NovelToon NovelToon

ISOLATED (Terkurung)

#Seperti benang terputus

# ### Reyhan Louis De Willson (De Willson series 5)

# Seira Borbone

Namaku Seira Borbone, putri pertama Borbone group, aku seorang ahli waris yang ditunjuk oleh Ayahku sebab keluarga kami tidak mempunyai keturunan laki-laki.

Aku lahir di New Zealand dan besar di Milan, Italy. Tapi kali ini keluargaku mengajakku berlibur ke Indonesia untuk bertemu salah satu rekan bisnisnya.

Padahal baru saja aku mengatakan berlibur. Tapi sungguh, liburan yang dimaksud orang seperti kami adalah menjalin kerjasama bisnis.

Aku muak dengan tektek bengek perusahaan, acara makan malam yang obrolannya hanya berputar pada bisnis dan investasi.

Kehidupan orang kaya seperti benang yang melilit uang dan kekayaan. Berbagai cara mereka bahas agar benang mereka tidak melilit kemiskinan.

Cita-citaku bekerja di perusahaan penerbit, aku ingin membuat benangku sendiri yang berhubungan dengan buku, aku suka sekali membaca. Aku ingin bertemu dengan banyak penulis terkenal, aku ingin waktuku lebih banyak membaca dibandingkan mengobrol dengan para petinggi perusahaan yang membosankan ini.

Sungguh, sebenarnya aku tidak terlalu mengerti soal bisnis. Bagaimana mungkin Ayahku akan menyerahkan Borbone group kepadaku, jika itu terjadi suatu hari nanti, aku berniat mengubah Borbone group menjadi perusahaan penerbit buku saja.

"Tuan, ini putrimu?" tanya seorang pria tua menatap ke arahku dengan senyuman tipisnya.

Kami semua rekan bisnis yang membuka kerja sama dengan De Willson group duduk di meja panjang menunggu kehadiran mereka.

"Ya, dia Seira Borbone, putri pertamaku."

"Hallo, Nona. Aku dari AFC group." Pria tua itu mengulurkan tangannya kepadaku.

Aku yang duduk di depannya pun menerima uluran tangannya seraya tersenyum tipis. Ini sikap sopan santun ahli waris yang diajarkan Ayahku. Dan mau tidak mau aku harus bersikap sopan kepada mereka.

"Dan ini Eza, ahli warisku."

Eza mengulurkan tangannya kepadaku dengan tersenyum seraya menatapku. Aku sudah terbiasa dengan senyuman itu, senyuman pria penggoda.

Aku kembali menerima uluran tangan Eza.

"Kau sangat manis Nona Seira."

"Terimakasih," ucapku dengan senyuman tipis.

Kami kembali berbincang-bincang, hanya aku yang merasa bosan dan tidak nyaman berada di antara mereka semua. Dan Eza, dia terus menatapku tanpa berkedip, tapi aku tidak perduli.

Pintu besar itu terbuka dan beberapa pria berpakaian rapih pun masuk. Wajah mereka sangat datar dengan satu pria tinggi yang berjalan paling depan, dia sepertinya paling muda di antara yang lain. Tapi mereka semua punya brewok di wajahnya.

Semua orang berdiri dan aku pun ikut berdiri lalu mereka membungkukan badan kepada beberapa pria yang baru datang itu. Ayahku menekan kepalaku agar ikut membungkuk dan barulah aku tau, aku sedang membungkuk kepada De Willson group.

Mereka duduk bergabung bersama kami semua, aku melihat dua pria payuh baya yang wajahnya sama. Dan ada satu pria yang mirip dengan pria yang duduk di kursi kebesarannya.

"Yang itu Tuan Reagan dan itu Tuan Rey, ahli waris De Willson sudah jatuh kepada Tuan Rey," bisik Ayahku.

Aku menatap Rey dan sepertinya dia sadar aku tengah menatap dirinya. Pria yang tengah membaca berkas itu sontak mendongkakkan kepala dan menatapku sepersekian detik dengan mata tajamnya. Aku segera menjatuhkan pandanganku pada berkas di hadapanku dengan mengigit bibir bawahku.

Tatapannya mengerikan, sungguh.

"Ayah, bolehkah aku ke kamar mandi," bisikku.

"Tidak ada waktu ke kamar mandi, Seira." Ayahku menekan ucapannya seolah ucapannya tidak boleh dibantah olehku.

