Pagi ini satu orang laki - laki tampan berusia dua puluh delapan tahun turun dari mobil mewah.
"Selamat datang tuan Prince, selamat datang kembali ke Indonesia."
Satu laki - laki mengatakan hal tersebut sambil menyambut kehadiran laki - laki tampan yang saat ini menggunakan kacamata hitam kesayangannya.
"Jadi dimana aku harus bertemu dengan mama?"
Sang laki - laki tampan tersebut mengatakan hal itu dengan sangat angkuh tanpa memandang ke arah para pelayan.
"Ibu Saraswati ada di dalam ruang kerjanya, mari saya antar tuan Prince untuk bertemu dengan ibu Saraswati."
Laki - laki tampan yang bernama Prince tersebut pada akhirnya berjalan dengan akuh masuk ke dalam perusahaan dengan gedung pencakar langit yang menjadi kebanggaannya saat ini.
Semua mata karyawan memandang begitu Prince lewat di depan mereka.
Tubuh yang seperti seorang atlet, tinggi badan, kulit putih, rambut hitam, yah laki - laki yang sangat ideal dan menjadi dambaan setiap wanita kini telah menjadi sorotan ketika masuk ke dalam perusahaan mewah tersebut.
"Silahkan tuan Prince."
Sang pelayan mengatakan hal tersebut sambil membuka pintu ruang kerja yang letaknya di lantai paling atas.
"Ma, ini Prince telah kembali dari Korea."
Deg
Satu wanita paruh baya yang saat itu masih asyik menggunakan telepon genggamnya langsung menutup panggilan telepon tersebut dan segera bangkit dari tempat duduknya.
"Prince pangeran ku, Prince putra ku satu - satunya."
Wanita paruh baya yang merupakan ibunda dari laki - laki tampan bernama Prince langsung menghampiri dan memeluk Prince seakan - akan tidak mau untuk melepaskan lagi.
"Apakah sudah ma untuk memeluk ku seperti ini? Prince laki - laki dewasa, dan Prince bukan bocah laki - laki lagi."
Prince yang rupanya sudah tidak suka dengan pelukan dari sang ibunda berusaha untuk menyudahinya.
"Ah maafkan mama, semenjak ayah mu meninggal, mama hanya memiliki mu nak, dan karena hal itulah mama sering tidak menyadari jika kau kini telah tumbuh menjadi laki - laki dewasa."
"Ada perlu apa mama memanggil ku dengan panggilan mendesak, sehingga aku memutuskan untuk segera kembali dari Korea, saat ini Prince sedang mengembangkan bisnis di bidang pakaian dan panggilan mama membuat Prince harus segera kembali."
"Duduklah Prince, ada beberapa hal yang ingin mama bicarakan serius dengan mu."
Dengan tenang sang ibunda meminta Prince untuk duduk di hadapannya.
"Katakan ma ada apa?"
"Sebentar."
Sang ibunda mengatakan hal tersebut sambil mengambil satu berkas dari laci meja kerja.
"Ini bukalah."
Sang ibunda memberikan berkas tersebut kepada Prince, dan dengan cepat Prince membukanya.
"Foto wanita gendut? ada apa ini ma?"
Sungguh Prince sangat kaget ketika membuka berkas tersebut nampak foto demi foto satu wanita gendut yang di simpan oleh sang ibunda.
"Nama wanita itu adalah Larasati."
"Lalu apa hubungannya dengan ku?"
Prince yang masih tidak mengerti apa yang dimaksud oleh sang ibunda kembali bertanya.
"Larasati ini adalah calon istri mu, mama akan segera mempersiapkan pernikahan kalian."
Deg
Ke dua mata Prince seakan - akan ingin keluar dari tempatnya begitu mendengar perkataan sang ibunda.
"Apa - apaan ini ma, mama tidak bisa melihat atau bagaimana, ma wanita jelek, gendut, hitam, ma ayolah, aku sama sekali tidak menolak perjodohan jika memang wanita yang di pilihkan mama itu cantik, menarik dan sesuai dengan menantu idaman mama, tapi ma ini apa."
Wajah Prince merah padam menahan marah atas apa yang telah ibunda lakukan kepadanya.
