Di taman Mawar Cinta yang terletak di Jakarta Pusat, tiga orang remaja berdiri saling menatap.
"Jadi kau selingkuh dariku, dengan teman baikku sendiri?!" Ucap seorang remaja perempuan yang terlihat marah, kecewa, sedih, serta putus asa, berbagai emosi terlihat di matanya yang indah, tapi sekarang terlihat penuh dengan berbagai emosi negatif.
"Salahkan dirimu yang tidak becus, karena tidak memperhatikan pacarmu dengan baik, jika saja Brian memiliki pacar yang baik serta peduli dengannya, dia pasti tidak akan selingkuh darimu!" Ucap seorang perempuan yang berdiri di sebelah seorang pria.
"Diam kau Liliana! Kau perempuan murahan! Yang mengambil pacar dari teman baiknya sendiri!" Ucap seorang perempuan yang berdiri tepat di depan Liliana, serta pria yang berada di sampingnya.
"Cukup! Rissa! Aku sekarang tahu bahwa kau tidak sebaik yang kukira! Aku sadar bahwa Liliana perempuan yang baik untukku, oleh karena itu mulai sekarang kita putus!" Ucap pria yang berdiri di sebelah Liliana.
"...! Apa... Brian apakah kau serius, demi perempuan murahan ini, kau memutuskanku?" Ucap Rissa dengan tatapan putus asa serta kecewa.
"Ya, mulai sekarang kita tidak punya hubungan apapun lagi!" Ucap Brian yang segera meninggalkan Rissa sendirian, dirinya pergi bersama Liliana dari sana.
Melihat kepergian mereka berdua, membuat hati Rissa sangat sakit, dirinya merasa kecewa, marah, sedih, serta putus asa, dirinya tidak menyangka bahwa teman yang dirinya anggap sebagai teman baik, ternyata adalah musuh dalam selimut.
Air mata mulai mengalir turun, Rissa menatap ke kedua telapak tangannya, dirinya menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya dan mulai menangis dengan keras.
...
...
...
Di taman Mawar Cinta yang terletak di Jakarta Pusat, tepat pada pukul jam setengah sepuluh malam terlihat seorang pria yang sedang duduk di kursi taman, menatap ponselnya dengan wajah lesu.
"Mengapa aku tidak pernah bisa memiliki pacar? Setiap kali aku mencoba mendapatkan pacar, pasti orang tersebut hanya memanfaatkanku untuk dekat dengan ketiga temanku?" Ucap pria tersebut dengan nada lesu.
"Aku tidak kaya... Wajahku... Ehm... tidak jelek-jelek amat setidaknya! Bisa dikatakan wajahku pas-pasan!"
"Tapi mengapa aku tidak bisa mendapatkan pacar?"
"... Huuff... Ketiga temanku terlihat seperti para protagonis dalam cerita Romansa yang sering aku baca, sedangkan diriku, Aku... Aku terlihat seperti seorang npc atau bisa dikatakan Karakter Latar Belakang di dalam cerita tersebut... Mengapa hidup ini tidak adil...?" Sementara pria itu terus bergumam dan mengeluhkan pengalaman percintaannya, Rissa yang berada tepat di belakangnya, yang sedang duduk di kursi taman tepat di belakang pria itu, mendengarkan semua keluh kisah percintaannya yang selalu pahit.
Rissa berpikir bahwa pengalaman percintaannya yang paling menyedihkan, tapi ketika dirinya mendengarkan tanpa sengaja keluh kisah cinta pria yang berada di belakangnya, Rissa berpikir ulang bahwa dirinya bukan yang paling menyedihkan, dalam urusan percintaan.
"Hem...?" Pria itu melihat ke handphonenya, di sana terlihat panggilan telepon dari salah seorang teman baiknya, kemudian pria itu mengangkat panggilan telepon tersebut.
"Hai Daffa! Kau di mana? Kau pulang lebih dulu?"
"Yah aku pulang duluan, maaf, aku harus menonton Anime yang akan tayang malam ini, jadi aku harus meninggalkan kalian bertiga." Ucap pria tersebut yang bernama Daffa.
"Kau ini... Baiklah kalau begitu, hati-hati!" Ucap pria dari handphone genggam Daffa, sebelum panggilan akhirnya berakhir.