Aku menghembuskan nafas dan tidak sengaja mataku menatap kembali pria dingin itu. Dan Rey, dia juga tengah menatapku entah dari kapan.

Kemudian dia menutup berkasnya dengan mata yang masih tertuju ke arahku. Sungguh, aku sangat gugup seperti aku baru saja berbuat salah kepada pria itu.

Semua orang menatap Rey ketika berkasnya ditutup.

"Ada apa?"

Aku masih bisa mendengar Ayahnya bertanya seperti itu kepada Rey.

Rey tidak berkata apapun, dia yang semula duduk tegak, menyenderkan punggungnya di sandaran kursi.

"Siapapun yang belum siap dengan meeting sekarang, aku memberi waktu lima belas menit. Mungkin ada yang ingin ke kamar mandi."

Pria itu berkata dengan wajah datar dan mata masih menatap lekat ke arahku seolah-olah ucapannya barusan ditujukan kepadaku.

Semua orang saling menoleh, mungkin mereka bertanya-tanya, rekan bisnis mana yang ingin ke kamar mandi ketika meeting hendak dimulai. Itu sikap tidak sopan dan sikap yang sangat buruk, Ayahku pernah mengajari itu. Tapi kali ini aku benar-benar ingin ke kamar mandi.

Dengan ragu-ragu aku mengangkat tanganku membuat Ayahku yang duduk di samping melebarkan mata.

"Seira --"

"Aku izin ke kamar mandi sebentar Tuan." Aku memotong ucapan Ayahku dan aku memberanikan diri meminta izin dengan menatap mata Rey.

Semua pandang mata langsung tertuju kepadaku. Rey tidak berbicara apa-apa, dia hanya menganggukan kepala samar.

Aku pun buru-buru pergi dari ruangan itu membuat Ayahku berhasil menghembuskan nafas kecewa akan sikapku. Aku tidak perduli akan hal itu, aku harus cepat-cepat membereskan panggilan alam ini, aku sudah tidak tahan.

****

Mataku mengerjap, kepalaku berdengung dan sakit, aku mendesis seraya membuka mataku, semuanya buram hingga aku harus mengerjap beberapa kali.

Aku mengedarkan pandanganku, menatap kebingungan pada ruangan yang tidak aku kenal. Dan menyadari sekarang aku ada di ranjang, aku beranjak dari tidurku, duduk seraya terus berusaha mengenali kamar ini.

Aku kembali mendesis seraya memegangi kepalaku, aku mencoba berpikir bagaimana bisa aku ada di kamar ini. Tapi sayang, aku tidak ingat apapun.

Hal terakhir yang aku ingat, aku izin ke kamar mandi saat meeting bersama De Willson group.

Moment saat meeting sampai aku ada di kamar ini seperti benang yang terputus, aku tidak tahu bagaimana kelanjutannya setelah aku izin ke kamar mandi, sungguh.

Aku turun dari ranjang, karena kepalaku terasa pusing, aku berpegangan pada meja.

Ruangan ini sangat gelap, hanya ada satu lampu di meja samping ranjang yang menyala membuat seisi ruangan menjadi temaram.

Aku menghentikan langkahku ketika aku menyadari sesuatu. Bajuku, baju formalku kini berubah menjadi kemeja putih di atas lutut. Aku memegang tubuhku sendiri. Dan astaga ... aku tidak pakai bra bahkan ****** *****.

Apa aku di perkosa seseorang?

Pintu terbuka membuat aku terperanjat kaget.

"Ini masih malam, kenapa kau bangun, Seira."

Aku menyipitkan mataku, mencoba melihat siapa pria yang baru saja masuk karena kamar ini terlalu gelap. Dan seketika aku melebarkan mata kala Tuan Rey berdiri di hadapanku dengan memakai kaos hitam dan celana panjang.

"T-Tuan Rey ..."

"Hm? Ini masih malam, tidurlah."

Tangannya membelai pipiku dengan santai seolah-olah kami sepasang kekasih.

Aku sontak menepis tangannya dan menyemburnya dengan pertanyaan tanpa basa-basi. "Ini dimana? Dan kenapa aku di sini?"

"Ini rumahku, Seira."