"Prince maafkan mama, namun suka tidak suka kau harus menikah dengan Larasati."
Deg
Kini Prince seakan - akan tidak mengerti dengan jalan pikiran sang ibunda.
"Ma, apakah mama sadar mengatakan hal ini kepada ku? wanita yang tidak jelas asal usulnya ini mama berikan kepada ku? ma di luar sana masih banyak wanita cantik dan juga berpendidikan yang bisa dijadikan menantu."
"Dan sungguh, aku tidak mengerti akan jalan pikiran mama seperti apa, mama meminta ku kembali ke Indonesia dengan sangat mendesak hanya karena masalah tidak penting seperti ini? Prince yang sampai saat ini masih tidak mengerti jalan pikiran mama dengan berani menolak dengan tegas perjodohan dengan wanita gendut ini!"
Prince mengatakan hal tersebut sambil berteriak karena dirinya sudah tidak tahan dengan pikiran gila sang ibunda.
"Cukup Prince, ya memang benar jika mengatakan mama adalah ibu kandung yang gila, ibu kandung yang tidak memikirkan perasaan anaknya sendiri, namun ini adalah jalan satu - satunya untuk kita agar tetap bisa bertahan."
Deg
Sungguh saat ini Prince semakin tidak mengerti jalan pikiran sang ibunda.
"Apa maksud dari satu - satunya cara agar tetap bisa bertahan ma?"
Sang ibunda yang mendapatkan pertanyaan dari Prince kini hanya bisa menatap wajah anaknya dengan tajam.
Dengan menarik nafasnya dalam - dalam sang ibunda pada akhirnya mencoba untuk menjelaskan.
"Larasati adalah wanita yang seharusnya memiliki semua kekayaan yang saat ini kita nikmati."
Deg
Prince yang mendapatkan pengakuan mengejutkan tersebut hanya bisa membelalakkan ke dua mata.
"Apa maksud mama?"
"Ayah mu yang merupakan bangsawan Eropa, sebelum meninggal menuliskan surat wasiat jika kita tidak akan mendapatkan apapun dari apa yang dia miliki."
"Astaga ma, apa yang sebenarnya mama sembunyikan!"
Prince sangat kaget dengan pengakuan dari sang ibunda.
"Maafkan mama Prince namun saat menikah mama dan papa hanya menikah di bawah tangan, dan tidak di akui oleh negara."
Sang ibunda mendadak terdiam untuk mengumpulkan kekuatannya agar dapat berterus terang tentang masa lalu dari dirinya.
"Mama pernah memiliki laki - laki simpanan di masa lalu, dan papa mengetahui semua hubungan gelap mama dengan laki - laki tersebut."
Deg
Prince yang mendengarkan cerita tersebut kini hanya bisa terdiam tanpa kata.
"Saat papa mengetahui semua hubungan terlarang mama, papa tetap memaafkan mama dan sama sekali tidak menceraikan mama, namun ada satu konsekuensi besar yang harus mama terima akibat perbuatan yang telah mama lakukan di masa lalu."
"Maksud mama, akibat yang mama lakukan membuat papa tidak menuliskan mama dan aku sebagai ahli waris semua hartanya?"
Prince yang sudah menangkap arah cerita tersebut langsung mengatakan hal itu.
"Yang kau benar Prince, kita berdua tidak ada di dalam surat wasiat papa."
"Lalu sebenarnya siapa Larasati? mengapa dia yang lebih berhak mendapatkan semuanya ma?"
Sang ibunda kembali terdiam ketika Prince menuntut penjelasan darinya.
"Larasati adalah putri salah satu pelayan di rumah kami waktu itu."
Prince yang semakin tidak mengerti kini hanya bisa menggelengkan kepalanya saja.
"Saat itu ada satu orang wanita yang begitu setia menjadi pelayan papa, jauh sebelum papa mengenal mama dan menjadikan mama sebagai istrinya."
"Ketika papa mengetahui perselingkuhan dari mama, detik itu juga papa membuat surat wasiat dengan menyerahkan semua harta warisan ini kepada pelayan tersebut dan satu orang anak gadisnya."
