Hai readers,
Ini adalah novel singkat dan pendek yang menceritakan kisah Hanung Saputra. Sudah berpacaran sepuluh tahun dengan seorang model cantik, namun kenyataan memaksanya untuk menikahi wanita yang baru saja di tinggal mati suaminya dan punya anak tiga. Semua itu dilakukan demi menyelamatkan perusahaan keluarga.
Selamat membaca, semoga kalian suka 😍
🍒🍒🍒
..."Tidak ada yang menyakiti mu, kau terluka oleh harapanmu sendiri," Hanung....
Hanung Saputra calon pewaris perusahaan vitamin mata terbesar di kota Zero.
Perusahaan milik sang nenek yang akan diwariskan padanya, karena ayahnya sudah meninggal, tapi ada syarat yang harus di penuhi.
Dia harus menikah dengan seorang wanita beranak tiga yang baru di tinggal mati suaminya.
Anak pertama berusia 8 tahun, yang kedua empat tahun dan yang ketiga lima bulan.
Sang ibunda menentang mati-matian dan tidak rela putra semata wayangnya harus menikah dengan janda beranak tiga.
Rosma sang ibu menolak dan tidak menerima perjodohan itu.
"Hanya ini syaratku. Jika kau menolaknya maka dia tidak bisa mewarisi hartaku,"
Sang ibu terbelalak.
"Syarat macam apa ini? Ini tidak masuk akal!"
"Pikirkan olehmu. Wanita itu adalah putri dari teman suamimu. Dan suaminya baru saja meninggal. Ayahnya juga meninggal bersama dalam sebuah kecelakaan. Aku mengasihi wanita itu. Dan aku menghargai persahabatan putraku," seru sang nenek dengan lantang. Dia adalah Presdir dan pembuat keputusan tertinggi.
"Kita bisa memberikan uang dan apapun yang dia inginkan. Tapi tidak dengan menukar kebahagiaan putraku, dan putraku juga akan bertunangan dengan kekasihnya. Dengan wanita pilihannya, kenapa ibu harus membuat perjodohan yang tidak masuk akal ini?"
"Aku menerimanya. Aku menerima perjodohan ini, demi persahabatan ayah dan juga Paman Samuel. Aku akan menikahi putrinya,"
Hanung tiba-tiba muncul dan langsung setuju dengan syarat yang di ajukan neneknya.
"Apa? Apakah kamu sudah tidak punya akal! Dia janda beranak tiga. Dan kamu masih lajang,"
Risma membelalakkan matanya, tak percaya pada apa yang baru saja dia dengar.
"Putramu sudah setuju. Dan kau jangan menghalangi keputusan kami,"
Neneknya lalu mendekati cucunya dan tersenyum bangga padanya.
"Kau memang mewarisi gen ayahmu," saat berkata demikian menantunya terlihat sangat kesal.
"Kenapa kamu tidak berada di mobil yang sama sekalian. Sehingga aku yang akan menggantikan posisimu," keluh menantunya yang tidak lain adalah ibunya Hanung mengutuk ibu mertuanya.
Rosma keluar dari rumah dengan tersungut. Dia lalu masuk kemobil dan bicara sendiri menumpahkan rasa kesal di hatinya pada ibu mertuanya.
Sejak aku masuk kerumah itu, kau selalu membuat keputusan untuk hidup ku dan suamiku. Sekarang kau juga membuat keputusan untuk hidup putraku.
.
.
Wilona, wanita berusia 32 tahun, janda beranak tiga saat ini sedang merapikan semua foto dirumahnya.
"Kenapa non, fotonya kok di simpan di gudang?" Tanya suster Narti yang sudah lama bekerja dengannya.
"Aku akan menikah mbok. Mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa menolak lamaran keluarga Hanung Saputra,"
"Jadi Non Wilona akan menikah?"
"Iya mbok. Doakan ya mbok agar semua berjalan dengan lancar. Semua ini demi saham suami dan ayah mertua yang nantinya akan menjadi milik anak-anak. Untuk masa depan mereka nanti,"
"Semoga non Wilona bahagia selamanya,"
.