Aku melebarkan mata, kenapa aku ada di rumah Tuan Rey. "Apa yang terjadi? Dan kenapa aku tidak memakai pakaian dalam. A-apa ... apa kau ---"

"Aku mengganti pakaianmu karena ada bedeb*h yang hampir memperkosamu, Seira. Seluruh pakaianmu sudah di gerayangi oleh tangan kotornya. Aku tidak suka."

Aku diam sejenak, mencoba mencerna ucapannya, siapa yang hendak memperkosaku? Aku bahkan tidak ingat sama sekali.

"Tidak ada yang hendak memperkosaku. Apa kau sedang membual, Tuan?"

"Aku tidak membual, Seira."

"Oke, jika aku hampir diperkosa, kau tidak bisa mengganti pakaianku sesukamu. Itu sama saja kau melecehkanku karena ada bagian dari tubuhku yang tidak seharusnya kau lihat."

"Aku bilang aku tidak suka dengan pakaianmu yang sudah digerayangi tangan kotornya, Seira. Lagipula, aku tidak melakukan apapun kepadamu."

"Bagaimana aku bisa percaya dengan ucapanmu?"

Dia tersenyum miring. "Cara satu-satunya dengan aku menidurimu sekarang. Jika kau masih berdarah itu artinya kau masih virgin. Bagaimana?"

Aku menghela nafas dengan memejamkan mata mencoba menetralisir amarahku yang hampir naik ke ubun-ubun. Pria seperti Rey tidak satu di dunia ini, aku sering kali digoda oleh beberapa pria yang selalu mengatakan ingin meniduriku, jadi aku tidak kaget dengan ucapan Rey.

"Dimana Ayahku?" tanyaku mengalihkan bualan Rey yang menyebalkan.

"Aku tidak tau."

"Apa maksudmu tidak tau? Kita sedang meeting pagi itu, kau ingat?"

"Kita tidak jadi meeting."

"Hah?" Aku mengernyit heran.

"Aku benar-benar tidak mengerti dengan ucapanmu. Aku pergi."

Aku baru saja melangkah menuju pintu, Rey langsung menangkap tubuhku, aku memberontak dan Rey membantingku ke kasur.

"Dunia luar tidak baik untukmu, Seira." desisnya membuatku merinding.

Aku menatapnya dengan beringsut mundur ketakutan, kenapa Rey menangkap tubuhku dan melemparku ke ranjang seolah-olah dia tidak suka aku pergi.

"Apa maksudmu, Tuan?"

"Panggil aku Rey, kau tidak perlu formal kepadaku."

"Biarkan aku pergi."

"Tidak."

"Ini bukan rumahku."

"Rumahku juga rumahmu, Seira."

Aku menggeleng tidak mengerti dengan setiap ucapannya. Apa sebenarnya Rey ini orang gila? Kenapa dia terus membual seperti ini, mengatakan aku hendak di perkosa seseorang padahal aku tidak ingat apapun, melarangku pergi sampai mengatakan jika ini juga rumahku.

Rey mendekat ke arahku hingga dia sedikit membungkuk di atasku. Tangannya membelai kepalaku dengan wajah dingin dan mata tajamnya membuat jantungku berdebar ketakutan hingga nafasku tidak teratur.

"Tetaplah di sini, Seira."

Dia berkata dengan suara beratnya.

Bersambung

#Rey yang tidak waras

"Dimana Ayahku?"

Aku berkata dengan suara gemetar dan mata berkaca-kaca karena wajah kami sangat dekat dan aku bisa melihat jelas mata Rey yang begitu tajam dan menusuk. Bahkan aku mencium jelas aroma mint yang semerbak dari tubuhnya.

"Bukankah kau bilang, kau tidak suka dunia bisnis, Seira? Tinggal lah denganku di sini dan aku akan menjauhkanmu dari dunia yang tidak kau suka."

Aku terdiam sejenak, mencoba mencerna ucapannya sampai mataku melebar sempurna menatap matanya.

"Apa, apa kau menginginkan perusahaan Ayahku? Kau mengurungku di sini agar tidak ada ahli waris dari Borbone group? Tapi maaf Tuan, Ayahku masih punya satu anak perempuan. Perusahaannya tidak akan jatuh ke tanganmu."

Rey tertawa pelan seolah-olah ucapanku barusan hanyalah lelucon di telinganya.

"Seira, jika aku menginginkan perusahaan Ayahmu, aku tidak perlu mengurung anaknya. Menjatuhkan perusahaan Ayahmu sangat mudah, seperti membalikkan telapak tangan bagiku."

