Jakarta, 2020.
11.00 pm.
Seorang gadis cantik berusia 20 tahun tampak mengendap-endap keluar dari sebuah mansion. Langkahnya terhenti saat dia sudah mendekati pos satpam di mansion itu. Sejenak, dia mengamati keadaan pos satpam tesebut, hingga sebuah senyuman tersungging di bibirnya saat melihat dua orang petugas keamanan di dalam pos yang saat ini tertidur begitu lelap.
"Yes rencana gue berhasil, tidur yang nyenyak ya! Semoga mimpi indah," kekehnya sambil mengingat kejadian satu jam yang lalu, saat dua buah cangkir kopi yang Bi Sumi antarkan untuk mereka telah dia campurkan dengan obat tidur, hingga membuat mereka tertidur dengan begitu pulas. Setelah melewati pos itu, wanita cantik tersebut lalu keluar dari rumah itu dengan begitu tergesa-gesa.
Sedangkan tak jauh dari mansion itu, seorang laki-laki tampan dengan tubuh penuh tato tampak menghembuskan kepulan asap rokok ke udara. Sesekali dia memandang ke mansion itu, sambil melirik ke arah jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam.
"Ck! Kenapa Lara lama sekali!" gerutunya. Hingga akhirnya, senyum pun menghiasi bibirnya takkala seorang wanita cantik dengan menggunakan bodycot mini dress warna hitam tampak mendekat padanya.
"Yuk cabut Sean, keburu ketahuan Opa bisa berabe nih."
"Siap Tuan Putri, let's go!" jawab laki-laki tersebut. Dia kemudian mengendarai mobilnya menjauh dari mansion itu.
Setengah jam kemudian, mereka pun sudah sampai di sebuah pub di pinggiran kota Jakarta. Dia dalam pub, tampak beberapa orang duduk di sofa dengan memegang botol minuman di tangan mereka, serta beberapa bong yang ada di atas meja.
Lara dan Sean, menghampiri mereka dan langsung mengambil bong yang ada di meja lalu memasukkan serbuk putih ke dalamnya. Dia kemudian mengisap bong yang sudah berisi bubuk putih yang beberapa bulan ini sudah menjadi candu baginya. Sejenak, Lara merasa tubuhnya begitu ringan, rasanya seperti melayang.
Setelah puas mengisap bong hingga membuat dirinya sekarang dalam keadaan setengah sadar, Lara kemudian mengambil sebatang rokok dari dalam mini pouchnya. Namun, saat sedang asyik menghembuskan rokok dari mulutnya, tiba-tiba Lara melihat sosok tampan yang begitu mencuri atensinya.
"Cakep banget," celoteh Lara sambil mengamati laki-laki yang saat ini sedang berjalan ke arah toilet.
"Gue kebelakang dulu ya," pamit Lara pada teman-temannya, menyusul laki-laki yang sudah mencuri atensinya.
"Maaf ga sengaja," tegur Lara yang sebenarnya sengaja menabrak laki-laki itu saat mereka sudah ada di depan toilet.
'Sial belum pernah gue liat yang kaya gini,' batinnya kembali.
"It's oke," balasnya sambil berlalu tanpa menatap ke arah Lara sedikitpun. Meninggalkan Lara yang saat ini kecewa karena diacuhkan begitu saja olehnya.
"Stupid kenapa dia ga tertarik sama gue? Biasanya ga ada orang yang berpaling saat mereka baru lihat cewek secakep gue! Apa dia buta, hah?"
Lara akhirnya kembali pada teman-temannya dengan begitu kesal, pertemuan dengan laki-laki itu benar-benar membuat moodnya hilang seketika. "Sean, gue bete nih. Anterin gue pulang dong!"
"Pulang? Ini jam berapa? Kok lu jadi ga asik gitu sih? Masih sore gini udah minta pulang."
"Udah ah, gue bete nih. Pokoknya gue mau pulang sekarang juga, nggak masalah kalo lu ga mau anterin. Gue bisa pulang sendiri!" bentak Lara pada Sean, kemudian berlalu meninggalkan mereka sambil mendengus kesal.
Sean yang masih asyik dengan teman-temannya hanya melihat kepergian Lara, rasanya dia begitu enggan beranjak dari tempat itu karena alkohol sudah menguasai dirinya. Dia tak ingin dirinya memaksakan diri mengandarai mobil, karena dia pun tak yakin bisa mengantarkan Lara pulang dengan selamat, karena kondisinya yang saat ini tidak memungkinkan.
