NovelToon NovelToon

Ꭲhꫀ Ꭹꪮᥙᥒg ℳᥲɾɾเᥲgꫀ

Sebuah Awal

Kelas XII Ipa dua...

Melissa termenung di dalam kelas dengan dagu yang ditompangkan kedua tangannya. Pikirannyaterus memikirkan soal perjodohan yang dibincangkan pada malam tadi. Saat Melissa berniat menolaknya, bayangan soal kebaikkan orang tuanya terus menghantui pikiran, apalagi Melissa adalah anak tunggal.

“Melissa!” Seru seseorang memanggil namanya, dan seketika lamunan menjadi buyar. Karra, dina, dan Azira tampak memandang ke arah Melissa.

“Ada apa?”

“Lo nggak ke kantin?”

“ke kantin kok”

“Yaudah ayo!”

“Iya” Melissa pun berdiri dari tempat duduknya dan berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya. Melissa tak menceritakan soal perjodohannya dengan Rendy pada tiga sahabatnya, Melissa berusaha bersikap biasa di depan mereka.

Di kantin....

“Lo pesan apa?” tanya Dina pada Melissa.

“Seperti biasa aja”

“Oh oke bentar ya” katanya sambil meninggalkan Melissa untuk memesan makanan Melissa, Azira, dan Karra. Karena tak mau buang-buang tenaga untuk antri, jadi mereka selalu bergantian untuk memesan makanan kepada satu orang dan orang itu akan memesan kepada pemilik kantin.

Beberapa saat kemudian Dina datang dengan nampan yang berisi pesanan untuk semua. Di saat mereka sedang asyik mengobrol tiba-tiba Rendy datang dan duduk tepat disebelah Melissa.

“Hai Meli, kamu lagi makan apa?” Rendy berkata sambil tersenyum. Karena perjodohan diantara mereka, jadi sejak tadi malam ia ngomong pake aku-kamu.

Dina, Azira, dan Karra menatap ke arah Rendy dan Melissa dengan tatapan heran. Melissa hanya diam tak merespon perkataan Rendy.

“Coba deh makanan punyaku pasti enak” katanya sambil mengarahkan sendok yang berisi batagor pada Melissa.

“Cepat, jika kita tak bersikap baik maka pertunangan tidak akan dilakukan tapi langsung ke pernikahan” bisiknya dengan nada suara serius.

“Apa?” tanya Melissa lebih pelan. Dan dengan terpaksa perempuan itu menerima suapan itu dengan berat hati. “Enak” kataku sambil senyum dipaksakan.

“Kalian kenapa sih?” Karra bertanya pada Melissa dan Rendy.

“Emang Meli nggak ngasih tau kalau--”

“Hssh, udah kok” kata Melissa memotong pembicaraan Rendy yang hampir saja membuatnya malu. Melissa pun menatap kearah mereka dengan senyuman buatan, Mereka tampak mengangguk-angguk sendiri tanpa tau apa yang sedang dibicarakan.

“Oh udah ya, baguslah nih aaa” katanya lagi sambil mengarahkan sendok pada Melissa lagi.

“Aku bisa makan sendiri kok” Melissa menghentikan perbuatan Rendy. Ia menyantap bakso sambil sesekali menatap ke arah Rendy dengan tatapan kesal.

“Sebenarnya lo sama Rendy itu punya hubungan apa sih?” tanya Azira pada Melissa setelah keluar dari ruang kantin dan sedang berjalan menuju kelas.

“Nggak apa-apa” Jawab Melissa dengan cuek.

“Nggak mungkin, buktinya Rendy tadi nyuapin lo dan lo nerima. Pasti ada apa-apa” ucapan Dina membuat atmosfer di sekitar peremuan itu menjadi panas.

“Jangan-jangan lo pacaran ya?” Karra bertanya pada Melissa dengan nada suara menebak.

“Ih apaan sih, pada ngawur semua omongannya”

“Terus?”

“Jadi gue sama Rendy itu dijodohin sama orang tua gue, udah puas?” jawab Melissa blak-blakkan pada mereka, menurut Melissa tak ada gunanya juga berbohong kalau tetap akan terbongkar.

