NovelToon NovelToon

Imam Hidupku

Dinikahi

Di salah satu ruangan rumah sakit, sedang terjadi kepanikan.

Tit.. tit.. tit..

"Dokter, pasien mengalami gagal jantung." adu salah satu suster.

"Apa!" pekik sang dokter.

"Jantung pasien berhenti berdetak dokter."

Dokter tampak bingung. Satu sisi dia baru saja kehilangan salah satu pasien di ruangan yang sama. Dan sekarang dia diharuskan menghadapi pasien lain yang mengalami gagal jantung.

"Dokter apa yang harus kita lakukan?" tanya suster menyadarkan dokter dari kebimbangannya.

"Siapkan ruang operasi. Kita akan melakukan operasi besar." titah dokter.

"Baik dokter." para suster sudah mengerti dengan apa yang dokter katakan.

Para perawat memindahkan 2 tubuh manusia dari ruangan itu menuju ruang operasi. Dokter mengikuti dari belakang dengan sedikit terburu-buru.

"Dok.. Apa yang terjadi pada kedua cucu ku?"

"Mau dibawa ke mana mereka?"

"Mereka baik-baik saja kan?"

"Maaf kek, pak, bu. Nyawa salah satu pasien tidak bisa di selamatkan." jawab dokter.

"Innalillahi.."

"Lalu ke mana mereka akan di bawa?"

"Kami akan melakukan trasplantasi jantung."

"Apa! Transplantasi jantung?"

"Iya pak, sesuai dengan keinginan pasien, jika dia meninggal, dia meminta jantungnya didonorkan pada saudarinya. Ini keinginan terakhirnya." tutur dokter.

Tidak ada yang bisa dikatakan lagi. Jika itu sudah menjadi keinginan terakhir, maka mereka tidak bisa mencegahnya.

"Tapi kenapa harus sekarang? Apa tidak bisa besok saja?"

"Maaf bu, tapi pasien saudarinya mengalami gagal jantung. Jika tidak cepat ditangani, maka nyawa pasien akan menyusul saudarinya yang baru saja meninggal."

"Baiklah dok. Tapi tolong selamatkan dia."

"Selamatkan cucu ku. Aku tidak ingin kehilangan cucuku lagi."

"Baik pak, kek, kami akan berusaha semaksimal mungkin."

Dokter pergi.

Orang yang baru saja bertanya pada dokter adalah kakek Pudin, ustadz Yusuf, abi Bahar dan umi Maryam. Mereka kakek dan teman dekat dari pasien yang saat ini sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.

Pasien itu adalah Aisha Rahma. 5 hari yang lalu dia mengalai kecelakaan mobil bersama ayah, ibu dan saudari kembarnya, yaitu Aqeela Rahima. Ayah dan ibu Ais meninggal di tempat. Dan yang baru saja meninggal adalah Aqeela, adik Ais.

Ais mengalami luka yang cukup parah pada jantungnya akibat kecelakaan itu. Saat di bawa ke rumah sakit, sudah ada besi yang tertancab dibagian dadanya. Sementara Aqeela mengalami kerusakan pada livernya.

Setelah menerima perawatan, Ais jatuh koma dengan keadaan tidak bisa disebut selamat. Karna sewaktu-waktu bisa saja dia mengalami gagal jantung. Sementara Aqeela dia sudah sadar dengan keadaan yang juga sama seperti Ais.

Aqeela sangat sedih mendapati Ais yang terbaring koma. Kesedihan Aqeela bertambah saat mengetahui ayah dan ibunya sudah dulu meninggal. Hanya Ais dan kakeknya lah yang dia punya sekarang.

Aqeela tidak tau harus meminta tolong pada siapa. Mereka hanya punya kakek yang sedang menunggu di rumah. Aqeela tidak mau membuat kakeknya bersedih atas apa yang terjadi pada mereka. Hanya ada keluarga ustadz Yusuf dibenak Aqeela. Dan sampai akhirnya di sinilah keluarga ustadz Yusuf berada.

Aqeela melarang untuk memberitahu kakeknya. Dia ingin ustadz Yusuf dan abi yang memberitahu kakeknya. Aqeela takut kakeknya akan terkena serangan jantung jika orang lain yang memberitahunya. Aqeela yakin ustadz Yusuf akan bisa memberitahu kakeknya dengan baik. Keyakinan Aqeela terbukti. Setelah mendengar keluarganya kecelakaan kakek Pudin sangat terpukul. Namun dengan cepat ditenangkan oleh abi Bahar dan ustadz Yusuf.