"Saat papa sudah meninggal dan mama mengetahui semua hal tersebut, yang mama lakukan adalah memindah tugas kan pelayan tersebut dan.
"
"Dan apa ma?"
Rasa penasaran Prince semakin menjadi -jadi ketika di usianya yang ke dua puluh delapan tahun Prince baru mengetahui masa lalu keluarganya yang ternyata tidak baik - baik saja.
"Mama membunuh ibu kandung dari Larasati."
Deg
Sungguh kali ini Prince seakan - akan ingin lompat dari tempat duduknya.
"Ma, sungguh tindakan mama kali ini sungguh gila, sadar atau tidak mama bisa di penjara!"
Prince mengatakan hal tersebut sambil memijit - mijit pelipisnya.
"Kau tau Prince semua itu bisa terjadi jika pihak aparat memiliki bukti yang kuat tentang kejahatan yang mama lakukan, tapi selama pihak aparat tidak dapat membuktikan semuanya akan baik - baik saja."
"Lalu sekarang mama harus mengorbankan aku untuk menikah dengan wanita yang aku saja tidak ingin melihat wajahnya ini."
Prince kembali mengatakan penolakannya untuk menikah dengan wanita yang baginya sangat menjijikkan itu.
"Mama tau hal ini akan menjadi hal yang berat untuk mu, namun kau harus ingat, pernikahan ini tidak butuh waktu lama, kita hanya butuh keturunan dari Larasati, setelah kita mendapatkan hal itu, maka kita bisa melakukan banyak cara kepada wanita itu, karena wanita tersebut adalah wanita sebatang kara."
Prince sangat takjub dengan semua rencana sang ibunda yang sungguh di luar dugaannya sama sekali, baru kali ini Prince melihat sang ibunda yang lembut berubah menjadi seorang ibunda yang kejam dengan setiap taktiknya.
"Entahlah ma, aku sedang tidak bisa berpikir jernih dengan semua hal yang sudah mama katakan kepadaku, semuanya terlalu mendadak, dan sungguh aku tidak tau saat ini harus berbuat apa."
Prince kembali menggelengkan kepalanya sambil mengatakan hal tersebut di depan sang ibunda.
"Ya mama akan membiarkan mu berpikir, namun tidak ada salahnya untuk lebih dulu mengenal Larasati, esok hari Larasati akan datang dan menetap di rumah kita, saat ini Larasati masih belum mengetahui semua hal yang terjadi dengan keluarganya, sama seperti mu yang baru saja mengetahui banyak rahasia besar di dalam keluarga kita sendiri."
"Mama hanya perlu mengingatkan mu Prince, jika sampai Larasati pada akhirnya mengetahui apa yang terjadi, dan juga kematian sang ibu, kita tidak tau apa yang akan dilakukan olehnya."
"Dan pernikahan menjadi jalan yang sangat baik untuk kita dan juga untuk Larasati."
"Tapi ma, Prince tidak mau menikah dengan wanita yang seperti ini."
Prince mengatakan hal tersebut sambil menunjukkan foto Larasati kepada sang ibunda, ke dua mata Prince sangat sakit memandang fisik wanita yang berada di dalam foto tersebut.
"Mama tau tipe seperti apa wanita idaman mu Prince, dan Larasati sangat jauh dari wanita idaman itu bukan? namun kembali ke permasalahan awal jika pernikahan ini tidak dapat di lakukan maka kita tidak akan mengetahui hari ke depan akan menjadi seperti apa."
"Prince tidak bisa menjawab semuanya sekarang ma, karena Prince butuh waktu untuk berpikir."
Setelah mengatakan hal tersebut Prince bangun dari tempat duduknya dan langsung pergi begitu saja meninggalkan ruang kerja sang ibunda.
"Prince maafkan mama yang harus melibatkan mu sampai sejauh ini, namun mama sangat takut jika kesalahan masa lalu mama terbongkar, mama tidak mau masa tuan mama berakhir di penjara Prince."
Ibu Saraswati mengatakan hal tersebut sambil menggelengkan kepalanya dengan kuat.
Sementara itu di lobby perusahaan Prince yang masih syok segera masuk ke dalam mobilnya.
"Kau pulang saja dengan kendaraan umum, aku sedang tidak ingin untuk di ganggu."
