"Bagaimana Kinayu, sudah tiga semester kamu nunggak membayar kuliah. Bapak sudah tidak bisa membantu banyak. Jika saya membiarkan terus seperti ini, yang lain akan iri sama kamu."
"Lalu saya harus bagaimana Pak? Orang tua saya benar-benar tidak ada uang, kami sedang mengalami kesulitan ekonomi. Apa tidak bisa di beri waktu satu bulan lagi Pak, saya akan mencari pekerjaan kerja untuk membayarnya." Dengan tatapan sendu Kinayu memohon agar tetap di ijinkan untuk berkuliah seperti biasa.
"Tidak bisa Kinayu, untuk sementara kamu kami liburkan dulu sampai kamu bisa kembali membayar. Maaf sekali jika saya harus memberimu keputusan ini. Karena saya pun sudah di tanyakan oleh pihak keuangan kampus. Dan sudah tak bisa lagi menutupi semuanya."
Kinayu menarik nafas dalam, dia beranjak dari kursinya setelah pihak kampus memintanya untuk pulang. Raut kesedihan tercetak nyata, ia hanya bisa pasrah seandainya cita-citanya meraih sukses harus terhenti sejenak.
Gadis cantik asal Jawa dengan nama lengkap Kinayu Primaningtyas adalah anak pertama dari dua bersaudara. Putri dari Bapak Prima dan Ibu Tyas. Seorang pengusaha furniture yang merintis dari nol hingga di kenal di pasaran dan mampu menembus pasaran internasional.
Tapi siapa sangka, karena kecerobohan Pak Prima bekerja sama dengan sahabatnya yang baru bertemu kembali setelah bertahun-tahun tidak ada kabar. Ternyata berujung kebangkrutan. Pak Prima merugi hingga berhutang kasana kemari untuk menutupi kerugian karena modal yang ia titipkan di bawa kabur hingga barang-barangnya habis tak tersisa.
Kinayu berjalan menuju parkiran untuk mengambil motor dan berniat segera pulang. Saat ini ia ingin segera masuk kamar dan menangis sejadi-jadinya. Dia perempuan yang ceria dan banyak di senangi teman karena masuk ke dalam deretan mahasiswi berprestasi. Tak banyak gaya, ramah dan tak pelit ilmu.
Belum sampai di parkiran, kedua sahabatnya berlari mengejar dan menghentikan langkah kakinya.
"Ada apa?" Kinayu menatap kedua sahabatnya, Arum dan Novi yang kini sedang mengatur nafas karena sejak tadi mereka lelah mencari Kinayu yang tiba-tiba menghilangkan.
"Mau kemana?" tanya Arum yang sudah mampu menguasai diri.
"Pulang."
"Loh kok pulang?" tanyanya lagi.
"Iya Kin, habis ini kita ada dosen baru yang katanya super tampan dan masih muda. Ya walaupun sudah beristri, tapi nggak apa-apa lah lumayan buat cuci mata," sambung Novi.
"Aku tuh udah di suruh pulang, masak iya mau masuk kelas cuma pengen liat itu dosen baru. Nggak lah...."
"Siapa yang nyuruh pulang?" tanya keduanya kompak.
"Aku udah nunggak 3 semester, Pak Wahyu udah nggak bisa bantu aku lagi. Udah kalian masuk kelas sana. Aku mau balik, mau tidur, capek, pusing!"
"Tapi Kin...."
"Udah kalian nggak usah mikirin aku, berdoa aja ada Dewi Fortuna yang singgah di bumi dan membantu semua kesulitan yang keluarga ku hadapi. Ya udah ya aku pulang!"
Tanpa mendengarkan seruan kedua sahabatnya Kinayu memutuskan untuk segera mengambil motornya, motor kesayangan pemberian dari Bapak saat dia berulang tahun ke 17, yang tak akan ia jual sesusah apapun hidupnya.
"Kinayu!" seruan dari orang yang sangat familiar di hidupnya. Dua tahun berpacaran hingga kini mereka saling mencintai walaupun di tengah kesibukan masing-masing yang tidak bisa membuat mereka selalu berduaan seperti pasangan muda mudi lainnya.