Sementara itu, Lara yang saat ini sedang berjalan keluar dari pub tersebut dengan langkah gontai, kini netranya mulai sibuk mencari taksi online yang sudah dia pesan. Dia pun melangkahkan kakinya saat sebuah mobil berwarna abu-abu berhenti di depannya, lalu masuk ke dalam mobil tersebut, yang dia pikir adalah taksi online yang sudah dipesannya.
Saat baru saja dia menghempaskan tubuhnya ke jok di dalam mobil itu, Lara begitu terkejut saat tiba-tiba sebuah pistol menempel kepalanya. Lara kemudian mengamati mobil tersebut, dan melihat tiga orang laki-laki bertubuh besar sudah ada di dalam mobil itu.
"Jangan bergerak, ikuti perintah kami jika kamu masih sayang nyawamu!"
'Sial, aku dijebak!' batin Lara.
NOTE: Halo, ketemu lagi sama othor yang paling kece badai seantariksa dan sejagad dunia. Baik dunia nyata, dunia halu, dan dunia ghaib. Jangan lupa tinggalkan jejaknya ya dear, lope lope for you all 🤗💙
Keesokan Harinya...
Pagi ini, seorang lelaki tua tampak sedang duduk di sebuah taman, di depan mansion miliknya sambil meminum espresso dan mengutak-atik ponselnya.
Saat sedang asyik membaca laporan dari beberapa karyawannya, tiba-tiba ponsel miliknya berbunyi. Dia pun mengangkat panggilan itu yang berasal dari nomer yang tidak tersimpan di ponsel miliknya
"Halo..."
Tak berapa lama, raut wajah yang awalnya begitu tenang itu, perlahan memudar, lalu berganti dengan wajah yang memerah serta amarah yang begitu menggelora di dalam dadanya.
"Kurang ajar, dasar anak kecil bodoh! Bukankah sudah berulangkali kuperingatkan agar selalu berhati-hati! Tapi tetap saja berani berulah! Kenapa anak itu liar sekali! Bi Sumi...Bi Sumi!!!" teriaknya. Tak berapa lama, seorang pembantu rumah tangga tampak mendekat ke arahnya.
"Iya Tuan Arya."
"Cepat panggilkan Marshal kemari!!"
"Baik Tuan."
Beberapa saat kemudian, seorang lelaki tampan berusia 22 tahun tampak berjalan menghampirinya.
"Opa memanggil saya?"
"Marshal, Lara diculik, dan sekarang mereka meminta tebusan 10 Miliar! Gila! Dasar gadis bodoh! Bukankah sudah kuperingatkan agar dia berhati-hati! Tapi dia terus saja membangkang! Anak itu memang sangat sulit diatur!"
"Astaga, bagaimana bisa, Opa? Bukankan penjagaan di gerbang depan begitu ketat?"
"Aku tidak tahu bagaimana cara dia melarikan diri, yang jelas saat ini dia ada dalam bahaya, cepat kau temukan keberadaan anak nakal itu!"
Marshal lalu mengambil ponselnya. "Opa lihat, sejak dini hari Lara mengirimkan sebuah share lokasi, kemungkinan mereka ada di alamat yang Lara kirimkan. Maaf Opa, aku telat membuka ponselku."
"Tidak apa-apa, Marshal. Dia saja yang tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri! Sekarang tolong kau bebaskan Lara secepatnya! Bawa seluruh anak buahku untuk membantumu! Jika kau sudah yakin dimana keberadaan mereka, kau cepat telepon polisi. Selanjutnya biar aku saja yang urus!"
"Baik Opa," balas Marshal yang merupakan anak angkat dari Arya Bagaskara, pemilik dari Sky Group, perusahaan manufaktur terbesar di negeri ini.
***
Sementara itu, Lara yang baru saja membuka matanya, tampak begitu terkejut saat melihat dirinya saat ini tertidur di atas sebuah sofa usang. Dia kemudian mengedarkan pandangannya, dan mengamati tempat yang begitu asing baginya.
Saat ini, dia berada di sebuah ruangan yang begitu menjijikan baginya. Ruangan itu, terlihat begitu kotor, seluruh tembok itu terlihat usang dan ruangan itu terasa pengap.
Detik itu juga dia baru menyadari kejadian yang dialaminya tadi malam. Saat dia baru saja menaiki sebuah taksi, tiba-tiba dia ditodong oleh tiga orang laki-laki, dan saat dia bermaksud untuk memberontak dan melepaskan diri dari mereka, tiba-tiba salah seorang dari mereka membekap mulutnya yang membuatnya tidak sadarkan diri.