.
Hanung Saputra saat ini duduk di kantornya dan memikirkan keputusan yang sudah dia buat beberapa hari yang lalu.
Beberapa hari yang lalu, dia berjanji akan bertunangan dengan Clara. Dia adalah model yang saat ini sedang mengikuti kontes di Amerika.
Dan tiba-tiba tiga hari lagi, Hanung akan menikah dengan orang lain. Padahal dia dan Clara sudah pacaran selama sepuluh tahun.
Dan tahun ini adalah puncaknya. Mereka sudah mempersiapkan segalanya dan akan mengakhiri masa pacaran dan maju ke pelaminan.
"Hhhhh...."
"Akan aku jelaskan setelah dia pulang nanti. Aku tahu, dia akan kecewa. Tapi jika aku katakan sekarang, maka akan menggangu pikirannya,"
🥀🥀🥀
Disebuah hotel bintang lima, acara pesta pernikahan dilakukan dengan sangat meriah.
Dan ini adalah kedua kalinya Hanung melihat Wilona setelah melamarnya.
Wilona, meskipun sudah miliki anak tiga tapi badannya serasa sepuluh tahun lebih muda dari usianya.
Dia masih tetap langsing dan menjaga tubuh serta wajahnya. Bahkan jika dia sedang berjalan sendirian, orang akan mengira jika dia masih gadis.
Wilona berjalan menuju pelaminan dan dipertemukan dengan calon suaminya.
Wilona tertunduk dan dalam hati terus berdoa agar langkah yang dia ambil ini membuat ketiga anaknya bahagia.
Hanung berjalan satu langkah demi satu langkah dengan tenang. Dia menatap Wilona dalam jarak dekat dan semakin dekat.
Wanita yang baru dia temui sekali, hari ini akan menjadi istrinya lengkap dengan formasi tiga orang anak yang harus dia terima dengan lapang dada.
Hanung mengulurkan tanganya pada Wilona yang kini berdiri dihadapannya dan begitu cantik seakan dia baru pertama kali menggunakan riasan pengantin.
Hanung berusaha bersikap wajar kendati dalam hati ada seribu keraguan bergelanyut didalam dadanya.
Sang ibu, berdiri disamping putranya dan berbisik.
"Masih belum terlambat untuk mengubah keputusanmu!" Kata sang ibu berbisik pelan sebelum keduanya mengucapkan sumpah pernikahan.
Hanung menoleh pada ibunya dan tersenyum.
"Aku tetap akan menikahinya,"
"Bodoh! Sangat bodoh!"
Sang ibu berfikir jika putranya sudah tidak waras.
Sang nenek yang melihat jika menantunya sedang mempengaruhi cucunya, maka menginjak kaki menantu nya.
"Apa yang kau katakan barusan? Kau mencoba mempengaruhi putramu? Kau ingin mempermalukan keluargamu didepan para tamu undangan?" Sang nenek sangat geram melihat menantunya itu yang tidak mengerti dan memahami dirinya.
"Aduh....ssshhh" Rosma menahan sakit karena kakinya di injak oleh ibu mertuanya tiba-tiba berdiri disampingnya.
"Ibu disini?"
"Ya. aku disini! Apa! Kau ingin menggagalkan acara ini!"
"Tidak Bu. Aku hanya akan menyambut menantuku,"
"Ya, sebaiknya kau memang menyambutnya. Dia akan menjadi bagian dari keluarga kita,"
Dasar nenek tua ini. Banyak bicara dan banyak mengatur. Sudah tua tapi matanya sangat awas. Dia bahkan mendengar meskipun aku bicara sambil berbisik.
Rosma berjalan ke arah menantunya, Wilona dan dengan terpaksa menggandeng tangannya dan menyatukan ya dengan Hanung, putranya.
"Semoga kalian bahagia," kata Rosma dengan terpaksa.
"Semoga kalian bahagia," kata neneknya dan tersenyum pada kedua mempelai.
Acara pernikahan telah selesai dan mereka kembali ke rumah besar milik keluarga Saputra.
Jam 8 malam.