"Satria," sapa Kinayu dengan senyum yang ia paksakan. Sedih saat ingat ia semakin sulit untuk bertemu karena harus break kuliah.
"Kamu mau kemana?"
"Pulang."
"Loh...kenapa? aku baru sampe masak kamu pulang. Sakit?" Satria menempelkan punggung tangannya di kening Kinayu.
"Aku nggak sakit," Kinayu meraih tangan Satria kemudian tersenyum manis padanya. "Aku emang harus pulang, Pak Wahyu udah minta aku buat cuti dulu sampe semua tunggakan aku ke bayar."
"Sayang, apa nggak bisa di pertahankan lagi? ayo kita cari sama-sama, kita cari kerja paruh waktu. Yang penting biaya kuliah kamu terbayar."
"Aku nggak mau ngerepotin kamu, lagian udah nggak di kasih waktu lagi dari pihak kampus. Nggak apa-apa, jangan khawatirkan aku. Aku bisa tetap belajar walaupun nggak masuk kuliah."
Satria menarik nafas dalam, kemudian ia mengecup kening Kinayu dengan sayang. "Maaf aku nggak bisa banyak bantu kamu, aku di sini merantau. Dan kiriman dari ayah aku hanya cukup untuk biaya kuliah, kos dan biaya hidup aku sehari-hari."
"Iya aku ngerti, kamu nggak usah merasa bersalah begini. Ya sudah sana masuk, aku mau pulang dulu ya. Bye...."
Kinayu naik ke motornya kemudian segera meninggalkan kampus tercinta. Air mata yang sejak tadi ia tahan sudah tak terbendung lagi. Hingga sampai dirumah matanya sembab dengan hidung memerah.
"Assalamualaikum Bu...."
"Wa'allaikumsalam, loh kok sudah pulang nduk?"
"Iya Bu, Kinayu di suruh pulang sama pihak kampus," Kinayu duduk di kursi meja makan, mengambil tempe goreng yang tersedia di atas meja dan memakannya.
"Maafkan Bapak ya nak, karna bapak kamu harus putus kuliah."
"Nggak apa-apa Bu, Kinayu masih bisa lanjutin kalo sudah terbayar lunas. Besok Kinayu akan cari kerja. Bapak mana Bu?"
"Bapak pergi mencari pinjaman uang, rumah kita juga terpaksa di jual. Pabrik dan kantor sudah di sita, sekarang bapakmu sedang di kejar-kejar oleh pihak konsumen yang sudah memberikan uang banyak tapi gagal di kerjakan. Jika tidak segera mendapatkannya bapak akan di tuntut."
Kinayu mengalihkan pandangannya saat melihat air mata ibu menetes. Ia tidak tega melihat ibunya bersedih. Sudah lama mereka bertahan dengan menggali lubang tutup lubang tapi bukannya hutang mengecil malah justru semakin lebar dan banyak dimana-mana.
"Sekolah Bagus bagaimana Bu?"
"Bagus terpaksa putus sekolah, mungkin bisa lanjut tapi di kampung. Dan itu juga mencari gratisan nak."
Bagus, adik dari Kinayu yang duduk di bangku SMA kelas XII. Sebentar lagi akan ujian tapi harus putus sekolah. Sesak dada Kinayu membayangkan wajah kekecewaan sang adik.
"Lalu kita pindah ke kampung semua?"
"Tergantung bapak, jika bapak dapat pinjaman kita akan pulang kampung. Tapi jika tidak, bantu ibu untuk menebus bapakmu nanti jika menjadi tahanan ya."
Luruh sudah air mata Kinayu, tak terbayang semua akan hancur bersamaan. Mau mencari kemana uang ratusan juta dalam waktu sehari, bahkan di beri waktu setahun pun belum tentu akan mendapatkannya dengan mudah. Kecuali jika ada orang yang berbaik hati memberi karna sudah kebanyakan uang.
Hingga malam menjelang Bapak belum juga pulang, Kinayu, Bagus dan juga Ibu menunggu dengan perasaan cemas. Tepat pukul 10 malam bapak pulang dengan pespa butut kesayangannya, hasil dari buka kotak saat pengantin baru dengan ibu.