Gelak tawa yang keras dari mereka bertiga langsung mengundang tatapan-tatapan aneh dari orang banyak. “Makanya Mel, coba kalau lo nerima pernyataannya dari dulu ‘kan lo nggak bakal dijodohin sama orang tua lo”

“Ah udah ah, ribet ngomong sama kalian” Kata Melissa dengan kesal kepada tiga sahabatnya. Melissa pun berjalan mennggalkan mereka dengan masih kesal.

Bersikap baik, Melissa harus bersikap baik dengan Rendy. Itu adalah hal yang mustahil baginya, Rendy adalah seorang yang terus mengejar sesuatu yang ia ingini dan sekarang Melissa mengambil kesimpulan jika perjodohan ini adalah ulahnya. Jika ia yang membuat hal-hal bodoh ini dilakukan, lalu bagaimana Melissa bisa bersikap baik dengannya?

“Hai Meli” Sebuah suara mengagetkan Melissa dan itu adalah Rendy.

“Kenapa sih?” tanya Melissa dengan kesalnya.

“Jangan judes kalau sama aku, nanti kamu tahu akibatnya”

Amarah Melissa sudah mencapai puncak, Rendy selalu mengancam seseorang untuk menuruti kemauannya, tapi Melissa bukanlah cewek bodoh yang seperti itu. Yang mau berlutut kalah di hadapannya.

Melissa menarik Rendy ke dalam lab Ipa dan meluapkan segala amarah yang ada dalam pikirannya. “Maksud lo apaan sih?” tanya Melissa langsung pada Rendy.

“Apaan?” Tanya Rendy dengan ekspresi bingung.

“Nggak usah basa-basi, lo kan yang ngebuat perjodohan ini dibuat”

“Nggak”

“Lo pikir gue nggak tahu apa?”

“Malah aku yang nggak ngerti apa yang kamu omongin” katanya dengan nada yang sedikit ditinggikan.

“Gue itu tahu kalau lo nggak bakal ngelepasin orang yang lo incar” Kata Melissa lagi sambil menunjuk kearah wajah Rendy.

“Tapi perjodohan ini bukan aku yang mau” Kata Rendy seakan membela dirinya yang tak bersalah.

“Banyak alasan” Melissa lalu pergi meninggalkannya dengan perasaan masih marah.

“Meli!” Terdengar seruan dari Rendy di telinga Melissa namun tak kuhiraukan seruan itu. Perempuan itu terus berjalan keluar dari ruang labolatorium ipa, tanpa menoleh ke belakang.

Di rumah....

Melissa berbaring di atas kasur sambil membaca sebuah buku, tiba-tiba suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. Mama Melissa terlihat membuka pintu dan tersenyum ke arah putri tunggalnya.

“Kenapa Ma?”

“Mama mau minta tolong ke kamu, tolong kamu antar ini ke rumah mama Rendy” Lina berkata pada Melissa sambl tersenyum ramah. Di tangannya terdapat sebuah bungkusan, entah bungkusan apa itu.

“Kenapa aku sih Ma?” tanya Melissa dengan malas.

“Udah antar aja” Mama pergi meninggalkan Melissa sendiri di dalam kamar.

Melissa hanya bisa mematuhi apa yang dikatakan Mamanya.

Dengan mengendarai mobil AVANZA putih, perempuan itu menyusuri jalan raya yang padat akan kendaraan yang berlalu lintas.

Dan pada akhirnya ia sampai di rumah mewah bercat putih, inilah tempat keluarga Rendy tinggal. Memang mewah, karena ayahnya adalah pemilik perusahaan besar yang cabangnya sudah menyebar luas di bumi Indonesia. Rendy pun sudah memegang satu perusahaan saat menginjak kelas sebelas.

Melissa turun dari dalam mobil dan melangkahkan kaki menuju pintu rumah itu, ia bunyikan bel beberapa kali hingga ada yang membukakan pintu untuknya. Tampak seorang wanita seumuran mama Melissa membukakan pintu, itulah Mamanya Rendy. ”Eh Melissa, tumben kesini?” katanya dengan ramah.

“Iya Tante tadi disuruh Mama ngantar ini” kata Melissa sambil memberikan bungkusan yang Mama titipkan padanya.

“Oh makasih ya Mel” katanya sambil mengambil bungkusan itu dari Melissa. “Masuk Mel”

“Nggak usah Tan, aku langsung pulang aja” Tolak Melissa halus.

“Nggak apa-apa sebentar aja kok sekalian ketemu sama Rendy” katanya sambil menarik tangan Melissa masuk ke dalam rumah, perempuan itu pun menurut (dengan berat hati). Ia menyuruh Melissa duduk di sofa coklat yang berada di ruang tamu.

