'Arumi...!'
Panggil seorang wanita paruh baya, pada saat membuka tudung saji di meja makan. Dimana dia tak mendapati makanan sama sekali pada saat tudung saji tersebut dia buka.
"I...iya Bu!" sahut seorang gadis dengan pakaian lusuh dan basah, karena sedang mencuci pakaian. Dirumah tersebut tidak ada mesin cuci, jadi mau tak mau gadis itu mencuci pakaian dengan tangannya.
Dengan tergopoh-gopoh, gadis yang bernama Arumi itu menghampiri wanita yang tadi memanggilnya. Yang tak lain ibu tirinya yang bernama Partina.
"Iya Bu, ma'af saya sedang mencuci." ucap Arumi seraya mengatur napasnya perlahan-lahan.
"Dasar tak tahu diri! jam berapa ini!" seru Partina seraya melemparkan tudung saji ke arah Arumi.
"Dugh!"
Tudung saji itu mengenai dada gadis yang berusia enam belas tahun itu.
Walaupun tidak membuat Arumi terluka, tapi lemparan tudung saji tadi mampu membuat Arumi kaget dan mundur beberapa langkah.
"Ibu!" panggil Arumi, namun tak digubris oleh Partinah.
"Saat ini jam berapa! kamu tahu apa kesalahan kamu, hah!" seru Partinah dengan kesal.
"I....iya Bu, Arumi belum masak. Beras dan sayuran habis Bu, jadi Arumi tidak masak." jawab Arumi dengan terbata-bata.
"Alasan! di kulkas masak nggak ada bahan makanan yang bisa dimasak!" seru Partinah dengan berkacak pinggang.
"Arumi sudah bilang sama ibu tiga hari yang lalu, kalau semua bahan makanan sudah habis semuanya." ucap Arumi yang membela dirinya.
"Ahh..! kamu kan bisa berhutang di warung. Bilang saja kalau nanti dapat transferan dari Bapak kamu!" seru Partinah seraya berkacak pinggang.
"Tapi bapak kan belum tahu keberadaannya bu!" seru Arumi seraya menundukkan kepalanya.
"Aku tak perduli! yang terpenting kamu harus memasak hari ini. Kamu itu numpang! jadi semua ini nggak ada gratisan!" seru Partina dengan kedua mata yang melotot ke arah Arumi.
"O...iya Bu!" ucap Arumi yang ketakutan dan kemudian dia melangkahkan kaki menuju ke pintu utama rumah itu.
Dengan pakaian yang masih basah itu, Arumi keluar dari rumah dan melangkahkan kaki dengan perlahan ke warung tetangganya.
Keadaan warung sedang ramai, gadis itu dengan sabar menunggu para pelanggan lainnya yang sedang belanja.
Tak berapa lama warung itu telah sepi dari pengunjung, dengan mengumpulkan keberaniannya Arumi menghampiri warung tersebut.
"Assalamu'alaikum Bu!" ucap salam Arumi dengan sopan.
"Wa'alaikumsalam, eh Arumi. Mau apa? apa mau membayar hutang kamu yang sudah menumpuk?" jawab sekaligus tanya tanya si pemilik warung, pada saat melihat Arumi.
Ditanya seperti itu, Arumi sedikit gugup. Dan bingung mau berkata apa.
"E ....ma'af bu, saya belum bisa bayar." jawab Arumi sembari menundukkan kepalanya.
"Hm, lantas mau apa? hutang lagi?" tanya ibu pemilik warung itu sambil berkernyit.
"Ma'af Bu, Iya Bu." jawab Arumi yang tak enak hati itu.
"Arumi, hutang kamu sudah menumpuk banyak. jadi sampai kapan kamu akan membayarnya. Malah sekarang ini mau kamu tambahin hutang lagi?" tanya ibu pemilik warung itu.
"Kata ibu saya, e....menunggu transferan dari bapak Bu." jawab Arumi dengan pelan dan tak enak hati.
"Transferan dari bapak kamu?" tanya ibu pemilik warung itu dengan penasaran.