Aku tidak akan memegang dua bocah ini. Mereka bukan cucuku. Aku tidak sudi memegangnya. Merepotkan saja!
Rosma akan pergi kekamarnya. Tiba-tiba Ibu mertuanya memanggilnya.
"Rosma! Kau mau kemana!"
"Ibu. Aku sangat lelah. Aku akan istirahat ke kamar,"
"Sebaiknya Rian tidur di kamarmu, Rima dan Rita biar tidur bersamaku dan susternya,"
"Apa!?"
"Heh. Kenapa wajahmu cemberut begitu. Mereka itu sekarang adalah cucumu. Lalu apa salahnya jika mereka tidur bersamamu,"
"Tidak ibu. Aku tidak mau. Aku sangat lelah dan aku tidak bisa direpotkan seperti ini,"
"Rosma. Kamu sekarang sudah menjadi mertua sekaligus nenek. Kenapa kamu bersikap seperti ini."
"Karena dari awal aku tidak setuju Hanung menikah dengan janda itu. Dan karena ini ibu yang memutuskannya. Maka kalian saja yang mengurus ketiga anak itu,"
Rosma lalu pergi dan ibu mertuanya hanya bisa mengelus dada dengan sikap menantunya itu.
Bersambung
..."Cinta akan terasa menyakitkan dikala cerita belum usai, namun harus menutup buku", Hanung....
Di kediaman Presdir. Rumah mewah dengan halaman parkir yang sangat luas, lengkap dengan taman dan kolam renang yang indah. Serta beberapa penjaga yang nampak mondar-mandir di halaman rumah besar itu.
Presdir Vero akhirnya memutuskan tidur dengan Rian, anak dari Wilona yang pertama berusia delapan tahun karena Rosma tidak mau kerepotan dengan anak bawaan dari menantunya itu.
Di usianya yang sudah 75 tahun, Presdir Vero masih nampak sehat dan gagah. Dia di tinggal suaminya ketika berusia empat puluh tahun. Dia mengembangkan perusahaan itu dengan kemampuan nya sambil membesarkan dua putranya yang ketika itu masih berusia 10 tahun dan adiknya berusia 7 tahun seorang diri dan kini telah menjadi perusahaan yang sangat besar dengan anak cabang di mana-mana.
Rima berusia empat tahun dan Rita berusia lima bulan, masing-masing memiliki satu suster dan malam ini mereka tidur dengan susternya.
Wilona bukanlah gadis miskin ketika Hanung menikahinya. Dia juga putri seorang konglomerat yang kaya raya.
Namun dia menjadi yatim piatu sekarang. Dan karena sibuk menjaga anak-anak nya dan menjadi ibu rumah tangga, membuatnya kebingungan ketika ayahnya dan suaminya meninggal secara mendadak.
Tak ingin sahamnya menguap begitu saja, dia lalu bersedia menikah dengan Hanung, atas permintaan dari Presdir Vero.
Malam ini adalah malam pengantin untuk Wilona dan Hanung.
Hiasan bunga melati menutupi seluruh lantai dan ada bunga mawar di atasnya dengan bentuk hati.
Mereka semua tidur dilantai tiga rumah itu.
Lantai pertama untuk kantor Presdir, karena sudah tua, maka dia memantau semua bisnisnya dari rumah.
Lantai dua merupakan ruang tamu dan juga ruang makan serta dapur.
Lantai tiga untuk mereka semua tidur. Ada lift didalam rumah Presdir untuk memudahkan pergi dari satu lantai ke lantai yang lainnya.
Biasanya, Presdir akan naik turun dengan lift karena kadang jika sakitnya kambuh, dia akan duduk di kursi roda sepanjang hari.
Sedangkan yang lainnya lebih suka menggunakan tangga karena demi kesehatan dan sekalian berolahraga.
Saat ini, diatas ranjang pengantin, Wilona duduk dengan hati berdebar kencang.
Dalam balutan gaun nuansa putih dengan renda yang indah, dia nampak seperti gadis yang baru saja menikah.