Lalu ia memanggil putranya yang bernama Rendy, Melissa merasa seperti dikekang oleh keluarga yang menjodohkannya dengan laki-laki itu.

Rendy turun melewati anak tangga yang panjang, ia tersenyum kearah Melissa. Senyum yang dianggap senyum malaikat maut oleh Melissa, “Ada apa Mel?” tanyanya.

“Nggak apa-apa” jawab Melissa singkat.

“Kalau nggak apa-apa kok mampir sih?”

“Disuruh Mama ngantar barang”

“Lho kamu jadi kurir ya?” katanya sambil tertawa garing.

“Nggak usah ngomong omong kosong deh” kata Melissa dengan kesal, ia membuang muka dari hadapannya, Melissa merasa bosan melihat wajahnya itu. “Udah ah gue mau pulang” kata Melissa sambil mengambil kunci mobil dari dalam saku celananya.

Namun ketika Melissa hendak berdiri dari sofa yang empuk, Ana datang sambil membawakan nampan yang berisikan sirup. “Lho Melissa mau kemana?” tanya wanita itu pada Melissa yang sudah bangkit berdiri.

“Katanya mau pulang Ma” Rendy berkata dengan jujur.

“Lho kok cepat banget ini lho diminum dulu udah dibuatin”

“Nggak usah Tante, soalnya lagi buru-buru” Kata Melissa dengan halus, ia ingin sekali keluar dari rumah ini.

“Tolong dihargai apa yang sudah dibuat Mamaku” Kata Rendy serius pada Melissa.

Melissa pun kembali duduk dan mengambil segelas sirup dan meneguknya. Lalu Mama Rendy permisi kembali ke dapur, meninggalkan dua remaja itu di ruang tamu. Melissa menatap tajam ke arah Rendy yang terlihat santai meneguk minumannya.

“Ren, sebenarnya mau lo itu apa sih?” tanya Melissa pada Rendy.

Kesepakatan Pembatalan Pernikahan

“Ren, sebenarnya mau lo itu apa sih?” tanya Melissa pada Rendy.

“Maksudnya?”

“Kenapa lo bikin ni perjodohan diadakan?”

“Mel, dari tadi siang udah aku bilang kalau perjodohan ini bukan aku yang mau”

“Hh, pokoknya gue nggak akan pernah mau berjodoh sama lo”

“Tapi tetep aja kamu akan jadi istriku pada akhirnya”

Kata-katanya barusan membuat Melissa ingin tutup telinga, itu seperti kutukan yang akan terus mengikutinya seumur hidup. “Kenapa sih lo itu nggak bisa ngebiarin gue hidup bebas pada masa SMA ini”

“Ya tinggal beberapa bulan lagi dan pernikahan kita akan dilaksanakan” kata Rendy enteng pada Melissa yang terlihat enggan mendengarnya.

Begitu mudahnya dia ngomong soal penikahan yang tak akan pernah Melissa harapkan. “Stop gue lagi nggak pengen dengar soal itu!” kata Melissa berusaha mengalihkan perhatian soal perjodohan dan pernikahan. “Tolong cari topik cerita yang lain”

“Oke Meli, bagaimana persiapanmu untuk ujian kali ini?” katanya pada Melissa dengan nada suara meremehkan.

“Jelas sudah matang” kata Melissa dengan serius.

“Kalahkan aku di ujian kali ini dan jika kamu berhasil aku akan membuat perjodohan ini dibatalkan” Kata Rendy dengan nada suara pelan agar tak ada yang mendengar kata ‘perjodohan ini dibatalkan.

Melissa mengerinyitkan alisnya berusaha mencari titik bercanda dari Rendy, namun tak ia temukan. Rendy terlihat serius akan hal ini, Melissa tak tahu apa alasannya melakukan semua itu. “Bagaimana kalau gue tetap berada diposisi kedua?” tanya Melissa yang memiliki makna jika ia sedang tawar menawar dengannya.

“Meli, semua orang tahu kalau kamu selalu berada diposisi dua setelah aku” kata Rendy sambil tersenyum licik. “Penawaranku adalah kamu harus bisa mengalahkanku diujian kali ini, jadi otomatis kamu harus berada di posisi pertama”

Melissa menimang-nimang sebentar memikirkan matang-matang apa yang harus dipilih. Membiarkan perjodohan tetap berjalan lalu akhirnya masuk ke gerbang pernikahan atau menerima tantangan yang diberikan Rendy agar perjodohan ini dibatalkan.