"Haaah... Aku ingin punya pacar..." Gumam Daffa sambil menatap ke langit.
Daffa akhirnya menyadari seseorang yang duduk di kursi yang berada tepat di belakangnya, merasakan bahwa seseorang sedang menatapnya, membuat Rissa berbalik, melihat sosok Rissa yang begitu cantik membuat Daffa terpana, tapi ketika Daffa menyadari bahwa Rissa menangis membuat dirinya panik.
Daffa segera melompati kursinya, dan duduk tepat di sebelah Rissa, melihat Daffa yang melompat dan akhirnya duduk tepat di sebelahnya membuat Rissa terkejut, meski begitu air mata yang mengalir keluar dari kedua matanya tidak berhenti.
"Hei apakah kau baik-baik saja, kenapa kau menangis?!" Ucap Daffa dengan wajah panik.
"..." Rissa tidak menjawab, dirinya terus menatap Daffa, dengan air mata yang terus mengalir keluar.
"Uhm..." Daffa bingung mengapa ada perempuan cantik yang menangis di malam hari, apa lagi di sebuah taman.
Untuk memastikan bahwa perempuan yang berada di sebelahnya bukan makhluk halus atau hantu, dirinya melihat ke bawah dan menemukan bahwa kaki perempuan itu masih menyentuh permukaan tanah.
"Huuff..." Daffa menghela nafas lega, ketika mengetahui bahwa perempuan di hadapannya seorang perempuan manusia normal.
"He-hei! Apakah aku membuatmu sedih? Aku akan pergi jika kau tidak mau aku berada di sini?" Ucap Daffa dengan menatap wajah perempuan di hadapannya.
"... Tidak, jangan pergi..." Ucap Rissa yang menundukkan kepalanya, dirinya masih terus mengeluarkan air mata.
"... Jika kau sedih karena masalah percintaan terutama akibat putus, sebaiknya kau tidak usah menangis, air mata seorang perempuan itu lebih berharga dari permata sekalipun." Setelah terdiam sejenak, Daffa akhirnya mengatakan sesuatu sambil menatap ke langit malam, mendengar ucapan pria yang berada di sebelahnya membuat Rissa berhenti mengeluarkan air mata.
Rissa tidak menyangka akan ada pria yang mengatakan hal yang sama, yang pernah dikatakan oleh ayahnya, Daffa melihat bahwa perempuan di sebelahnya tidak menjawab, hal itu membuatnya gugup.
"Em... Jika-?"
"Maukah kau menjadi pacarku?" Sebelum sempat Daffa menyelesaikan kata-katanya, Rissa sudah menyela dan mengatakan hal yang mengejutkan.
Seketika hal itu membuat mata Daffa melebar karena terkejut, dirinya menatap ke arah perempuan yang berada di sebelahnya dengan wajah tidak percaya.
Di sisi lain Rissa sangat panik, dirinya tidak tahu mengapa dirinya tiba-tiba saja mengatakan hal bodoh seperti itu, apakah dirinya begitu putus asa sehingga memilih untuk berpacaran dengan pria yang pertama kali dirinya temui setelah putus, atau karena rasa kasihan Rissa terhadap pria yang berada di sebelahnya, karena tidak pernah dapat memiliki pacar.
"Apakah kau serius?" Ucap Daffa dengan suara gemetar saking gugupnya, serta tidak percaya akan hal yang tidak terduga tersebut.
"... Ya, jadi apakah kau mau?" Setelah terdiam sejenak Rissa menjawab secara tiba-tiba saja, tanpa berpikir dua kali, entah kenapa dirinya tidak tahu harus mengatakan apa, ketika hal pertama kali muncul di isi kepalanya adalah itu, sontak saja Rissa mengatakan hal tersebut.
"Ya, aku mau..." Ucap Daffa yang menekan keinginannya untuk melompat kegirangan, karena untuk pertama kalinya dalam hidup ini dirinya memiliki seorang pacar, bukannya Waifu dari karakter anime.
"..." Mendengar jawaban dari pria yang berada di sebelahnya, membuat wajah Rissa memerah, dirinya tidak tahu entah apa yang sedang merasukinya, mungkin dirinya benar-benar putus asa, sehingga memilih untuk berpacaran dengan pria tidak dikenal, saat sedang berada di sebuah taman.