Dokter kembali dengan membawa surat persetujuan.

"Kek, pak, bu, sebelum kami melakukan operasi, kami memerlukan tanda tangan dari wali pasien." ucap dokter. "Kakek harus menandatangi surat persetujuan ini. Kedepannya tandatangan wali akan sangat dibutuhkan."

Kakek Pudin terdiam. Entah apa yang dia pikirkan.

"Kek.." ustadz Yusuf menyadarkan kakek Pudin dari lamunannya.

"Kakek tidak bisa menjadi Ais." ucap kakek Pudin.

"Kenapa kakek tidak bisa?" heran semua orang.

"Kakek takut rumah sakit akan meminta tanda tangan kakek untuk Ais, dan saat itu kakek sudah tiada." jawab kakek.

"Astaghfirullah.. Kakek tidak boleh berbicara seperti itu." tegur abi Bahar.

"Bahar, kau saja yang menjadi walinya. Lakukan ini untuk pria yang sedang menunggu ajalnya ini." pinta kakek Pudin.

"Baiklah kek. Aku akan menjadi wali untuk Ais." putuh Bahar. Dia tidak bisa menolak permintaan Bahar.

"Tidak abi, biar Yusuf saja yang menjadi wali Ais." tolak ustadz Yusuf.

Semua orang menatap Yusuf dengan kaget

"Apa maksud kamu Yusuf?" tanya Umi Maryam.

"Umi, Yusuf bersedia menjadi wali Ais."

"Tapi Yusuf, kamu tau kan, apa yang kamu katakan barusan? Kamu sadarkan?" tanya Abi.

"Iya abi, Yusuf tau dan Yusuf sadar. Yusuf siap menjadi suami Ais." jawab Yusuf dengan yakin.

"Sayang, coba pikirkan lagi. Biar abi kamu yang menjadi wali Ais." jelas umi.

"Tidak umi, aku tetap ingin menikahi Ais. Lagipula aku sudah terlanjur melihat aurat Ais."

"Yusuf, coba pikirkan sekali lagi." pinta abi.

"Aku sudah memikirkannya abi. Aku siap. Sangat siap. Dan yang terpenting, aku mencintai Ais. Aku tidak ingin rasa cintaku menjadi perbuatan maksiat."

Abi Bahar dan umi Maryam terdiam atas pengakuan Yusuf. Begitupun dengan kakek Pudin. Mereka sangat terkejut atas pengakuan putra sulung mereka. Pasalnya, mereka kira Yusuf menyukai Aqeela. Bukan Ais.

"Kakek, aku sudah lama mencintai Ais. Aku sangat mencintainya." ucap ustadz Yusuf pada kakek Pudin.

"Abi.. Umi.. izinkan aku menikahi Ais." pinta ustadz Yusuf dengan perasaan yang tulus.

Kakek, bi Bahar dan umi Maryam masih terdiam.

"Abi.. Tolong nikahkan kami.." bujuk ustadz Yusuf.

"Baiklah. Kakek merestui kamu bersama Ais." putus kakek Pudin. "Bahar, nikahkan mereka. Aku akan menjadi wali Ais. Setelah Yusuf sah menjadi suami Ais, hak wali akan berpindah padanya."

"Baik kek."

"Yusuf kau harus siap dengan apa yang akan kau alami kedepannya." ucap kakek Pudin."

"Iya kek. Insya Allah aku siap." angguk Yusuf.

Di ruang operasi sudah ada Ais yang tak sadarkan diri, kakek Pudin, ustadz Yusuf, abi Bahar, umi Maryam, dokter dan perawat. Abi Bahar akan menikahkan ustadz Yusuf dengan Ais secara agama. Dokter dan beberapa perawat menjadi saksi.

Pernikahan itu di adakan secara mendadak. Yusuf memberi mahar dengan uang cash yang ada di dompetnya sebesar Rp. 1.950.000.

Dengan khidmat, ustadz Yusuf menjabat tangan kakek Pudin dan mengucapkan kalimat kabul dengan yakin dan pasti. Sampai akhirnya kata 'sah' terdengar dari para saksi.