“So, how?” tanyanya lagi pada Melissa.

“Gue terima tantangan lo, tapi lo harus menepati janji lo”

“No problem” katanya enteng pada Melissa sambil tersenyum meremehkan.

Lalu Melissa pulang ke rumahnya sambil memasang tekad yang kuat untuk mengalahkan Rendy di semester ini demi membatalkan perjodohan. Sesampai di rumah ia langsung mencari buku-buku pelajarannya akan ia baca, segalanya Melissa usahakan agar mendapat peringkat satu di ujian kali ini.

Belajar, belajar, dan belajar adalah satu-satunya cara Melissa untuk bisa menandingi Rendy di segala mata pelajaran baik teori maupun praktek.

Beberapa bulan telah berlalu dan hari-harinya Melissa isi dengan buku-buku di dalam kamarnya. Hingga saatnya ujian itu diadakan, Melissa berusaha keras menjawab soal ujian itu dengan teliti.

Dan akhirnya pengumuman hasil ulangan diumumkan, Melissa cukup gembira mendapat nilai yang hampir sempurna. Semua mata pelajarannya rata-rata nilainya 89, Melissa tersenyum bahagia mendapat nilai itu, ternyata usahanya selama ini tak sia-sia.

“Dapat berapa Mel?” tanya Rendy pada Melissa, ia terlihat berdiri di samping Melissa.

“Jeng Jeng, nilaiku tinggi lho. Maaf aja ya” kata melissa dengan sombongnya pada laki-laki yang bernama Rendy itu. Melissa begitu percaya diri karena bisa mendapatkan nilai tinggi dan memiliki pemikiran jika miliknya lebih tinggi daripada Rendy.

“Wah selamat ya, tapi memang maaf sih” Senyum Melissa langsung berubah ketika Rendy menyombongkan nilainya. Ia mendapat rata-rata nilai 93, memang satu hal yang menakjubkan.

Mata Melissa menunjukkan suatu hal yang hampir sama dengan kata terkejut. “Berarti...” kata Melissa pelan begitu pelan.

“Berarti perjodohan kita tetap akan terjadi” katanya sambil tersenyum, senyum malaikat maut.

Melissa tak bisa percaya dengan semua ini, ini mustahil.

“Udah dibawa santai aja” katanya sambil menepuk-nepuk pundak Melissa pelan, “Nanti malam aku ke rumahmu, kita jalan-jalan” lalu ia pergi meninggalkan Melissa di lapangan yang padat itu. Belum sempat Melissa menjawabnya, ia sudah duluan berlalu dari pandangannya.

Di rumah.....

Melissa masih termenung di dalam kamarnya, dan melihat ke arah cermin di depannya melihat betapa bodohnya kelakuan yang sedang Melissa lakukan. “Meli ada Rendy tuh!” suara berat seorang laki-laki yang adalah Papa Melissa terdengar di telinga putri tunggalnya.

“Iya Pa!” seru Melissa balik. Ia lalu segera memakai jaket birunya dan keluar dari dalam kamar lalu menuju ruang tamu tempat Rendy berada.

“Ada apa?” tanya Melissa judes pada Rendy.

“Kita ke kafe yuk” katanya sambil tersenyum tulus namun tetap saja senyum itu tak terlihat tulus di mata Melissa.

“Ngapain?” tanya Melissa sambil mengambil handphone dari dalam tas kecilnya yang berwarna krem.

“Minum kopi” katanya lagi sambil bangkit berdiri.

“Kalau mau minum kopi ’kan juga bisa di rumah nggak usah di kafe”

“Yaelah sekalian refresing” katanya sambil menggandeng Melissa.

“Kami pergi ya Om” katanya kepada Papa Melissa yang entah kapan ada di ruangan tersebut.

“Ya” kata Papanya singkat.

Ia lalu menarik Melissa keluar rumah, dan membukakan pintu mobilnya untuk perempuan itu. Melissa hanya cuek saja dan masuk ke dalam mobil itu, ia lalu menutup kembali pintu yang ia bukakan pada Melissa dan masuk ke dalam mobil yang berada di belakang setir.