"I...iya Bu " jawab Arumi dengan terbata-bata. Karena dia sedang berpikir, mengharap transferan dari bapaknya itu seperti hal yang tak mungkin. Karena sejak delapan tahun yang lalu, bapak Arumi tak diketahui rimbanya.
Si pemilik warung itu berpikir sejenak, pandangannya ditujukan pada raut wajah gadis yang ada dihadapannya yang menundukkan kepalanya. Seakan tak berani menatap wajahnya.
"Anak ini hanya jadi alat ibu tirinya yang suka sewenang-wenang padanya. Kasihan sekali anak ini, pakaiannya masih basah pastinya dia habis mengerjakan pekerjaan rumah," gumam ibu pemilik warung itu yang terus menatap Arumi dari atas sampai bawah.
"Siapa nama kamu nak?Ma'af ibu lupa." tanya ibu pemilik warung itu yang masih menatap Arumi dengan rasa iba.
"Arumi Bu." jawab Arumi yang benar adanya.
"Maukah kamu kerja disini? hitung-hitung bisa buat bayar hutang-hutang kamu yang menumpuk itu?" tanya ibu pemilik warung itu yang tinggal sendirian.
"Kerja? mau sih Bu. Tapi Arumi kan masih sekolah, lagi pula Arumi harus menyelesaikan pekerjaan rumah Bu?" tanya Arumi yang mulai berpikir, sebetulnya ini jalan untuk bisa menghasilkan uang.
"Sebisa kamu saja mengaturnya. Pulang sekolah sampai sore juga nggak apa-apa, Nanti pulang dari sini kamu bisa mengerjakan pekerjaan rumah kamu. Bagaimana?" tanya ibu pemilik warung itu yang bernama Yuli.
Yuli adalah wanita yang berusia empat puluh tahun, dia hidup seorang diri karena suaminya telah meninggal dunia saat bertugas di Aceh dan terdampak tsunami beberapa tahun yang silam.
Pemilik warung itu tak lagi menikah dan belum dikaruniai anak. Saat ini dia mempunyai usaha warung sayur dan juga sembako.
Setelah berpikir cukup lama, Arumi memantapkan tekatnya.
"Arumi mau Bu." jawab Arumi yang bersemangat.
"Alhamdulillah!" ucap Bu Yuli si pemilik warung itu dengan bersorak ria, karena merasa senang sekali, sambil menggenggam tangan Arumi.
"Kamu mulai besok siang ya kerjanya, sekarang kamu selesaikan dulu pekerjaan rumah kamu. Dan sekarang ini kamu butik apa?" tanya Bu Yuli dengan mengulas senyumnya.
"Oh iya Bu. Arumi saat ini butuh satu kilo beras, satu cup minyak, telur seperempat, satu balok tempe, cabe tomat terasi dan bawang lima ribu." jawab Arumi yang menyebutkan belanjaannya yang akan dia masak nanti.
"Oh, baiklah akan ibu persiapkan semuanya." ucap Bu Yuli yang bergegas menyiapkan pesanan Arumi.
Tak berapa lama Bu Yuli sudah selesaikan menyiapkan semua belanjaan Arumi.
"Jadi jumlahnya tiga puluh empat ribu rupiah. Ibu tambahkan di daftar bon kamu dari tiga ratus enam belas ribu ditambah tiga puluh empat ribu rupiah, jadinya tiga ratus empat puluh ribu rupiah." jelas Bu Yuli sembari menjumlah di buku daftar hutangnya.
"Oh, iya Bu. Ternyata banyak sekali ya hutang saya?" ucap Arumi sambil menghela napasnya.
"Makanya, pikirkan baik-baik tawaran ibu tadi!" seru Bu Yuli seraya mengulas senyumnya.
"Iya Bu. Akan Arumi pikirkan nanti saat dirumah." ucap Arumi seraya menganggukkan kepalanya.
Setelah selesai, Arumi segera berpamitan.
"Arumi pulang dulu ya Bu." ucap Arum kemudian.
"Iya, ingat ya kalau kamu siap bekerja bisa mulai besok siang kerjanya. Ibu tunggu lho ya!" balas Bu Yuli sembari mengingatkan.
