NovelToon NovelToon

Keluarga Untuk Anakku

BAB 1

Selamat Membaca!!!

Suara erangan yang indah itu tak hentinya keluar dari bibir seorang wanita yang kini sedang digagahi oleh pria tampan di atas tubuhnya.

"Kamu sangat cantik, Arumi. Aku mencintaimu," ucap pria yang kini mereguk kenikmatan duniawi dengan pujaan hatinya.

"Emh, Mas Bintanghh," ucap wanita itu dengan suara serak penuh akan nikmat dan hasrat.

"Aku akan keluar, Sayang," ucap pria itu dengan kepala mendongak dan tubuh yang semakin dalam memasuki wanita dibawahnya.

"Aanngghhh," suara itu keluar dari mulut keduanya saat berhasil mencapai puncak.

"Terimakasih, Sayang," ucap Bintang menatap penuh cinta wanita yang baru saja memberi kenikmatan untuknya.

"Sama-sama, Mas," jawab wanitanya tersenyum dan membingkai wajah lelaki yang dia panggil mas Bintang dengan jemari lentiknya.

Lelaki itu menggulingkan tubuhnya ke samping dan memeluk wanita itu.

"Pil kontrasepsi kamu masih ada kan, Sayang?" tanya lelaki itu sambil mengusap lembut keringat yang membasahi dahi wanitanya.

Wanita itu tersenyum dan mengangguk.

"Syukurlah. Karena begitu inginnya aku sampai lupa pakai pengaman dan keluar di dalam," ucap lelaki itu lega.

Wanita itu diam menatap dalam wajah lelaki yang kini sudah memejamkan matanya. Nampak sangat tampan dan berwibawa.

Apa memang seperti ini sepasang kekasih? Apa lelaki dari kota memang sangat membutuhkan ini? Ini semua salah. Batin wanita itu dengan penyesalan dalam dirinya. Tapi apa daya. Saat dirinya harus membuktikak cinta pada lelaki itu dengan tubuh dan kenikmatan.

Hancur sudah harta berharga satu-satunya yang selama ini dia jaga. Hilang sudah satu-satunya kekayaan yang dia miliki di dunia ini, yang kegadisannya.

"Kenapa, Arumi?" tanya lelaki itu yang masih bisa mendengar helaan nafas dari wanita disampingnya.

Ya, wanita itu adalah Arumi Tirani. Seorang gadis desa yang sangat cantik akan wajahnya serta elok akan kepribadiaanya. Tumbuh menjadi gadis yang begitu polos sampai merasakan jatuh cinta pada pandangan pertamanya. Arumi tidak menyangka, bahwa dia akan jatuh cinta pada cucu orang nomor satu di desanya.

Bintang Samudera Nagara, nama lelaki yang kini juga berbaring di sebelah Arumi. Lelaki tampan dengan sejuta pesona dan wibawanya.

Arumi dan Bintang pertama kali bertemu saat acara hajatan dari paman Bintang yang ada di desa tempat Arumi tinggal dua bulan yang lalu. Arumi yang saat itu menjadi salah satu petugas cathering disana ikut membantu. Selama proses hajatan berlangsung, mata Bintang tak pernah lepas dari Arumi. Kelincahan, kepolosan dan kecantikannya membuat bintang jatuh cinta sejak pandangan pertama.

Awalnya Arumi menolak Bintang karena sosial mereka yang berbeda. Tapi karena usaha dan kegigihan bintang, Arumi luluh dan menerima lelaki itu menjadi tambatan hatinya. sejak bersama Bintang, Arumi merasakan kasih sayang yang begitu melimpah. Kehidupan arumi yang tadinya sunyi tanpa kaluarga kini menjadi lebih berwarna. Ya, Arumi seorang gadis yatim piatu sejak masih duduk di bangku SMA. Tidak mudah bagi Arumi untuk hidup seorang diri saat usianya masih sangat membutuhkan bimbingan dari kedua orang tuanya.

"Sayangku, Kenapa?" tanya Bintang lagi yang menyadarkan Arumi dari lamunan menatap wajah lelaki itu.

"Kita sudah tidak muda, Mas. Kamu sudah dua puluh enam tahun, dan aku dua puluh satu tahu."

"Usia kita masih aman untuk belum menikah, Arumi," jawab Bintang yang tahu arah pembicaraan arumi.