Ustadz Yusuf dan Ais sudah resmi menjadi suami istri. Setelah ijab kabul, ustadz Yusuf segera menandatangani semua dokumen untuk operasi. Setelah selesai, barulah operasi bisa dilakukan.

Operasi berlangsung selama 5 jam. Ustadz Yusuf, kakek Pudin, abi Bahar dan umi Maryam menungu dengan gelisah kondisi di dalam sana. Mereka tak henti-hentinya melafalkan dzikir. Dari ketiga orang itu, ustadz Yusuf adalah orang yang paling cemas. Bagaimana dia tidak cemas. Yang ada di dalam sana adalah istrinya.

"Ya Allah. selamatkan lah istri hamba. Berikanlah kelancaran pada operasinya. Hanya kepadamu lah hamba memohon dan hanya kepadamu lah hamba meminta." do'a ustadz Yusuf.

Tak lama lampu ruangan operasi mati, yang menandakan operasi sudah selesai. Dokter keluar dari ruang operasi. Ustadz Yusuf, abi dan umi segera menghampiri dokter.

"Dokter, bagaimana operasinya? Bagaimana kondisi istri saya? Apa dia baik-baik saja?" tanya ustadz Yusuf.

"Alhamdulillah operasinya berjalan lancar. Kondisi istri bapak masih dalam pemulihan"

"Kapan Ais akan sadar dok?" tanya umi.

"Biasanya setelah opesai pasien akan sadar jika efek obat bius sudah menghilang. Namun karna sebelum operasi pasien sudah dalam keadaan koma, jadi kami tidak bisa menentukan."

Semua orang terdiam.

"Sebaiknya bapak dan ibu banyak berdo'a agar pasien segera sadar." tukas dokter.

"Baik dok. Terima kasih." ucap ustadz Yusuf dan diangguki oleh dokter.

Ais dibawa ke ruang rawat inap. Banyak sekali alat yang terpasang pada tubuh Ais. Ustadz Yusuf sangat prihatin melihat kondisi Ais. Dia tidak menyangka nasib Ais akan seperti ini. Ustadz Yusuf duduk di samping Ais sambil menggenggam lembut tangan kecil Ais.

Kakek, abi dan umi yang melihat itu merasa tersentuh. Awalnya mereka yakin kalo ustadz Yusuf hanya kasihan pada Ais. Namun rupanya ustadz Yusuf memang sangat mencintai Ais.

"Yusuf.." panggil umi.

Ustadz Yusuf menolehkan kepalanya pada umi.

"Sebaiknya kau pulang ke pesantren. Kau pasti lelah." ucap umi.

"Tidak umi. Yusuf mau di sini menemani istri Yusuf. Umi dan abi saja yang pulang. Azka dan Kia pasti khawatir karna sudah 2 hari kita tidak pulang. Setidaknya harus ada yang pulang diantara kita."

"Baiklah. Karna Ais sudah menjadi tanggung jawabmu, abi dan umi hanya bisa mempercayakan semuanya. Kalo begitu abi dan umi pamit pulang ke pesantren. Kamu jagain menantu abi sama umi ya" ucap abi.

"Baik abi"

"Nanti Azka umi suruh ke sini buat nemenin kamu ya."

"Iya umi."

"Kakek kami pamit pulang ya." ucap abi Bahar.

"Iya."

"Kakek harus jaga kesehatan."

"Iya.."

Setelah kepergian abi dan umi, kini hanya tersisa ustadz Yusuf dan kakek pudin.

"Kek, sebaiknya kakek beristirahat di rumah. Jangan khawatirkan Ais. Aku akan menemani dan menjaga Ais." ucap ustadz Yusuf.

"Baiklah tolong jaga Ais ya."

"Iya kek."

Kakek Pudin pulang menaiki taxi yang dipesan oleh ustadz Yusuf.

Sadar

Sore menjelang, Azka datang ke rumah sakit untuk menemani ustadz Yusuf. Azka mengetuk pintu ruangan Ais. Dan tak lama keluarlah ustadz Yusuf.

"Assalamu'alaikum." sapa Azka.

"Wa'alaikumsalam." balas ustadz Yusuf.

"Maaf ya bang, tadi di jalan macet. Jadi aku ke sini agak sore." ucap Azka.

"Iya, gak papa." balas ustadz Yusuf.

"Azka gak dipersilahkan masuk nih?"

"Oh iya, sebentar ya."