"Iya Bu, assalamu'alaikum...!" balas Arumi seraya salam untuk pamit.
"Wa'alaikumsalam...!" balas Bu Yuli seraya mengulas senyumnya saat melihat kepergian Arumi yang membawa belanjaannya.
Arumi melangkahkan kaki menuju ke rumahnya, dengan perasaan lega dan senang.
"Hm... Mungkin saatnya aku bekerja, iya aku harus menghidupi diriku untuk tetap bisa sekolah dan juga kebutuhan makannya tiap harinya." gumam dalam hati Arumi dalam perjalanannya pulang ke rumahnya.
Tak berapa lama Arumi sudah sampai di depan pagar rumahnya, setelah membuka pintu pagar dan menutupnya kembali gadis itu melangkahkan kakinya untuk masuk ke rumah.
Arumi bergegas masuk ke rumah dan melangkahkan kakinya menuju ke dapur untuk memasak belanjaan yang dia bawa.
Sampai di dapur, pekerjaan yang pertama kali dia lakukan adalah mencuci beras. Arumi mengambil setengah dari beras yang tadi dia bawa dari warung Bu Yuli.
...~¥~...
...Mohon dukungannya dan terima kasih telah memberikan Like/komentar/rate 5/gift maupun votenya untuk novel Mendadak Jadi Pewaris ini....
...Semoga sehat selalu dan dalam Lindungan Allah Subhana wa Ta'alla....
...Aamiin Ya Robbal Alaamiin....
...Terima kasih...
...Bersambung...
Sampai di dapur, pekerjaan yang pertama kali dia lakukan adalah mencuci beras. Arumi mengambil setengah dari beras yang tadi dia bawa dari warung Bu Yuli.
Setelah mencuci dan menanak beras tersebut ke dalam penanak listrik, Arumi dengan cekatan mengiris tempe dan juga membuat bumbunya. Tak lupa mendadar telur dan membuat sambal terasinya.
Di sela-sela pekerjaannya, Arumi merebus air dan setelah mendidih dia menyeduh teh dan menyiapkan tiga gelas untuk dituangi teh yang dia seduh itu.
Kurang lebih satu jam pekerjaan dapur dikerjakan oleh Arumi, kemudian dia menyiapkan semuanya ke atas meja makan.
Kemudian Arumi melangkahkan kakinya menuju ke kamar adik tirinya, dimana ibu tirinya sedang membangunkan putrinya yang masih duduk di kelas dua Sekolah Dasar Luar biasa itu.
Adik tiri Arumi mengalami Cerebral Palsy.
Cerebral palsy adalah penyakit yang menyebabkan gangguan pada otot, gerak, dan koordinasi tubuh. Kondisi ini dapat terjadi pada masa kehamilan, ketika proses persalinan, atau di tahun pertama setelah kelahiran.
Gejala Cerebral atau lumpuh otak sangat beragam. Pada tingkat paling parah, cerebral palsy dapat menyebabkan kelumpuhan. Penderitanya mungkin memerlukan peralatan khusus untuk bisa beraktivitas. Penyakit ini bahkan dapat menyebabkan penderitanya tidak mampu berjalan sehingga memerlukan perawatan seumur hidup.
Kerusakan otak pada cerebral palsy bersifat permanen dan tidak bisa disembuhkan. Namun, ada perawatan yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan fungsi saraf yang mengatur pergerakan otot tubuh. Penyakit ini juga tidak akan bertambah buruk, tetapi beberapa gejalanya dapat berubah seiring waktu.
Karena itulah adik tiri Arumi yang bernama Tiana itu selalu di dampingi ibunya ataupun Arumi, jika mau kemana-mana.
Ibu tiri Arumi hanyalah butuh karyawan pabrik konfeksi, yang hari ini dia masuk siang.
"Tok...tok...tok...!"
Arumi mengetuk pintu kamar yang memang sudah terbuka.
"Bu, sarapannya sudah siap." ucap Arumi yang memberitahu, kalau pekerjaannya di dapur sudah siap.
"Ya, sekarang mandikan adik kamu. Dan siapkan semua keperluan sekolah dia!" seru Partinah si ibu tiri Arumi dan ibu kandung Tiana.