"Tapi apa yang kita lakukan ini melampui bataskan, Mas?" tanya arumi menatap lembut pada Bintang.

"Kita melakukannya karena cinta, Arumi," jawab Bintang enteng.

Arumi diam dan tidak menjawab. dia lebih memilih menatap mata Bintang menyelami ketulusan yang keluar dari tatapannya.

"Kamu sudah bicara pada Nenek Tyas dan Kakek Hutama mengenai hubungan kita, Mas?" tanya Arumi lagi.

Bintang menggeleng. Lelaki itu menggerakkan tubuhnya membawa arumi ke dalam pelukannya. Bintang menumpukan dagunya pasa pucuk kepala Arumi. Salah satu kamar penginapan yang ada di desa ini menjadi saksi mereka untuk saling memadu kasih. "Beri aku waktu, ya. Tidak mudah untuk memberitahu Nenek dan kakek. Apalagi kedua orang tuaku, Arumi," jawab Bintang pelan.

Tentu ini adalah masalah besar untuknya. Dia yang dari keluarga terhormat, sedangkan Arumi yang sebatang kara dan seorang gadis desa. Akan sangat sulit untuk keluarganya menerima arumi. Kakek dan Neneknya memang dekat dengan Arumi. Tapi untuk dijadikan menantu Bintang gamang akan itu.

"Nenek Tyas pasti akan menerima, Mas. Selama ini nenek sangat baik padaku," ucap Arumi meyakinkan Bintang.

"Baik sebagai tetangga belum tentu akan baik sebagai keluarga, Arumi, " jawab Bintang yang membuat Arumi terdiam.

"Jadi kita akan terus seperti ini, ya Mas?" tanya Arumi menengadah menatap Bintang.

"Kita ikuti saja kemana takdir ini mengalir ya," ucap Bintang dengan senyumnya.

Maaf, Arumi. Batin Bintang yang tak bisa menyampaikannya secara langsung pada Arumi. Bintang mencintai Arumi. Tapi ada sesuatu yang harus dia selesaikan terlebih dahulu sebelum mengatakan hubungan mereka pada keluarganya.

.....

Arumi melangkahkan kakinya keluar dari penginapan. Wanita itu berjalan dengan pelan karena masih merasakan sakit pada area bawahnya. Ini bukan yang pertama kali mereka berhubungan tapi tetap saja sakit. Wanita polos yang dikenal dengan kembang desa itu memperbaiki posisi masker yang menutupi wajahnya. Arumi bukan wanita murahan, tapi bersama Bintang dia menyerahkan segalanya untuk kebahagiaan lelaki itu. Tapi Bintang? Entahlah Arumi berharap Bintang juga seperti ini padanya.

Sepuluh menit berjalan kaki, Arumi sampai di depan rumah sederhana yang selama ini menjadi tempatnya untuk berteduh. Satu-satunya harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya.

Mata arumi menatap rumah besar yang berjarak tiga rumah dari rumahnya. Dia melihat sepeda motor yang tadi Bintang gunakan terparkir disana. Itu artinya lekaki itu sudah sampai lebih dulu. Ya, mereka pulang dengan terpisah. Semua tentu atas permintaan Bintang karena dia tidak mau ada warga desa yang tahu mengenai hubungan mereka.

Tidak ingin larut dalam pikirannya, Arumi segera berjalan memasuki rumah karena dia harus segera bersiap untuk bekerja di usaha cathering milik Nenek Tyas, alias neneknya Bintang.

.....

"Bintang," panggil Nenek tyas yang melihat cucunya memasuki rumah.

"Nenek," jawab Bintang tersenyum dan ikut bergabung dengan neneknya.

"Apa masa cutimu belum berakhir?" tanya Nek Tyas heran dengan cucunya yang sudah satu minggu disini. karena biasanya Bintang paling lama berasa di rumahnya hanya tiga hari.

"Lusa Bintang harus kembali dinas, Nek. Ada kasus yang harus Bintang selesaiin," jawabnya lembut.

Bintang bukanlah orang yang pendiam. Dia adalah orang yang mudah bergaul dan akan tertutup disaat-saat tertentu.

"Kasus baru?" tanya Tyas menatap cucu satu-satunya itu.