Ustadz Yusuf masuk ke dalam. Dia menutup tirai penghalang yang ada di ruangan itu agar tubuh Ais tidak terlihat. Alasannya agar Azka tidak bisa melihat aurat Ais.

"Kamu boleh masuk." ucap ustadz Yusuf.

"Baiklah.." Azka masuk ke dalam ruangan.

Saat dia masuk, dia hanya melihat sofa, meja lemari kecil dan tirai yang menutupi salah satu sudut ruangan. Dia bingung karna tidak mendapati Ais.

"Bang, umi bilang abang lagi nungguin Ais. Tapi mana Aisnya?" tanya Azka heran.

"Ada di balik tirai itu." jawab ustadz Yusuf.

Azka berjalan mendekat dan hendak membuka tirai. Dengan segera ustadz Yusuf menghentikan langkah Azka.

"Eh.. mau ke mana?" cegah ustadz Yusuf.

"Mau liat kondisi Ais bang." jawan Azka.

"Jangan."

"Kenapa? Gak boleh ya, jenguk orang yang sakit?"

"Bukan gak boleh.. tapi Ais sedang tidak memakai kerudung. Kamu tidak bisa melihat aurat Ais." jelas ustadz Yusuf.

"Iya.. iya.."

Azka duduk di sofa dan menyimpan tote bag yang di bawanya di atas meja.

"Apa yang kamu bawa?" tanya Yusuf.

"Oh iya, Azka hampir lupa. Ini baju ganti buat abang. Sekalian ada makanan di dalem. Nanti abang bisa makan." jawab Azka.

"Makasih ya."

"Apasih yang enggak buat abang. Aku padamu bang."

"Astaghfiirullah.. Azka, jangan berkata seperti itu. Abang tidak suka"

"Iya bang maaf. Azka kan sayang abang"

"Azka.."

"Heheh.. iya..iya.."

Ustadz Yusuf membersihkan diri dan berganti baju di kamar mandi ruangan itu. Azka juga masih di ruangan itu. Saat ustadz Yusuf sedang di kamar mandi, Azka tidak berani untuk melihat Ais. Meski pun penasaran, Azka tau batasan dan aturan. Dia tau kalo sekarang Ais adalah istri kakaknya atau kakak iparnya.

Pukul 20.00, ustadz Yusuf dan Azka makan malam. Selesai makan, mereka mengobrol ringan. Ustadz Yusuf bertanya apa saja yang terjadi selama dia tidak ada.

"Abang tau, aku sudah sangat lelah menjawab pertanyan para santri. Mereka terus bertanya ke mana abang pergi." ucap Azka.

"Lalu kamu menjawab apa?"

"Aku jawab saja, abang sedang ada urusan seperti biasa."

Ustadz Yusuf menganggukkan kepalanya.

"Tapi bang, aku paling kasian pada Kia" ucap Azka.

"Kenapa dengan Kia? Apa dia sakit?"

"Tidak. Bukan itu bang. Dia bilang, dia terus saja diberi pertanyaan oleh para santriwati. 'Kia, ustadz Yusuf ke mana? Apa dia sakit? Apa dia tidak ada di rumah? Kenapa dia tidak terlihat?' Dan masih hanyak lagi bang pertanyaan tentang abang."

"Kasian sekali Kia." gumam ustadz Yusuf.

"Lalu abang tau, apa yang Kita katakan?"

"Apa yang Kia katakan?"

"Kita bilang, 'ustadz Muhammad Yusuf Gifari sedang menjemput calon istrinya. Calon kakak iparku. Puas!' Dia bilang gitu bang. Dia sudah sangat pusing."

"Benarkah?"

"Iya bang.. aku tidak bohong."

Ustadz Yusuf hanya menggelengkan kepalanya.

"Abang, aku tidak tau apa yang akan aku katakan ini pada waktu yang tepat atau tidak. Aku hanya ingin mengatakan selamat atas pernikahanmu. Aku tau, abang pasti tidak akan asal memilih pasangan hidup. Jika abang sudah memutuskan, itu pasti yang terbaik." tutur Azka.

"Aamiin.. terima kasih Azka"

Pukul 06.00 ustadz Yusuf menerima telpon, kalo kakek Pudin mengalami kecelakaan saat sedang dalam perjalanan ke rumah sakit. Dan sekarang kakek Pudin sedang berada di rumah sakit di mana Ais juga dirawat di sana.

