Suasana pemakaman sudah cukup sepi, seorang lelaki bernama Arkha Bagaskara sedang duduk di dalam mobil. Ia menunggu ibunya dan seorang asisten yang biasa menemani ibunya yang masih berada di pusara sang Ayah. Hari itu adalah tiga bulan sudah sang ayah pergi untuk selamanya. Saat Arkha sesekali menatap ke arah luar jendela, Ia melihat seorang perempuan berkerudung yang terduduk di depan gerbang pemakaman.
Perempuan itu duduk termenung, terlihat matanya sembab. Perempuan itu cukup cantik, ia mengenakan kerudung berwarna hijau muda. Tanpa polesan make up tapi kulit putih perempuan itu mampu sedikit menarik anak mata Arkha, melirik kearah perempuan yang masih gadis itu.
Sesekali Arkha melihat kearah pintu masuk makam tersebut. Ia baru akan keluar untuk menjemput ibunya yang masih di dalam area makam tersebut. Namun tangan Arkha berhenti saat akan mendorong pintu mobilnya. Perempuan yang tadi di pandang Arkha telah berdiri tepat di depan pintu mobilnya. Perempuan itu merapikan jilbab sambil menatap kaca mobil Arkha. Saat selesai, sesekali perempuan itu menghela napasnya.
“Hhhh… Semoga suatu saat Ibu bisa bahagia dan bebas dari Bapak. Kasihan Ibu…Ayo Zha… Kamu harus kuat, kamu harus sukses, kamu harus semangat demi ibu.. Ibu juga pasti ingin bebas dari lelaki itu.” Ucap Gadis yang bernama Naadhira Zhafirah atau biasa disapa Zha.
Seorang gadis yang bersahaja dan begitu anggun bagi kalangan santri lelaki yang biasa curi-curi pandang saat santriwati lewat. Kala Zhafirah masih di pondok pesantren. Gadis itu terpaksa pulang dan berhenti kuliah karena Ibunya yang sakit-sakitan dan juga paksaan dari Ayah tirinya untuk dirinya membantu mencari uang guna mencukupi kebutuhan keluarga.
Arkha yang berada di balik kaca mobilnya bisa melihat dan mendengar suara Zhafirah yang bermunajat dan menyemangati dirinya sendiri. Zhafirah pun pergi dari sana sambil berjalan ke arah sepeda motornya. Sebuah motor cukup lawas yang sedang trendi di pakai remaja di akhir tahun 2022. Namun Zhafirah menggunakan motor yang berwarna merah perpaduan putih itu bukan karena untuk trend kekinian melainkan itu adalah benda peninggalan ayah kandungnya yang masih tersisa.
“Heh…. Gadis aneh. Berdoa di depan kaca.” Gumam Arkha.
Arkha pun berjalan menuju ke pemakaman, ia menjemput sang ibu. Saat ia sudah tiba dirumahnya, sang ibu kembali meminta dirinya untuk segera menikah.
“Kha… Kapan kamu mau menikah? Mama sudah tidak muda lagi,bahkan Papa mu yang berharap kamu menikah sampai ia menutup mata, ia tak juga melihat kamu menikah.” Ucap Bu Indira pada putra satu-satunya.
Arkha menghela napasnya, ada rasa tak tega untuk terus menerus menolak permintaan ibunya, namun untuk menikah tak mungkin. Perempuan yang ia cintai adalah istri orang. Ia bahkan sudah berkomitmen dengan pacarnya bahwa ia akan tetap menjalin hubungan itu, dengan alasan kebebasan ia tak ingin menikah. Selama 5 tahun berada di Jepang karena meraih gelar S1 dan Magister nya di negara tersebut, sebuah negara yang hampir rata-rata penduduknya sangat tidak menyukai pernikahan dengan banyak alasan, salah satunya ingin tetap bebas karena tak terikat hubungan dan memiliki anak yang juga akan bertambah repot.
Arkha pun merasa bahwa sebuah hubungan pernikahan adalah hubungan yang mengikat seseorang, dan akan banyak masalah dalam menikah. Hingga ia lebih nyaman menjadi simpanan dari kekasihnya yang juga dulu sama-sama mengenyam pendidikan di Kyoto University.
“Ma, minum dulu obatnya. Nanti Arkha pikirkan. Belum ada yang cocok Ma,” Ucap Arkha seraya menyerahkan sebuah piring kecil yang berisi butiran obat untuk sang ibu.