Bintang mengangguk. "Pembunuhan, Nek," jawab Bintang santai.

"Apa kamu tidak apa-apa menangani kasus pembunuhan?" tanya Tyas khawatir mengingat bagaimana pedih masa lalu keluarganya.

Bintang tersenyum dan mengangguk. "Bintang gakpapa, Nek. Sudah tanggung jawab dan resiko dalam pekerjaan Bintang, kan."

"Apa kamu tidak ada niat untuk berhenti jadi polisi dan meneruskan usaha Daddy mu, Nak?"

Ya, Bintang adalah seorang Polisi yang sudah memiliki kedudukan cukup tinggi di Kepolisian RI. Di usia yang masih terbilang muda itu dia berhasil sukses dengan usahanya dalam menyelesaikan setiap kasus dalam pekerjaanya.

Bintang menggeleng menatap Tyas. "Nenek pasti tahu kenapa Bintang sangat ingin di kepolisian," jawab Bintang tegas.

Nenek Tyas menghela nafas pelan. "Kintani meninggal karena bunuh diri, Nak. Bahkan kasusnya sudah selesai empat tahun yang lalu, Nak."

...****************...

Jangan lupa like, komen dan favorit yaa, selamat membaca.

BAB 2

Selamat Membaca!!!

"Dan Bintang tidak terima itu. Pasti ada yang tidak beres dengan semua ini. Kintani tidak mungkin bunuh diri," jawab Bintang yakin. Dia sangat mengenal adik kesayangannya itu. Adiknya adalah orang yang taat agama, tidak mungkin rasanya jika Kintani melakukan apa yang dilarang oleh agama.

Tyas menghela nafas. "Semoga semua usaha kamu tidak sia-sia ya, Nak," ucap Nek Tyas mengusap lembut bahu Bintang.

"Kalau begitu nenek mau ke rumah sebelah dulu," lanjut Tyas pamit.

"Cathering?" tanya Bintang memastikan.

Tyas mengangguk. "Akan ada menu baru hari ini. Jadi Nenek harus mencicipi," jawab Tyas jujur.

"Bintang antar?" tawar Bintang.

Tyas terdiam. "Bahkan jaraknya tidak sampai sepuluh meter dari rumah, Nak. masih satu pagar dengan rumah dan kamu mau antar nenek dengan sepeda motor?" tanya Nek Tyas.

Bintang terkekeh. "Kali aja nenek capek," jawabnya santai.

Nek Tyas menggeleng dengan tersenyum. setelahnya dia berjalan keluar rumah dan menuju tempat udaha catheringnya.

Bintang memandangi kepergin Tyas. Bukan tanpa alasan dia menawarkan Tyas untuk diantar. Sekalian modus ingin mencuri pandang pada tambatan hatinya. Senyum Bintang berubah sendu. Aku tahu hubungan ini tidak bertujuan. Tapi hatiku menolak untuk melepaskanmu, Arumi. Batin Bintang egois.

Seolah menutup mata, Bintang tidak memikirkan bagaimana nasib Arumi nanti. Entah takdir apa yang sedang menantinya, yang pasti sekarang dia sudah senang dengan keberadaan Arumi sebagai pengisi hatinya.

.....

Arumi sibuk dengan masakan di depannya. Wanita itu adalah andalan Nenek Tyas dalam memasak. Apapun makanan hasil olahan Arumi tidak pernah mengecewakannya.

"Bagaimana, Arumi?" tanya Nenek Tyas yang baru datang dan berdiri di belakang Arumi.

Arumi tersenyum. "Nenek coba," ucap Arumi girang memberikan ujung spatulanya pada Tyas agar wanita tua itu bisa mencobanya.

Tyas mengambil alih spatula dan meniup ujungnya yang masih terdapat sedikit kuah makanan baru dari Arumi. Setelah dirasa dingin, Nek Tyas sedikit menumpahkan ke telapak tangannya dan mencicip dengan mulutnya.

Arumi tersenyum melihat Tyas yang nampak mengangguk dan tersenyum.

"Bagaimana, Nek?" tanya Arumi dengan senyum mengembang.

"Luar biasa, Nak. Jadikan ini menu utama di cathering kita," ucap Nek Tyas antusias.

"Wah! Benarkah?" tanya Arumi tak kalah senang.