"Ba..baik Bu." ucap Arumi yang kemudian dengan cekatan dia melakukan tugas kesehariannya sebelum sekolah.
Gadis itu menggendong Tiana ke kamar mandi dan memandikannya serta memakaikan baju seragam sekolah adiknya.
Setelah itu Arumi mempersiapkan peralatan sekolah Tiana dan setelah itu membopong Tiana ke atas kursi roda dan mendorongnya ke ruang makan. Dimana Ibu tirinya sudah berada di kursi makan dan sudah menyantap sarapannya.
"Ibu, kenapa tak menunggu Tiana? ibu makan duluan?" tanya Tiana yang sudah berada di samping ibunya.
"Ah, nungguin kamu lama! ibu keburu lapar!" seru Partinah yang terus menyantap makanannya.
"Mbak ambilkan ya! setelah itu kakak mau mandi dulu." ucap Arumi yang mengambil piring dan menyiapkan nasi beserta lauknya untuk adik tirinya.
"Iya mbak!" ucap Tiana yang kemudian menerima sepiring nasi beserta lauknya itu, dan kemudian menyendok dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
Setelah itu Arumi melangkahkan kakinya menuju ke kamar mandi dan melakukan ritual mandinya.
Beberapa menit kemudian Arumi sudah selesai mandi dan mengganti pakaiannya. Kemudian dia melangkahkan kakinya ke ruang makan dan sebelumnya mengambil tas yang semalam telah dia persiapkan.
Sesampainya di ruang makan, Arumi tak mendapati ibu tirinya. Sedangkan Tiana sudah selesai makan dan sibuk membolak-balikkan buku pelajarannya sembari menghabiskan minuman teh yang tadi sudah disiapkan Arumi.
"Sudah sarapannya Tia?" tanya Arumi yang mengambil piring dan hendak mengambil nasi.
"Sudah mbak! mbak Arum...!" jawab Tiana sekaligus memanggil Arumi yang selesai mengambil nasinya.
"Ya, ada apa Tia?" tanya Arumi yang penasaran.
"Telur dadarnya habis, dimakan ibu semuanya." ucap Tiana yang memberi jawaban.
"Oh, nggak apa-apa. Kan masih ada tempe dan sambal, itu saja buat mbak Arumi sudah cukup." ucap Arumi yang mengulas senyumnya, walaupun dalam hatinya sedikit kesal. Tapi dia berusaha menutupinya dari adik tirinya itu.
Kemudian Arumi mengambil tempe dan juga sambal terasi yang tadi dia buat. Setelah berdoa, dengan lahapnya Arumi menyantap makanan yang sudah dia buat.
Tak menunggu lama Arumi sudah menyelesaikan makannya. Dan segera dia membereskan sisa makanan dan piring-piring bekas ke dapur.
"Aduh sudah jam setengah tujuh, sebaiknya aku cuci nanti sore saja. Keburu telat!" gumam dalam hati Arumi yang bergegas menyiapkan bekal untuk dirinya dan juga adik tirinya. Setelah itu dia melangkahkan kakinya menghampiri Tiana.
"Tia, buruan! sudah jam setengah tujuh! kamu kan masuknya jam tujuh!" seru Arumi.
"Oh iya kak!" balas Tiana yang membuka tasnya.
Sedangkan Arumi bergegas memasukkan buku-buku Tiana ke dalam tas Tiana dan kemudian Arumi mendorong kursi roda dimana Tiana duduk diatasnya.
"Sepertinya ibu balik tidur lagi Tia! nggak usah pamitan aja!" seru Arumi yang memperhatikan sekitar ruang tamu dan tak mendapati ibu tirinya berada.
"Apa! mau nggak pamitan katamu? Hei, kau anggap apa aku ini hah! dasar anak tak tahu diuntung!" seru Partinah yang kemudian menarik telinga sebelah kanan Arumi.
"Aduh..duh..duh...! sakit Bu!" seru Arumi yang merasakan kesakitan.
"Rasakan!" seru Partinah yang kemudian mengulurkan tangan kanannya ketika Tiana hendak mencium punggung tangannya.