Lima bulan yang lalu dia baru saja melahirkan. Haruskah dia hamil lagi dan memberikan keturunan untuk Hanung? batin Wilona karena malam ini adalah malam penyerahan diri seutuhnya.
Hanung tersenyum dan duduk disamping wanita asing yang dia nikahi. Matanya berhenti dan takjub dengan kecantikan Wilona dalam gaun yang indah itu.
"Kenapa wajahmu sangat cemas begitu?" Hanung belum akan menyentuhnya karena diapun melakukan pernikahan ini dengan terpaksa. Demi menyelamatkan perusahaan dua sahabat yang sudah seperti kakak beradik. Yaitu ayahnya dan ayah Wilona.
Namun bukan berarti dia akan mengabaikannya, meskipun pernikahan ini terjadi tanpa direncanakan sebelumnya.
Pipi Wilona memerah malu dan merasa rendah diri. Bagaimana tidak? Pria yang dia nikahi ini masih lajang dan perjaka ting ting.
Sedangkan dia sudah melahirkan tiga orang anak dan semua lahir dengan normal.
Terbayang betapa insecure nya dirinya ketika nanti suaminya akan membuka baju dan melihat beberapa bagian sensitif miliknya.
Bahkan kedua dadanya masih mengeluarkan susu untuk bayinya yang berusia lima bulan.
Bulan madu seperti apa yang terhampar di matanya kini? Dan bagaimana reaksi Hanung saat ini, semua itu membuat dadanya terus berdetak kencang.
"Aku tahu kau dan aku punya banyak perbedaan. Namun kita punya satu kesamaan dan satu tujuan. Kita ingin menyelamatkan perusahaan keluarga. Benar?"
"Ehm, iya,"
"Aku tahu, kau juga merasa ini aneh dan janggal. Tapi aku akan berusaha menjadi suami dan ayah yang baik untuk anak-anak mu,"
Deg.
Hati Wilina membasah dan terasa sejuk ketika mendengar apa yang dikatakan Hanung padanya.
"Kau tahu aku bukan gadis lagi. Aku datang padamu dengan tiga anak. Dan mereka masih kecil-kecil. Mungkin aku tidak akan bisa menjadi istri yang cukup baik dan pantas untukmu,"
"Aku mengerti dan paham apa yang ingin kau katakan. Sebenarnya ada yang ingin aku katakan juga padamu tentang diriku. Aku tidak ingin membuka lembaran baru dengan begitu banyak rahasia antara kita,"
"Maksudmu?"
"Aku punya kekasih sebelum menikah denganmu. Dan aku berjanji akan menikahinya. Tapi tragedi menyedihkan itu terjadi dan aku akhirnya menikah denganmu,"
Hanung ingin terbuka di awal hubungan yang baru ini. Agar tidak ada kesalahpahaman di kemudian hari.
Mata Wilona terbelalak terkejut. Namun dia tidak heran jika Hanung sudah punya seorang kekasih. Dan pasti dia adalah wanita yang sangat cantik.
Hanung pria mapan dan tampan. Dia juga putra seorang konglomerat. Tidak akan ada gadis yang menolak untuk menjadi kekasihnya, pikir Wilona dalam lamunannya.
Lalu apa yang akan dia katakan pada kekasihnya itu? Batin Wilona karena tiba-tiba pertanyaan itu terlintas begitu saja.
"Kok malah melamun?" Hanung membuyarkan lamunan istrinya itu.
"Kau tidak bereaksi, tapi kau malah melamun seperti ini,"
Dan disaat bersamaan telepon Hanung berdering.
Wilona melihat inisial my love di layar itu.
"Angkat saja, aku tak apa,"
Sambil berkata demikian Wilona mengusap airmatanya. Dalam hati rasa sakit itu pasti ada, tapi dia tidak ingin memperlihatkan nya. Dia berusaha memahami suaminya juga semua masa lalunya.
"Em..."
Terdengar, nada suara Hanung yang menjadi lain.
Wilona hanya melihatnya dari atas ranjang dimana dia duduk saat ini.
Hanung datang kembali setelah menutup teleponnya.
Wilona tersenyum meskipun hatinya berdebar-debar.
