Kenneth Nathanael baru saja tiba di mansion keluarganya. California musim dingin sehingga mansion adalah tempat ternyaman saat ini. Bukan hanya tempat saja, tetapi juga tentang kerinduannya pada sang pengasuh, Rhiana Roseanne.
Kenneth saat ini berusia 21 tahun. Saat Rhiana mengasuhnya, Kenneth baru berusia 5 tahun. Kemudian saat Kenneth memasuki senior high school, papanya memindahkan ke luar negeri hingga lulus kuliah.
"Akhirnya kau datang juga, Boy!" sapa Albert Nathanael, papanya.
"Apa kau merindukanku?" tanya Stella Oswald, mamanya.
"Aku merindukan kalian semua dan juga Rhiana," jawab Kenneth.
"Oh, pengasuhmu itu. Sayangnya dia sudah tidak bekerja lagi di sini," sahut Stella.
Inilah yang sedang dicari. Berbincang dengan mamanya akan membuat Kenneth berada dalam situasi yang rumit. Dia harus bertanya pada papanya untuk menemukan Rhiana. Papanya pasti tahu keberadaannya saat ini.
"Ya, dia keluar setelah kau pergi ke luar negeri. Dia ingin hidup mandiri dan tidak bergantung dengan keluarga kita," jelas Albert.
Kenneth manggut-manggut mendengar penuturan papanya. Sebaiknya ini menjadi perbincangan para pria saja.
"Apakah Papa akan ke kantor hari ini?"
"Tentu saja, Ken. Kenapa? Apa kau memerlukan sesuatu?" tanya Albert.
"Bisakah kita berbincang sebentar? Ehm, maksudku di ruang kerja Papa. Ada hal penting yang ingin kutanyakan," pinta Kenneth.
"Apa kalian tidak ingin melibatkan aku?" tanya Stella yang merasa cemburu pada kedekatan suaminya dengan putranya.
"Hanya sebentar, Ma. Perbincangan antara para pria. Apa Mama mau ikut?" goda Kenneth.
"Ck, dasar anak nakal!" seru Stella.
Kenneth tidak mau membuang waktu lagi. Dia harus segera mendapatkan informasi mengenai Rhiana. Jelas papanya tahu segalanya. Dia tidak akan mungkin melepaskan orang sebaik dia tanpa pengawasan.
"Jadi, apa Papa tahu di mana Rhiana? Aku ingin bertemu dengannya lalu mengucapkan terima kasih."
"Oh, pengasuhmu yang cantik itu?" goda Albert pada putranya.
Jika Kenneth menganggap Rhiana sebagai kakaknya, maka Albert menganggapnya sebagai anak. Hanya saja keputusan Rhiana untuk menjauhi keluarga Nathanael sudah dijelaskan, yaitu ingin keluar dari zona nyaman. Albert tidak bisa menahan keputusan baik itu.
"Oh, ayolah, Papa. Aku hanya ingin berterima kasih padanya. Jika bukan karena dia, nilai cumlaude-ku tidak akan ada harganya."
Kenneth benar. Di bawah pengasuhan Rhiana, Kenneth tumbuh menjadi anak yang baik. Dulunya dia sangat nakal sekali. Perlahan Rhiana membawa angin segar pada kehidupan Nathanael dan seisi mansion. Rhiana adalah dewi penyelamat bagi Albert dan keluarganya.
"Temui dia di butik RR," ucap Albert.
Bagi Kenneth, Albert adalah dewa penyelamat untuknya. Setelah ini dia harus buru-buru pergi ke butik yang dituju. Dia memang belum tahu alamatnya, maka dari itu Kenneth mencarinya melalui internet.
Letaknya memang lumayan jauh. Kemungkinan sampai sana saat makan siang. Bukan masalah bagi Kenneth terlebih saat kerinduannya pada sang pengasuh semakin meningkat. Itulah sebabnya setelah sampai di mansion, dia langsung pergi.
"Kurasa Rhiana sudah memiliki keluarga sempurna sekarang. Aku harus memberikan kebahagiaan lebih pada mereka," ungkap Kenneth saat berada di belakang kemudi.