"Lalu apa maumu sebenarnya?"

"Aku menginginkanmu, Seira Borbone."

Tangannya kini membelai pipiku hingga pandangannya jatuh pada bibirku, dia menatap bibirku dengan ibu jarinya yang mengelus bibir bawahku.

Aku semakin gemetar ketakutan, tatapannya begitu cabul.

Dia menarik tubuhnya, menjauh dan kembali berdiri di hadapanku. Aku segera duduk tegak menatapnya.

"Tidurlah."

Dia berbalik hendak pergi tapi aku kembali bersuara.

"Aku ingin pulang."

"Kau akan tetap di sini."

"Aku ingin pulang."

Dia kembali berbalik menatapku.

"Seira, aku sudah bilang, aku menginginkanmu. Mengertilah itu."

"Aku ingin pulang. Kau juga harusnya mengerti itu."

Aku tidak menanggapi serius tentang ucapan Rey yang mengatakan menginginkanku. Karena sungguh, beberapa pria sering kali mengatakan itu ketika bertemu denganku. Aku hanya menganggapnya omong kosong saja.

"Kau tidak akan pulang. Dunia luar tidak baik untukmu, Seira. Banyak pria cabul di luar."

Aku menghela nafas kasar. "Lalu kau pria seperti apa? Kau juga sama cabulnya dengan pria di luar sana."

"Aku tidak akan melakukannya tanpa seizinmu. Itu bedanya."

"Melakukan apa, hah? Jangan bilang kau berniat meniduriku!" Aku langsung memeluk tubuhku sendiri.

Dia kembali membungkukan badan hingga wajah kami kembali dekat. "Asal kau tidak menjadi gadis pembangkang, itu tidak akan terjadi."

Mataku melebar tak percaya, itu artinya ada niat di kepala Rey si gila ini yang memang ingin meniduriku.

"Jangan asal bicara sial*n! Aku tidak akan membiarkan kau meniduriku!"

Emosiku mulai keluar, aku memasang wajah seolah-olah aku tidak takut dengan pria ini.

"Jangan memakiku, Seira!" desisnya.

"Kenapa? Kau pikir aku akan diam saja ketika kau berniat meniduriku? Menyalahkan orang lain padahal kau yang hendak memperkosaku!"

"Kalau aku berniat memperkosamu, sudah aku lakukan dari tadi, Mrs Borbone."

Dia mengulas senyum di wajahnya sebelum akhirnya benar-benar pergi, menghilang dibalik pintu, meninggalkan aku dan kepalaku yang penuh tanda tanya ini.

Aku hanya memeluk lututku sendiri, berbagai pertanyaan di benakku terus berputar seakan membentuk benang yang kusut. Tidak ada jawabannya sama sekali meskipun aku berpikir dengan kuat, ponselku bahkan tidak tahu ada dimana.

Aku yakin Ayahku pasti sedang mencariku. Aku yakin Ayahku khawatir ketika tahu aku tidak ada.

Aku menyerah memikirkan bagaimana bisa aku ada di sini sekarang. Yang aku mulai pikirkan sekarang, bagaimana caranya aku kabur dari sini.

Aku menoleh ke kanan, ada jendela besar di sebelah kananku. Aku turun dari ranjang dan membuka tirai jendela, aku pikir ada balkon, ternyata tidak ada sama sekali.

Sekalipun aku bisa membuka jendela, jika aku ingin kabur, satu-satunya cara hanya meloncat dan berakhir mati sia-sia.

Tidak, itu tidak akan aku lakukan. Aku bukan orang stress yang ingin mati, aku punya mimpi yang harus aku wujudkan. Salah satunya bekerja di perusahaan penerbit buku.

Dengan lemah aku berbalik kembali ke ranjang, meringkuk sendirian dengan memikirkan keluargaku.

Sampai pagi menjelang, aku tidak tidur sama sekali, aku sempat menggedor pintu dan berakhir sia-sia karena tidak ada yang membukakan pintu.

Si kepar*t Rey mungkin sedang tidur nyenyak setelah mengurungku di sini.

Aku benar-benar ingin tahu, apa maksud Rey mengurungku di sini. Ucapannya yang menginginkanku hanyalah omong kosong tidak ada artinya menurutku.

Mataku menoleh ke arah pintu ketika melihat knop pintu bergerak.