Prince mengatakan hal tersebut kepada supir dan juga pengawalnya, hari ini Prince sungguh ini sendiri.
"Sial, kenapa semua ini harus aku yang melaluinya, sungguh aku tidak akan pernah bisa membayangkan harus tinggal satu rumah dengan wanita buruk rupa tersebut."
"Dan ya Tuhan aku tidak bisa membayangkan jika harus menyentuh tubuhnya, dan punya anak dari rahimnya."
Prince mengatakan hal tersebut di dalam mobil dengan mengemudikan mobilnya.
Wajahnya begitu jijik ketika mengingat wajah wanita yang di lihatnya di foto, ya wanita yang bagi Prince adalah wanita buruk rupa karena fisik yang dia miliki.
Hari ini Prince memarkirkan mobilnya pada tempat hiburan malam dan memilih menghabiskan sisa malamnya untuk bersenang - senang di dalam sana.
Esok yang di nanti pada akhirnya datang juga, terkhusus bagi Larasati yang kini dengan antusias telah tiba di kota J.
Dengan langkah yang sangat hati - hati Larasati turun dari kereta malamnya dan langsung keluar dari stasiun mencari mobil yang menjemputnya.
"Atas nama Larasati?"
Satu orang laki - laki bertubuh besar tiba - tiba saja menghampiri Larasati yang saat ini masih kebingungan mencari mobil yang ditugaskan untuk menjemputnya tersebut.
"Ya saya Larasati."
"Ayo, saya adalah salah satu pengawal yang di tugaskan oleh ibu Saraswati untuk menjemput anda."
Sang pengawal mengatakan hal tersebut sambil menunjukkan tanda pengenalnya.
"Ayo pak, Larasati sudah tidak sabar ini bertemu dengan ibu."
Larasati dengan sangat polos mengatakan hal tersebut kepada salah satu pengawal yang ditugaskan oleh ibu Saraswati untuk menjemputnya.
Sepanjang perjalanan Larasati tak henti - hentinya menatap kemegahan kota J dari balik kaca jendela mobilnya.
"Pak, apakah kita masih lama?"
"Sebentar lagi kita akan sampai."
"Ah baiklah."
Dan mobil pun pada akhirnya memasuki satu halaman rumah nan megah yang bernuansa gaya Eropa.
"Silahkan, nyonya sudah menunggu di dalam."
Salah satu pengawal membukakan pintu dan meminta Larasati untuk turun dari dalam mobil.
"Terima kasih pak."
Dengan langkah yang girang Larasati masuk ke dalam rumah megah tersebut.
"Larasati sayang."
Terdengar suara yang sangat tidak asing lagi bagi Larasati.
"Ibu Saraswati."
Larasati mengatakan hal tersebut sambil berlari ke arah ibu Saraswati.
"Bagaimana keadaan mu di sana sayang? apakah baik - baik saja ?"
"Sayang baik sekali Bu, sekarang Laras sudah menyelesaikan perkuliahan dan siap untuk membantu ibu Saraswati bekerja."
Larasati mengatakan hal tersebut sambil mengendurkan pelukannya.
"Astaga Laras bisa - bisanya sudah membicarakan pekerjaan, padahal kan kamu baru saja tiba dari Semarang, sekarang lebih baik Laras istirahat dulu saja."
"Bu, terima kasih."
"Terima kasih untuk apa sayang?"
"Terima kasih karena ibu Saraswati sudah bersedia membiayai semua pendidikan aku, karena sejak ibu meninggal sungguh Laras tidak memiliki siapapun lagi kecuali ibu Saraswati saja."
"Laras, bagi ibu kamu sudah seperti anak kandung ibu sendiri, jadi mana mungkin ibu tega membiarkan kamu terlunta - lunta di jalanan, dengan sekuat tenaga ibu juga akan memberikan yang terbaik untuk mu."
"Terima kasih, sekali lagi terima kasih."
Larasati mengatakan hal tersebut sambil kembali memeluk ibu Saraswati.
"Sudah, sudah ayo kamu istirahat dulu, nanti setelah istirahat ibu akan mengenalkan mu dengan anak ibu."