Mobil yang membawa kakek pudin tergelincir akibat jalanan licin. Kakek Pudin mengalami pendarahan di otaknya.

Ustadz Yusuf segera mengabari abi dan umi. Setelah mendapat kabar dari ustadz Yusuf, abi dan umi segera menuju rumah sakit. Mereka sangat kasihan pada kakek Pudin.

Di ruangan kakek Pudin, ada ustadz Yusuf, abi dan umi. Sementara di ruangan Ais ada Azka dan Kia yang sedang menjaga Ais.

Saat ini kakek Pudin sudah sadar.

"Yu, Yusuf.." kakek Pudin memanggil ustadz Yusuf dengan terbata.

"Iya kek." balas ustadz Yusuf sambil memegang tangan kakek Pudin.

"Tolong jaga Ais. Bahagiakan dia. Jangan buat dia bersedih. Hanya kamu yang dia punya." pinta kakek Pudin.

"Iya kek." angguk ustadz Yusuf.

"Kek, sebaiknya kakek jangan dulu bicara. Kakek masih lemah." saran abi.

"Kakek tidak punya waktu lagi." balasnya. "Tolong sampaikan permintaan maaf kakek pada Ais. Kakek sangat menyayanginya."

Tit..

Alat pendeteksi jantung berbunyi lurus. Kakek Pudin menutup matanya dan mengembuskan nafas terakhirnya.

"Kek.. Kakek.." panggil ustadz Yusuf.

Tak ada respon dari kakek Pudin.

Umi segera memanggil dokter. Dan dokter mengatakan kakek Pudin sudah meninggal dunia.

"Innalillahi Wainna Ilaihi Roji'un.." ucap semua orang.

Keluarga ustadz Yusuf mengatur pemakaman kakek Pudin. Kakek pudin dikuburkan di sebelah alm. ayah Ais. Setelah proses pemakaman, semua orang kembali ke rumah sakit. Mereka berada di ruangan Ais.

Ustadz Yusuf duduk di samping Ais sambil memegang tangan Ais. Semua orang kasihan pada Ais. Baru saja kehilangan saudarinya, sekarang harus kehilangan kakeknya. Namun apalah daya. Manusia hanya bisa menjalani takdir. Allah lah yang mengatur sengalanya.

Sudah 2 minggu Ais tidak sadarkan diri setelah operasi. Tak bosan-bosa ustadz Yusuf selalu menemani Ais.

Hari ini, Ais sedang diperiksa oleh dokter. Hanya ada ustadz Yusuf yang bersama Ais.

"Dokter bagaimana kondisi istri saya?" tanya ustadz Yusuf.

"Kondisi istri bapak membaik. Dia sedang dalam proses pemulihan." jawab dokter.

"Tapi kenapa dia belum sadar dok?"

"Beberapa hari lagi istri bapak akan sadar. Jadi bapak tenang saja, dan terus berdo'a. Karna do'a sangat pengaruh."

"Baik dok."

Setelah memeriksa kondisi Ais, dokter pun pergi. Ustadz Yusuf mengelus kepala Ais dengan lembut.

"Ais Istriku, cepatlah bangun. Suamimu ini sangat ingin melihat kau membuka matamu." ucap ustadz Yusuf.

Ustadz Yusuf mengecup singkat kening Ais. Setelah itu dia pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu dan menunaikan shalat duha.

Setelah shalat dan berdo'a, ustadz Yusuf duduk di sebelah ranjang Ais dan membaca Al-Qur'an. Suara ustadz Yusuf sangatlah merdu. Membuat orang yang mendengarnya tak ingin berhenti mendengar kalam Allah yang dilantunkan.

Tiba-tiba ustadz Yusuf melihat jari tangan Ais bergerak. Ustadz Yusuf mengakhiri tadarusnya dan segera memanggil dokter. Tampak Ais membuka matanya secara perlahan. Orang yang pertama kali dia lihat adalah ustadz Yusuf.

"Alhamdulillah.. Ais, kau sudah sadar.." ustadz Yusuf sangat senang.

Tak lama dokter pun datang. Perawat meminta ustadz Yusuf menungu di luar. Sembari menunggu, ustadz Yusuf menghubungi keluarganya untuk memberitahukan Ais sudah sadar. Tak henti-hentinya ustadz Yusuf mengucap rasa syukur pada Allah SWT.