“Memangnya mau cari yang seperti apa? Mama Cuma khawatir kadang. Kamu di nikahi karena para perempuan melihat karir mu, ketampanan mu. Kamu lihat rata-rata sepupu mu… Kadang Mama mikir ap aini kata orang bahwa hidup kaya juga sebagai cobaan…” Ucap Bu Indira setelah meminum obatnya.
Arkha pun hanya bisa diam saja, seperti biasa. Ia tak mampu untuk beradu argument dengan ibunya. Berbeda dengan Ketika dulu saat Papanya masih hidup. Hampir setiap saat ia selalu berselisih pendapat. Kini ia baru sadar, karena tugas dan tanggungjawabnya begitu besar. Salah satunya sebuah perusahaan dari Papanya yaitu perusahaan yang menawarkan pinjaman online yang cepat. Ia pagi itu juga harus melakukan pekerjaan yang jarang dilakukan oleh Papa nya selama ia memimpin perusahaan tersebut.
“Arkha Kembali ke perusahaan ya Ma, nanti Arkha pikirkan lagi.” Ucap Arkha seraya mencium pipi sang ibu.
“Jangan lama-lama Kha… Setiap hari mama merasa tubuh mama tambah lemah, mama ingin melihat kamu punya cucu dan hidup Bahagia.” Ucap Bu Indira setengah mengeraskan suaranya karena Arkha bergegas pergi dari kamarnya.
Saat tiba di mobil, Arkha menerima email dari asisten pribadinya. Ia diminta untuk turun ke lapangan. Karena selama ini, ia mendengar desas desus bahwa debt kolektor dari perusahaannya sering bertindak kasar saat menagih hutang. Ia juga harus membuktikan sendiri dengan cara sidak langsung tanpa diketahui para debt kolektor perusahaannya. Ia perlu bukti untuk menegur bagian manager bidang penagihan. Arkha memberikan alamat pada sopirnya, ia akan melihat cara penagihan salah satu debt kolektor tanpa mereka ketahui.
Tiba disebuah rumah, Arkha masih didalam mobil. Namun netranya Kembali memotret seorang gadis yang pagi tadi ia lihat di pemakaman, Gadis itu baru turun dari motor yang desain lampu belakangnya membulat mirip punggung kura-kura.
“Gadis kura-kura… Heh.” Ucap Arkha yang tersenyum karena melihat Zhafirah tampak menggunakan helm yang bentuknya juga kura-kura, bahkan saat Zhafirah berkaca di depan kaca mobilnya tadi, kedua netra Arkha bisa melihat bros berbentuk kura-kura juga dikenakan gadis itu.
Arkha masih mengamati dalam mobil, tak lama sebuah mobil berhenti di depan rumah yang sangat sederhana itu. Tak ada kesan kemewahan di rumah yang terlihat cat nya telah usang itu. Beberapa lelaki mengetuk pintu rumah itu. Salah seorang penghuni tampak keluar. Perempuan yang berkerudung tapi usianya tak lagi muda. Ia menemui lelaki yang terlihat menyeramkan itu. Bahkan perempuan itu di bentak.
“Katakan dimana Tito!” Bentak lelaki bertato di lengannya.
“Di-dia tidak dirumah.” Ucap perempuan paruh baya yang tampak ketakutan karena dibentak oleh lelaki itu.
“Heh! Masuk, cari lelaki brengsek itu!” Titahnya pada ketiga anak buahnya.
Tiga orang lelaki lainnya masuk kedalam rumah Bu Riana. Tak lama mereka keluar lagi, dan satu lelaki lain mencengkram dagu Bu Riana kasar dan tiba-tiba Zhafirah menepis tangan lelaki itu.
“Kalian ada urusan dengan Tito, bukan Ibu ku! Jangan sakiti ibu ku!” Suara perempuan yang tadi terlihat lembut dan anggun kini bisa bersikap tegas bahkan sorot matanya tajam menatap empat lelaki yang sedang mencari ayah tirinya.
Saat lelaki yang merupakan debt kolektor itu mengancam akan Kembali lagi, Lelaki yang dicari pun muncul dan baru akan berlari karena terkejut, ia pun dikejar oleh lelaki bertato dengan anak buahnya.
“Hei! Mau kemana kamu Tito! Cepat bayar hutangmu!” Ucap lelaki itu setelah puas menghajar lelaki Bernama Tito itu. Jeritan minta ampun dan tolong pun tak dihiraukan oleh Zhafirah dan Ibunya. Sedangkan Arkha hanya mengamati dari dalam mobil.