"Dia...dia sekarang ada dibandara. Dan dia...dia ingin aku menjemputnya," kata Hanung bicara terbata.
Matanya mengerjap menatap reaksi istrinya itu yang ternyata di luar dugaan.
"Kau boleh pergi untuk menjemputnya, bukankah kau bilang dia tidak tahu jika kau menikah hari ini?"
Ini malam pengantin. Pengantin harusnya tetap berada didalam kamarnya.
Tapi kekasihnya yang tidak tahu jika dia sudah menikah ingin agar dia menjemputnya sekarang di bandara.
Ternyata dia memenangkan piala emas sebagai model terbaik. Sepuluh tahun dia berjuang demi piala itu dan selalu menunda ketika Hanung akan melamarnya.
Wilona diam sesaat. Hatinya menolak untuk memahami semua yang terjadi saat ini.
"Kau pergilah. Kau bisa menemuinya. Aku akan membawa Rita tidur bersamaku disini,"
"Tapi...." Hanung kaget dengan perkataan Istrinya yang menyuruhnya pergi dimalam pengantin.
"Sudah aku bilang. Kau boleh pergi," kata Wilona setelah mengatahui jika Hanung sebenarnya punya kekasih dan bahkan sudah berjanji untuk menikahinya.
Tapi sekarang dia harus menikahi gadis asing seperti dirinya yang bahkan sudah janda dengan tiga orang anak.
Aku tidak mau menjadi egois karena dia bahkan sudah membuat saham untuk anak-anak ku nanti dalam keadaan aman.
Jika memang, dia ditakdirkan untuk bersamaku. Maka aku akan menerimanya. Dan jika dia harus bersama gadis yang dia cintai aku juga akan menerimanya.
Ini gila.
Memang gila.
Tapi, aku percaya pada dirinya. Entah kenapa aku percaya pada dirinya.
Hanung hanya melihat istrinya dengan berdiri seperti patung.
"Kau masih disini? Aku bilang, kau boleh pergi menemuinya, jika ada yang bertanya, maka aku akan menjawab kau ada urusan mendesak," kata Wilona tersenyum dan bangun dari ranjang.
"Em...baiklah...." Hanung lalu meninggalkan kamar pengantin yang sudah di hias dengan sangat indah dan penuh taburan bunga.
Wilona juga keluar dari kamarnya dan pergi ke kamar Rian dengan mengendap-endap.
Namun saat dia akan melewati kamar lainnya, dia hampir saja terlihat oleh Rosma, mertuanya.
Wilona terpaksa kembali ke kamarnya dan tidak jadi pergi melihat ketiga anaknya yang tidur terpisah darinya.
Wilona berdiri dijendela kamarnya dan menatap jauh ke langit.
Menghitung bintang-bintang yang bersinar terang malam ini. Dan merasa kesepian karena tidak ada siapapun dikamar yang luas itu selain dirinya sendiri.
Tiba-tiba, pintunya diketuk dan terdengar suara ibu mertuanya memanggilnya dari luar.
"Hanung...."
Deg. Wilona kaget. Karena saat ini Hanung sedang menjemput kekasihnya di bandara.
..."Dulu, rasamu itu seperti hujan, begitu deras. Tapi aku lupa, sederas-derasnya hujan, ia akan tetap reda," Clara....
"Hanung...."
Deg. Wilona kaget. Karena saat ini Hanung sedang menjemput kekasihnya di bandara.
Didalam kamar pengantin itu, Wilona sangat cemas. Karena saat ini Hanung tidak bersamanya.
Namun dia tidak kehabisan akal. Dia segera merapikan guling dan bantal lalu menyelimuti nya mirip seseorang.
Setelah itu, Wilona segera melepaskan gaun itu dan memakai gaun yang sangat seksi bahkan menerawang.
Semua ini dia lakukan agar jika melihatnya dengan gaun seksi ini, ibu mertuanya berfikir jika mereka berdua sedang ehem-ehem.
Wilona mendekati pintu dan tanganya memutar gagang pintu itu.