Bayangan Kenneth jika Rhiana sudah memiliki suami dan anak. Mereka akan terlihat sangat bahagia karena Rhiana adalah tipikal wanita yang penyabar dan penyayang. Namun, semua dugaannya itu salah saat dirinya bertemu dengan Rhiana nantinya.
Suasana butik semakin ramai di siang hari. Butik RR ini termasuk yang ada di pusat kota. Tentu saja akan terlihat sangat ramai karena merupakan butik berkelas. Pengunjungnya rata-rata para sosialita kelas atas. Terlihat sekali dari penampilannya.
Saat Kenneth masuk, para pelayan butik menghampirinya. Rata-rata mereka paham betul siapa yang biasanya datang kemari. Lebih-lebih para pelanggan setianya. Wajah Kenneth begitu asing untuk mereka.
"Maaf, apa Anda menginginkan sesuatu?" tanya pelayan.
Maklum saat melihat kedatangan pria muda dan tampan yang terlihat agak kebingungan. Kenneth mencoba menoleh ke sana kemari berharap menemukan keberadaan Rhiana. Dia tidak tahu jika Rhiana lah pemilik butik itu.
"Ehm, adakah pelayan yang namanya Rhiana?" tanya lelaki itu.
Pelayan yang ditanya seakan terkejut saat bosnya dikira sebagai pelayan. Mungkin lelaki ini orang asing yang kebetulan penasaran dengan bosnya.
"Maaf, pelayan di sini tidak ada yang bernama Rhiana, Tuan. Namun, bos kami lah yang bernama Rhiana."
Sontak niat Kenneth untuk keluar dari butik itu diurungkan. Mungkin inilah Rhiana yang dicari dan dirindukannya selama ini.
"Bisakah kau mempertemukan aku dengannya? Ehm, maksudku dengan Rhiana?" tanya Kenneth.
"Tentu saja. Kebetulan hari ini Nona Rhiana masih ada di dalam ruangannya. Ehm, kalau boleh tahu, Anda siapa?" Pelayan pun harus tahu siapa tamu yang akan menemui bosnya.
"Bilang saja Ken ingin bertemu."
"Baik, Tuan Ken. Silakan tunggu sebentar."
Selagi pelayan itu pergi menemui Rhiana, banyak yang terasa janggal. Butik berkelas yang dilihatnya termasuk berhasil. Para pelanggan pun banyak yang puas dengan hasilnya. Namun, hal yang membuatnya terkejut saat pelayan atau karyawannya itu memanggil Rhiana dengan sebutan nona. Apakah ada sesuatu yang belum diketahui Kenneth? Ataukah ada Rhiana yang lain?
"Ada apa?" tanya Rhiana saat salah satu karyawannya masuk. Sebenarnya dia sedang membuat sketsa gaun rancangannya yang baru, tetapi kehadiran pelayannya membuat Rhiana harus menghentikan pekerjaannya.
"Maaf, Nona. Di luar ada tamu."
Tamu? Rhiana tidak sedang membuat janji temu dengan siapa pun. Sebenarnya siapa yang datang? Atau, mungkin saja Rhiana lupa jika sedang membuat janji temu dengan seseorang.
"Siapa?" Rhiana membereskan beberapa lembar buku gambarnya.
"Tuan Ken."
Banyak nama Ken yang berkeliaran di luaran sana. Mungkin Ken ini adalah seseorang yang ingin memesan jas atau mungkin gaun untuk calon istrinya.
"Suruh dia masuk. Aku masih ada waktu beberapa menit sebelum makan siang," pesan Rhiana.
Pelayan itu pun kembali menemui Kenneth. Dengan sabar lelaki itu menanti kehadirannya.
"Bagaimana? Apa aku bisa bertemu?" tanya Kenneth antusias.
"Iya, Tuan. Nona Rhiana hanya punya waktu beberapa menit saja."
Pelayan itu mengantarkan Kenneth sampai di depan pintu ruangan Rhiana. Kenneth mengetuk pintu sedangkan pelayan itu meninggalkannya untuk kembali mengurus para tamu yang datang.
"Masuk!" perintah Rhiana.
Suara itu langsung bisa dikenali oleh Kenneth. Jadi, yang ada di dalam ruangan itu memang benar Rhiana yang dicari keberadaannya.