Hari ini ibu Saraswati membawa Larasati ke dalam kamar tamu dan membiarkan Larasati untuk beristirahat.
"Pengawal."
"Ya nyonya."
"Kemana Prince?"
"Tuan Prince sampai pagi ini belum kembali ke rumah nyonya."
Ibu Saraswati hanya bisa terdiam dengan laporan yang telah di berikan oleh pengawalnya.
"Setelah Prince sampai, beritahukan kepadanya bahwa aku menunggu di ruang kerja."
"Baik nyonya."
Setelah mengatakan hal tersebut ibu Saraswati berjalan masuk ke dalam ruang kerjanya.
Sementara itu Larasati yang telah selesai membersihkan diri kembali memandang ke dalam seluruh ruang kamar yang sangat luas tersebut.
"Waaah, kamar ini luas sekali, dingin, bersih dan kasurnya sungguh empuk."
Larasati mengatakan hal tersebut sambil duduk di tepian tempat tidurnya.
"Ibu Saraswati baik sekali kepada ku, buk ibuk tenang saja di surga, Laras akan baik - baik di rumah ini, Laras berjanji akan mengabdikan diri untuk bekerja dengan giat di rumah ini."
Larasati mengatakan hal tersebut sambil memandang foto sang ibunda yang selalu dia sematkan di dalam dompet kecilnya.
"Selamat siang Larasati."
Satu pelayan wanita masuk ke dalam kamar dan menyapanya.
"Ya ada apa?"
Ibu Saraswati menunggu mu di meja makan untuk makan siang bersama.
"Ah, apakah aku bisa makan siang nanti saja? aku belum terlalu lapar."
Dengan cepat sang pelayan tersebut langsung menggelengkan kepalanya.
"Sepertinya tidak bisa Laras, di dalam rumah ini ibu Saraswati sudah menetapkan peraturan untuk jam makan pagi, jam makan siang dan juga jam makan malam, semuanya harus di patuhi dengan baik."
Larasati kembali terdiam dengan jawaban yang diberikan oleh satu pelayan tersebut, kehidupan ibu Saraswati yang sangat teratur akan berbeda jauh dengan kehidupan Larasati yang masih belum teratur di dalam berbagai hal.
"Baiklah, aku akan segera menyusul."
Setelah mengatakan hal tersebut pelayan wanita segera keluar dari dalam kamar Larasati.
"Sungguh kehidupan orang kaya memang jauh berbeda dengan kehidupan kita ya buk."
Larasati kembali mengatakan hal tersebut sambil memandang foto sang ibunda.
Dengan cepat Larasati keluar dari dalam kamar dan menuju ke ruang makan.
"Laras ayo duduk."
Begitu sampai di meja makan, Larasati kembali terdiam karena saat ini dirinya melihat satu meja makan panjang dengan hidangan makanan yang memenuhi meja tersebut.
"Kenapa diam saja sayang? apakah ada makanan yang kurang kau sukai?"
Ibu Saraswati kembali mengatakan hal tersebut karena sejak tadi hanya melihat Larasati berdiri terdiam.
"Bukan seperti itu bu, namun aku bingung meja ini terlalu panjang untuk makan, di desa kami makan dengan duduk di lantai."
Ibu Saraswati yang mengerti kegundahan hati dari Larasati kini hanya bisa tersenyum.
"Sayang ibu mengerti apa yang sedang kau rasakan, namun memang kehidupan di kota dan di desa akan jauh berbeda, tantangan kehidupan di kota akan lebih banyak, jadi ibu berharap Laras untuk segera beradaptasi di dalam hal ini."
Larasati yang mendengarkan penjelasan langsung menganggukkan kepalanya dan mulai duduk di kursi dengan meja panjang tersebut.
"Nah ayo jangan malu - malu, ibu tau kau sudah lapar, ayo makan."
"Baik Bu."
Larasati yang memang sejak tadi sudah lapar langsung mengambil makanan banyak dan memakannya tanpa henti.
"Prince."
Ibu Saraswati yang melihat Prince sudah kembali ke rumah langsung memanggil putra kesayangannya tersebut.
"Kemarilah Prince."
Dan Prince yang sebenarnya tidak ingin untuk berada di ruangan itu, terpaksa pada akhirnya mengikuti panggilan sang ibunda.