Dokter memeriksa Ais kembali.

"Mbak Ais, apa kau bisa mendengarku? Jika bisa berikan tanda dengan mengedipkan matamu dan menjawabku" tanya dokter.

"Ya, aku bisa mendengar." ucap Ais sambil mengedipkan matanya. Ais terdengar sangat lemah.

Kesadaran Ais sudah pulih. Dia memang terlihat sedikit linglung. Tapi kondisi itu dimaklumi.

"Alhamdulillah.. berkat do'a dari suami dan keluarga mbak, akhirnya mbak bisa sadar dan pulih kembali." ujar dokter tersenyum.

Ais bingung dengan penggunaan kata suami. Siapa suami yang di maksud? Dia merasa dirinya belum menikah. Ais tak mau dulu memikirkan itu. Dia masih merasa pusing. Dia bingung bagaimana dia bisa ada di rumah sakit ini.

"Mbak istirahat ya. Saya akan memanggil suami mbak."

Dokter keluar dari ruangan dan meninggalkan Ais.

"Dok, bagaimana dengan Ais?" tanya ustadz Yusuf.

"Istri bapak sudah sadar. Dia membutuhkan istirahat yang cukup. Tidak boleh ada beban pikiran yang terlalu berat menimpanya. Dan lagi, usahakan jangan ada sesuatu yang bisa mengguncang mentalnya." ucap dokter panjang lebar.

"Baik dok. Terimakasih ya dok."

"Sama-sama pak. Saya permisi."

Dokter pergi, dan ustadz Yusuf segera masuk ke dalam ruangan Ais. Dia sudah tidak sabar bertemu Ais.

"Assalamu'alaikum." sapa ustadz Yusuf.

Ais menoleh dan menjawab "Wa'alaikumsalam." dengan lemah.

Ustadz Yusuf tersenyum.

"Bagaimana kondisi kamu?" tanya ustadz Yusuf.

"Alhamdulillah.." balas Ais.

Jujur saja ustadz Yusuf sangat grogi berbicara dengan Ais. Karna dulu jika mereka bertemu, mereka tidak berbicara banyak. Ustadz Yusuf lebih sering bicara dengan Aqeela. Sedangkan Ais terkesan seperti menjauhinya. Ustadz Yusuf tidak tau kenapa Ais menjauhinya. Padalah dia hanya ingin bisa lebih mengenal Ais saja. Dan sekarang. Dia tidak menyangka kalo Ais sudah menjadi istrinya.

Tangisan Pilu

2 jam kemudian, Abi Bahar, umi Maryam, Azka dan Kia datang ke rumah sakit. Mereka sangat senang mendengar kabar Ais sudah siuman.

"Assalamu'alaikum.." ucap abi, umi, Azka dan Kia secara bersamaan.

"Wa'alaikumsalam.." balas ustadz Yusuf dan Ais.

Ustadz Yusuf tersenyum atas kedatangan keluarganya. Mereka semua berjalan menuju ranjang Ais. Namun segera dihentikan oleh ustadz Yusuf.

"Tunggu dulu.." cegah ustadz Yusuf.

"Kenapa bang?" tanya Azka bingung.

"Sebentar. Ais tidak memakai kerudung" jawab ustadz Yusuf.

"Oalah..."

Umi dan Kia lebih dulu menghampiri Ais. Sementara abi dan Azka harus menunggu terlebih dahulu. Umi sangat senang melihat Ais yang sudah bisa membuka matanya. Ais dipakaikan kerudung milik Kia oleh ustadz Yusuf. Setelah itu, barulah abi dan Azka bisa melihat Ais.

"Ais, bagaimana kabar kamu?" tanya umi.

"Alhamdulillah baik umi." jawab Ais.

"Ais masih ada sakit yang dirasa?" tanya abi.

"Kepala Ais masih sakit. Dada Ais juga sedikit sakit." jawab Ais.

Ais memang sudah terbiasa memanggil abi dan umi pada orang tua ustadz Yusuf.

"Kalian semua di sini?" ujar Ais.

"Iya, setelah mendengar kakak sadar, kami segera ke sini." jawab Kia.

Entah kenapa, Ais merasa ada sesuatu yang janggal. Tapi dia tidak tau apa itu. Kini kepalanya terasa berat dan lagi perkataan dokter mengenai suami, itu terus berputar di kepala Ais. Ais tak mau memikirkam itu. Tapi hal itu terus berputar di kepalanya.