"Assalamualaikum...."
"Wa'allaikumsalam...." seru mereka berbarengan.
"Minum dulu Pak," mendengar suara motor bapak Kinayu segera mengambilkan segelas air putih.
"Makasih nak."
"Pak, mau makan?" tanya Ibu, di lihat dari raut wajah bapak, sudah dapat di duga jika Bapak tak mendapat pinjaman.
" Bapak sudah kenyang Bu, tadi bapak di ajak makan oleh orang yang baik hati."
"Siapa Pak?" tanya ibu penasaran.
"Orang yang akan membantu kita."
"Alhamdulillah....." Ibu, Kinayu dan Bagus, bernafas lega. Kemungkinan bapak akan selamat dari hutang dan tagihan di depan mata.
"Tapi....." ucapan bapak terputus, raut sedih semakin terlihat. Membuat ketiganya tegang menunggu ucapan bapak selanjutnya.
"Bapak terpaksa menjual Kinayu untuk membayar semua hutang dan ganti rugi yang harus di bayarkan besok."
jeguer
Sepanjang malam Kinayu tidak bisa tidur, ia masih teringat dengan ucapan Bapak yang memohon padanya. Sebagai anak Kinayu tak akan tega jika membiarkan keluarganya kesusahan. Tapi di jadikan alat penebus hutang membuat hati kecil Kinayu seakan ingin memberontak.
Baru beberapa jam Kinayu tertidur, dia harus kembali terjaga saat mendengar suara ketukan pintu dan panggilan dari luar. Kinayu beranjak dari tempat tidur dengan mata menyipit membuka pintu kamar yang sejak semalam ia kunci.
"Mbak, melek dulu apa! itu belek dimana-mana, ini udah siang mbak, masih aja merem."
"Kamu ngomel mulu sich dek, nggak capek apa itu bibir. Aku semalam tuh nggak bisa tidur, emang udah jam berapa sich?"
"Udah jam 9 Mbak!"
"Apa?" Kinayu melebarkan bola matanya, "kenapa kamu baru bangunin Mbak?" kesal Kinayu.
"Mbaknya aja yang susah di bangunin, aku udah bolak balik gedorin pintu kamar Mbak, tapi Mbak tidur kayak kebo kekenyangan. Susah banget di banguninnya."
"Mbak telat kalo gini, kan ada kuliah pagi. Mana dosen killer lagi. Aduh gimana donk?" Kinayu panik sendiri. Ia lupa jika dirinya sudah tidak boleh masuk kuliah selama tunggakkan belum terbayarkan.
"Mbak lupa kalo kita udah nggak nerusin pendidikan lagi? hari ini aja ibu cuma goreng tempe buat sarapan mbak." Bagus mencoba mengingatkan dengan hati tak karuan. Raut wajah sendu dari kakaknya seketika terlihat.
"Iya mbak lupa," lirih Kinayu. "Bapak bagaimana?"
"Di luar sudah ada orang yang akan membantu kita, bapak minta mbak buat siap-siap, semua keputusan ada di mbak. Bagus nggak apa-apa kalo emang harus putus sekolah yang penting mbak nggak salah ambil keputusan. Tapi....Kita harus ikhlasin bapak seandainya benar-benar orang itu menuntut dan menyeret bapak ke penjara." Bagus begitu lemah jika mengingat ancaman yang di berikan oleh pihak pembeli yang sudah memberikan banyak uang pada Bapak.
Bukan salah orang itu seandainya menuntut, dia merasa di bohongi. Tapi salah bapak yang sejak awal percaya pada sahabatnya saat sekolah dulu. Tanpa bapak tau ternyata ia di tipu. Sejak awal sudah diingatkan oleh ibu, tapi bapak tak mendengarkan. Sekarang hanya penyesalan hingga membuat anak istri menanggung beban. Terutama Kinayu yang harus berkorban.
Setelah rapi Kinayu turun kebawah untuk berkumpul dengan keluarganya di ruang tamu. Langkahnya sempat terhenti saat melihat sosok tampan dengan wajah tegas dan tubuh gagah. Ciptaan Tuhan yang terlihat begitu sempurna tanpa celah. Kinayu kembali melangkahkan kaki dan duduk di samping Bagus.