"Ring! Ring!" Melihat handphonenya bergetar, Rissa segera mengeluarkannya untuk melihat siapa yang meneleponnya, ketika dirinya melihat itu panggilan telepon dari ayahnya, dirinya menjadi panik, dan segera berdiri.
"Tunggu! Apakah kau mau pulang?" Ucap Daffa yang menghentikan Rissa.
"Ya." Ucap Rissa yang menganggukkan kepalanya.
"Lalu apakah kau membawa kendaraan?"
"Tidak."
"Terus, apakah kau akan menggunakan Taksi? Atau Ojek Online?"
"Ya, mengapa?"
"Jika begitu ayo kuantar saja! Lagi pula tidak baik untuk seorang perempuan pergi pulang malam-malam menggunakan Taksi atau Ojek Online, dengan orang yang tidak dikenal." Mendengar perkataan Daffa membuat Rissa melirik Daffa sedikit.
"Aku akan mengantarkanmu pulang." Ucap Daffa yang menatap wajah Rissa.
"Bukankah kau juga orang asing?" Ucap Rissa dengan nada bercanda.
"Iya, tapi bukankah sekarang aku jadi pacarmu, bukankah itu berarti sekarang kita saling kenal?" Ucap Daffa sambil tersenyum, mendengar ucapan Daffa membuat Rissa terdiam.
"Ayo aku akan mengantarmu pulang dengan selamat!"
Daffa membawa Rissa ke parkiran di Taman Mawar Cinta, setelah mengeluarkan motornya dari parkiran, Daffa menghampiri Rissa, melihat bahwa Daffa bersungguh-sungguh untuk mengantarnya, membuat Rissa sedikit merasa nyaman, karena tidak perlu pulang dengan orang asing seperti yang dikatakan oleh Daffa.
Meski Daffa sebenarnya juga orang asing, tapi Rissa merasa cukup nyaman, bagaimanapun setelah berbicara dengan Daffa sedikit, Rissa secara sekilas dapat mengetahui bahwa Daffa orang yang cukup polos.
Setelah keluar dari parkiran Taman Mawar Cinta, Daffa bertanya ke mana mereka harus pergi, dan Rissa menjawab bahwa mereka harus pergi ke Jalan Pahlawan Kusandi Empat.
"... Lalu siapa namamu?" Setelah berkendara cukup lama, akhirnya Daffa memberanikan diri untuk bertanya.
"Namaku Rissa Arini, tapi orang-orang memanggilku Ica." Ucap Rissa dengan santai sambil menatap ke sekitar.
"Lalu siapa namamu?" Ucap Rissa yang menatap ke arah Daffa.
"Namaku Daffa Abiyyu, aku dari Sekolah Pena Merah, kelas 12 SMA IPS!" Ucap Daffa yang memperkenalkan diri dengan cukup lengkap.
"... Aku dari Sekolah Langit Biru, kelas 12 SMA IPA." Setelah terdiam beberapa saat, Rissa akhirnya berbicara, meski dirinya tahu berbahaya untuk memberitahu asal sekolahnya kepada pria yang baru saja dirinya temui, tapi entah mengapa dirinya mengatakan hal itu begitu saja, seolah-olah tidak ada beban dalam dirinya.
"Lalu berapa nomormu?" Ucap Daffa dengan tersenyum bahagia.
"... Aku akan memberitahukan hal itu nanti ketika kita sudah sampai." Rissa tidak menyangka bahwa Daffa akan bertanya mengenai nomor teleponnya, secara tiba-tiba saja, karena itu dirinya mengatakan akan memberitahukan hal itu nanti.
"Tidak apa-apa katakan saja, aku memiliki ingatan yang baik!" Ucap Daffa dengan percaya diri.
"Baik, jika kau bilang begitu nomorku 0888 2019 XXX..." Mendengar nomor Rissa dengan baik, dan mengingatnya dengan cepat, Daffa akhirnya tersenyum dengan lebih lebar.
"Apakah benar masuk ke sini?" Ucap Daffa dengan nada ragu, menatap ke pintu masuk perumahan mewah orang-orang kaya.