Dengan hati-hati ia mengendarai mobil itu, menyusuri jalan-jalan yang begitu padat. Dan pada akhirnya mereka sampai di kafe yang kelihatannya lumayan banyak yang mengunjungi, lalu Rendy turun dari dalam mobil dan membukakan pintu mobil yang ada di samping Melissa.

Melissa memutar bola matanya malas, lalu turun dari dalam mobil itu dan berjalan mendahului Rendy.

“Tunggu aku” Rendy berkata sambil menyesuaikan irama langkahnya.

Ketika sampai di dalam kafe itu, mereka langsung memilih tempat duduk yang baik. Lalu memesan secangkir moccachino untuk Melissa minum, sedangkan Rendy ia memesan secangkir cappuchino untuk ia minum. Pesanan yang mereka pesan belum kunjung datang karena banyaknya pelanggan yang harus di layani.

“Mama dan Papaku bilang bulan depan pesta pernikahan akan dilaksanakan” Lagi-lagi Rendy mengungkit kisah itu, kisah yang sedang tak ingin Melissa bahas.

“Hhh, bisa nggak ngebahas hal itu gak” kata Melissa dengan kesal pada Rendy. Tak lama kemudian minuman yang dipesan pun datang, Melissa meminum moccachno yang ia pesan dan meneguknya.

“Keliatannya kamu nggak suka banget ngebahas soal pertunangan ini ya?” katanya dengan lirikan heran, lalu ia meneguk capuchinonya dengan tenang.

“Lo mau gue jujur? Oke gue jawab, karena gue emang nggak suka kalau hidupku diatur-atur sama orang lain” kata Melissa dengan tatapan serius.

“Dibawa santai aja kali” katanya dengan santai pada perempuan di hadapannya, “Kalau kita nggak jodoh pasti ada masalah yang akan memutuskan tali perjodohan ini” kata Rendy pada Melissa dengan senyum kecil.

“Kalau kita jodoh?” tanya balik Melissa pada Rendy.

“Emang kamu mau berjodoh denganku?” tanyanya sambil tertawa kecil.

Melissa menatapnya dengan tatapan kosong, itu adalah satu perkataan yang dikatakan oleh Rendy yang menurutnya begitu langka karena kata-kata biasanya selalu terlihat menggoda.

Ia lalu meneguk minumannya lalu kembali menatap Melissa. “Saat ini cukup serahkan aja pada Tuhan, semuanya” Katanya lagi.

Melissa tersenyum mendengar perkataannya barusan.

“Kok kamu senyum-senyum sendiri, ada apa?” tanyanya ketika Melissa tersenyum manis.

“Ngggk apa-apa, cuma seneng aja mendengar omongan lo yang bukan omong kosong” kata Melissa sambil terus tersenyum sambil memandangnya.

“Hahaha emang omonganku selama ini omong kosong ya” katanya sambil tertawa lepas.

“Udah jam delapan nih, pulang yuk” kata Melissa pada Rendy sambil melirik jam tangannya.

“Yaelah baru jam delapan, kita ke taman dulu” katanya sambil bangkit berdiri dan memegang tangan Melissa lalu mengajaknya keluar setelah ia membayar minuman mereka berdua.

Lalu kami menuju parkir mobil dan lagi-lagi ia membukakan mobil untuk Melissa. Perempuan itu menghela nafas panjang lalu memasuki mobil tersebut, Rendy kemudian memasuki mobil juga dan menyetirnya menuju taman.

Di taman terlhat beberapa keluarga dan juga pasangan-pasangan sedang menikmat malam itu. Melissa merasa tak nyaman dengan suasana malam ini, ingin rasanya ia pergi dari sini.

“Ayo” suara Rendy mengagetkan Melissa lalu tangan Rendy menggenggam tangan Melissa lalu menariknya menuju bangku taman.

“Kamu tahu nggak, ini adalah tempat kesukaanku” kata Rendy sambil memandang langit yang kelihatannya cerah.

Melissa menatapnya dengan heran baru tahu kalau cowok yang gayanya asal-asalan namun berprestasi seperti Rendy menyukai sebuah tempat yang sering dikunjungi orang banyak seperti taman.

“Oh ya?”

“Serius, tapi bedanya hari ini aku nggak sendiri” katanya sambil menatap Melissa sambil tersenyum.