Nek Tyas mengangguk yakin. "Kamu tidak pernah mengecewakan nenek," ucap Nek Tyas mengembalikan spatula kepada Arumi.

Arumi mengangguk. Dia melanjutkan pekerjaanya setelah Tyas berpindah pada bagian yang lain. Tentu Arumi sangat jago dalam memasak. Bakat ini diturunkan dari sang Ayah yang dulu juga merupakan tukang masak kepercayaan Tyas.

"Kamu memang bisa diandalkan, Nduk," ucap salah satu pegawai yang sudah berumur.

"Makasih, Buk. Kita unggul dalam kepandaian masing-masing. Aku saja suka iri lihat ibu yang begitu lihai menata piring di meja makan. Atraksinya itu lho," ucap Arumi memuji yang memang benar kenyataanya begitu.

"Kita bisa karena terbiasa, Nduk. Dan kamu, ibu yakin pasti bisa jadi koki terkenal nanti," ucap Bu Ida berdoa untuk Tyas.

"Aamiin. Makasi banyak, ya Buk," ucap Arumi tulus dengan memeluk dari samping tubuh Bu Ida dengan sebelah tangannya.

Bu Ida sudah dianggap orang tua sendiri bagi Arumi. Wanita paruh baya itu adalah rekan kerja Ayahnya sebelum Ayahnya meninggalkan dunia untuk selama-lamanya.

.....

Bintang asik dengan dunianya sendiri. Lelaki itu menatap foto-foto Arumi yang dia ambil saat wanita itu masih tertidur. Wanitanya nampak sangat cantik meskipun tidur dengan peluh dan keringat serta rambut yang acak-acakan.

Banyak wanita yang mengincarnya. Seorang polisi muda dengan pangkat tinggi dan tampan yang sangat menawan. Ditambah dengan keadaan dompet yang tidak pernah sepi. Tidak ada alasan untuk menolak pesona seorang Bintang Samudra Nagara.

Saat asik menggeser layar ponselnya, sebuah notifikasi dari aplikasi chatt berwarna hijau mengalihkan fokus Bintang.

"Oh ****!" umpat Bintang dan segera bangun dari posisi tidurnya. Dengan segera lelaki itu mengambil kunci mobil dan jaket.

Bintang berjalan cepat menuju cathering neneknya. Sampai di pintu, mata Bintang mencari kesana kemari. Setelah menemukan objek yang dia cari, Bintang beejalan mendekati Nek Tyas yang sedang bicara dengan salah satu karyawannya.

"Nek," panggil Bintang berbisik.

"Kenapa?" tanya Nek Tyas menoleh.

"Bintang harus kembali sekarang. Ada kerjaan mendadak," ucap Bintang pamit dan mengambil tangan Nek Tyas untuk disalami.

"Kok mendadak?" ucap Nek Tyas sedikit ngegas.

"Urgent, Nek. Bintang jalan dulu. Nanti Bintang bakal kesini lagi lihat nenek," ucap Bintang beralih memeluk Neneknya.

"Kamu hati-hati ya, Nak," ucap Nek Tyas mengecup pipi cucunya itu.

"Kakek sudah kamu beritahu?" tanya Nek Tyas lagi menghentikan langkah Bintang.

"Kakek belum pulang. Nanti Nenek aja yang bilang. Bintang pergi dulu," ucap Bintang dan segera pergi ke luar dari sana. Dia memang tidak sempat memberitahu Hutama yang sedang pergi untuk melakukan hobi memancingnya.

Tyas menggeleng menatap kepergian cucunya. Cucunya itu sangat patuh dengan tugas negara. Padahal sekarang statusnya sedang cuti, tapi tetap saja harus bekerja. Jiwa dan raganya milik negara.

.....

"Mas Bintang," sebuah panggilan menghentikan Bintang yang akan menaiki mobilnya.

"Rumi," panggil Bintang.

Bintang menatap kiri dan kanan. Setelah dirasa aman dia menarik lembut tangan Arumi dan membawanya ke samping rumah yang sepi.

"Mas mau kemana?" tanya Arumi menatap Bintang.

Arumi tidak sengaja mendengar perkataan Bintang dengan Nek Tyas. Niatnya yang ingin memberitahu Nek Tyas mengenai nama menu barunya akhirnya terurung dan lebih memilih untuk menemui Bintang.