“Tunggulah satu bulan lagi…. “ Ucap Tito sambil meringkuk di atas trotoar karena menahan rasa sakit pada perutnya.
“Heh!, Aku sudah muak!, dengar, aku punya ide untuk mu. Ku lihat kamu punya anak gadis. Ini aku berikan kamu kartu nama, kamu bisa menjual anak mu ke tempat ini. Aku akan menemani mu, setidaknya kamu bisa melunasi hutangmu dan bisa bersenang-senang dengan sisanya.” Ucap lelaki bertato itu.
“Aku tunggu besok, hubungi aku jika kamu ingin mengikuti saran ku, jika tidak. Aku akan menghajar mu berkali-kali jika tak juga kau bayar hutangmu. Aku Lelah hanya mengurusi kamu saja!” Bentak lelaki itu.
Arkha hanya diam, setidaknya ia melihat cara kerja deb kolektornya di lapangan, ia pun masih di depan rumah lelaki itu saat para deb kolektor itu pergi. Namun tak lama terdengar suara jeritan dari dalam rumah Zhafirah. Arkha meminta sopirnya untuk berhenti saat baru saja mobil itu akan meninggalkan tempat itu. Bagi para tetangga bukan hal aneh jika terjadi keributan dirumah Zhafirah yang masih mengontrak itu. Karena sudah hampir setiap hari Bu Riana akan mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya, namun bagi Zhafirah itu sangat tidak manusiawi. Ia melawan ayah tirinya, selama ini ia tinggal di pondok pesantren. Ia baru pulang satu bulan kerumah, kali ini ia tak akan diam saat ibunya Kembali di pukul.
“Zhafirah!” Bentak lelaki itu.
“Lepaskan Mas… lepaskan.. Jangan sakiti Zhafirah…..” Suara isak tangis memilukan dari Bu Riana.
Hanya ada airmata yang mengalir dari sudut mata Zhafirah, ia tak merintih atau menjerit saat rambut panjangnya di tarik, bahkan saat kepalanya dibenturkan ke meja makan pun ia hanya beristighfar.
“Kamu… dengar kalau kamu ingin bebas dari aku, besok aku akan membebaskan kamu dan ibumu. Tidak, tidak, hari ini juga aku akan membebaskan kamu!” Ucap Tito pada Zhafirah yang masih ia cengkram rambut panjangnya.
Tito melepaskan cengkeramannya dan menghubungi nomor yang tertera di kartu nama yang diberikan deb kolektor tadi. Tak lama mobil deb kolektor tadi sudah berada di depan rumah Tito. Namun ia hanya seorang diri, Tito tampak keluar dengan menyeret Zhafirah. Bu Riana bahkan berteriak sambil menyusul keluar rumah.
“Mas…. Berhenti mas… Mau kamu bawa kemana Zhafirah…” Teriak Bu Riana.
“Diam kamu, aku akan menjual anak tidak tahu diri ini, dia selalu melawan ku!” Bentak Tito sambil menghempaskan tangan Bu Riana.
Mendengar hal itu, Bu Riana mengambil sebuah kayu yang tergeletak di halaman rumahnya. Ia memukul kepala bagian belakang suaminya, Kepala Tito menggeluarkan d@rah segar. Seketika Bu Riana gemetar kala melihat d@rah segar itu, ia juga terduduk menatap Tito yang tiba-tiba ambruk ke tanah.
Zhafirah memeluk tubuh ibunya, ia menenangkan sang ibu. Debt kolektor yang baru akan pergi karena ketakutan tersentak kaget karena suara bentakan dari Arkha yang sudah keluar dari mobilnya.
“Mau kemana kamu! Bawa lelaki ini kerumah sakit!”
“Pak-pak-Pak Arkha….” Ucap lelaki itu ketakutan.
“Cepat!” Bentak Arkha pada lelaki itu.
“Ba-baik pak.” Ucap lelaki itu seraya meraih tubuh Tito dan membawanya ke dalam mobil.
“Satu lagi, minta kantor melunasi hutang lelaki itu, dan siapkan administrasinya, aku akan melunasinya.” Ucap Arkha.
Bu Riana dan Zhafirah memandangi Arkha yang berdiri dengan kedua tangannya di dalam saku celananya. Baru Bu Riana akan berterima kasih, Ia justru terdiam mendengar ucapan lelaki yang dianggap bos para debt kolektor itu.