"Ya, rumahku di dalam sana." Rissa berpikir bahwa Daffa mungkin sangat terkejut dengan dirinya yang merupakan anak orang kaya, tapi sebenarnya hal itu bukan yang membuat Daffa terkejut melainkan hal lain.
...
...
...
"Apakah ini benar rumahmu?" Ucap Daffa sambil menatap dengan wajah terkejut, menatap ke arah rumah besar yang terlihat layaknya istana, melihat Daffa yang menatap dengan mata lebar Rissa menjadi lebih yakin, bahwa yang dirinya pikirkan adalah benar.
Tapi sebenarnya hal tersebut sangatlah salah, sebab yang membuat mata Daffa melebar karena terkejut adalah, sebab tepat di sebelah rumah Rissa ada sebuah rumah mewah yang tidak kalah besar dan mewah, dan rumah itulah yang membuat Daffa terkejut.
"Rissa kau sudah pulang?" Terdengar suara seorang perempuan, yang seketika membuat Daffa menjadi kaku, melihat ke arah belakang, Daffa akhirnya yakin dengan suatu hal.
"Ya, Bu Yunita, kau habis dari Mini Market?" Ucap Rissa yang menganggukkan kepalanya.
"... Benar sekali... Daffa?" Setelah terdiam sejenak Bu Yunita berbicara dengan nada terkejut, mendengar hal itu membuat Rissa seketika menjadi bingung, mungkinkah dirinya salah akan suatu hal.
"Halo, Bu Yunita, selamat malam..." Ucap Daffa dengan nada canggung dan dengan senyum paksa.
"... Apakah Daffa mengantarmu pulang Rissa?" Ucap Bu Yunita yang menatap ke arah Rissa.
"Ya."
"... Kau tidak pulang, tapi malah berpacaran dimalam hari hah? Sungguh...? setelah kau terus menonton kartun itu setiap malam, sekarang kau melakukan hal lain yaitu berpacaran?" Ucap Bu Yunita yang membuat Daffa berkeringat deras, melihat tatapan Bu Yunita serta keringat dingin di dahi Daffa, Rissa akhirnya mengerti bahwa Daffa terkejut karena, Daffa mengenal Bu Yunita.
Dan karena Bu Yunita tinggal tepat di sebelah rumahnya, Daffa terkejut karena dirinya tinggal bersebelahan dengan Bu Yunita.
"Maaf Rissa ini sudah malam, dan sepertinya besok hari Senin jadi aku harus bangun pagi, aku pulang dulu segeralah masuk agar tidak masuk angin, dan Bu Yunita maaf mengganggu anda, saya akan pulang sampai jumpa di sekolah Bu Yunita!" Ucap Daffa dengan cepat-cepat bergegas pulang.
Melihat Daffa yang segera pulang setelah mendengar perkataan Bu Yunita, membuat Rissa cukup terkejut, tapi ketika mendengar sampai jumpa di sekolah, Rissa langsung mengerti bahwa Bu Yunita adalah Guru dari sekolah yang ditempati oleh Daffa, karena itu Daffa mengenal Bu Yunita.
"Apakah dia pacarmu Rissa? Bukankah kau sudah berpacaran orang lain?" Ucap Bu Yunita yang tiba-tiba saja, membuat Rissa mengingat kembali adegan Brian mencampakkannya, untuk bersama dengan teman baiknya sendiri yaitu Liliana.
"Tidak, kami sudah putus, dia memutuskanku, ya saya memang berpacaran dengan Daffa hari ini." Ucap Rissa dengan tatapan tajam, karena dirinya masih mengingat kekecewaan, kemarahan, kesedihan, dan keputusasaan yang dirinya rasakan sebelumnya.
"... Dia anak yang baik, meski hobinya aneh karena menyukai karakter fiksi, dan mengatakan berbagai hal aneh, tapi dirinya anak yang baik, oleh karena itu jagalah dia dengan baik." Setelah terdiam beberapa saat, mendengar ucapan Rissa, Bu Yunita akhirnya berbicara dengan wajah serius.
"Saya mengerti, tapi Bu Yunita apakah dirinya memang tidak memiliki pacar?" Ucap Rissa dengan wajah penasaran.