Setelah masuk, tatapan matanya sempat beradu dengan Rhiana. Rhiana tidak begitu mengenali Kenneth karena perubahannya begitu luar biasa. Laki-laki tampan yang sangat memesona.
"Silakan duduk, Tuan Ken!" perintah Rhiana.
Kenneth rasanya sedih sekali. Bertahun-tahun berpisah dari pengasuhnya, saat bertemu malah wanita itu tidak mengenalnya.
"Terima kasih, Nyonya Rhiana," balas Kenneth.
"Panggil nona saja. Aku belum menikah," jelas Rhiana. Dia tidak mau dianggap tua walaupun usianya sudah tidak lagi muda.
Tersungging senyuman mengembang di bibir Kenneth saat tahu Rhiana belum menikah. Entah, ini sebuah kebetulan atau semesta sedang berpihak kepadanya.
"Sepertinya Anda lupa denganku, Nona. Apa aku perlu memperkenalkan diri lagi?"
Rhiana mencoba memandangi Ken secara mendetail. Wajahnya memang tidak begitu asing, tetapi itu tidak mungkin. Rhiana hanya tahu jika wajah itu ada kemiripan dengan pria paruh baya yang pernah menjadi bosnya di masa lalu, yaitu Albert.
"Hemm, katakan! Jangan basa-basi karena aku harus segera keluar untuk makan siang."
"Kenneth Nathanael."
Rhiana tertegun. Nama itu benar-benar tidak asing karena laki-laki yang duduk di hadapannya adalah anak laki-laki yang pernah diasuhnya.
Rhiana tidak menyangka jika anak usia 5 tahun yang dulu pernah diasuhnya hingga memasuki senior high school itu tumbuh dengan sangat tampan. Jika bukan karena gen yang diwariskan Tuan Albert padanya, mungkin Kenneth akan terlihat biasa saja.
"Ehm, tidak bisakah berhenti memandangku seperti itu? Ingat, aku bisa menebarkan cinta dengan begitu cepat," canda Kenneth.
Rhiana tersenyum. "Kukira kau adalah seorang pria yang akan memesan beberapa gaun pengantin dari butikku. Ternyata itu kau, anak nakal!"
"Tentu. Kau harus membuatkan beberapa desain gaun pengantin untuk calon istriku nantinya. Kau harus mengurus segalanya, Rhiana."
Rhiana tersenyum lagi. Setelah sekian tahun berpisah kemudian dipertemukan kembali dengan wajah dan penampilan yang berbeda. Rhiana sempat tidak percaya, tetapi saat mengingat wajah Tuan Albert, Rhiana baru yakin.
"Hemm, baiklah anak tampan. Maukah kau menemani kakakmu makan siang?" Rhiana melihat jam tangannya. Sudah waktunya dia harus makan siang. Setelah itu, dia harus kembali lagi ke butik untuk mengurus beberapa gaun yang hampir selesai.
"Tentu, dengan senang hati."
Keduanya berjalan beriringan menuju ke tempat parkir. Sebenarnya Rhiana memiliki sebuah mobil, tetapi Kenneth memaksanya untuk ikut ke mobilnya saja. Setelah selesai, Kenneth pun berjanji akan mengantarkannya kembali ke butik.
"Jadi, kau pulang membawa nilai berapa?" tanya Rhiana saat Kenneth memandang lurus ke depan.
"Cumlaude. Seperti yang pernah kau inginkan, bukan?"
Lagi-lagi Rhiana berhasil. Dia tidak hanya berhasil membuat butik sebesar ini, tetapi juga berhasil membuat Kenneth lulus dengan nilai sempurna.
"Selamat, Kenneth. Aku yakin mama dan papamu pasti akan bahagia melihat keberhasilan putranya."
Menilik dari cerita orang tuanya bahwa Rhiana sudah keluar dari mansion sejak beberapa tahun yang lalu. Kenyataannya dia terlihat semakin cantik untuk ukuran wanita dewasa. Wajahnya pun masih terlihat muda dan pas saat berjalan dengan Kenneth.