"Ini putri saya, Kinayu ini Pak Yudha yang menawarkan diri untuk membayar semua hutang bapak dan kerugian Ibu Desi, tapi dengan syarat. Bapak harus memberikan kamu kepadanya, sebagai penebus hutang yang telah beliau bayarkan."
"Dan jika kamu bersedia menerima tawaran itu, kamu dan adikmu bisa kembali meneruskan pendidikan kalian. Serta Pak Yudha juga akan memberikan modal lagi pada Bapak untuk merintis kembali usaha bapak yang sempat bangkrut."
Kinayu menatap tak percaya, sosok pria tampan di depannya ini bersedia membelinya dengan harga yang begitu mahal. Sedangkan mereka baru bertemu, akan di jadikan sebagai apa dirinya. Apa menjadi budak? atau akan di kirim lagi ke luar negeri untuk di jual kembali...
Kinayu menatap Ibunya yang sejak tadi menunduk dengan sesekali mengusap air matanya. Kemudian beralih ke adiknya yang juga menatap dengan tatapan teduh. Dan terakhir ke bapak yang tak kalah sendu, dia tau Bapak menjadi orang yang paling bersalah akan ini semua.
"Boleh saya bertanya pada anda?"
"Silahkan!"
Kinayu memberanikan diri menatap wajah datar yang begitu dingin tapi tak menyurutkan sisi ketampanan di dirinya.
"Apa yang mendorong Anda untuk membeli saya? Keluarga kami tak mengenal anda, tapi dengan mudah anda menolong dengan uang yang tidak sedikit. Apa kah setelah anda membeli saya anda anak menjual saya kembali? atau menjadikan saya budak seumur hidup?" Kinayu memberanikan diri untuk bertanya.
Mendengar penuturan dan pertanyaan dari Kinayu, Yudha tersenyum tipis, hampir tak terlihat jika saja tak melihat lebih dekat.
"Kinayu, jaga sikap kamu nak!" Bapak mencoba memperingati.
"Tidak apa-apa Pak, Kinayu berhak bertanya. Saya tidak akan menjualmu kembali atau menjadikanmu pembantu. Jika kamu menerima penawaran dari saya, berarti kamu sudah menjadi milik saya. Dan saya akan menikahi kamu!" Yudha tersenyum di balik kata-kata yang datar. Tapi itu membuat Kinayu bergidik ngeri. Senyum penuh misteri.
Menikah?
Kinayu menggelengkan kepala, dia tidak mungkin menikah dengan pria asing. Ini konyol namanya, bukan keberuntungan menjadi istri seseorang pria tampan dan kaya raya tapi Kinayu semakin curiga dengan apa tujuan di balik pria itu menikahinya.
"Bagaimana nak?"
Kinayu menoleh ke Bapak, keraguan di wajah Kinayu begitu terlihat. "Satria Pak?" lirihnya.
"Satria pasti akan mengerti, kamu melakukan ini untuk membantu Bapak dan keluarga bukan untuk mengkhianatinya."
Kinayu beralih menatap Ibu, menggenggam tangan Ibu yang sejak tadi hanya menunduk dengan tubuh bergetar.
"Bu...."
"Lakukan sesuai isi hatimu nak, Ibu nggak akan memaksa."
BRAK
Semua terkejut saat Bu Desi datang bersama dengan kedua ajudannya. Begitu pula dengan Yudha, dia heran dengan siapa tamu yang datang dengan tidak sopan.
"Bapak Prima! mana uang yang bapak janjikan? saya kesini ingin mengambilnya!"
"Maaf Bu, tapi uangnya belum ada." Bapak berdiri dengan ketakutan sedangkan Kinayu memeluk Ibu dan Bagus dengan kaki gemetar.
Prang
Bu Desi membanting vas bunga yang ada di meja, membuat Bapak semakin menundukkan kepala. Sedangkan kedua ajudannya kini menarik Bapak dan memberi pukulan di wajah beliau.