"... Ya dia jomblo dari SD hingga sekarang, jika kau bertanya bagaimana aku mengetahui hal itu, aku pernah mengajar ketika dirinya berada di sekolah dasar, lalu aku pindah mengajar ke SMP, dan di sana aku bertemu dengannya lagi, ketika aku akhirnya pindah ke SMA dirinya berada di sana juga, karena itu aku sangat mengetahui bahwa dirinya belum pernah memiliki pacar sepanjang hidupnya." Ucap Bu Yunita yang mengatakan hal itu dengan wajah rumit.
Mendengar kisah tentang Daffa melalui Bu Yunita, membuat Rissa cukup terkejut karena Bu Yunita serta Daffa selalu bertemu, pantas saja Daffa sangat takut ketika bertemu dengan Bu Yunita, karena dirinya pasti dulu sering mendapat masalah dan berakhir diomelin oleh Bu Yunita.
"Apakah dirinya sering membuat masalah?" Ucap Rissa dengan tatapan penasaran.
"... Kau ingin tahu? Bukankah kau bisa bertanya kepadanya secara langsung, lagi pula bukankah kalian sekarang berpacaran?" Ucap Bu Yunita dengan tersenyum kecil.
"Eh? Tapi..." Rissa bingung harus menjawab bagaimana, meski dirinya penasaran dirinya tidak cukup percaya diri untuk bertanya secara langsung, dan lagi pula hubungan mereka baru saja di mulai.
"Aku permisi dulu, sudah malam sebaiknya kau masuk ke dalam rumah, dan katakan kepada ayahmu jika bertanya mengapa kau pulang lama, bilang kalau kau bertemu denganku dan membantuku, jika tidak dia pasti akan menceramahimu dengan panjang lebar." Ucap Bu Yunita sambil tersenyum sebelum masuk ke dalam rumahnya, Rissa berterimakasih kepada Bu Yunita sebelum akhirnya masuk dan mengatakan seperti yang di suruh Bu Yunita.
...
...
...
Sementara itu di sisi lain, Daffa terlihat sedang menunggu lampu hijau, di sekitarnya terdapat beberapa pengendara roda dua dan sebuah pengendara roda empat, Daffa terlihat tersenyum sangat lebar.
"Aku akhirnya memiliki pacar... Aku akhirnya punya pacar!" Teriak Daffa yang tiba-tiba saja membuat dirinya di lirik oleh orang-orang yang berada di sekitarnya, tapi pada saat itu Daffa masih belum sadar, dirinya sangat bahagia sangking tidak sadarnya dengan sekitarnya.
"Aku tidak menyangka bahwa judul jomblo seumur hidup akhirnya hilang, aku... Aku sangat bahagia!" Teriak Daffa kembali yang kali ini lebih keras.
"Eh...?" Daffa akhirnya sadar ketika suara lampu merah telah berubah menjadi lampu hijau, Daffa lalu melirik ke sekitar sebelum buru-buru bergegas pergi, karena sangat malu dilihat oleh banyak orang, dirinya begitu bodoh karena tidak sadar dengan sekitarnya.
Sudut Pandang Rissa.
Semalam adalah hal yang paling gila yang pernah aku alami, aku diselingkuhi oleh mantan teman baikku sendiri, pacarku mencampakkanku hanya untuk perempuan murahan yang bernama Liliana itu.
Tapi aku juga bertemu dengan seorang pria aneh, seorang pria yang kisah cintanya lebih menyedihkan dibandingkan diriku, dia... Pria yang unik.
Aku tidak tahu harus menggambarkan pria itu bagaimana, lagi pula aku baru bertemu dengannya sebentar, sekarang kita sudah berpacaran kah?
Matanya terlihat begitu polos dan tulus, apakah keputusanku tepat untuk berpacaran dengannya, Jika... Jika suatu saat nanti aku terpaksa harus memutuskannya, apakah aku dapat melakukan hal kejam seperti itu?
Aku yang meminta hubungan ini dimulai, tapi aku juga yang mengakhirinya, bukankah aku tidak jauh berbeda dengan pria itu, pria yang telah mencampakkanku?
Haaah... Aku sudah menyesali hubungan ini bahkan ketika ini baru saja dimulai, benar, apakah dia akan menghubungiku, tapi apakah dirinya mengingat nomorku dengan baik?