"Aku harus segera pergi, Rumi. Ada pekerjaan yang tak bisa aku tinggalkan," ucap Bintang.

"Kerja apa?" tanya Arumi. Arumi memang belum mengetahui sama sekali bahwa Bintang adalah seorang polisi. Aneh sekali memang. Tapi begitulah Arumi. Yang dia tahu dia dan Bintang saling mencintai dan itu cukup untuknya.

"Ada pekerjaan mendesak. Nanti aku akan kembali, ya. Jangan khawatir. Aku pergi dulu. Aku mencintaimu," ucap Bintang tergesa dan berlalu pergi meninggalkan Arumi setelah memberi sebuah kecupan di dahi Arumi.

Arumi menghela nafas pelan. Dia menatap mobil Bintang yang sudah keluar dari pekarangan rumah Nenek Tyas. "Semoga kamu benar-benar kembali, Mas," ucap Arumi dengan harapan besar yang terselip dari setiap ucapannya.

.....

Mengendara setelah empat jam, Bintang sampai di rumah dinasnya pukul lima sore. Lelaki itu memang memilih tinggal di rumah dinas dari pada di rumah kedua orang tuanya yang bak istana.

Setelah masuk, Bintang mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang. "Aku sudah dirumah," ucap Bintang tanpa basa-basi. Setelah mengatakan itu dia langsung mematikan sambungan telepon.

Beberapa menit setelahnya, terdengar suara ketukan pintu.

"Lama banget sih," ucap si tamu yang kini masuk dan langsung duduk di sofa ruang tamu kecil itu.

"Ck. Ada berita apa?" tanya Bintang tanpa basa-basi menatap lawan bicaranya itu.

"Astaga, ini aku baru datang dan kau langsung bertanya? ditawarin minum dulu kek," gerutunya kesal menatap Bintang.

"Jangan sok romantis," celetuk Bintang tanpa rasa bersalah.

"Ada petunjuk baru, Bin," ucap Lelaki dengan seragam. polisi yang bertulis nama ANGKASA.

"Apa?" tanya Bintang serius.

"Kematian Kintani memang bukan karena bunuh diri."

Bintang dan Angka saling pandang seolah berbicara lewat mata. Dua tatapan tajam itu bersatu bagai laser yang menembus tajam.

"Kita buka lagi kasus ini."

...****************...

Jangan lupa like, komen dan favorit yaa, selamat membaca.

BAB 3

Selamat Membaca!!!

"Kematian Kintani memang bukan karena bunuh diri."

Bintang dan Angkasa saling pandang seolah berbicara lewat mata. Dua tatapan tajam itu bersatu bagai laser yang menembus tajam.

"Kita buka lagi kasus ini."

Bintang dan angkasa terdiam dalam pikiran mereka sendiri. Dua sahabat yang sudah berteman sejak bangku SMP itu sama-sama kehilangan orang yang mereka cintai. Bintang yang merupakan kakak Kintani, dan Angkasa yang mencintai adik sahabatnya itu.

Kintani Rasya Nagara, seorang gadis cantik berusia 17 tahun saat dia meregang nyawa. Anak kedua dari Indra Ali Nagara dan Sasmita Alexander Nagara. Bintang sangat menyayangi adik satu-satunya itu. Gadis yang taat agama dan sangat menjaga diri dari pergaulannya. Gadis polos yang sangat pendiam di luar itu namun akan sangat hangat dan manja jika bersama keluarganya.

Saat itu sore hari. Bintang menjemput sang adik pulang sekolah. Namun kejutan besar menyambutnya. Saat sampai di sekolah, orang-orang sudah ramai berkerumun di parkiran sekolah.

"Pak, ini ada apa, ya?" tanya Bintang pada satpam yang saat itu nampak sangat panik.

"Itu, ada yang jatuh dari rooftop," jawab satpam dengan wajah penuh kekhawatiran.

"Murid sini, Pak?" tanya Bintang masih santai.

Satpam itu mengangguk. "Dia siswi yang baik. Itu lho, siswi yang pake kerudung."

DEG

Jantung Bintang yang tadinya aman kini seakan meronta mendengar perkataan Satpam. Berkerudung? Kintani?

"Ba-bapak jangan bercanda!" ucap Bintang menatap tajam satpam itu.