“Te-“
“Aku tidak melakukan semua hanya karena Cuma-Cuma atau kasihan. Kamu harus menikah dengan ku Nona Zhafirah agar hutang ayah mu lunas.” Ucap Arkha dengan tatapan angkuh. Zhafirah menatap tajam Arkha.
“Maaf,Aku tidak sudih! Aku dan ibuku tidak ada sangkut pautnya dengan hutang lelaki itu.” Ucap Zhafirah sambil menatap Arkha dengan tajam.
Arkha terkekeh melihat keberanian dan kesombongan Zhafirah.
“Setidaknya dia calon menantu yang mama inginkan. Ia tidak menyukai aku.” Batin Arkha.
Ia berbalik sambil melangkah ia pun mengatakan apa rencana ayah tiri Zhafirah untuk melunasi hutangnya.
“Terserah, aku butuh kamu untuk menjadi istriku sebatas status dan untuk ibu ku senang di ujung usianya. Dan kamu bisa melunasi hutang ayah mu, tapi kalau tidak mau. Kamu harus siap dijual ketempat dimana para lelaki hidung belang mencari kepuasan. Aku tak butuh tubuh mu Nona Zhafirah. Aku hanya butuh status mu sebagai istriku dengan pernikahan yang sah secara hukum dan agama. Semua ada pada mu. Aku tinggalkan kartu namaku. Datanglah kekantor ku jika kamu menerima tawaran ku.” Ucap Arkha lalu ia berlalu meninggalkan ibu dan anak itu menatap punggungnya.
Satu kode tangan Arkha membuat sopir pribadinya memberikan Bu Riana kartu nama Arkha. Mobil sport milik Arkha meninggalkan lokasi rumah Zhafirah. Malam harinya, Zhafirah termenung menatap dua kartu nama. Satu tertuliskan nama Arkha Bagaskara, MBA. Dan satu lagi tertuliskan Mami Jeni.
Saat ia masih mengadukan masalah hatinya di atas sajadah, pintu rumahnya diketuk. Bu Riana yang membuka pintu terkejut karena Tito sudah pulang dengan tatapan tersenyum. Ia masuk kerumah sambil menenteng sebuah amplop. Zhafirah keluar dari kamar mendengar suara ayah tirinya dari arah ruang depan.
“Zhafirah, aku sudah mendengar kabar jika kamu ditawari lelaki kaya untuk menikah dengannya dan semua hutang ku lunas. Kamu pilih menikah dengan lelaki itu untuk melunasi hutang ku atau ibu mu masuk penjara karena sudah melakukan KDRT. Hahaha…” Suara Tito tertawa terbahak-bahak sambil melemparkan surat laporan ke pihak kepolisian atas Tindakan Bu Riana yang memukulnya siang tadi kearah Zhafirah.
"Zha…”
Panggil Bu Riana lirih saat Zhafirah sudah membuat keputusan.
Pagi itu, Zhafirah akan menemui Arkha di kantornya. Ia akan memilih menikah dengan Arkha daripada ibunya harus menerima panggilan dari kepolisian.
“Bu, Insyaallah ini yang paling kecil mudharatnya. Ibu bisa bebas dari tuduhan itu. Ibu juga bisa bebas dari lelaki itu. Insyaallah Zhafirah akan ikhlas menjalani ini. Toh lelaki Bernama Arkha itu mengatakan jika ia akan menikahi aku secara hukum juga. Lelaki itu tak akan macam-macam jika aku menikah dengan lelaki yang memiliki kekuatan secara ekonomi.” Jelas Zhafirah pada ibunya yang terlihat khawatir akan keputusan yang telah dibuat Zhafirah.
“Tapi kamu tidak tahu lelaki itu, bagaimana jika dia sama seperti Ayah mu,” Ucap Bu Riana.
"Tidak bu, Pak Tito bukan ayah ku, yakinlah bu. Ini pilihan yang paling baik untuk sementara ini. Toh Pak Tito bersedia menceraikan ibu juga mencabut laporannya.” Ucap Zhafirah sambil mengecup tangan ibunya.
Ia tatap wajah ibu yang telah melahirkan dirinya itu dengan tatapan kasih.