"Sial gue ada dimana? Mereka bertiga memang benar-benar brengsekkk! Masa cewek secantik gue dibawa ke tempat kumuh kaya gini! Mereka emang sialan!" gumam Lara bersamaan dengan penyesalan yang merasuk ke dalam hatinya.
"Ternyata benar kata Opa kalau diluar banyak yang menginginkan nyawaku. Argggghhh sial," cetusnya kembali. Saat sedang merutuki keadaannya, tiba-tiba terdengar keributan dari arah luar yang membuat Lara tersentak.
Tak berapa lama, pintu di depannya pun terbuka. Sosok laki-laki tampan bertubuh tegap, kemudian berjalan menghampirinya.
"Marshal, akhirnya lu berhasil nemuin gue! Jadi, share lokasi yang gue kirim semalem berhasil dong?"
"Dasar anak nakal, udah ga usah banyak omong. Sekarang kamu tahu kan kecerobohan dan kebodohan yang udah kamu lakukan bisa saja membahayakan keselamatanmu!"
"Iya...iya. Judes banget sih!"
"Ayo pulang, kasihan Opa!"
Lara kemudian mengikuti langkah Marshal, saat melewati halaman rumah kosong itu, tampak tiga orang preman yang menculiknya, terlihat sedang berjalan masuk ke dalam mobil polisi. Bahkan, salah satu diantaranya terkena tembakan polisi.
Lara lalu mendekat ke arah mereka "Rasain lu, itu akibatnya kalau kalian main-main sama gue! Makanya pikir seribu kali kalo mau main-main sama seorang Dilara Qauline Bagaskara!" bentak Lara sambil mengibaskan rambutnya. Mendengar cibiran dari Lara, ketiga orang itu hanya tertunduk.
"Anak nakal ayo pulang, kamu udah ditunggu Opa di rumah!" titah Marshal sambil menjewer telinga Lara.
"Ih galak banget sih jadi cowo, mana ada cewe yang mau sama laki-laki galak kaya lu! Pantes sampe sekarang ga laku!"
Marshal hanya terdiam dan terus berjalan ke arah mobil, meninggalkan Lara yang masih kesal padanya, hingga akhirnya gadis itu mengikutinya.
Satu jam kemudian, akhirnya mereka sampai di mansion milik Arya. Laki-laki paruh baya itu, saat ini tampak sudah menunggu kedatangan mereka di dalam ruang tamu. Tatapan Arya, tampak begitu tajam saat seorang wanita muda masuk ke dalam rumah itu.
"Puas kamu Lara? Puas kamu yang udah mencelakai dirimu sendiri, ini yang kamu inginkan kan? Sudah berapa kali Opa bilang agar kau lebih menjaga dirimu! Bukankah sudah Opa bilang kalau kehidupan di luar itu kejam? Apa kau sudah tuli hah? Dasar anak nakal!"
Lara hanya terdiam, wajahnya tertunduk. Saat ini, dia benar-benar menyesali semua perbuatannya, dan tidak mengelak semua perkataan Arya, kakeknya yang saat ini juga tampak sedang mengamati penampilannya, dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Lihat ini Marshal, lihat pakaian apa yang dia kenakan? Sangat tidak pantas seorang cucu dari Arya Bagaskara berpakaian seperti itu! Seperti wanita murahan!" omelnya kembali.
"Opaaa, maafkan aku," rengek Lara disertai air mata yang kini mulai keluar dari kedua sudut matanya.
"Opa maafkan Lara, aku memang salah. Aku tidak sengaja Opa, maaf aku tidak tahu kalau hal seperti ini bisa terjadi padaku," sesalnya.
Raut wajah Arya, yang awalnya begitu marah kini seketika mulai meredup mendengar kata-kata cucu kesayangannya. Ya begitulah Arya, meskipun dikenal sebagai sosok yang dingin, tapi sebenarnya dia begitu lembut. Apalagi Lara adalah satu-satunya keluarga kandungnya saat ini, karena putra dan menantunya, yang merupakan orang tua dari Lara telah meninggal akibat kecelakaan 17 tahun silam. Arya pun menghela napas, lalu menatap Lara yang masih terisak.
"Sekarang kamu masuk ke dalam kamar, beristirahatlah dan bersihkan tubuhmu, lihat penampilanmu begitu berantakan!"
"Jadi, Opa sudah memaafkan aku? Terima kasih banyak Opa."
"Tapi ingat Lara, sekali lagi kau berbuat kesalahan, Opa tidak akan pernah lagi menolongmu!"