"Ibu, Tiana berangkat ya!" ucap pamit Tiana sehabis mencium punggung tangan ibunya.
"Iya sayang. Yang rajin belajarnya. Nanti ibu akan jemput kamu." ucap Partinah dengan mengulas senyumnya.
"Ibu Arumi berangkat sekolah ya!" ucap Arumi seraya meraih tangan ibu tirinya dan berusaha mencium punggung tangan kanan ibu tirinya itu.
Partinah hanya diam saja dan dia segera mengusap punggung tangannya di pakaiannya, dimana punggung tangan kanannya tersebut sehabis dicium Arumi.
"Kalian tidak ada jatah uang saku! Tiana sudah dibawakan bekal bukan? Dan kamu Arumi, aku nggak mau tahu kalau kamu mau jalan kek atau nebeng kek ke sekolah kamu. Suruh siapa kamu mau lanjutin ke Sekolah menengah Atas? Harusnya itu kamu sampai Sekolah menengah Pertama saja, dan jagain adik kamu! kalau begini kan repot jadinya!" seru Partinah dengan senyum sinisnya.
"Ingat, ibu tidak mau membayari sekolah kamu. Jadi kamu usaha sendiri! mengerti!" seru Partinah yang menatap Arumi dengan tajam.
"I..iya Bu, Arumi mengerti. Dan nanti Arumi pulang sore, karena Arumi mau kerja Bu." ucap Arumi dengan menundukkan kepalanya.
"Kerja? heh kerja apa kamu?" tanya Partinah yang tak percaya dengan perkataan Arumi.
"Iya pokoknya Arumi mau kerja, buat bayar sekolah dan juga hutang kita di warungnya ibu Yuli." jawab Arumi.
"Oh, baguslah! Yang terpenting kebutuhan kita terutama adikmu jangan sampai kamu tinggalkan. Kalau tidak! kamu kamu tidur di luar rumah kalau malam!" ancam Partinah dengan senyum sinisnya.
"I..iya Bu, Arumi paham. Kami pamit Bu." ucap Arumi.
"Hm...!" ucap Partinah tanpa membuka suara.
"Assalamu'alaikum!" ucap pamit Arumi dan Tiana yang bersamaan.
"Wa'alaikumsalam!" balas Partinah yang kemudian masuk ke rumah dan menutup pintu utama rumahnya itu, tanpa melihat lagi kedua putrinya yang melangkahkan kaki meninggalkan rumah mereka.
Arumi mendorong kursi roda dimana Tiana duduk diatasnya, dengan mempercepat langkahnya. Karena jam masuk sekolah mereka sudah mepet, karena itulah Arumi berupaya untuk jangan sampai terlambat.
...~¥~...
...Mohon dukungannya dan terima kasih telah memberikan Like/komentar/rate 5/gift maupun votenya untuk novel Mendadak Jadi Pewaris ini....
...Semoga sehat selalu dan dalam Lindungan Allah Subhana wa Ta'alla....
...Aamiin Ya Robbal Alaamiin....
...Terima kasih...
...Bersambung...
Arumi mendorong kursi roda dimana Tiana duduk diatasnya, dengan mempercepat langkahnya. Karena jam masuk sekolah mereka sudah mepet, karena itulah Arumi berupaya untuk jangan sampai terlambat.
Dengan napas terengah-engah, akhirnya sampai juga di depan sekolah Tiana yang letaknya tak jauh dari tempat tinggal mereka.
"Akhirnya sampai juga Tia!" ucap Arumi yang sedang mengatur napasnya.
"Iya mbak! Tia sudah bisa sendiri kok, mbak Tia cepat sana berangkat ke sekolah! nanti terlambat lagi lho!" seru Tiana yang merasa khawatir pada kakak tirinya.
"Iya setelah aku ketemu sama Bu Mul!" balas Arumi yang menebarkan pandangannya ke sekitar Sekolah Dasar Luar Biasa itu.
"Itu mbak! Bu Mul baru keluar dari ruang guru!" seru Tiana seraya menunjuk ke arah seorang ibu guru yang berusia sekitar lima puluh tahun itu.