“Cukup sudah Bu, selama ini ibu tidak pernah berbicara apapun pada aku. Andai aku tahu ibu akan mendapatkan siksaan seperti ini, aku tak akan pernah mau mondok. Bertahun-tahun ibu menahan setiap kekerasan yang ibu dapatkan hanya untuk aku, maafkan Zhafirah yang selama ini takt ahu duka ibu… “ Ucap Zhafirah yang menangis sambil memeluk ibunya erat.
Bu Riana mengusap kepala anak satu-satunya dari hasil pernikahannya dengan mantan suaminya yang meninggal dunia saat Zhafirah baru duduk di kelas 4 SD. Ia pun dengan berlinang air mata membiarkan anaknya pergi menemui lelaki yang kemarin mengatakan akan melunasi semua hutang Tito asal Zhafirah mau menikah dengannya.
Tiba disebuah gedung yang menjulang tinggi dan berada di tengah kota, Zhafirah menemui resepsionis. ia mengatakan bahwa ingin bertemu Arkha. Ia menyerahkan kartu nama yang diberikan sopir Arkha kemarin. resepsionis itu tampak memindai penampilan Zhafirah dengan seksama dari bawah hingga ke atas serta tatapan ejekan.
"Anda sudah buat janji dengan Pak Arkha?" Tanya resepsionis yang menggunakan rok diatas lutut itu.
"Belum. Tapi beliau mengatakan saya bisa kekantor ini jika ingin bertemu beliau." Ucap Zhafirah pelan. Ia tahu bahwa dirinya dianggap rendahan karena mungkin penampilannya.
Bahkan saat tiba di area parkir tadi ia bisa melihat beberapa lelaki dan perempuan yang menatapnya aneh mungkin. Karena motor yang ia gunakan juga pakaiannya yang khas santri. Ia menggunakan rok hitam dan sebuah Tunik berwarna kuning serta jilbab yang senada dengan bajunya.
"Tunggu saja disana. Nanti saya tanyakan dengan asisten pribadi beliau dulu." Ucap Resepsionis yang terlihat dari bed namanya tertulis nama Risa.
"Baik," ucap Zhafirah. Ia pun berjalan kearah lobi yang terdapat sofa untuk menunggu sang pimpinan perusahaan itu.
Zhafirah tak menyangka jika Arkha adalah pemiliknya. Ia mengira jika Arkha hanya manager pemasaran atau bagian penagihan hutang.
Saat Zhafirah sibuk membaca majalah yang tersedia di meja bunda tepat disisinya. Ia cukup kaget ketika melihat ada seorang lelaki berdiri di hadapannya dengan tatapan angkuh.
"Akhirnya kamu datang kemari. Pilihan tepat." Ucap Arkha.
"Ikuti aku..." Ucap Arkha pada Zhafirah.
Arkha yang baru tiba dikantornya sengaja langsung menghampiri Zhafirah. Ia ingat bagaimana gadis ini menolaknya dengan ucapan tak sudih kemarin.Namun hari ini perempuan itu datang menemuinya. Arkha sebenarnya merasa beruntung, Ia bisa mengabulkan keinginan sang ibu. Disamping itu, gosip jika ia sebagai orang ketiga dari salah seorang aktris juga bisa ia tepis dengan dirinya menikahi Zhafirah. Dan yang paling penting, ia tak ingin terkekang dengan hubungan pernikahan. Ia juga tak harus memiliki anak.
Bagi Arkha memiliki anak akan sangat merepotkan, bukan perihal ekonomi. Tetapi baginya akan banyak waktu yang harus terbuang karena memiliki anak. Waktu yang harusnya bisa ia gunakan untuk kerja harus terbuang dengan memperhatikan anaknya.
Zhafirah mengikuti langkah Arkha. Ia berjalan dibelakang asisten pribadi Arkha. Di dalam lift, Romi menyebutkan jadwal rapat hari itu.
"Cancel semuanya. Dan kamu siapkan kontrak kerja yang sama persis seperti dirimu." Ucap Arkha pada Romi. Lelaki itu mengangguk.
Ia merasa aneh. Karena Arkha yang sudah dua tahun memimpin perusahaan peninggalan Pak Bagas itu tak pernah merubah jadwal seenaknya.
"Kamu bawa KTP?" Tanya Arkha Pada Zhafirah.
Gadis itu mengangguk.
"Serahkan pada Romi." Ucap Arkha tanpa memandang Zhafirah.
"Untuk apa?" Tanya Zhafirah heran.
"Untuk mengurus surat nikah kita. Bukankah kamu kemari untuk menikah dengan ku? Kamu pasti menerima opsi yang aku tawarkan bukan?" Tanya Arkha.