"Siap Opa," jawab Lara, sambil tersenyum. Dia lalu mengalihkan pandangannya pada sosok Marshal, kemudian mengedipkan salah satu matanya pada laki-laki tersebut. Setelah itu, dia meninggalkan Marshal dan Arya yang saat ini masih ada di ruang tamu mansion itu.
"Dasar gadis bodoh! Kau tidak tahu bagaimana perasaanku saat mendengar kau hilang? Rasanya aku hampir saja kehilangan nyawaku!" gumam Marshal.
NOTE: Maaf othor langsung loncat dua tahun kemudian ya, biar semua tokoh utama keluar semua di bab awal. Tapi tenang aja tetep bisa masuk ke otak kok 😩😂 Di bab 1 sama 2 kan kita udah liat kelakuan nakal Lara ya, dan nanti inilah imbasnya di bab 3. Habis pertemuan Cinta dan Lara kita pake alur mundur ya. Terima kasih 🤗💙😘
...----------------...
Kediri, 2022.
04.30 am.
Cahaya lampu redup, tampak menerangi seorang wanita muda yang duduk dengan khusyuk berdoa pada Sang Pencipta, di waktu shubuh. Gemercik air sungai di samping gubuk reot itu pun ikut menambah syahdu lantunan doa yang dia panjatkan.
Satu jam lamanya bermunajat pada Sang Pencipta, begitu banyak doa dan harapan yang dia panjatkan untuk hari ini, karena menurutnya hari ini adalah hari yang istimewa baginya untuk sebuah kehidupan baru.
Saat bau wangi dari arah dapur menyeruak sampai ke indra penciumannya, dia pun bergegas menyelesaikan doanya lalu beranjak menuju ke arah dapur.
"Ibu, biar Cinta bantu ya?"
"Udah ga usah, nanti kamu bisa terlambat kalau kamu bantuin ibu, lebih baik kamu bersiap-siap sebelum Mba Sari jemput kamu."
"Sebentar aja Bu, Cinta udah beres-beres kok. Lagian barang-barangku kan juga dikit. Ini hari terakhir Cinta di rumah, Bu. Besok dan seterusnya, Cinta udah nggak bisa bantuin Ibu lagi kan?"
"Ya sudah semua terserah kamu aja. Makasih banyak ya, Nak."
Selama satu jam lamanya Cinta membantu ibunya membuat makanan khas kotanya itu. Hingga jam sudah menunjukkan pukul 07.30, sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depan gubuk reyot tersebut. Setelah itu, seorang wanita bertubuh tinggi dengan kulit hitam manis turun dari mobil, lalu mengetuk pintu gubuk itu.
"Assalamualaikum, Cinta."
"Waalaikumsalam, ya Mba Sari, sebentar."
Beberapa saat kemudian, tampak Cinta keluar dari dalam rumah sambil membawa satu tas berwarna hitam dan tas kecil berwarna cokelat yang terselempang di pundaknya.
"Masuk dulu Mba Sari."
"Ga usah Cinta, yuk kita berangkat sekarang aja, kalau kesiangan bisa kena macet di jalan."
"Iya Mba, sebentar aku pamit sama Bapak dan Ibu dulu ya."
"Iya, mba tunggu kamu di mobil ya."
"Ya Mba."
Cinta lalu menghampiri kedua orang tuanya. "Bapak, Ibu, Cinta pergi dulu ya, sekarang Cinta udah punya kerjaan, Bapak sama Ibu ga usah kerja terlalu berat lagi. Bapak sama ibu tenang aja, setiap bulan pasti Cinta kirim uang."
"Iya Cinta, kamu hati-hati di jalan, jaga diri ya nak, Bapak dan Ibu pasti merindukanmu," jawab Hamid, ayahnya. Cinta kemudian memeluk kedua orang tuanya, secara bergantian, diiringi isak tangis hingga suasana haru itu pecah, takkala klakson mobil yang menunggu Cinta berbunyi.
"Ya udah Bapak, Ibu, Cinta pamit dulu ya, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab mereka. Cinta kemudian keluar dari rumah itu, lalu memasukkan barang-barangnya ke dalam mobil.
Hanya sedikit barang yang dia bawa, bukan karena repot membawa barang-barang terlalu banyak. Namun, karena dia memang tidak memiliki apa-apa. Di dalam kamarnya saja, hanya terdapat sebuah tempat tidur dengan kasur usang dan sebuah lemari kayu tak berpintu yang usianya mungkin lebih tua darinya. Ya, Cinta hanyalah anak seorang anak buruh angkut di pasar, sedangkan untuk membantu kondisi perekonomian keluarga mereka, ibunya menjual makanan oleh-oleh khas kotanya.