"Ada apa mah?" Kata Wilona dengan rambut acak-acakan.
"Ck, sudahlah. Tidak jadi. Besok saja," Melihat menantunya memakai baju transparan dan rambut yang acak-acakan, maka Rosma menduga mereka berdua sedang bulan madu.
"Tapi ma...."
"Sudahlah, besok pagi saja. Setelah kau keramas!"
Ibu mertuanya berdecak sambil menggelengkan kepalanya melihat pemandangan itu.
Dia sempat melongok kedalam dan dia lihat Hanung bahkan menutup seluruh tubuhnya. Padahal itu hanyalah bantal dan guling.
"Dasar janda gatal. Bukankah dia masih menyusui? Dia baru saja melahirkan dan sudah punya tiga anak. Tapi dia masih genit dan pakai pakaian layaknya masih gadis saja! Pakaian itu...cih, aku muak melihat isinya!" Sambil berjalan menjauh dari kamar putranya, Rosma kembali ke kamarnya sendiri.
Wilona berhasil menyelamatkan suaminya dari masalah yang akan terjadi jika ibu mertuanya tahu, dia tidak ada dikamarnya di malam pengantin ini.
Wilona bisa bernafas dengan lega. Sekarang, dia melepaskan baju transparan itu dan memakai gaun sebelumnya.
"Syukurlah, mama tidak curiga padaku," gumamnya lirih.
Wilona lalu menatap keluar halaman menembus jendela di hadapannya. Dia menyibakkan tirainya sedikit dan berharap Hanung segera pulang sebelum semuanya ketahuan oleh Presdir dan juga Rosma, ibunya.
Di Bandara.
Clara berlari dari jauh dengan piala emas ditangan kanannya.
Dia melihat Hanung berdiri diantara tiang yang besar sedang menunggunya.
Clara lalu memeluknya dan berputar-putar seakan dia menari saking girangnya.
Hanung mengikuti gerakan tarian berputar yang dilakukan Clara dengan terus memegang satu tanganya.
"Aku bahagia! Aku sangat bahagia! Kau tahu. Aku menunggu hingga sepuluh tahun untuk piala emas ini. Dan lihat tubuh kurusku ini? Semua tidak sia-sia,"
Clara berputar sekali lagi dan Hanung hanya tersenyum tanpa menyelanya.
Hanung melihat Clara sangat bahagia dengan pencapaian nya. Sudah berulang kali Hanung akan melamarnya, namun kekasihnya itu selalu berdalih jika dia harus mendapatkan piala emas itu sebelum melepas masa lajangnya.
Mereka lalu masuk ke dalam mobil. Hanung sendiri yang menyetir mobil itu.
Saat akan menyalakan mobilny, tiba-tiba bibit Clara mendekat ke wajahnya dan mencium bibirnya hingga mereka berpagut beberapa saat lamanya tanpa Hanung sempat mengelak.
Bibir Clara terus bermain di antara kedua bibir Hanung saking senangnya. Dia sekarang akan mempersiapkan pernikahannya bersama Hanung setelah berhasil mendapatkan piala impiannya.
"Kita sudah pacaran selama sepuluh tahun. Dan aku minta maaf karena membuat mu menunggu selama itu. Tapi, sekarang aku tidak akan menundanya lagi. Kita bisa menikah secepatnya bahkan jika kau ingin. Maka bulan ini kita bisa menikah. Jika kau tidak punya banyak waktu, maka kita akan menikah sederhana. Aku tidak masalah. Bagiku, tidak masalah menikah dimanapun dan dengan adat apapun,"
kata Clara sambil bersandar di bahu Hanung.
"Tapi Clara....aku.."
"Sudahlah Hanung. Ngga pakai tapi-tapian lagi. Aku sudah siap menjadi nyonya Hanung. Ayo kita menikah secepatnya."
"Hhhhh, Clara...aku..."
"Apalagi? Aku sudah mendapatkan impianku. Aku mendapatkan piala emas ini. Aku sangat bahagia. Dan aku...tidak mau ada kabar buruk hari ini!"
Clara merajuk dan meremas tangan Hanung.