"Good morning, Seira. Did you sleep well last night?" (Apa kau tidur nyenyak semalam)

"Sleep well?" Aku tertawa jengkel seraya bangun dari tidurku. Aku menatap sosok pria tinggi yang berdiri di hadapanku kini.

"Bagaimana aku bisa tidur dengan baik setelah kau mengurungku seperti ini!" desisku dengan geram.

"Ini rumahmu, Seira. Jangan merasa terkurung."

"Are you crazy?" (Apa kau gila) "Kita tidak saling mengenal satu sama lain kemudian kau mengurungku dan mengatakan ini juga rumahku! Bahkan ini kali pertama aku ada di sini!"

"Masih pagi, i dont want to fight with you, Seira." (Aku tidak mau bertengkar denganmu)

"Lebih baik mandi dan kita turun ke bawah untuk sarapan."

"Kau begitu percaya diri mengajakku sarapan. Kau pikir aku mau? Aku lebih memilih tidak makan sama sekali!"

"Jangan membuatku marah, Seira! Sangat sulit menghentikan amarahku jika itu terjadi. Aku tidak mau bersikap kasar kepadamu."

"I dont care, Mr De Willson!" (Aku tidak perduli, Tuan De Willson)

"Seharusnya akulah yang marah kepadamu! Keluargaku pasti mencariku!"

"Ya, mereka memang mencarimu," sahut Rey.

Mataku membulat mendengar ucapannya. Benar bukan, mereka pasti mencari dan mengkhawatirkanku.

"Lalu apa yang kau katakan kepada mereka? Kau mengatakan aku bersamamu?"

Rey mengangkat kedua bahunya. "Tentu saja tidak. Aku tidak akan membiarkan siapapun membawamu pergi, termasuk keluargamu sendiri."

Aku benar-benar ternganga mendengar ucapannya. Katakan kepadaku, bagian mana pria di depanku ini terlihat masih waras? Bukankah dia cukup gila?

"Mereka keluargaku!" desisku dengan amarah.

"Seira, spend the rest of your life with me." (Seira, habiskan sisa hidupmu bersamaku saja)

"Dengan begitu, kau boleh bertemu dengan keluargamu."

"M-maksudmu?" tanyaku pura-pura tidak mengerti.

"Menikah denganku, maka kau bisa bertemu dengan keluargamu lagi."

Bibirku bergerak tapi tidak mengeluarkan satu kata pun, aku benar-benar kehabisan kata-kata berbicara dengan orang gila ini. Aku menggelengkan kepala tak habis pikir, aku memegang kepalaku dengan memejamkan matanya sejenak, rasanya kepalaku begitu sakit walaupun hanya berbicara dengan pria gila ini.

"Seira, aku harus bekerja. Aku tidak terbiasa telat sarapan."

"Maka sarapanlah sendiri! Tidak perlu mengajakku!" aku akhirnya membentak Rey dengan kesal.

"Aku tau kau tidak tidur semalam. Dan sekarang kau tidak mau makan, aku tidak mau kau sakit, Seira."

"Yang akan membuatku sakit itu kau sendiri! Tidak bisakah kau mencerna ucapanku dengan baik? Bukankah kau cukup pintar untuk mencerna perkataanku jika aku tidak mau makan bersamamu."

Aku melihat Rey menghela nafas kasar, dia seperti sedang menahan amarah. Dia memalingkan wajahnya ke arah lain dengan menggosok dagu menggunakan ibu jari dan jari telunjuknya, kilatan amarah terlihat jelas dari urat-urat lehernya yang menegang.

"Aku akan meminta pelayan mengantar sarapan ke kamar. Ketika aku pulang nanti, aku ingin piring makanannya sudah kosong. Mengerti?"

Lihat, dia benar-benar tidak bisa mencerna ucapanku dengan baik. Masih saja dia menyuruhku makan padahal aku sudah menolaknya berkali-kali.

Rey kemudian pergi dari kamar, menutup pintu dengan kasar membuatku terperanjat kaget.

Sekitar lima belas menit kemudian seorang pelayan wanita masuk mendorong troli makanan. Dia langsung memindahkan makanan dari troli ke meja tanpa menatap sedikitpun ke arahku.

Aku melihat ka arah pintu yang terbuka, aku pikir ada kesempatan untuk kabur, ternyata tidak ada. Sebab ada seorang pria yang berjaga di depan pintu.

