggang Dion hingga putra nya itu kembali berpijak di tempat yang aman.

"Kau tak apa-apa kan, Diy?" Tanya Yan Chen khawatir.

Deg. Deg.

Deg. Deg.

Dion seolah bisa mendengar detak jantung nya yang berdentum kencang. Ia sungguh ketakutan sesaat tadi. Pikirnya ia mungkin saja bisa terjatuh ke tebing terjal di bawah sana dan berakhir mati. Beruntung ada Mama Anna yang menahan tubuh nya.

Dion lalu merasakan saat seseorang menepuk pundak nya beberapa kali.

"Syuut.. Dion hanya sedikit terkejut. Dia tak terluka, Yan. Tapi, tak bisa kah kita meminta bantuan naga Eduardo mu itu? Kasihan Dion. Kaki nya sudah lemas karena kejadian tadi," ucap Anna dengan suara lembut.

Dion tertegun dan mengerjapkan mata nya beberapa kali. Kini ia merasa bingung karena Mama Anna lagi-lagi bisa mengetahui apa yang sedang ia rasa.

(Dion belum tahu kalau Anna memiliki inner power yang bisa membuat nya membaca pikiran orang lain.. baca keterangan nya di novel Cinta Sang Maharani ke 2: Raja dan Ratu)

"Tak bisa, Ann. Posisi kita kurang memungkinkan untuk Eduardo keluar saat ini. Bila kita memaksakan Eduardo keluar dari bola pemanggil, bisa jadi sebelum itu kita malah akan terhempas duluan karena kepakan sayap nya yang sangat kencang," ujar Yan Chen beralasan.

"Ah..ya.. kau benar, Yan.hmm..sebentar. biar aku yang bicara kepada Dion," ucap Anna dengan suara pelan.

Dion lalu melihat saat Anna menyetarakan kedua pasang mata mereka. Kemudian Anna berkata dengan nada lembut.

"Diy, kau lihat gua di sana itu? Kita hanya perlu pergi ke sana, dan setelah itu kita bisa tidur. Cukup langkah kan kaki mu satu per satu. Fokus saja dengan langkah mu, Diy. Jangan takut. Mama dan Papa akan selalu berada di dekat mu," ucap Anna menenangkan Dion.

Dion lalu mengangguk. Dan akhirnya bisa mengeluarkan suaranya kembali.

"Iya, Ma.. Dion mau lanjut untuk sampai ke gua itu," ucap Dion dengan suara pelan namun mengandung keteguhan.

"Bagus! Ini baru anak Mam dan Papa! Sekarang, kita lanjutkan lagi, yuk!" Ajak Anna dengan senyuman cerah.

Ketiga orang itu pun melanjutkan kembali perjalanan mereka. Dengan kondisi jalan setapak yang sempit, serta minim nya penerangan yang hanya mengandalkan penerangan dari bulan purnama di atas langit saja, ketiga orang itu akhirnya tiba juga di gua yang menjadi tujuan mereka.

Begitu tiba di gua tersebut, Dion langsung terduduk lemas sambil menyenderkan punggung nya ke pintu gua. Sementara Anna berdiri di dekat nya. Dan Yan Chen mengecek ke dalam gua.

Yan Chen ingin memastikan kalau gua itu aman untuk mereka inapi malam ini.

"Nah, ayo kita masuk. Seperti nya di dalam cukup aman," ujar Yan Chen mengajak Anna dan Dion untuk masuk ke dalam gua.

Anna lalu mengulurkan tangan nya ke arah Dion. Dan Dion segera menyambut nya. Sepasang ibu dan anak tersebut lalu memasuki gua sambil bergandengan tangan.

Tepat sebelum benar-benar memasuki gua, Dion kembali menolehkan pandangannya nya ke atas. Ke titik di mana ia dan Papa serta Mama nya muncul tadi.

Dion bisa melihat keberadaan pintu ajaib yang terletak di bagian atas gunung batu. Dan pintu tersebut seperti menempel pada bagian gunung batu tersebut.

Dion tertegun.

'Apa kami benar-benar muncul di tempat itu? Ah.. sungguh aneh benar pintu ajaib yang kami lewati tadi!' gumam Dion, sebelum akhirnya memasuki gua di hadapan nya.

Rombongan keluarga kecil tersebut akhirnya beristirahat di dalam gua dengan keadaan yang seadanya. Dion melihat ke arah Papa dan Mama Anna yang berada di samping nya. Dan ia dibuat heran karena kedua orang tua nya itu bisa langsung tertidur di gua ini.

Dion sendiri cukup kesulitan karena ia tak bisa mengabaikan rasa sakit pada punggung nya karena harua terbaring di atas tanah bebatuan yang dingin dan lagi tak rata.

Setelah bergerak ke sana ke mari untuk mendapatkan posisi yang nyaman, pada akhirnya Dion pun bisa dikalahkan juga oleh rasa lelah nya. Dion pun bisa ikut tertidur seperti Yan Chen dan juga Anna.

.......

Entah sudah berapa lama waktu berlalu. Namun Dion dibuat terkejut saat seseorang menarik bahu nya untuk bangun.

"Dion! Bangun! Berdiri di belakang Mama Anna!" Perintah Yan Chen begitu mendesak.

"Huhh?? A..apa yang terjadi, Pa??" Tanya Dion masih linglung.

"Ada kawanan harpy!" Ujar Yan Chen memberitahu.

"Huh?? Harpy? A..apa itu Pa?" Tanya Dion masih kebingungan.

"Anna, lindungi Dion. Aku akan mengusir para harpy itu menjauh. Kalian tetaplah di dalam gua. Ok!" Titah Yan Chen kemudian.

"Baik! Berhati-hati lah! Yan!" Imbuh Anna terlihat khawatir.

Kemudian Yan Chen keluar gua untuk mengusir sesuatu yang tak sempat Dion lihat dengan jelas. Besar nya makhluk yang diusir oleh Papa nya itu seperti nya sama tinggi dengan Papa nya dan juga Mama Anna.

Dion lalu mendengar suara pedang yang berdentang beberapa kali. Dan juga suara pekikan burung yang memekikkan telinga.

"A..apa itu?! Ma.. Mama! Apa Papa akan baik-baik saja?! Apa sebenar nya Harpy itu, Ma?!" Tanya Dion kepada Anna.

Belum sempat Anna menjelaskan, kedua nya lalu dikejutkan dengan kemunculan dua sosok burung berukuran besar yang kini berdiri di pintu gua.

Dibilang burung pun sebenarnya bukan burung juga. Karena bagian tubuh mulai dari pinggang ke atas tubuh nya adalah menyerupai seorang wanita. Wanita dengan paruh panjang yang runcing, serta kedua tangan yang cakar nya panjang-panjang.

Di bagian punggung sosok magis tersebut terdapat sepasang sayap yang ukuran nya tak terlalu besar. Sementara bagian bawah tubuh nya adalah menyerupai burung besar lengkap dengan kaki yang cakar nya juga berukuran besar-besar.

"A..apa itu, Ma?!" Cicit Dion ketakutan.

"Mereka adalah harpy, Diy.." jawab Anna dengan nada suara yang tak kalah kalut.

Kini, Dion dan Anna pun dibuat genting dengan keberadaan dua harpy yang menatap mereka dengan mata merah nya yang garang.

Dion pun bergumam tanpa suara, 'Apa ini akan menjadi akhir dari hidup ku?'.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!