Hanung menghentikan mobilnya di tepi jalan.
"Kok berhenti? Kenapa?"
Clara mengangkat kepalanya dari bahu Hanung dan menatap mata Hanung yang terlihat cemas.
"Ohhh. Aku tahu. Apakah kamu tidak sabar untuk bercinta hingga kita sampai ke hotel? Dan kamu ingin kita bercinta di mobil ini?" Clara tersenyum dan akan memeluk Hanung dengan rasa yang bahagia yang meluap.
Tiba-tiba tangan Hanung menahan tubuh Clara yang akan memeluknya, hingga membuat Clara menatapnya dengan tajam.
"Bukan itu. Maafkan aku. Ada yang ingin aku katakan padamu. Tapi, aku harap kau tidak menangis,"
"Han...jangan membuatku takut. Sudah ku bilang aku sangat bahagia hari ini. Aku tidak ingin mendengar kabar buruk. Kau katakan besok saja ya?"
Clara menerobos tangan Hanung dan memeluknya dengan erat.
"Jangan katakan. Jangan katakan. Aku mohon," Clara memohon dengan sangat tapi Hanung tidak ingin menundanya lagi dan memberi harapan palsu pada kekasihnya itu.
"Aku sudah menikah...." kata Hanung tiba-tiba.
Clara mendengar dan dia malah tertawa terbahak.
"Hahahaha jangan bercanda. Kita memang akan menikah. Kenapa kau berkata begitu?"
Dua detik kemudian,
"Dengarkan aku. Aku tidak bercanda. Aku sudah menikah,"
"Hahahaha, aku bilang jangan katakan apapun. Aku tidak bisa berhenti tertawa hari ini. Menikah? dengan boneka ini?"
Kata Clara menunjukkan boneka beruang yang tergantung di mobil yang dia berikan ketika pertama kali berkenalan dengan Hanung.
"Cukup! Jangan tertawa! Aku memang sudah menikah. Lihatlah cincin ini....."
Satu detik kemudian tawa itu berubah menjadi derai air mata. Ketika melihat cincin di jari kanan Hanung, mata Clara berkaca-kaca seakan matanya retak dan meneteskan airmata darah.
"Menikah.....cincin.....menikah....kamu sudah menikah? hahahaha aku tidak percaya!"
Hanung lalu memeluk Clara dan hatinya sakit sekali melihat airmata membanjiri pipi wanita yang sudah bersamanya selama sepuluh tahun itu.
"Maafkan aku. Jangan menangis. Aku terpaksa melakukannya. Ini semua aku lakukan demi perusahaan keluarga," kata Hanung dan Clara berhenti menangis lalu mendongak dan mengangkat wajahnya lurus dengan wajah Hanung.
"Artinya...ini hanya pernikahan kontrak. Ini hanya pura-pura kan? Seperti dalam drama yang sering aku lihat. Ini hanya pernikahan kontrak bukan?"
"Maksudku...bukan begitu Clara,"
"Sudahlah. Ayo kita kerumahmu. Aku akan menginap dirumahmu malam ini," ucap Clara dan ada secercah harapan dari dalam hatinya untuk mewujudkan impiannya bersama Hanung.
Jika ini hanya kontrak, maka mereka akan bercerai suatu saat nanti, batin Clara. Aku akan sabar menanti untuk cinta kita berdua.
"Tapi....."
Hanung terlihat kebingungan.
"Aku akan menginap dirumahmu. Jangan menolaknya!" tegas Clara dan membuat Hanung terdiam seribu bahasa.
Mereka sampai di halaman rumah mewah milik keluarga Hanung.
Begitu membuka pintu, Rosma yang baru saja akan naik ke kamarnya setelah mengambil segelas air putih, terpaku dan terdiam di anak tangga.
Hanung dan Clara, kekasihnya berdiri dipintu utama. Rosma segera menyalakan lampu, dan dia sangat terkejut melihat itu benar-benar Hanung.
Bukankah dia ada dikamarnya? Lalu bagaimana dia bisa datang dari luar? batin Rosma dan berjalan mendekati mereka berdua.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!