"Dokter bilang, berkat do'a suami dan keluarga, Ais bisa sadar kembali." ujar Ais.

Semua orang diam mendengarkan Ais.

"Yang jadi pertanyaan, kenapa dokter menggunakan kata suami? Ais merasa belum menikah. Dokter juga bilang dia akan memanggil suami Ais. Apa maksudnya? Apa Ais sudah menikah? Apa Ais dinikahi oleh seorang pria?" tanya Ais mengungkapkan isi kepalanya.

Semua orang menjadi gugup. Mereka bingung harus menjelaskan bagaimana pada Ais.

"Ais.. kamu tenang ya. Kamu jangan mikirin hal itu dulu. Lebih baik kamu istirahat." ucap ustadz Yusuf sambil menggenggam tangan Ais.

Ais terkejut karna ustadz Yusuf memegang tangannya.

"Kak Yusuf, kenapa kakak pegang tangan Ais? Bukankah kakak tidak akan memegang tangan wanita yang bukan muhrim?" tanya Ais menatap ustadz Yusuf.

Ustadz Yusuf terdiam. Saat dia berusaha menjelaskan, Ais memotong ucapannya.

"Tunggu.." ucap Ais.

Ais memejamkan matanya. Dia berusaha mencari jawaban atas pertanyaan yang ada dibenaknya.

"Saat aku sadar, orang yang pertama kali aku lihat adalah kak Yusuf. Setelah itu dokter datang, dan kak Yusuf keluar. Dokter bilang, berkat suami dan keluarga, Ais bisa sadar. Dia juga bilang akan memanggil suami Ais. Dokter keluar dan kak Yusuf pun masuk. Tidak ada lagi pria yang masuk setelah kak Yusuf. Dan satu lagi. Kak Yusuf tidak membiarkan abi dan Azka melihatku tanpa menggunakan kerudung. Sedangkan kak Yusuf melihatku tanpa kerudung. Lalu barusan. Kak Yusuf pegang tangan aku. Aku tau kak Yusuf tidak akan sembarang memegang tangan wanita. Kecuali wanita itu adalah mahram kak Yusuf." ucap Ais.

Semua orang masih setia dengan diamnya.

"Apa itu berarti.." Ais sudah mendapatkan jawabannya.

"Iya Ais. Aku adalah suamimu. Aku adalah pria yang sudah menikahimu saat kau tidak sadarkan diri." ujar ustadz Yusuf menguatkan jawaban Ais.

Ais terdiam. Dia bingung harus bereaksi bagaimana. Jujur saja, Ais masih tidak mengerti kenapa ustadz Yusuf menikahinya.

"Kenapa kak Yusuf menikahiku?" tanya Ais.

"Aku menikahimu karna kau perlu wali untuk tanda tangan operasi." jawab ustadz Yusuf.

"Operasi?"

"Iya. Saat itu kondisimu memburuk dan kau harus segera dioperasi. Aku menikahimu dan menjadi walimu. Jika tidak ada tanda tangan wali. Kau tidak bisa melalukan operasi."

Ais mulai mengerti dengan situasinya.

"Apa ada bukti yang bisa aku percayai? Aku ingin melihat bukti kalo kak Yusuf sudah menikahiku."

"Iya Ais. Aku bisa membuktikannya." balas ustadz Yusuf.

Ustadz Yusuf mengeluarkan ponselnya. Dia memperlihatkan video saat dia menikahi Ais yang masih dalam keadaan tak sadarkan diri. Ustadz Yusuf sengaja memvideo pernikahannya. Karna dia tau Ais pasti akan meminta bukti.

Ais melihat video itu. Dia melihat dirinya yang terbaring, ustadz Yusuf yang menjabat tangan abi Bahar dan juga umi, dokter serta perawat sebagai saksi.

Ais meneteskan air matanya. Dia tak menyangka dia sudah menikah. Kini statusnya adalah istri dari ustadz Yusuf.

"Ais.. mulai sekarang kamu harus menerima Yusuf sebagai suami kamu." ucap umi mengelus kepala Ais dengan lembut.

"Iya umi" balas Ais. "Tapi maaf, Ais tidak bisa langsung menerima kak Yusuf. Ais minta kak Yusuf bersabar menunggu Ais."