Zhafirah mengerucutkan bibirnya. Ia tak habis pikir ada lelaki yang tanpa basa basi juga sombong serta begitu percaya diri.
"Sombong sekali." Ucap Zhafirah dalam hatinya.
Ia membuka tas kecil di samping pinggangnya. Ia serahkan kartu identitas miliknya pada Romi. Asisten Pribadi Rakha itu melirik Arkha tak percaya ketika bosnya itu memerintahkan hal yang begitu mendadak.
"Setelah kamu menyiapkan surat perjanjian nikah, nanti aku beri kamu lagi untuk di revisi. Kamu segera urus surat pernikahan ku. Juga Sebuah pesta dan konferensi pers besok pagi. Oya satu lagi, aku mau semua cukup sederhana dan tetap ada media yang meliput." Ucap Arkha membuka satu kancing jas nya dan keluar dari lift saat pintu lift terbuka.
Zhafirah mengikuti Romi. Lelaki itu membukakan pintu Arkha dan menunggu Zhafirah masuk kedalam ruangan baru ia tutup pintu itu.
Arkha duduk di kursi kebesarannya. Zhafirah justru hanya berdiri tak berani duduk karena belum dipersilahkan.
"Heh. Apa kamu harus semua diperintahkan?" Ucap Arkha kesal dan menatap kursi di depannya lalu mengambil kertas dan pulpen.
Zhafirah duduk dan Arkha tampak sibuk dengan kertas. Ia menulis point-point untuk perjanjian nikah dirinya dan Zhafirah. Setelah selesai ia menyerahkan pada Romi.
"Aku ingin ini di cap jempol bukan di tandatangani." Ucap Arkha.
Romi pun mengangguk. Ia keluar membawa kertas itu dan kartu identitas milik Zhafirah. Gadis yang dari tadi menunduk itu cukup gugup karena ia hanya tinggal berdua dengan Arkha.
"Satu hal, Aku ingin kamu menjadi menantu yang baik untuk Mama ku. Aku tidak suka jika kamu menyakiti Mama ku. Dan berusahalah merubah penampilan mu mulai hari ini. Aku adalah CEO di perusahaan ini. Bahkan aku juga CEO di sebuah rumah entertainment." Ucap Arkha.
Zhafirah bingung kenapa lelaki tampan, kaya justru ingin menikah dengan dirinya dan hanya sebagai status.
"Dan, tak ada yang boleh tahu jika kita menikah karena perjanjian apalagi karena aku membayar hutang ayah mu. Termasuk Mama ku apalagi media. Paham?" Tanya Arkha.
"Paham. Bolehkah saya bertanya?" Tanya Zhafirah masih menunduk.
"Heh. Setidaknya aku punya istri yang aku atur bukan dia yang mengatur apalagi merepotkan." Batin Arkha yang dari tadi melihat Zhafirah tak berani memandangnya.
"Katakanlah." Ucap Arkha yang sudah membuka laptopnya.
"Pertama kenapa anda mau menikah dengan saya, kedua saya mohon lindungi ibu saya dari lelaki bernama Tito itu. Maka semua syarat yang anda ajukan saya terima di surat perjanjian." Ucap Zhafirah.
"Gadis pintar. Satu, saya tidak suka diatur. Jangan banyak tanya. Jika nanti kita menikah, jangan banyak bertanya tentang urusan saya. Jangan pernah campuri urusan saya. Kedua, tidak ada yang akan menganggu ibu mu. Dan kamu jika melanggar perjanjian. Aku akan meminta kembalikan uang ku menjadi 1 milyar." Ucap Arkha yang sudah menangkupkan jari-jari nya di depan wajahnya hingga berbentuk segitiga.
Zhafirah mengangkat wajahnya ia menatap Arkha dan ia mengangguk pelan.
Zhafirah menandatangani surat yang telah di print out oleh Romi. Ia menggunakan ibu jarinya untuk membubuhkan cap jempol di kertas itu. Ada 15 point' yang di tulis di surat itu. Dimana 15 point' itu hal-hal yang tak boleh dilanggar oleh Zhafirah. Ia setidaknya merasa senang karena ada point' bahwa jika perceraian terjadi, maka dirinya akan mendapatkan harta Gono gini sesuai keputusan pengadilan.