Sampai di tempat parkir sebuah restoran, Kenneth membantu melepaskan sabuk pengaman yang dipakai Rhiana. Jarak yang begitu dekat, hembusan napas keduanya, dan sesuatu terjadi dalam diri Kenneth. Dia merasa nyaman sekali melakukan hal seperti itu. Terlebih untuk Rhiana. Sementara Rhiana bersikap biasa saja layaknya seorang kakak kepada adiknya.
"Terima kasih, Ken. Ayo, jangan buat aku menunggu lama. Ehm, maksudku aku hanya punya waktu satu jam untuk berada di luar butik," jelas Rhiana yang memutuskan untuk turun kemudian memesan makanan.
Kenneth masih merasakan bau parfum Rhiana yang begitu wangi dan menarik. Sepertinya Kenneth sudah terhipnotis oleh kecantikan pengasuhnya. Bisa dibilang ini pertama kalinya Kenneth menjadi orang yang berbeda. Ah, entahlah perasaan apa yang sedang merasukinya saat ini?
Kenneth menyusul Rhiana yang sudah duduk di sudut restoran. Kenneth mengira kalau Rhiana lupa tentang makanan yang disukainya dan tidak.
"Duduklah! Aku sudah memesankan makanan untukmu. Tidak masalah, bukan?" tanya Rhiana.
"Terima kasih. Kau masih ingat makanan yang kusukai?"
Rhiana mengangguk dan tersenyum. Senyumnya begitu manis di mata Kenneth. Baru pertama kali ini mereka begitu dekat saat keduanya sama-sama dewasa.
"Tentu, Ken. Aku mengenalmu sejak kamu menjadi anak nakal hingga tumbuh dewasa. Kurasa makanan yang kau sukai pun tidak akan berubah, bukan?"
Kenneth mengangguk. Bagi Rhiana, Kenneth merupakan sosok pemuda yang sempurna. Dia tumbuh dewasa dan terlihat kekar untuk ukuran laki-laki seusia Kenneth.
"Hemm, kau benar, Rhiana. Oh ya, kau banyak berutang cerita kepadaku. Tidak masalah kan kalau aku sudah membuang panggilan Kakak untukmu?"
Sebagai seorang pengasuh, Rhiana cukup sadar diri. Kehidupan yang dilalui Kenneth di luar negeri jelas mengubah keseluruhan konsep hidupnya. Dia bebas saja kalau mau memanggil Rhiana dengan sebutan apa pun. Dia juga sudah tidak bekerja di mansion orang tuanya.
"Tidak masalah, Ken. Sepanjang waktu kehidupan akan berubah. Sama sepertiku."
Beruntung makanan lekas datang. Jika tidak, Kenneth akan mengajaknya berbicara terus-menerus. Dia terlalu banyak ingin tahu mengenai kehidupan Rhiana yang begitu menyedihkan.
Mereka makan dengan lahap. Menu makanan di restoran itu sangat rekomendasi sekali untuk Kenneth. Dia langsung menyukai menu makanannya.
"Apa seperti itu caramu makan?" tanya Rhiana yang sudah lama tidak melihat Kenneth makan.
Kenneth makan seolah dia tidak pernah makan. Keinginannya untuk menikmati makanan itu begitu kuat. Sangat lahap sekali. Terlebih saat ditemani Rhiana.
"Aku sangat menikmati makanan ini," jelas Kenneth.
"Jangan terlalu berlebihan, Kenneth! Aku takut kekasihmu tidak berselera lagi padamu. Maksudku, kau berasal dari keluarga terhormat. Jadi, tolong bersikaplah sewajarnya saja."
Inilah yang dirindukan dari Rhiana. Semua nasihat dan beberapa peringatan penting untuk tidak melakukan hal yang macam-macam. Selain itu, nama Rhiana seolah tidak bisa dipisahkan dari kehidupannya.
"Jangan khawatir. Nanti kalau aku sudah mendapatkan gadis yang tepat, pasti akan kukenalkan padamu."
"Hemm, bagus. Sayangnya aku tidak percaya kalau kau tidak memiliki kekasih. Kau tampan, kaya raya, dan tentunya akan banyak para gadis yang ingin mendekat. Bukan hanya mendekat, tetapi ingin memilikimu seutuhnya."