Rey benar-benar keterlaluan, dia tidak memberiku celah untuk kabur sedikitpun.

Bersambung

#Menolak makan

"Hei, apa aku boleh meminjam ponselmu?" tanyaku kepada pelayan wanita yang menghiraukan ucapanku. Kini, dia tengah menuangkan air ke gelas.

"Hei, aku berbicara denganmu."

Dia masih saja tidak menjawab. Menoleh pun tidak sama sekali. Tidak mungkin indra pendengarannya bermasalah, bukan? Kalau iya, kasihan sekali, dia terlihat masih muda.

"Can you speak Indonesia?" tanyaku yang berpikir mungkin pelayan wanita ini tidak bisa berbahasa Indonesia.

Wanita itu akhirnya menoleh kepadaku, membuat hatiku senang seketika. Tapi kemudian dia memudarkan senyum di wajahku ketika dia menggelengkan kepala.

"Oke, dont worry, i can speak english," ucapku. (Oke, jangan khawatir. aku bisa berbahasa english)

Tapi kemudian dia kembali menggelengkan kepala membuatku sontak mengernyit.

"You can't speak english?" (Kau tidak bisa berbahasa english)

Wanita itu kembali menggelengkan kepala membuatku menghela nafas panjang. Oke, pertanyaan bisa atau tidak bisa dalam bahasa english mungkin pertanyaan dasar, jadi dia sedikit mengerti dengan menjawab anggukan dan gelenggan kepala.

"Where are you from?" (Kau berasal darimana) Aku harap pertanyaanku ini dia bisa mengerti. Karena ini pertanyaan dasar.

"Chinese."

Aku mengangkat kedua alisku. Aku tidak bisa bahasa China. Sungguh, bagaimana ini.

"Nǐ bìxū chī, Mam." (Anda harus makan, Mam)

Aku awalnya tidak mengerti apa yang dia bicarakan tapi kemudian dia memberi isyarat dengan menggerakan tangan di depan mulutnya bermaksud menyuruhku makan.

Aku menghembuskan nafas lalu menggelengkan kepala sebagai jawaban.

Aku sudahi saja ini semua, aku malas berbicara dengan orang yang tidak mengerti bahasaku. Anggap saja aku seekor burung yang berbicara dengan tupai.

Aku memilih tidur membelakangi pelayan wanita itu sampai dia keluar dari kamar. Kali ini, aku ingin memarahi Rey sebab mengirim pelayan yang tidak mengerti bahasaku. Bagaimana aku bisa berbicara dengan mereka.

Aku tertidur karena benar-benar mengantuk sebab semalam tidak tidur sama sekali. Aku membiarkan perutku kosong.

Sampai akhirnya aku merasakan elusan tangan di wajahku dengan lembut.

"Kenapa kau masih saja belum makan, Seira."

Tanpa membuka mata aku tahu itu suara siapa. Ya, dia Rey. Si kepar*t itu sudah pulang bekerja ternyata.

Aku tidak tahu jam berapa sekarang, sudah berapa lama aku tidur. Aku hanya enggan membuka mata sebab tidak mau melihat Rey.

"Katakan kau mau makan apa, aku sendiri yang akan membuatkannya untukmu, Seira. Please, eat something." (Makan sesuatu)

Biarkan saja dia berbicara sampai berbusa, aku tidak mau menjawab atau membuka mata.

"I know you're awake." (Aku tau kau sudah bangun)

"Talk to me, Seira." (Berbicaralah denganku) "Aku suka mendengar suaramu."

Aku merasakan dia duduk di sampingku, walaupun aku tidur membelakanginya.

Entah berapa lama suasana tiba-tiba menjadi hening. Dia tidak berbicara lagi setelah duduk di pinggir ranjang, aku malah berpikir dia sudah tidak ada di kamar.

Aku mencoba membuka mataku perlahan dan menoleh, ternyata Rey masih ada di sampingku, dia hanya duduk seraya terus menatapku lekat. Aku berdecak dan kembali memejamkan mata.

"If you dont want to talk to me ..." (jika kau tidak mau berbicara denganku)

"Aku tidak akan berhenti menatapmu."

Dengarlah, perkataan si gila ini terasa ngilu di telingaku. Terserah dia saja, aku tidak perduli dia tidak berhenti menatapku. Dia juga yang akan merasa lelah, aku yakin itu.