Tanpa banyak bicara, Arumi segera mendorong Kursi roda dimana ada adik tirinya untuk menghampiri ibu guru wali kelas Tiana.
"Bu Mul!" panggil Arumi dengan napas terengah-engah.
"Eh, nak Arumi." balas Bu Mul yang sebelumnya menoleh dan mencari sumber suara yang memanggilnya.
"Ma'af merepotkan Bu, seperti biasa Arumi nitip Tiana ya Bu?!" ucap Arumi dengan memohon.
"Iya, ini sudah jadi tugas ibu. Cepat kamu berangkat sekolah! nanti kena hukuman lagi lho!" seru Bu Mul yang sudah hapal kebiasaan Arumi. Terlambat ya hampir tiap hari terlambat sekolah.
"Iya Bu, assalamu'alaikum!" jawab sekaligus pamit Arumi yang kemudian berbalik tanpa menunggu jawaban dari Bu Mul wali kelas Tiana.
"Wa'alaikumsalam!" jawab Bu Mul sambil menggelengkan kepalanya dan tersenyum saat melihat Arumi meninggalkannya.
"Hati-hati mbak!" seru Tiana seraya melambaikan tangannya.
"Iya!" jawab Arumi dengan setengah berlari melangkahkan kaki keluar dari sekolah Tiana itu.
Teruslah Arumi melangkahkan kakinya, dan waktu menunjukkan jam tujuh tepat dan Arumi masih dalam perjalanannya.
Kemudian ada sebuah angkutan umum dan naik angkutan umum itu. Dan dengan terpaksa Arumi merogoh uangnya yang sebetulnya dia simpan untuk kebutuhan lainnya.
"Aduh, sudah telat nih! pasti pintu gerbang sekolah sudah ditutup!" gumam dalam hati Arumi yang sudah turun dari angkutan yang dia tumpangi, dan kemudian dia melangkahkan kaki ke belakang sekolah.
Arumi mengendap-endap masuk ke sekolah melalui pintu keluar masuk pedagang kantin sekolahnya.
"Nak Arumi! telat lagi ya!" seru salah satu ibu-ibu pedagang kantin.
"Sssst....! he..he...he... iya Bu. Jangan bilang siapa-siapa ya Bu, please!" ucap Arumi seraya menangkupkan kedua telapak tangannya menempel didadanya.
"Iya, lekas masuk sana! keburu bapak atau ibu guru masuk!" seru ibu itu sembari mengulas senyumnya.
"Wokey! makasih Bu! nanti Arumi bantu deh melayani pembeli!" seru Arumi seraya melangkahkan kaki ya dengan tergesa-gesa.
"Janji ya!" seru si ibu itu.
Sementara Arumi menunjukkan kedua jari jempolnya dan terus berlari menyusuri lorong sekolah, dimana jalan yang menu ke kelasnya.
Sesampainya di depan kelasnya, Arumi mencoba untuk mengintip keadaan di dalam kelas dari balik pintu.
Suasana kelas sangat riuh, pertanda belum ada guru yang hadir dalam kelas tersebut.
"Ah, sepertinya Bu guru Iswati belum hadir! jadi aman deh!" gumam Arumi yang kemudian membuka pintu perlahan-lahan.
Dan memang belum ada guru yang hadir, dan semua teman sekelas Arumi menyoraki Arumi. Bahkan ada yang melempari Arumi dengan kertas yang sengaja dikepal-kepal.
"Dasar tukang telat!"
"Dasar lelet!"
"Kurang ya jam tidurnya!"
"Idola kok tukang telat!"
"Wah, jangan-jangan dia mampir ke tempat lain sebelum ke sini!"
"Hu....u....!"
Demikianlah seruan atau bullyan dari teman-teman Arumi dan semua itu tak di gubris oleh Arumi.
Gadis itu tetap dalam langkahnya menuju ke bangkunya dan mendapati teman sebangkunya yang bernama Cicilia yang biasa dipanggil Sisil itu sudah berada di tempat duduknya dan sudah siap dengan buku-buku pelajarannya.