Sudahlah kuharap hari ini berjalan dengan tenang, Daffa Abiyyu... Aku tidak tahu apakah aku bisa mencintaimu atau aku hanya melampiaskan semua kesedihanku kepadaku... Tapi... Terimakasih karena sudah menghentikan tangisku, air mataku memang lebih berharga dari permata, oleh karena itu aku tidak akan pernah menangis untuk pria yang begitu mudahnya mencampakkanku.
Sudut Pandang Rissa Berakhir.
...
...
...
Setelah Rissa selesai makan pagi dengan kedua orangtuanya, dirinya berangkat dengan di antar oleh Papa dan Mamanya, setelah itu kedua orangtuanya pergi ke tempat kerja mereka, melihat ke arah sekolahnya, Rissa hanya terdiam sejenak sebelum menarik nafas panjang lalu menghembuskan secara perlahan.
Rissa kemudian memasuki kelasnya, di sana terlihat ketiga teman baik Rissa, mereka benar-benar teman baik Rissa, tidak seperti Liliana yang merupakan musuh dalam selimut.
"Ica! Apakah kamu baik-baik?" Ucap salah seorang teman baik Rissa, yang berjalan mendekati Rissa dan memeluknya erat.
"Terimakasih sudah mengkhawatirkanku Fiona." Ucap Rissa dengan tersenyum tipis dan membalas pelukan Fiona.
"Sudah kukatakan dia itu pria yang tidak benar, dan kamu seharusnya tidak berpacaran dengannya!" Ucap salah seorang teman baik Rissa, yang memarahi Rissa karena tidak mau mendengarkan perkataannya, sekarang Rissa berakhir dicampakkan setelah berpacaran selama setahun.
"Kamu benar, maafkan aku Nana karena tidak mendengarkan perkataanmu." Ucap Rissa yang meminta maaf kepada temannya yang sebelumnya sudah pernah memperingatkannya, tapi pada saat itu dirinya dengan bodohnya tidak mendengarkan.
"Sudahlah, sekarang bukankah Ica sudah putus dari pria itu?" Ucap salah seorang teman baik Rissa, yang menyudahi pertengkaran antara Rissa dan Nana.
"Kamu benar Siska, sekarang aku sudah tidak berpacaran lagi dengan pria itu..." Ucap Rissa yang menganggukkan kepalanya.
"Hemph! Kamu ini!" Ucap Nana yang membuang muka sebelum akhirnya melunak.
Mata pelajaran pertama dimulai di kelas Rissa, dirinya memperhatikan semua yang dijelaskan dengan teliti dan cermat, setelah selesai menulis semua catatan yang dipapan tulis, Rissa melihat ke arah handphonenya, yang di mana terlihat sebuah pesan masuk dari nomor tidak dikenal.
"Siapa ini?" Gumam Rissa dengan bingung, dirinya memutuskan untuk melihat siapa yang mengirimkannya sebuah pesan.
"Hai, apakah ini benar nomor Rissa Arini?"
"Kamu... Apakah masih mengingatku?"
"Aku Daffa Abiyyu yang semalam, ehm... Apakah kata 'Kamu' membuatmu tidak nyaman?"
"Aku bisa menggunakan kata 'Kau' saja, kalau kau tidak suka dengan kata 'Kamu'?"
Melihat pesan yang dikirimkan oleh Daffa membuat Rissa seketika tersenyum tipis, dirinya tidak menyangka bahwa ingatan Daffa akan benar-benar sangat bagus.
"Aku baik-baik saja dengan kata 'Kamu' lagian bukankah sekarang kita resmi pacaran?"
"Atau apakah kamu tidak ingin menggunakan kata 'Kamu'?"
...
...
...
Di sekolah SMA Pena Merah, di kelas 12 IPS terlihat seorang pria yang sedang menatap handphonenya dengan tatapan serius, ketika pesan akhirnya muncul dirinya segera membukanya, ketika membacanya seketika membuat pria itu gemetar saking gembiranya.
Yap pria itu adalah Daffa, yang baru saja membaca pesan balasan dari Rissa, terlihat Daffa tersenyum dengan sangat lebar, dirinya kemudian bersiap untuk membalas pesan tersebut.
"Tidak, aku ingin menggunakan kata 'Kamu', lalu kamu pulang jam berapa?"