Aku masih saja memejamkan mata walaupun aku tidak tidur, tidak ada yang aku dengar di ruangan ini selain detak jantungku sendiri. Aku masih merasakan Rey duduk di pinggir ranjang, tapi benar atau tidak dia terus menatapku, aku pun tidak tahu.

Aku sempat membuka mataku hanya untuk melihat Rey. Dan ternyata dia benar-benar tidak berhenti menatapku. Wajahnya datar, tatapannya terasa menusuk, aku sedikit merinding, apalagi dia hanya diam tanpa bersuara.

"Aku ingin tahu kabar keluargaku," ucapku tiba-tiba. "Mereka pasti sangat khawatir."

"Mereka sudah lapor polisi," sahut Rey.

Aku sontak langsung bangun, duduk menatap Rey. "Benarkah? Polisi akan melacak keberadaanku?"

Rey tersenyum miring. "Ya."

"Kenapa kau tersenyum? Bukankah seharusnya kau takut jika keluargaku sudah melaporkan kasus penculikan ini!"

"Ini bukan penculikan. Aku sudah menyelematkanmu dari pria yang hampir memperkos*mu Seira. Lagi pula, polisi tidak akan pernah datang ke rumahku, Seira."

"Kenapa? Karena kau berkuasa?"

"Ya, itu alasan salah satunya," sahut Rey.

"Seandainya kau bukan klan De Willson, mungkin kau hanyalah preman pasar! Sikap jahatmu cocok menjadi preman pasar!"

"Seandainya kau bukan Seira Borbone, mungkin kau tidak akan ada di sini. Karena yang aku inginkan hanyalah putri dari Borbone group."

Dia tersenyum setelah mengatakan itu, ucapanku yang mengatakan dia lebih cocok jadi preman pasar ternyata tidak membuat dia marah.

Dia malah membalas dengan kalimat yang membuatku langsung berpikir. Benar, jika saja aku bukan putri dari pemilik perusahaan Borbone group mungkin bukan aku yang sekarang dikurung Rey di rumah besar ini.

Tapi, apa alasan sebenarnya? Sungguh, jika dia hanya mengatakan menginginkanku, itu hanyalah bualan dari mulut kotornya saja.

"Lebih baik kau makan, Seira. Jangan membuat dirimu mati sia-sia."

"Aku tidak mau mati. Tapi jika terus terkurung bersamamu di sini, mungkin nanti kau akan menemukanku menjadi mayit di kamar ini!"

"Itu tidak akan terjadi. Jika kau tidak mau makan, aku akan menyuntikan nutrisi ke tubuhmu."

"Gila! Manusia gila!" geramku dengan amarah. "Lakukan saja kalau kau bisa!"

Aku kembali tidur membelakangi dia, aku tidak mau berbicara lagi dengan Rey yang hanya menghabiskan tenagaku ini. Sebab jujur, aku sebenarnya sangat lapar. Tapi aku ingin mogok makan agar bisa keluar dari rumah ini.

Apa yang dilakukan orang kelaparan sepertiku selain memaksakan diri untuk tidur agar tidak merasakan rasa laparnya lagi.

Ya, aku kembali tidur dalam keadaan perut kosong. Sulit memang, tapi aku memaksakan diriku untuk menutup mata dengan tidur meringkuk, lututku bahkan menyentuh perut untuk menekan rasa sakit sebab perutku yang kosong ini.

Sampai aku merasakan ada sesuatu yang dingin menyentuh lenganku dan sepersekian detik kemudian aku merasakan lenganku seakan ditusuk sesuatu.

Aku sontak membuka mata dan menoleh dengan lemah, ternyata Rey menyuntikan sesuatu di lengan bagian atasku.

"Ini vitamin, pengganti makanan yang tidak masuk ke tubuhmu."

Aku ingin marah, tapi aku tidak kuat sebab benar-benar lemas. Aku hanya menghela nafas panjang dengan memejamkan mata.

"Kau tidak akan kehilangan nutrisi di tubuhmu, Seira. Tapi kau akan terus merasakan lemas jika tidak makan. Aku hanya membantumu untuk tetap hidup saja."

Ingin sekali aku melempar belati ke mulutnya. Membantuku tetap hidup katanya? Hei, aku bahkan hampir mati karena ulahnya sendiri. Tidakkah dia sadar akan hal itu?

#Bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!