Sisil adalah gadis yang dari keluarga berada, namun sedang diposisi yang mengkhawatirkan. Dimana papanya Sisil, mempunyai wanita idaman lain. Demikian pula ibunya yang juga mempunyai laki-laki idaman lain.
Sisil tumbuh bersama neneknya yang juga istri pensiunan AURI. Dan Sisil selalu terpenuhi kebutuhannya.
Walaupun begitu, Sisil tumbuh menjadi pribadi yang pemalu dan lebih pastinya kurang percaya diri. Mana lagi dia selalu menggunakan kacamata tebal dalam setiap penampilannya, karena penglihatanya yang sedari kecil memang mengalami rabun jauh.
Sisil suka membaca dan juga dia selalu juara di setiap ujian kelas, dimana Arumi selalu membayanginya dan tetap di juara dua.
Walaupun juara dua di sekolah, Arumi selalu mendapat bea siswa. Sedangkan Sisil tidak mendapatkan karena dia memang putri dari pemilik Yayasan sekolah dimana mereka menimba ilmu.
Keduanya memang teman sebangku, bersahabat sekaligus saingan dalam hal pelajaran dan juga rangking guna tetap mendapatkan bea siswa dari sekolah itu untuk Arumi. Sedangkan bagi Sisil, dia akan membuktikan pada semuanya, walaupun dia anak pemilik yayasan tapi dia juga mampu berprestasi di tengah kekalutan yang menimpa keluarganya.
Dari semangat mereka itulah, prestasi keduanya selalu diunggulkan oleh para guru. Namun hanya satu yang disayangkan oleh para guru pada Arumi. Yaitu karena Arumi selalu terlambat saat masuk sekolah.
"Selamat pagi Sisil!" ucap salam Arumi saat akan duduk di kursinya.
"Eh, pagi juga Arumi!" balas Sisil yang menoleh ke sumber suara seraya membenarkan posisi kacamatanya.
"Kamu sedang mengerjakan apa?" tanya Arumi seraya mengambil buku pelajaran yang sesuai dengan jadwalnya. Dan kemudian meletakkannya diatas meja yang ada dihadapannya.
"Ini cuma baca ulang materi yang kemarin di sampaikan oleh Bu Iswati." jawab Sisil tanpa melihat ke arah Arumi.
"Ohw!" ucap Arumi yang paham apa yang dikatakan oleh Sisil, se!mbari memasukkan tas-nya di dalam laci meja, dihadapannya.
"Eh, Arumi! kenapa sih nggak balas seruan kami tadi?" tanya salah satu teman, satu kelas Arumi.
"Menjawab seruan kalian? huh, apa untungnya!" seru Arumi yang membalas pertanyaan dari temannya.
"Hei, berani kurang ajar dengan kami ya!" seru teman-teman Arumi yang tadi membully Arumi.
"Dari pada aku menjawab seruan kalian, lebih baik aku buka kembali buku pelajaran. Itu lebih penting daripada keinginan kalian!" seru Arumi tanpa menggubris omongan teman-temannya yang saat ini dihadapannya. Gadis itu membuka buku-bukunya, dan hal itu membuat sebagian dari temannya sedikit kesal.
Salah satu temannya yang karena kesal dengan sikap Arumi, menarik Arumi dan mengakibatkan gadis itu terjatuh ke samping. Tepatnya di gang antar meja.
"Brugh...!"
"Aduh!" seru Arumi yang mengaduh kesakitan karena tubuhnya yang menghantam ke lantai.
"Ha ..ha...ha....!" suara tawa teman-temannya yang nampak riuh.
"Tok ..tok...tok...!"
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu.
Namun tetap saja suara ketukan pintu itu tertutup oleh riuhnya teman-teman satu kelas Arumi yang sedang menggoda Arumi.
...~¥~...
...Mohon dukungannya dan terima kasih telah memberikan Like/komentar/rate 5/gift maupun votenya untuk novel Mendadak Jadi Pewaris ini....
...Semoga sehat selalu dan dalam Lindungan Allah Subhana wa Ta'alla....
...Aamiin Ya Robbal Alaamiin....
...Terima kasih...
...Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!