"Iya Ais, aku akan sabar menunggumu menerimaku." balas ustadz Yusuf.

Satu kejanggalannya sudah terpecahkan. Masih ada kejanggalan lain yang Ais rasakan. Tapi Ais tidak tau apa itu. Ada sesuatu yang hilang dan terlupakan oleh Ais.

"Kenapa kak Yusuf menjadi waliku? Padahal aku masih punya ayah dan ibu. Aku juga punya kakek." gumam Ais. "Mana ayah dan ibuku?" tanya Ais.

Seketika semua orang terdiam. Baru saja keadaan membaik, kini keadaan kembali menegang.

"Aqeela juga mana? Apa kakek tidak ke sini? Dari tadi aku tidak melihat mereka"

Tak ada yang berani menjawan pertanyaan Ais. Semua orang diam seribu bahasa.

"Oh, atau jangan-jangan mereka ada di ruangan lain ya? Kak Yusuf, antar aku pada mereka. Aku sangat merindukan mereka. Sudah berhari-hari aku tidak bertemu dengan mereka." pinta Ais.

Yusuf tak bergeming.

"Kak, kenapa kakak diam saja? Ayo antar aku pada mereka."

Ustadz Yusuf tidak bergeming.

Perasaan aneh mulai muncul.

"Umi.. Abi.. kak Yusuf tidak mau mengantarku bertemu ayah, ibu dan Aqeela. Kalian saja ya yang mengantarku. Aku mohon.." pinta Ais yang sudah mulai tidak tenang.

"Maaf Ais. Ayah, ibu dan adik kamu sudah lebih dulu menghadap Allah." ucap umi.

Duar...

Bagai petir yang menyambar di siang bolong. Hati Ais sangat hancur mendengar berita dari umi Maryam.

"Umi.. kenapa umi bicara gitu? Ayah, ibu dan Aqeela masih ada. Mereka ada di ruangan lain. Benarkan kak?" bantah Ais.

"Ais.. kamu yang sabar ya. Ini sudah kehendak Allah." balas ustadz Yusuf.

"Gak! Kalian pasti bohong. Keluargaku masih hidup, mereka belum meninggal. Mereka baik-baik saja.. hiks.. hiks.. hiks.." Ais mulai menangis.

Tangis Ais terdengar sangat pilu. Azka dan Kia tidak bisa melihat Ais yang menangis seperti itu. Semua orang ikut menangis.

"Ayah.. Ibu.. Aqeela.. kenapa kalian meninggalkanku? Hiks.. hiks.. hiks.." air mata membanjiri wajah Ais. "Kakek, di mana kakek? Apa kakek sudah tau?"

"Kakek kamu juga sudah meninggal Ais. Sehari setelah kepergian Aqeela, kakek kamu kecelakaan dan dia meninggal di rumah sakit ini." jelas Umi.

Bagai pedang yang menusuk jantungnya. Setelah tersambar petir, kini dia tertusuk oleh pedang. Ais tidak bisa tidak menangis. Dia merasakan sakit yang teramat sakit.

"Hiks.. Hiks.. Hiks.." Ais menangis histeris.

Ustadz Yusuf memeluk Ais guna menenangkannya.

"Allah jahat kak.. dia sudah mengambil keluargaku. Dia tidak ingin aku bahagia. Allah jahat kak.. hiks.. hiks.. hiks.." jerit Ais sambil memukul dada ustadz Yusuf.

"Astaghfiirullah.. Ais. jangan bicara seperti itu. Istighfar Ais.. istighfar.." ucap ustadz Yusuf yang terus memeluk Ais.

"Ais.. segala sesuatu sudah diatur oleh Allah. Kamu tidak boleh seperti itu." ucap umi.

"Hosh.. hosh.. hosh.." pernapasan Ais terganggu.

Ais meringis kesakitan sambil memegang dadanya. Ustadz Yusuf melepas pelukannya. Semua orang terkejut melihat kondisi Ais.

"Ais, kamu kenapa?" tanya ustadz Yusuf.

Ais tak menjawab. Dia tampak menahan sakit. Ustadz Yusuf panik.

"Azka, tolong panggil dokter." pinta ustadz Yusuf.

"Iya bang."

Azka pergi memanggil dokter. Sampai akhirnya keluarga ustadz Yusuf diminta keluar karna dokter akan memeriksa keadaan Ais.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!