Rumah mereka, hanyalah sebuah gubug reot di tepi sungai di pinggiran kota Kediri. Tak ada yang istimewa dari diri Cinta, kecuali kecantikan wajahnya.
Lekuk wajahnya, terlihat begitu sempurna dengan hidung mancung dan kulit putih yang menawan. Sebenarnya begitu banyak pemuda yang sudah melamarnya, namun Cinta menolaknya, karena dia ingin membantu perekonomian keluarganya.
Selama ini, sebenarnya Cinta sudah bekerja di beberapa toko, namun ijazah yang dimilikinya hanyalah ijazah SMP, dan gaji yang diperolehnya pun tak seberapa sehingga belum bisa banyak membantu kehidupan ekonomi keluarganya. Hingga akhirnya, sebuah tawaran datang dari tetangganya, Sari. Dia menawarkan sebuah pekerjaan menjadi asisten rumah tangga di Surabaya. Saudara sepupu dari majikannya sedang membutuhkan seorang pembantu, dan gaji yang ditawarkan cukup besar sehingga membuat Cinta tertarik meskipun harus meninggalkan kedua orang tuanya.
"Kok melamun sih? Jangan bilang kamu nyesel udah ninggalin kedua orangtuamu loh," tegur Sari saat mereka dalam perjalanan.
"Ga Mba, maklum Cinta kan belum pernah naik mobil dan belum pernah bepergian jauh ke luar kota, jadi pengin liat pemandangan di luar, Mba."
"Oh gitu. Oh ya, gini Cinta, majikan kamu itu namanya Pak Nicholas, dia sepupu dari majikan Mba yang bernama Pak Kevin dan Bu Sally, dia udah punya istri, tapi belum punya anak. Denger-denger sih Bu Lara sempet keguguran. Kerjaan utama kamu di sana beres-beres, sama masak. Tapi yang paling penting, kamu harus awasin Bu Lara, istri Pak Nicholas."
"Memangnya kenapa dengan istri Pak Nicholas, Mba? Kok harus diawasin?"
"Mba juga kurang tahu sebenarnya bagaimana kehidupan mereka, dia emang agak protektif dan jarang ajak istrinya keluar rumah."
"Mba udah pernah ketemu mereka apa belum?"
"Kalo sama Pak Nicholas sih sering, tapi kalau istrinya belum pernah sama sekali."
"Oh," jawab Cinta singkat.
Setelah menempuh perjalanan selama dua jam, mobil itu pun akhirnya berhenti di depan sebuah rumah mewah model minimalis dengan halaman yang tidak begitu luas, namun dipenuhi berbagai macam tanaman dan bunga-bunga yang sangat cantik.
"Kamu tunggu bentar ya, saya mau bicara sama Pak Satpam dulu," kata sopir mobil itu.
Sopir mobil lalu turun dan menghampiri satpam yang sedang berjaga di rumah tersebut. Beberapa saat kemudian, sopir itu masuk kembali ke dalam mobil.
"Cinta kamu langsung turun dan temui satpam itu ya, nanti dia yang anter kamu ketemu sama Nyonya Lara."
"Iya Pak Sopir, Mba Sari, permisi saya turun dulu ya. Makasih banyak, mba udah kasih Cinta kerjaan."
"Iya Cinta, kamu jaga diri baik-baik ya."
Cinta lalu mengangguk, kemudian turun dari dalam mobil dan menghampiri satpam yang sedang berjaga.
"Selamat siang Pak Satpam, saya Cinta pembantu baru Tuan Nicholas," sapa Cinta. Namun satpam yang sedang berjaga itu, tak merespon kata-katanya. Dia hanya memandang Cinta dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan begitu terheran-heran.
Cinta yang mendapat tatapan seperti itu pun begitu risih. "Pak Satpam...Pak Satpam!" tegur Cinta.
"E..eh eh iya ayo neng kita masuk, tapi Tuan Nicholas sedang ada urusan bisnis di luar kota selama beberapa hari. Di sini cuma ada istrinya, Nyonya Lara. Sekarang, dia ada di belakang rumah, di dekat kolam, kita ke sana ya, Neng."
Cinta kemudian mengangguk dan berjalan mengikuti satpam tersebut. "Permisi Nyonya Lara, pembantu barunya sudah datang," ucap satpam tersebut.
Wanita yang dipanggil Lara itu, lalu membalikan tubuhnya. Dan, detik itu juga Cinta dan Lara pun berteriak secara bersamaan.
"TIIIDAAAAKKKKKK."
Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!