Semua ucapan Rhiana benar, bahkan Kenneth sudah menolak banyak para gadis yang mendekatinya. Dia merasa belum ada gadis yang pas untuk bersanding dengannya. Kenneth tipikal laki-laki yang suka sekali dengan gadis tegas dan tidak manja. Sementara para gadis yang mendekatinya jauh dari dua kata itu. Itulah sebabnya dia terus saja menolak.
"Sayangnya ketampanan bukan segalanya bagiku. Aku juga punya kriteria khusus untuk para gadis yang ingin dekat denganku."
Rhiana benar. Konsep hidup yang dipilih Kenneth sudah sesuai dengan apa yang diajarkan pada masa itu.
"Terima kasih karena kau selalu mengingat ajaranku. Semoga mama dan papamu tidak pernah kecewa. Oh ya, bisakah kita kembali sekarang?" Seperti biasa Rhiana selalu menjadikan jam tangan sebagai patokan saat pergi ke mana pun.
Kenneth mengangguk. Dia memanggil pelayan untuk membayar tagihannya. Sayang, Rhiana sudah terlanjur menyodorkan kartu debitnya.
"Pakai ini saja!"
Kenneth hendak menepis tangan Rhiana, tetapi pengasuhnya itu keburu meminta pelayan untuk segera mengurus pembayaran bill-nya. Jangan sampai hanya gara-gara drama membayar makanan, Rhiana telat kembali ke butik.
Setelah urusannya selesai, mereka pun kembali ke mobil. Kenneth merasa kalau Rhiana adalah satu-satunya wanita yang diinginkan di dalam hidupnya. Ini sangat lucu, tetapi apa yang ada di dalam diri Rhiana sudah menjadi minat yang tinggi bagi Kenneth. Terlebih saat tahu kalau pengasuhnya itu belum menikah.
"Setelah mengantarkan aku, lebih baik kau pulang. Jarak butikku dengan mansion Tuan Albert lumayan jauh. Kau akan sampai di sana saat malam hari," ucap Rhiana saat Kenneth sedang memikirkan sesuatu.
Kenneth tidak menyahut. Dia terus saja melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia baru merespon saat Rhiana menepuk pundaknya.
"Kau tidak mendengarkan aku, Ken?" tanya Rhiana.
"Oh, maaf. Aku sedang memikirkan sesuatu. Apa katamu tadi?"
"Pulanglah ke mansion setelah mengantarkan aku. Kau akan sampai sana pada malam hari."
Bagaimana mungkin Kenneth bisa pulang seorang diri? Sementara hatinya sudah terjerat pesona pengasuhnya itu? Ini bukan terlalu cepat, tetapi pertemuan pertama mereka sudah membuat Kenneth merasakan sesuatu yang berbeda. Masih banyak yang ingin diketahui Kenneth dari kisah hidup Rhiana.
Kenneth hanya mengiyakan saja. Padahal kenyataannya setelah sampai di tempat parkir butik, dia ikut turun kemudian mengantarkan Rhiana sampai ke ruangannya.
"Terima kasih sudah mengantarkan aku sampai di sini. Lebih baik kau pulang sekarang!"
Kenneth merasa tidak suka saat Rhiana terus mengusirnya. Dia harus mencari alasan yang logis agar pengasuhnya itu tidak mengusirnya lagi, atau minimal Kenneth menahan waktu sampai benar-benar dirinya mau pergi dari sana.
"Aku baru mau pergi setelah beberapa permintaanku kau wujudkan," tolak Kenneth.
Rhiana yang sudah memegang kertas gambar dan beberapa alatnya untuk bekerja, terpaksa diletakkan lagi. Waktu yang dimiliki tidaklah banyak sehingga Rhiana harus memanfaatkannya dengan baik.
"Apa maumu?" Rhiana merasa kehidupannya akan dibayangi oleh Kenneth.
"Nomor ponselmu agar aku mudah membuat janji dengan pemilik butik ini."
Rhiana tanpa banyak bicara langsung mengambil satu lembar kartu nama. Dia menyerahkannya kepada Kenneth agar laki-laki muda itu lekas pergi. Nyatanya Rhiana salah lagi.
"Aku tidak mau kartu nama ini! Ini hanya untuk urusan pekerjaan. Sementara aku adalah anak yang pernah kau asuh. Sehingga hubunganmu denganku bukan sebagai klien, tetapi hubungan pribadi. Aku mau nomor pribadimu."