Melissa pun tersenyum ke arahnya, “Berterima kasihlah karena gue mau nemanin lo malam ini.”

“Kamu laper gak?” Tanyanya pada Melissa sambil menunjuk beberapa pedagang yang sedang berjualan di sekitar taman. Agak gengsi juga sih minta jajan ke cowok yang tak ia suka ini, tapi kalau ditawarin makan siapa yang nolak apalagi kalau itu gratis.

“Jagung bakar kayaknya enak deh” kata Melissa setelah melihat sebuah gerobak yang sedang membakar jagung dan membuat aroma yang menggugah indra pengecapnya.

“Ya udah tunggu bentar ya” Katanya sambil berdiri dan berjalan santai menuju gerobak jagung bakar.

“Pedes ya” seru Melissa pada Rendy sebelum ia semakin jauh. Ia mengacungkan jempolnya ketika mendengar seruan itu. Melissa menyandarkan tubuhnya di bangku taman itu sambil memandang langit malam yang bertabur bintang.

Tak lama kemudian Rendy datang sambil membawakan dua buah jagung bakar dan dua botol air mineral. “Nih!” katanya sambil menyodorkan sebotol air mineral dan juga jagung bakar pesanan Melissa.

“Makasih ya” Kata Melissa sambil tersenyum, tangannya mengambil benda yang diserahkan Rendy padanya. Lalu Melissa mengambil sebungkus tisu dari dalam tasnya dan menaruhnya di paha.

Perempuan itu pun menikmati jagung bakar itu, dengan ditemani malam yang cerah ia semakin menkmati hari ini walaupun dengan laki-laki yang ada di sampingnya ini. Waktu sudah menunjukkan jam 21.25 malam semakin larut, dan Rendy mengajak Melissa pulang, Melissa turuti saja kemauannya karena memang ia sudah puas menikmati malam ini.

Namun sebelum itu Rendy mampir dulu ke minimarket untuk membeli es krim milik Melissa. Perempuan itu memang penyuka es krim, apalagi saat dirinya sedang bad mood.

Serumah?

“Lusa temani aku ya” Rendy berkata tepat saat Melissa keluar dari mobilnya. Ia sudah mengantar sampai ke rumah.

“Ngapain?” Tanya Melissa datar.

“Ada deh” Katanya dengan penuh teka-teki “Mau ya?” Tanyanya lagi pada Melissa.

“Nggak ah, gue sibuk”

“Oh ayolah plis” Kata Rendy memohon dengan sangat.

Melissa memandangnya dengan tatapan aneh. “Yaudah deh” kata Melissa mengalah pada laki-laki itu.

Lalu dengan raut wajah senang ia kembali masuk ke dalam mobil lalu menghilang dari pandangan Melissa. Setelah kepergiannya perempuan itu pun masuk ke dalam rumah, “Gimana jalan-jalannya? Seru?” Papa mengagetkan Melissa, tiba-tiba saja ia berkata setelah Melissa masuk ke dalam rumah.

“Biasa aja” Jawab Melissa datar lalu menghampiri Papa Reno dan duduk di sampingnya.

“Kamu harus mulai membiasakan diri dengan Rendy” kata Papa lagi padaku sambil fokus dengan channel di televisinya.

“Kenapa?” tanyaku heran.

“Soalnya dia akan tinggal disini untuk sementara waktu, sebelum rumah yang disiapin untuk kalian selesai direnovasi”

“Apa?!” Melissa terkejut mendengar perkataan Papa tentang perpindahan sementara Rendy. “Kok gitu sih?”.

“Ya supaya kalian makin dekat aja”

“Sialan!” Umpat Melissa pelan, lalu ia pergi ke dalam kamar dan berbaring di atas kasurnya yang empuk untuk membaca buku yang tergeletak tak jauh dari tempat dia berbaring. Setelah banyaknya lembar buku yang kubaca akhirnya rasa kantukku tak tertahankan lagi mataku terasa berat untuk terus menatap tulisan-tulisan, tak terasa mataku mulai terpejamkan lalu tertidur.

. . . .

Pagi mulai merekah, Melissa bangun dari tidurku dan bersiap untuk pergi untuk acara kelulusan di sekolah. Setelah siap Melissa turun sarapan, makanan kali ini adalah nasi goreng berbeda dengan hari-hari biasanya yaitu roti dengan selai.