"Ada apa ma?"
"Duduklah, ikutlah makan siang bersama dengan kami."
Prince yang saat ini berdiri di samping ibu Saraswati hanya bisa terdiam dan memandang tajam ke arah Larasati yang sejak tadi sudah memperhatikan Prince dengan ke dua matanya.
"Tidak ma, Prince sudah makan."
Ibu Saraswati yang mengerti isi hati Prince pada akhirnya hanya bisa menganggukkan kepalanya.
"Baiklah jika kau sudah makan, perkenalkan ini Larasati, mulai hari ini Laras akan tinggal bersama dengan kita."
"Aku sudah tau akan hal itu ma."
"Salak kenal kak Prince."
Larasati mengatakan hal tersebut sambil berdiri dan mengulurkan tangannya untuk bisa dijabat oleh Prince
Namun Prince hanya memandang uluran tangan Larasati dengan pandangan menjijikkan.
Cih tangan mu hitam, kulit mu hitam, badan mu gendut, jerawatan sungguh aku ingin muntah melihat wajah mu, bentuk tubuh mu.
Prince terus mengatakan hal tersebut sambil memandang ke arah Larasati.
"Laras nanti saja, lebih baik kamu selesaikan dulu makan siang, setelah ini ibu akan mengajak mu untuk berkeliling rumah ini._
Ibu Saraswati yang saat ini melihat pemandangan yang sungguh tidak enak, sengaja mengatakan hal tersebut agar Larasati bisa menarik kembali uluran tangan yang sejak tadi tidak di sambut oleh Prince.
"Ma, Prince ke kamar dulu."
Ibu Saraswati yang sudah ada pilihan lain pada akhirnya hanya bisa menganggukkan kepalanya ketika Prince mengatakan hal itu.
Astaga tampak sekali laki - laki yang saat ini berdiri di hadapan ku, astaga.
Larasati mengatakan hal tersebut di dalam hati sejak kedatangan Prince yang langsung memikat hatinya.
"Laras, hei Laras apakah kau baik - baik saja?"
Ibu Saraswati kembali mengatakan hal tersebut karena melihat Larasati memandang Prince tanpa berkedip.
"Iya Bu Laras baik - baik saja."
Sadar akan kesalahan yang di lakukan Laras kembali mengatakan hal tersebut sambil menundukkan wajahnya.
"Maafkan kelakuan Prince yah sayang, anak ibu itu sebenarnya baik, namun memang perkataannya agak sedikit tajam."
Dengan cepat Larasati langsung menganggukkan kepalanya.
"Iya bu Laras mengerti."
Setelah mengatakan hal tersebut Laras kembali mengunyah makanannya, jantungnya masih berdegup kencang karena melihat satu pangeran yang sangat tampan sejenak yang lalu berdiri di hadapannya.
"Setelah selesai makan ikutlah ibu ke taman, ada beberapa hal serius yang akan ibu bicarakan kepada Laras."
Ibu Saraswati mengatakan hal tersebut sambil berdiri dari tempat duduknya.
"Iya Bu, Laras juga sudah selesai makan."
Dengan cepat Larasati juga bangkit dari tempat duduknya dan mengikuti langkah kaki ibu Saraswati.
"Sayang, kau tau taman ini adalah salah satu bagian di dalam rumah ini yang sangat suka dibersihkan oleh mendiang ibunda mu."
Ibu Saraswati mengatakan hal tersebut sambil mencium bunga mawar merah yang sedang bermekaran di dalam taman.
"Apakah dulu ibu bekerja dengan rajin?"
Larasati kembali menanyakan hal tersebut kepada ibu Saraswati.
"Ya sayang ibunda mu bekerja dengan sangat rajin, buat ku beliau bukan lagi sebagai asisten rumah tangan, namun sudah seperti adik kandung ku sendiri."
Larasati tersenyum ketika mendengarkan apa yang dikatakan oleh ibu Saraswati.
"Dan karena kedekatan kami, ada satu hal yang sudah menjadi janji kita bersama sayang."
"Janji?"
Larasati mengatakan hal tersebut sambil mengernyitkan dahinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!