Anak nakal yang diasuhnya dulu walaupun sudah tumbuh menjadi laki-laki tampan, nyatanya sikapnya masih sama seperti dulu.
"Kalau kau menginginkan sesuatu, jangan hanya merengek. Berusahalah! Sekarang keluar dari ruanganku! Aku harus bekerja."
Membiarkan Kenneth berada di dalam akan sangat menggangu sekali. Walaupun Rhiana masih ingin berbincang dengannya, pekerjaan juga jauh lebih penting. Rhiana harus tegas.
Kenneth terpaksa keluar karena ponselnya berbunyi. Dia pun terpaksa mengambil kartu nama itu. Butuh atau tidak, Kenneth akan mencobanya.
"Ya, ma? Ada apa?" tanya Kenneth saat sambungan telepon terhubung.
"Kau ingat Samantha, kan? Dia datang ke mansion saat tahu kau sudah kembali. Dia juga menyiapkan pesta kecil-kecilan nanti malam. Jangan pulang terlambat!" pesan Stella.
Kenneth melihat jam tangannya. Masih ada waktu untuk sampai di mansion tepat waktu. Maka dari itu, dia pun menyetujui permintaan mamanya.
"Oke, mam. Aku akan datang tepat waktu. Sampai jumpa nanti malam."
"Ya. Hati-hati di jalan," pesan Stella sebelum menutup ponselnya.
Sebenarnya niat Kenneth hari ini adalah untuk mendapatkan semua informasi tentang Rhiana. Penolakan pengasuhnya itu membuat Kenneth semakin penasaran. Gara-gara Samantha, dia harus melepaskan niat yang sudah direncanakan dengan baik setelah keluar dari ruangan Rhiana.
Sebelum pergi, Kenneth setidaknya bisa berulah sejenak. Dia keluar sebentar untuk membeli satu buket bunga istimewa. Dia menuliskan permintaan maaf dengan meninggalkan nomor ponselnya agar Rhiana membaca. Dititipkan buket bunga itu pada pelayan butik untuk diserahkan kepada Rhiana.
Pelayan tersebut terkejut saat Kenneth menyerahkan buket bunga yang begitu indah. Ini pertama kalinya setelah penolakan Rhiana pada beberapa pria. Entah, kapan terakhir kalinya butik menerima buket bunga khusus untuk pemiliknya?
"Kenapa terkejut begitu?" tanya Kenneth penasaran.
"Ehm, ini buket bunga pertama yang kami terima setelah beberapa tahun Nona Rhiana melarang kami menerima hadiah-hadiah dari para pria yang mengejarnya," jelas pelayan.
"Apa bosmu akan menolak ini?" Kenneth berusaha meyakinkan.
"Entahlah, Tuan. Kalau begitu biar kuantar ke ruangannya."
"Terima kasih."
Kenneth lekas meninggalkan butik untuk kembali ke mansion. Semakin mengulur waktu, dia bisa sampai mansion dini hari. Makanya dia cepat-cepat meninggalkan butik tanpa tahu respon apa yang akan ditunjukkan Rhiana saat menerima buket bunga tersebut.
Rhiana selalu sibuk. Saat pelayan mengetuk pintu kemudian masuk membawa buket bunga, dia terkejut.
"Dari siapa?"
"Dari pria tampan yang datang mencari Anda, Nona. Sepertinya pria itu menyukai Anda," ucap pelayan untuk mencoba menggali informasi dari bosnya.
"Tentu saja. Dia masih keluargaku," jawab Rhiana sekenanya. Dia tidak mau ada kesalahpahaman antara dia dan karyawan butiknya.
Pelayan itu juga terkejut. Selama ini mereka tahu kalau Rhiana tidak memiliki keluarga. Dia hidup mandiri sejak lama. Makanya saat Rhiana mengatakan bahwa itu masih keluarga, rasa penasaran mereka semakin tinggi.
"Baik, Nona. Bunganya kuletakkan di sini, ya?"
Rhiana mengangguk. Buket bunga tepat berada di hadapannya. Setelah pelayan keluar, Rhiana meletakkan sejenak kertas-kertasnya yang menjadi pekerjaan sehari-hari. Dia beralih menatap buket bunga itu dengan senyum mengembang di bibirnya.