“Pagi Ma, pagi Pa”

“Pagi Meli” Balas mereka ramah. Melissa duduk di kursi dekat Mamanya dan mulai menikmati sarapan.

“Nanti kamu perginya sama Mama ya, Papa ada urusan dengan Papa Rendy” Ujar Mama Melissa dengan nada lembut.

“Hm”

. . .

Setelah acara kelulusan selesai Melissa langsung menghampiri Rendy dan menariknya untuk ke lantai tiga. Melissa bersama dengan Rendy dan mengeluarkan semua unek-uneknya karena rencana pernikahan. “Nyebelin, lo tahu kalo gue nggak pernah sudi buat nikah sama lo”

“Kita bisa apa, semua kan diatur sama orang tua bukan aku”

“Tapi lo senang kan?”

“Iya” Ujar Rendy sambil tersenyum.

“Nyebelin” Melissa berbalik badan dan hendak meninggalkannya.

“Eiit, Melissa dengerin aku dulu” Tangan Melissa di cengkramnya

“Apaan sih? Lepasin gue”

“Kamu seharusnya bisa ngerti apa yang terjadi buat saat ini, seharusnya kamu berpikiran dewasa untuk keadaan saat ini”

“Gue bisa berpikir dewasa, karena itulah gue nggak bakal sudi nikah sama lo”

“Terlambat, orang tuaku udah ngomong sama orang tua kamu kalau dalam kurun waktu enam bulan kita bakal menikah”

“Gue nggak bakal nerima lo masuk ke kehidupan gue sampai kapan pun”

“Sudah kubilang Mel, semua sudah terlambat mulai malam ini aku mulai tinggal di rumahmu dan barang-barangku akan sampai sore nanti di rumahmu. Aku juga nggak tahu pasti kenapa bisa dipercepat kepindahanku”

“POKOKNYA GUE NGGAK MAU!”

“Berusahalah sebisa mungkin untuk ngehancurin pernikahan itu. aku nggak akan membantumu karena aku tidak akan pernah membiarkan acara itu batal”

“RENDY! LO NYEBELIN, GUE BAKAL BATALIN SEMUA PERSIAPAN BODOH ITU”

“Coba aja, semakin kamu mencoba ngebatalin maka semakin cepat pernikahan bakal diadakan, bye”

“Dosa apa yang kulakukan sehingga hukumannya seperti ini?” Melissa menyenderkan tubuhnya di dinding kokoh, menatap kepergian Rendy yang semakin menjauh. Melissa mencoba mengumpulkan semua tenaganya untuk berjalan menuju aula tempat acara yang berlangsung hampir selesai. Pikirannya terus memikirkan cara agar rencana aneh itu batal.

. . .

“Ayo Mel kita pulang” Mama berkata pada Melissa ketika mereka berada di parkiran sekolah.

“Iya Ma” Melissa membuka pintu yang akan membuatku berada di samping kursi setir. Ketika ia menoleh bukanlah Mamanya yang ada di sampingnya. “Lho, lo ngapain disini?” Melissa bertanya dengan kesal bercampur bingung mendapati Rendy duduk di belakang setir.

“Aku mau pulang” Ujar Rendy singkat.

“Tapi kenapa lo ada di kursi setir, lo nggak bawa kendaraan apa?”

“Aku kan pulangnya ke rumah kamu”

“Ma!” Melissa menoleh ke belakang tempat Mamanya duduk.

“Apa sih Mel? Mama mau istirahat aja kamu gangguin” Ujar Mamanya sedikit kesal dengan kelakuan Melissa.

“Masa sih Rendy pulang ke rumah kita sih, Ma?”

“Emang kenapa sih? Rendy kan bentar lagi bakal jadi suami kamu”

“Denger tuh, su-a-mi” Ujar Rendy dengan nada mengejek.

“Diem lo, cowok laknat” Tanpa sadar Melissa menghujat Rendy tepat di depan Mamanya.

“Melissa, jaga omongan kamu. Selama Mama disini maka kamu nggak boleh berkata-kata kotor, apalagi sama Rendy” Ujar Mamanya dengan tegas.

“Nyebelin banget sih” Melissa menyandarkan tubuhku kasar di kursi penumpang itu. Rendy mulai melajukan mobil dan pulang.

Lagi-lagi hal mengejutkan ada di hadapan Melissa, dua koper terletak tepat di depan sofa ruang keluarganya. Yang pasti itu bukan miliknya, “Ini punya siapa?”