"Bener atuh. Kalau gak percaya lihat sendiri," jawab Satpam dan pergi meninggalkan bintang yang masih mencerna semuanya.

Tidak ingin larut dalam pikiran buruknya, Bintang langsung berjalan mendekat untuk memastikan.

"Permisi," ucapnya meminta jalan pada siswa dan warga yang sudah mengerumuni.

Tubuh Bintang rasanya sangat lemas tak bertenaga. Ternyata benar, dia adalah gadis berjilbab yang kini sudah tak sadarkan diri dengan darah segar keluar dari belakang kepala, mulut, hidung dan telinganya. "Adek," lirih Bintang dengan tubuh gemetar.

Bintang mengangkat kepala Kintani ke pahanya. "Adek bangun, Dek. Ini Abang," ucap Bintang lembut mencoba membangunkan Kintani dengan harapan yang sangat tipis.

Tidak ada jawaban apapun. Akhirnya Kintani langsung dibawa ke rumah sakit. Malang melanda, nyawa gadis manis itu tidak bisa tertolong. Bahkan dia sudah meninggal sebelum dibawa ke rumah sakit.

Keluarga besar Nagara sangat berduka atas semua ini. Mereka juga meminta bantuan polisi untuk menyelidiki kematian anak mereka. Namun sebulan setelahnya, tidak ada bukti apapun yang mereka dapatkan hingga pengadilan memutuskan bahwa ini adalah kasus bunuh diri.

Keluarga Nagara sangat bersedih tapi mereka hanya bisa menerima. Uang mereka tidak berguna untuk membuktikan itu semua karena memang tidak ada barang bukti yang jelas.

Tapi hal itu tidak berlaku untuk Bintang. Dia tidak seperti keluarganya yang lain yang bisa merima begitu saja. Awalnya di sangat marah pada Daddy dan Bundanya. Tapi lambat laun, Bintang sadar tidak ada gunanya untuk marah. Lelaki itu bertekad akan membuktikan sendiri bahwa adiknya tidak meninggal karena bunuh diri.

Angkasa menyentuh bahu Bintang hingga lelaki itu kembali dari lamunannya. "Jangan sedih. Kintani gak bakal suka. aku juga gak suka kalau Kintani sedih di alam sana karena melihatmu sedih disini," ucap Angkasa yang membuat Bintang terkekeh.

"Kau tak ada niat untuk membuka hati?" tanya Bintang. Karena sejak kematian Kintani, Angkasa benar-benar menutup hati saat kini mereka berdua sudah berusia dua puluh enam tahun.

Angkasa mengangkat bahu acuh. Tidak pernah terlintas di benaknya untuk mencari tambahan hati yang lain. Baginya, jodohnya hanya Kintani dan maut.

"Aku kembali dulu. Besok kita akan ajukan kembali ini pada komandan agar kasus ini dibuka kembali," ucap Angkasa pamit yang dianggukki oleh Bintang.

Bintang menyandarkan punggungnya ke sofa. Kedepannya akan semakin berat karena dia akan bertemu dengan hal-hal yang berhubungan dengan kamatian adiknya, Kintani. "Abang gak akan kasi ampun mereka yang merenggut nyawa kamu secara paksa, Dek. Abang janji!" gumam Bingang penuh keyakinan.

.....

Sudah satu bulan sejak Bintang kembali ke Jakarta. Arumi belum menerima pesan apapun dari lelaki itu. Ponsel dengan tombol yang banyak dan berbentuk persegi panjang itu masih tidak berdering setelah satu bulan.

"Kok Mas Bintang gak ada kabar, ya?" tanya Arumi bergumam.

Arumi menatap ponselnya dan melihat nama kontak yang sejak tadi dia biarkan ada di sana. Mencoba meyakinkan diri, Arumi menekan tombol hijau untuk melakukan panggilan pada Bintang.

Arumi menghela nafas pelan saat panggilan itu tidak kunjung terangkat. Arumi tidak mengulangnya lagi. "Sekali saja, udah. Kalau aku penting, nanti pasti akan ditelfon balik," ucap Arumi meyakinkan dirinya.

"Lapar," ucap Arumi memegang perutnya. Wanita itu berdiri dan berjalan menuju dapur. Sebelum pergi kerja, dia akan sarapan terlebih dahulu untuk mengisi tenaganya.