"Aku akan pergi ke Sekolah Langit Biru untuk menjemputmu nanti!"
Tidak lama setelah Daffa mengirimkan pesan, Rissa segera membacanya dan langsung membalas pesan Daffa.
"Tidak usah, aku akan pulang sendiri saja."
Melihat pesan itu membuat Daffa seketika lesu, tapi dirinya tetap membalas pesan tersebut.
"Uhm... Baik, aku tidak akan datang!"
"Tentu saja itu bohong, maaf aku ingin melihat-lihat sekolahmu." Gumam Daffa yang tersenyum tipis, melihat Daffa yang dari tadi senyum-senyum sendiri sambil main handphone, membuat ketiga teman baik Daffa menjadi bingung, mereka saling memandang, sebelum akhirnya rasa penasaran mereka tidak dapat terhenti dan akhirnya mencapai puncaknya, mereka bertiga memutuskan untuk bertanya kepada Daffa.
"Hei Daffa! Apakah kau saling membalas pesan dengan seorang perempuan?" Ucap salah satu dari tiga teman baik Daffa.
"Tidak!" Ucap Daffa yang mencoba berbohong, sayangnya dirinya sangat payah dalam hal berbohong, sebab jika Daffa berbohong dirinya akan mengkerutkan keningnya, dan kedua matanya akan berusaha menghindar dari saling menatap.
"Hehe kau ini payah dalam berbohong, jadi katakan saja siapa perempuan itu!" Ucap teman baik Daffa yang sangat penasaran.
"Rio! Hentikan! Jika Daffa tidak mau mengungkapkannya jangan memaksanya." Ucap salah seorang teman baik Daffa yang mencoba, menghentikan temannya dari membongkar rahasia Daffa.
"Kevin... Kau memang teman yang baik..." Ucap Daffa yang menatap Kevin dengan tatapan terimakasih.
"Jadi bisakah kau beritahu aku siapa perempuan itu?" Ucap Kevin yang tersenyum kepada Daffa.
"Kau! Ternyata kau menipuku!" Ucap Daffa dengan nada kesal menatap ke arah Kevin.
"Hei kau seharusnya memberitahu kami! Siapa tahu kami dapat membantumu!" Ucap salah seorang teman baik Daffa yang mencoba membujuk Daffa, untuk mengatakan siapa perempuan tersebut.
"Rio kau juga sama saja! Tidak! Kalian tidak akan kuberitahukan!" Ucap Daffa yang berteriak sangat keras, teriakan Daffa bahkan terdengar satu kelas, menyadari kalau dirinya telah membuat masalah, membuat Daffa dengan kaku menatap ke arah depan, yang di mana saat itu kelas sedang diajar oleh guru yang paling ditakutin oleh Daffa dia adalah Bu Yunita.
"Daffa... Jika mereka tidak boleh tahu, lalu bagaimana dengan Bu Guru?"
"Ehm... Ibu juga tidak boleh...?" Ucap Daffa dengan tersenyum canggung, dan mencoba untuk terlihat tenang, meski dirinya malah melakukan hal yang sebaliknya, kedua matanya terlihat tidak tenang dengan melihat ke sekitar, dan tubuhnya gemetar gugup.
"Jadi bisakah kau mengatakan, kenapa kau berteriak saat kelas sedang dilakukan!" Teriak Bu Yunita yang menggebrak papan tulis, melihat kemarahan Bu Yunita, membuat Daffa menatap ke arah ketiga temannya.
Melihat tatapan Daffa kepada mereka bertiga, membuat mereka bertiga membuang muka sambil mencoba mengatakan, mereka dapat membantu Daffa jika Daffa bersedia memberitahu mereka siapa perempuan yang sedang dekat dengannya.
"Saya... Maaf Bu..." Daffa akhirnya menyerah membuat alasan.
"Berdiri di luar kelas sekarang!" Ucap Bu Yunita yang menghukum Daffa karena mengganggu pelajaran.
Daffa untuk terakhir kalinya melihat ketiga teman baiknya, sebelum akhirnya berjalan keluar, dan berdiri di luar kelas.
"Haah... Sepertinya aku tidak bisa menemui Rissa." Gumam Daffa dengan suara pelan dan menatap ke langit yang cerah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!