Melihat perlakuan dari dua ajudan Bu Desi membuat Kinayu terpaksa menerima tawaran dari Yudha. Dia berlari dan meraih tangan pria itu.
"Pak, tolong bapak saya. Saya mau seberapapun bapak membeli saya, tapi saya mohon tolong bapak saya." Kinayu terisak dengan menatap wajah datar Yudha.
Yudha tak menjawab, dia segera menghentikan aksi kedua ajudan ibu Desi yang memukul Pak prima hingga babak belur.
"HENTIKAN!"
Bu Desi meminta kedua ajudannya untuk menghentikan aksi mereka dan melepas Pak Prima hingga jatuh tersungkur ke lantai. Kinayu, Ibu, dan Bagus segera berlari mendekati.
"Bapak...." seru ketiganya kemudian memeluk Pak Prima.
"Siapa anda?"
"Saya yang akan membayar kerugian anda. Ketikan berapa jumlah uang yang masuk ke rekening Pak Prima." Yudha menyodorkan ponselnya, kemudian dengan senang Bu Desi mengetikkan jumlah uang kerugian yang telah ia berikan pada Pak Prima.
Setelah kepergian Bu Desi, Pak Prima dan keluarga begitu lega. Mereka kembali duduk di sofa. Bapak menangis memeluk Kinayu.
"Maafin Bapak nak..."
"Iya Pak, mungkin sudah jalan hidup Kinayu seperti ini." Kemudian bapak beralih menatap Yudha.
"Pak Yudha, terimakasih sudah membantu saya," ucap Bapak tulus.
"Tidak perlu berterimakasih Pak, karena semua akan setimpal dengan harga anak bapak. Besok saya akan kesini lagi dan akan ada MUA untuk merias Kinayu."
"Maksudnya Pak?" Bukan Bapak yang bertanya tetapi Kinayu yang ingin memastikan jika semua tak secepat itu.
"Besok saya akan menikahimu!" Pak Yudha segera beranjak dari duduknya. Ia ingin segera menyelesaikan urusannya yang lain.
"Tapi Pak...." Kinayu mengejar Yudha hingga berhenti di ambang pintu.
"Sebagian uang sudah saya berikan dan sisanya akan saya transfer ke rekening Bapak kamu. Dan saat itu juga kamu menjadi milik saya! Bukannya seperti itu transaksi jual beli?"
Setelah membereskan urusan dengan keluarga bapak Prima, Yudha melajukan mobilnya menuju rumah mewah milik kedua orangtuanya. Rumah keluarga Bapak Damar Prasetya dan juga Ibu Arini.
Sesampainya di sana Yudha langsung mendapatkan tatapan tajam dari kedua orangtuanya. Kabar dirinya yang ingin menikahi Kinayu terdengar oleh kedua orang tuanya lewat asisten pribadi yang bernama Dion.
Yudha menyalami kedua orangtuanya, ia tetap sopan walaupun tau akan ada perdebatan.
"Kenapa harus dia Yudha?" mamah yang sudah tidak tahan ingin bertanya segera melontarkan pertanyaan pertama yang Yudha tau arah pembahasannya.
"Dia perempuan baik-baik Mah." Jawabnya datar dengan pandangan ke depan. Sedangkan Papah masih diam menyimak.
"Tapi dia bukan dari keluarga yang sama derajatnya seperti kita Yudha! apa kata keluarga Silvi nanti jika kamu memilih poligami dengan wanita yang kamu beli karena lilitan hutang orangtuanya!"
"Aku tidak perduli Mah, tujuan awalku untuk memenuhi keinginan Mamah! Aku ingin anak-anakku lahir dari wanita baik-baik. Sekalipun aku harus membeli dia dengan jumlah yang mahal!" tegas Yudha.
"Tapi tidak begitu caranya Yudha, kita orang terpandang yang di hormati. Keluarga Mamah dan Papah menikah dengan keluarga yang bibi bebet bobotnya jelas. Apa kamu tidak berfikir, seleramu turun drastis dari Silvi yang seorang model papan atas sekelas internasional turun ke anak pengusaha furniture yang banyak hutang."