Hal itu sengaja dibuat oleh Arkha, karena baginya itu point' untuk membuat Zhafirah pergi meninggalkan dirinya sehingga ia bisa membuktikan pada Mamanya bahwa ia sudah berusaha mewujudkan impian Bu Indira. Dan saat ibunya tidak ada di dunia lagi, Ia bisa meninggalkan Zhafirah tanpa harus memikirkan bahwa akan ada tuntutan lebih perihal harta Gono gini. Dan ia berpikir tawaran menggiurkan bagi Zhafirah jika ia meminta cerai dihadapan ibunya. Zhafirah bisa mendapatkan imbalan uang yang begitu besar. Karena Arkha berpikir, mana ada perempuan yang tak tergiur uang dalam jumlah fantastis.
Zhafirah justru memandang hal itu sebagai keadilan dari Arkha terhadap dirinya sebagai istri. Arkha tidak tahu jika Zhafirah tida seperti kebanyakan perempuan yang hanya fokus pada uang dan materi.
"Setidaknya, Ibu aman. Aku juga tak terlibat hubungan zina yang membuat diriku berdosa. Biarlah sampai mana aku mampu bertahan dengan takdir ku sebagai istri sebatas Status. Toh pernikahan kami sah secara agama dan negara." Batin Zhafirah.
"Kamu yakin tak akan tergoda dengan nya?” Tanya Selena pada Arkha, yang mereka lakukan vya sambungan video call.
“Kamu sudah ku kirim kan fotonya kan? Kamu pikir aku akan suka dengan perempuan seperti dia. Seujung kuku mu saja dia tak ada Beib.” Ucap Arkha sambil tetap fokus di atas sepeda static. Sebuah alat yang merupakan alat fitness yang berfungsi untuk melatih otot kaki.
Arkha masih tetap menjaga kecepatan dan tekanan dalam menggowes static bicycle yang ia atur sesuai dengan kemampuan tubuhnya. Keringat mengucur deras dari tubuh CEO Bagaskara itu. Selena tertawa renyah mendengar apa yang diucapkan kekasih gelapnya. Ia menikah dengan salah satu pejabat karena demi kariernya. Ia juga sebenarnya sudah dua kali menikah. Namun ia tak bisa menikahi Arkha karena perbedaan keyakinan. Hal itu terjadi semenjak mereka kuliah di Jepang.
Hubungan yang sempat berakhir, harus dilanjutkan saat Selena menghubungi Arkha saat ia merasa bahwa suaminya tak punya perhatian untuknya. Ingin menikah namun Arkha dan dirinya juga sama-sama tak ingin terikat. Namun ada rasa kecewa dalam hati Selena ketika ia tahu bahwa Arkha akan menikah. Tetapi rasa khawatirnya cukup tersingkirkan karena melihat sosok perempuan yang akan menikah dengan kekasih nya adalah perempuan jauh dari kata modern.
“Ya sudah, aku tak bisa menghubungi mu dan bertemu dengan kamu satu minggu ini. Ingat kirimkan karangan bunga ucapan selamat juga siapkan kata-kata selamat. Kemungkinan media besok banyak mencari mu. Pagi ini aku akan mengadakan konferensi pers” Ucap Arkha.
Selena menutup sambungan telepon tersebut. Ia segera menyiapkan kalimat apa yang akan ia ucapkan saat para awak media mencari nya. Ia selama ini dianggap artis yang punya hubungan gelap dengan Arkha. Namun kepiawaiannya dan Arkha bisa membuat dirinya tidak dicurigai suaminya yang seorang dokter juga para awak media. Karena Selena berada di bawah naungan rumah entertainment dari Bagaskara group dimana Arkha adalah CEO nya.
Arkha pagi itu sudah rapi dengan pakaian santainya. Ia menemui Bu Indira di taman belakang.
“Ma, sudah siap?” Tanya Arkha.
Bu Indira akan pergi menemui Bu Riana sementara dirinya dan Zhafirah akan mengadakan konferensi pers. Ia sudah memberikan catatan pada sang calon istri untuk menyamakan jawaban di media dan orang tuanya. Dari bagaimana kisah mereka bertemu sampai ia dilamar oleh Arkha.
“Sudah, Mama senang kamu akhirnya mau menikah. Kenapa tak dari dulu kalau memang kamu sudah punya calon.” Ucap Bu Indira kesal.
“Aku hanya memastikan bahwa dia tak menyukai aku karena harta Ma. Sesuai dengan harapan Mama.” Ucap Arkha.