Saat akan meletakkan wajan ke kompor, rasa mual menyerang perut Arumi. Wanita itu segera berlari kecil. ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya yang memberontak.

Huek.

Huek.

HUEK.

HUEK.

"Hah. Ya Allah, ini kenapa?" tanya Arumi lemas bersandar pada pintu kamar mandi.

Arumi memejamkan mata sambil mengatur nafasnya. Mata wanita itu kembali terbuka saat menyadari sesuatu. Mata wanita itu berkaca-kaca dan kepalanya menunduk menatap perutnya. "Apa ada kamu disini, Nak?" tanya Arumi lirih pada perutnya sendiri.

Ya, Arumi memang sangat menginginkan ini. Bahkan wanita itu rela menukar obat kontrasepsinya dengan obat penambah kesuburan. "Saat Ayah kamu datang, kita akan beritahu, Nak. Ayah pasti akan ikut senang," gumam Arumi tersenyum.

Setelah dirasa perutnya aman, Arumi berjalan menuju kamarnya. Wanita itu bersiap untuk pergi kerja tanpa sarapan. Selera makannya tiba-tiba hilang setelah merasakan mual tadi. "Akhirnya aku akan punya keluarga."

.....

"Kau yakin akan membuka kasus ini?" tanya atasan Bintang dengan seragam polisi bertuliskan nama ISKANDAR.

"Saya yakin, komandan. Saya mengatakan ini sebagai Abangnya. Mengajukan kembali ke pengadilan dan saya ingin saya sendiri yang menangani kasus ini," ucap Bintang tanpa ragu.

Iskandar menatap Bintang. "Ini tidak akan mudah untukmu. Aku akan berikan kasus ini pada anggota lain," ucap Iskandar yang membuat Bintang menatapnya tak terima.

"Saya mohon, komandan. Biar saya dan Angkasa yang menangani kasus ini," ucap Bintang memelas.

"Bint-"

"Om," potong Bintang memelas. Iskandar yang nyatanya merupakan Ayah dari sahabatnya Angkasa itu menghela nafas.

"Saya harap kasus ini tidak berhenti ditengah jalan," jawab Iskandar yang membuat Bintang tersenyum hormat pada Iskandar.

Bintang keluar dari ruangan Iskandar dengan senyum mengembang.

"Gimana?" tanya Angkasa yang ternyata menunggu di luar ruangan. Angkasa memang sengaja tidak masuk karena tidak mau nanti dianggap menggunakan kekuasaan Ayahnya untuk mendapatkan kasus ini.

Bintang tersenyum. "Semoga kita berhasil kali ini, Sa," jawab Bintang yang membuat Angkasa tersenyum senang.

Bintang memasuki ruangannya. Lelaki itu menatap ponselnya yang sejak tadi dia tinggalkan di atas meja kerjanya. Sudah sebulan ini dia tidak menghubungi Arumi. Dia terlalu sibuk menyelesaikan kasus kemarin hingga menyita banyak waktunya.

Tanpa menunggu lama, Bintang segera menekan tombol panggilan untuk menghubungi wanita kesayangannya.

.....

Arumi fokus dengan bahan masakan di tangannya.

"Fokus sekali, Nak," ucap Tyas yang baru datang.

"Iya, Nek. Pesanan hari ini kan banyak," jawab Arumi sopan.

Nek Tyas mengangguk dan tersenyum. Dia mengamati wajah Arumi yang nampak sangat anggun dan manis saat bersamaan. "Kamu tidak berpikir untuk menikah, Nak?" tanya Nek Tyas penuh sayang.

Arumi menghentikan kegiatannya. Dia tersenyum dan menoleh pada Nek Tyas. Apa sekarang aku bilang sama Nek Tyas aja, ya? Batin Arumi bertanya-tanya.

"Ba-"

Ucapan Arumi terhenti kala ponsel yang ada di saku celananya berdering. Dia segera mengambil ponselnya dan melihat siapa yang menelpon. Senyum wanita itu terbit lebar. "Arumi angkat telepon sebentar ya, Nek," ucap Arumi pamit.

Tyas memandang punggung Arumi dengan pandangan lurus. "Kamu terlalu cepat menjatuhkan hati, Nak."

...****************...

Jangan lupa like, komen dan favorit yaa, selamat membaca.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!