"Dia hanya istri kedua dan aku menikahinya bukan karena cinta dan selera yang Mamah bilang tadi. Lagi pula percuma memiliki istri cantik seorang model tapi tak bisa memenuhi semua kebutuhanku. Bahkan selama 5 tahun menikah dia tak kunjung memberi Mamah cucu kan? dia sibuk dengan dunianya. Jika aku tak memikirkan Mamah dan Papah mungkin sejak dulu sudah aku ceraikan dia."
"Yudha!" sentak Papah.
"Ucapan Yudha benar Pah, andai Papah ada di posisi Yudha, Yudha yakin Papah akan melakukan sesuatu yang lebih dari Yudha. Mamah wanita sempurna, tapi istri yang kalian pilihkan untukku hanya sibuk mengurus dunianya tanpa tau bagaimana suaminya. Begitu Mamah menekanku untuk memberikan kalian cucu. Bagaimana bisa jika istriku jarang pulang?"
Kedua orang tua Yudha terdiam, memang benar Silvia sangat-sangat sibuk. Bahkan tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya Silvi mengakui jika dirinya tak dapat memiliki anak. Sedangkan Yudha adalah pewaris tunggal yang di tuntut kedua orangtuanya memiliki keturunan dari darah dagingnya sendiri.
"Besok aku akan menikahinya, aku tidak meminta kalian datang untuk merestui kami. Yang terpenting tujuanku menikahinya dan memberikan kalian cucu yang banyak dapat terwujud. Anak dari darah dagingku sendiri."
Yudha keluar dari rumah kedua orangtuanya, kepalanya nyeri memikirkan hidupnya yang terlalu di atur hingga ruang geraknya begitu sulit. Selama ini Yudha hanya diam menurut apa yang kedua orangtuanya perintahkan. Hingga ia muak saat dirinya yang terus di cecar dengan permintaan mamah yang menginginkan cucu. Sedangkan istrinya sibuk sendiri dan tak perduli.
Yudha sendiri tidak yakin jika Silvi benar sulit memiliki anak, tapi dia tak ingin banyak bertanya yang berujung perdebatan. Hingga kali ini Yudha berontak, Ia memutuskan mengajar di kampus milik orangtuanya dengan tujuan mencari wanita baik-baik untuk ia jadikan istri kedua.
Ternyata keberuntungan berpihak padanya, di hari pertama mengajar ia mendengar Kinayu yang membujuk Pak Wahyu untuk di beri kesempatan tetap masuk kuliah di tengah tunggakan SPP yang sudah telat 3 semester.
Meminta Dion untuk mencari tau siapa Kinayu hingga ia meminta untuk bertemu Pak prima yang kebetulan sedang mencari pinjaman uang.
Sore hari, Bapak Prima dan keluarga di kejutkan dengan beberapa orang yang datang untuk mendekor rumah mereka. Kinayu melebarkan pandangannya saat bagian depan ruangan di sulap menjadi pelaminan yang begitu Indah. Dia seakan tak percaya, pernikahan ini benar akan terjadi.
Lalu bagaimana dengan Satria...
Kinayu menangis di kamarnya, sejak tadi Satria menghubungi tetapi tak kunjung Kinayu terima. Hatinya bimbang, dia tak tega akan menyakiti pria sebaik Satria. Dua tahun berpacaran harus kandas karna hutang. Hingga panggilan ke empat kali, Kinayu memutuskan untuk mengangkatnya. Kinayu menarik nafas dalam kemudian menatap layar ponsel yang menunjukkan wajah cemas Satria.
"Ya Allah yank, kenapa nggak di angkat sich telpon aku. Aku udah hampir mau ke rumah kamu loh!"
"Maaf, aku tadi ketiduran. Ada apa?"
"Aku mau ajak kamu jalan akhir pekan, udah lama kan kita nggak jalan bareng. Gimana? mau ya?"
"Iya..." Kinayu tak dapat menolak. Padahal besok statusnya saja sudah berubah menjadi istri orang.
"Ya udah kalo gitu kamu tidur lagi ya, aku mau belajar dulu. Mimpi indah cantik...."