"Dasar anak nakal!" seru Rhiana.
Rhiana mengambil buket bunga kemudian mengambil pesannya untuk dibaca. Dia tersenyum manis saat mengetahui apa yang diucapkan Kenneth untuknya, yaitu sebuah permintaan maaf dengan kata-kata manis.
"Aku minta maaf, Pengasuhku. Setidaknya aku bahagia bisa bertemu denganmu lagi. Jangan lupa hubungi aku di nomor ini. Terima kasih." Rhiana tersenyum membacanya. Banyak sekali akal lelaki muda itu.
Rhiana memasukkan lembaran pesan itu ke lacinya. Untuk sementara waktu, dia akan mengabaikan Kenneth. Pekerjaan jauh lebih penting ketimbang harus bermain-main dengan Kenneth.
Kenneth sangat berharap Rhiana mengirimkan pesan padanya. Dia terlalu percaya diri untuk memberikan nomor ponselnya pada wanita itu. Sesampainya di mansion, berulang kali dia melihat pesan di ponselnya. Sama sekali tidak ada pesan masuk. Hal itulah yang membuat Kenneth semakin penasaran pada Rhiana.
"Ck, dasar pengasuh meresahkan. Kau pikir aku akan diam begitu saja? Tidak akan! Aku akan berjuang untuk bisa dekat lagi denganmu. Itu janjiku," lirih Kenneth saat memasuki mansion.
Sejujurnya di dalam diri Kenneth terdapat beberapa hal yang tidak bisa dimengerti. Dia merindukan Rhiana karena merasa berutang budi padanya. Namun, saat pertemuannya kembali, Rhiana memiliki beberapa kriteria wanita idaman Kenneth. Sejujurnya, ketertarikan Kenneth dimulai dari sana.
Suasana mansionnya berubah begitu cepat. Samantha tidak pernah main-main dengan rencananya. Kenneth bertemu dengan Stella kemudian pamit ke kamar untuk membersihkan diri.
"Lekaslah keluar! Samantha sudah menunggumu," pesan Stella.
"Ya, Mam."
Kenneth masuk ke kamar. Dia meletakkan ponselnya di atas nakas. Setelah itu, dia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Sebelum keluar kamar, dia memastikan ada pesan masuk dari Rhiana. Namun, Kenneth kecewa lagi. Wanita itu sama sekali tidak mengirimkannya pesan.
"Kau terlalu sibuk, Sayang," lirih Kenneth karena kesal. Entah, sejak kapan kekesalannya berubah menjadi ungkapan romantis seperti itu?
Kenneth membiarkan ponselnya berada di dalam kamar. Harapannya besar saat dirinya kembali, maka sebuah pesan dari nomor baru menyapanya.
Keyakinan langkahnya menuju ke ruang tengah yang sudah disulap sedemikian rupa. Samantha melihat kehadirannya sehingga gadis itu menghambur memberikan pelukan hangat kepada Kenneth, sahabatnya.
"Hai, Kenneth! Aku sangat merindukanmu!" serunya. Setelah memeluk, Samantha memegangi pipi kedua pipi Kenneth seolah gemas pada sahabatnya.
"Apakah aku seperti anak kecil?" tanya Kenneth pada Samantha.
"Tidak, Ken. Kau masih sama menggemaskannya seperti beberapa tahun yang lalu," jelas Samantha.
"Jadi, siapa yang mengabarimu?" selidik Kenneth.
"Aunty Stella meneleponku. Aku juga yang menyiapkan semua ini. Apa kau suka?"
Ruang tengah dihiasi beberapa balon, bunga, dan beberapa kelengkapannya. Selain itu, ada beberapa cup cake, kue kering, tart, dan beberapa pastry favorit Kenneth. Samantha melakukan semua ini untuk memberikan penyambutan kecil pada sahabatnya.
"Apa kau akan membuatku gendut, Nona?" canda Kenneth pada Samantha.
Samantha menggeleng. Justru kehadirannya malam ini adalah untuk melakukan hal yang sempat tertunda di masa lalu. Maka malam ini adalah kesempatan emas bagi Samantha.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!