“Wah lebih cepat dari yang kuduga” Rendy muncul di samping Melissa lalu memegang dua koper miliknya.

Melissa menatap sinis pada Rendy. “Kata mamamu kamarku di kamar tamu, yaudah kalau gitu kutinggal dulu ya” Rendy melangkahkan kakinya sambil menarik dua koper yang memiliki roda itu.

“Gue capek, mau tidur. Awas lo bikin ulah yang bikin kesabaran gue habis” Melissa berkata dengan ketus pada Rendy yang belum terlalu jauh.

“Ck, bawel banget sih? Belum juga jadi istri udah berani ngatur” Rendy menghentikan langkahnya sambil terkekeh kecil.

“Apa lo bilang? Istri? Ngimpi aja lo terus sampe ke langit ketujuh” Melissa meninggalkan Rendy dan menuju lantai atas tempat kamarnya berada.

. . .

Waktu menunjukkan pukul 17.20 Melissa keluar dari kamarnya dan menuju ruang makan untuk sekedar mengisi perutnya. Rambutnya basah tanda ia sudah mandi, baju tidur dengan warna merah jambu melekat di tubuhnya. “Ma aku lapar ada mak---Aaaa!” Melissa menutup kedua matanya saat melihat pemandangan yang tak mengenakan.

“Kenapa sih?” Rendy bertanya heran pada Melissa.

Jelas Melissa berteriak histeris karena melihat Rendy yang hanya menggunakan celana pendek biru tanpa baju atasan. Hingga memperlihatkan otot-otot perut laki-laki itu bak ‘roti sobek’.

Melissa menenangkan dirinya ia segera berjalan menuju Rendy dengan bantal sofa yang ia ambil sebelumnya. “Lo gila, sinting, gak waras. Pake baju lo atau gue yang bakal makein lo kain kafan” Ujar Melissa sambil menimpuk Rendy dengan bantal.

“Woy stop-stop-stop, apa-apaan sih?” Rendy kewalahan menghadapi timpukan bantal yang Melissa arahkan padanya.

“Lo yang apa-apaan? Lo nggak pake baju dan lo udah ngebuat mata gue ternodai” Ujar Melissa menghentikan timpukannya terhadap Rendy. Wajahnya memerah karena menahan emosinya yang meluap-luap.

“Yaelah baru juga atasan, nggak bawahan juga kali”

“Cowok aneh, mesum, gue benci lo” Ujar Melissa kembali memukul tubuh Rendy dengan bantal.

“Hssh, diem. Kamu lapar kan? Aku udah beliin kamu bakso tadi, mending kamu makan atau aku yang habisin” Ujar Rendy yang berhasil merebut bantal dari Melissa.

“Nggak sudi gue makan makanan yang lo beli” Ujar Melissa menyesuaikan irama nafasnya.

“Yakin nggak mau? Nanti nyesal lho” Ujar Rendy dengan nada menggoda. “Oh ya Mama sama Papa ke rumahku ada hal yang perlu dibahas”

Melissa mendengus kesal mendengar perkataan Rendy, Mama? Papa? Sejak kapan Rendy memanggil orang tuanya dengan sebutan itu? Melissa meninggalkan Rendy dan menuju sofa untuk menonton televisi.

Tak lama kemudian Rendy datang dengan semangkuk bakso di tangannya dam duduk di samping Melissa yang fokus pada televisi, “Selamat makan” Ujar Rendy sambil melirik Melissa yang terlihat murung di sampingnya.

Rendy memakan bakso tersebut sesuap lalu menggoda Melissa, “Hmm, enak lho Mel. Kamu beneran gak mau?”

“Hhh” Melissa mengambil alih bakso tersebut dari tangan Rendy dan memakannya.

“Hei itu makanan punyaku, kalau mau beli dong” Ujar Rendy seraya hendak merebut baksonya dari Melissa.

“Gue laper. Cewek kayak gue perlu makan, kalau lo nggak perlu”

“Enak aja kalau ngomong. Sini balikin!”

“Gak”

“Sini”

“Gue laper-gue laper-gue laper gue lap--” Melissa merengek karena daritadi Rendy terus mencoba mengambil kembali baksonya.

“Makan tuh bakso” Potong Rendy dengan nada yang terdengar kesal. Lalu ia bangkit berdiri dan meninggalkan Melissa di sofa tersebut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!