"Iya, kamu jangan malam-malam ya tidurnya, biar besok pagi nggak kesiangan."
"Iya sayang, bye....."
Tangis Kinayu pecah saat panggilan sudah ia matikan. "Maafin aku satria, bukan kehendaku untuk menyakiti kamu, aku mencintamu." tangis Kinayu menemani malam terakhirnya menjadi lajang.
Hingga keesokan harinya, Kinayu yang sudah bangun sejak subuh segera menyiapkan diri untuk di rias oleh pihak MUA yang sudah mendatangi kamarnya.
Duduk di depan meja rias dengan tatapan hampa. Merasakan sapuan demi sapuan dari kuas yang kini menghias wajah.
"Mbak Kinayu sudah cantik, tak perlu banyak make up sudah nampak kecantikannya. Natural sekali mbak Kinayu ini, pasti nanti Pak Yudha di buat pangling melihat kecantikan mbak."
"Makasih Tante," jawab Kinayu singkat.
Gaun pengantin sudah membalut tubuh mungilnya, serta sanggul modern dan make up yang menambah kecantikan seorang Kinayu Primaningtyas.
Hatinya berdebar saat Ibu menjemputnya karena mempelai pria sudah datang dan siap melaksanakan ijab kabul. Langkahnya membawa Kinayu turun menuju ruang tengah yang kini menjadi tempat untuknya melaksanakan prosesi sakral dengan pria yang baru ia kenal.
Di dampingi Ibu Kinayu mendekati kursi yang telah di sediakan dan duduk di sebelah Yudha yang tak sekalipun mau menatap.
"Saya terima nikah dan kawinnya Kinayu Primaningtyas binti Bapak Prima dengan mas kawin tersebut di bayar tunai."
Dengan sekali tarikan nafas, Yudha mengucapkan ijab untuk kedua kalinya. Kata sah menggema, semua saksi dan para kerabat serta tetangga yang menyaksikan ikut mendoakan agar pernikahan keduanya di lindungi hingga maut memisahkan.
Air mata Kinayu kembali menetes saat untuk pertama kali ia mencium tangan pria selain bapaknya. Hingga debaran di jantungnya begitu kencang saat benda kenyal singgah di kening begitu dalam.
Begitupun dengan Yudha, hatinya berdesir merasakan hal yang beda ketika mencium kening Kinayu. Kemudian kedua mata mereka sempat bertemu dan dengan cepat Kinayu menundukkan kepala.
Ramah tamah serta ucapan dari semua sanak saudara dan tetangga yang hadir lancar terucap. Kinayu hanya tersenyum dan mengaminkan dalam hati. Walaupun ini pernikahan yang tidak ia inginkan tapi ia bercita-cita untuk menikah sekali seumur hidup.
"Nak Yudha Bapak titip Kinayu ya, jika dia salah tolong tegur dengan baik. Bapak tau dia telah utuh menjadi milik nak Yudha, tapi bapak mohon jangan sakiti dia."
"Akan saya usahakan."
"Bu....." masih dengan gaun pengantinnya Kinayu memeluk ibunya dengan erat. Entah kapan mereka akan kembali bertemu, Ibu pun tak kuasa menahan air mata. Hingga bagus ikut memeluk keduanya.
"Hati-hati ya mbak, kalo ada apa-apa hubungi Bagus," bisik bagus di telinga Kinayu.
Yudha memboyong Kinayu untuk pulang kerumahnya. Membawa dua koper yang berisi beberapa helai pakaian karena Yudha melarangnya membawa banyak serta buku kuliah dan beberapa barang pribadi yang ia anggap penting.
Tepat pukul 8 malam mereka sampai di rumah mewah milik Yudha membuat perasaan Kinayu semakin tak karuan. Langkahnya sempat terhenti hingga suara bariton dari Yudha membuatnya kembali melangkah masuk kedalam rumah besar itu.
"Ayo cepat masuk! biarkan kopernya nanti ada yang mengurus!"
"I...iya."
Kinayu masuk ke dalam rumah, pandangan pertama jatuh pada wanita cantik yang turun dari tangga dan melangkah mendekati.
Plak
"Dasar pelakor!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!