Bu Indira pun memeluk anaknya. Ia merasa bahagia. Semalam ia sudah berkomunikasi dengan Zhafirah. Kesan pertama sudah membuat Bu Indira bahagia, ia nyaman dan yakin dengan sosok Zhafirah. Perempuan cantik, ceria, rendah hati, baik hati, murah senyum juga begitu sopan.
“Telepon Zhafirah.” Ucap Bu Indira.
“Buat apa Ma?” Tanya Arkha yang penasaran.
“Telepon saja. Pakai ponsel Mama.” Ucap Bu Indira seraya menyerahkan ponselnya.
Arkha menekan nomor yang memang sudah ia hapal. Lalu sambungan telepon pun tersambung.
“Halo Zha, Mama ingin bertanya sama kamu. Kamu suka warna apa?” Tanya Bu Indira sambil menempelkan ponselnya di telinga.
“Apa saja Bu...” Ucap Zhafirah sopan.
“Mama, Zha. Panggil Mama. Kata Arkha kamu suka warna ungu. Betul?” Ucap Bu Indira.
“Iya tapi untuk semua buat besok terserah Ma-ma.” Ucap Zhafirah yang belum terbiasa memanggil Bu Indira dengan Mama.
Warna kesukaan Zhafirah sebenarnya putih dan hijau, tetapi Arkha sengaja mengatakan bahwa Zhafirah suka ungu, warna yang disukai Selena bukan Zhafirah.
Saat Arkha sudah menjemput Zhafirah. Ia menarik sudut bibirnya.
“Oh Selena. Feeling mu betul-betul bagus Beib. Perempuan ini tampil cantik hari ini. Ini jelas pekerjaan Romi.” Ucap Arkha dalam hatinya.
Zhafirah tampil cantik dan anggun dengan baju yang Romi belikan di butik yang khusus untuk perempuan berhijab. Yang membuat Romi juga bingung, wajah Zhafirah tanpa make up tapi mampu membuat dirinya tampil cantik juga anggun. Pakaian yang senada membuat Arkha dan Zhafirah terlihat pasangan yang serasi. Namun yang membuat Arkha mendengus kesal saat ia akan memeluk pinggang Zhafirah ketika akan menuju ruangan konferensi pers, Zhafirah menjauh dan menolak di peluk oleh Arkha.
“Maaf.... Kita belum halal. Saya jalan sendiri saja.” Ucap Zhafirah sambil mengangkat kedua tangannya.
Arkha menahan geraham nya. Andai tak banyak media sedang memotret dirinya. Ia sudah melampiaskan rasa kesalnya. Namun ia tersenyum manis. Ia pun mempersilahkan Zhafirah berjalan lebih dulu. Namun hal tak terduga justru membuat Arkha melongo tak percaya.
“Wah, jadi bertemu dan kenal vya messenger ya Pak Arkha?” Tanya salah satu media infotainment.
“Ya,” Jawab Arkha mengangguk.
“Berarti tidak pacaran ya? Ta’aruf ya Mas?” Tanya reporter yang lain.
Arkha tampak bingung dengan kata ta’aruf .
“Iya.” Jawab Zhafirah singkat.
Kilatan demi kilatan cahaya yang berasal dari Blitz kamera membuat Zhafirah tak percaya diri. Ia lebih banyak menunduk.
“Berapa lama waktunya?” Tanya reporter yang lain.
“Satu bulan.” Ucap Arkha.
Arkha bahkan tak percaya bahwa seketika, jagat maya dan media sosial membuat tagar dimana dirinya menjadi trending topik. Tagar tentang dirinya menjadi top tweet.
#ArkhaBagaskaraMenikahLewatTaaruf
#ArkhaZhafirahBestCouple
#CEOBagaskaraKepincutMbakSantri
#ArkhaAkanMelepasMasaLajang
Namun satu orang sedang merasa tak percaya dengan sebuah video konferensi pers yang baru saja ia tonton.
“Zhafirah... Tidak mungkin, rasanya sebulan lalu ia mengatakan untuk pulang urusan keluarga. Dan tak mungkin dia menikah dengan Arkha.” Ucap lelaki yang lama menaruh hati pada Zhafirah sambil mencoba menelpon Zhafirah.
Namun sambungan itu tak berhasil. Zhafirah sudah tak lagi memiliki nomor yang lama. Arkha memberikan nomor baru untuk Zhafirah beserta satu ponsel. Karena semalam Mamanya ingin menghubungi Zhafirah vya video.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!