"Aku mencintaimu Ay, sungguh aku mencintaimu. "
Derasnya air hujan tidak menghalangi langkah Paris untuk mengutarakan cintanya kepada Kiara. mungkin pria ini memang gila, tapi cinta tidak memandang kewarasan seseorang.
Kiara memandang Paris dari lantai atas kamarnya. Gadis itu tidak bergeming sedikitpun saat Paris terus berteriak menyatakan cinta kepadanya. Bukan Kiara tidak peka ataupun bodoh, Kiara juga bukan tidak mengasihani pria itu. Tetapi Kiara tidak ingin memberi harapan yang tidak mungkin Kiara berikan.karena sesungguhnya Kiara tidak mencintai Paris. Kiara juga tidak ingin persahabatan antara keduanya hancur karena cinta, yang menurut Kiara tidak penting baginya.
Kiara menutup jendela kamarnya saat seorang menepuk bahu gadis itu.
"Nak, setidaknya kamu temui paris. Bicara padanya, kasian dia di luar kehujanan. Dia bisa sakit Kia. " ucap Adel, Ibu Kiara.
"Ma, Kiara tidak mengerti kenapa Paris bisa sebodoh itu. Dia sudah tau jika Kia tidak mungkin mencintai dia, bahkan dia juga tau jika Kia membenci laki-laki. Itu semua karena Papa! " ujar Kiara
Masa lalu Kiara terhadap sang ayah memang buruk, terutama saat ayahnya melakukan tindak KDRT terhadap Ibu-Nya. Sejak saat itu Kiara tidak pernah ingin mengenal cinta, Kiara bahkan bersumpah tidak akan membutuhkan laki-laki di dalam hidupnya.
"Nak, mama mengerti apa yang kamu rasakan. Tetapi semua bisa di biacarakan baik-baik." Adel mengusap punggung Kiara. "Kalian sudah lulus sekolah, sebentar lagi kalian akan melanjutkan kuliah bukan? itu berarti kalian harus memulai kedewasaan kalian dari saat ini. Nak, jangan sampai kamu menyesal suatu saat nanti. Mama yakin kamu mengerti apa yang Mama katakan. "
Setelah mengatakan itu Adel meninggalkan kamar putrinya. Kiara menatap ke arah jendela, melihat hujan masih saja turun dengan deras. Tapi Kiara masih enggan untuk menemui Paris. Biarlah kali ini Kiara dianggap keras kepala, ini semua Kiara lakukan hanya untuk memberi pelajaran pada sahabatnya itu. Karena sekali Kiara memutuskan sesuatu, ia tidak akan menariknya kembali.
*****
Suara kicau burung terdengar begitu berisik, sinar mentari pagi pun mulai masuk ke sela-sela jendela. Kiara mengerjapkan matanya saat sinar mulai mengenai matanya.
Kiara merenggangkan otot-otot badannya yang terasa pegal. pada saat Kiara melihat ke jendela ia baru ingat jika Paris masih ada di luar, seketika itu Kiara berlari menuju balkon kamarnya.
"Hahhhh." Kiara menarik nafas panjang saat ia tidak menemukan Paris di bawah. Ia merasa lega karena Sahabatnya itu ternyata tidak sebodoh itu.
"Kia, buruan mandi nak. bukannya hari ini ada perpisahan di sekolah. " suara Adel terdengar menggema di seluruh ruangan.
Kiara yang baru saja ingat jika ada perpisahan di sekolahnya langsung berbegas pergi ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian Kiara turun dengan pakaian yang seharusnya dipakai saat perpisahan sekolah.
"pagi mah. " sapa Kiara
"Hmmm, pagi juga sayang. " balas Adel.
Adel menatap putrinya sambil menyuap sarapan di depannya. Kiara yang merasa di perhatikan merasa sangat tidak nyaman. pastilah Kiara tau maksud tatapan mamanya.
"Kia, Ma_
" Gak usah di bahas Mah. Kiara malas! lagian setelah ini juga pasti semua akan baik. Kiara yakin jika Paris itu cuma sedikit gila, nanti juga waras lagi. " ujar Kiara memotong kata yang akan keluar dari bibir Mamanya
Adel tersenyum mendengar ucapan putrinya. Tapi Kiara tidak tau apa yang akan terjadi setelah hari ini, entah putrinya akan menyesali ini atau malah sebaliknya.
"Jika kamu seyakin itu, Mama tidak akan bicara apapun lagi. Tapi Mama hanya akan mengingatkan kamu sayang, jika ketulusan tidak datang dua kali. " Adel menatap Kiara dengan senyum penuh arti.
Kiara menarik nafas panjang, entah kenapa napsu makannya menjadi hilang seketika. " Kiara sudah selesai Mah. Kiara pamit. "
Kiara bangkit dari tempat duduknya, memutari meja makan lalu mencium tangan Adel. Setalh itu Kiara berlalu begitu saja.
Adel melihat langkah putrinya semakin menjauh. Kini putri kecilnya itu sudah tumbuh menjadi gadis dewasa. Adel tau ia tidak bisa memaksakan kehendaknya. hanya saja sebagai seorang Ibu Adel takut jika putri satu-satunya itu akan menutup dirinya seumur hidup hanya karena kesalahan dirinya dan juga suaminya dulu.
Kiara tiba di depan gerbang sekolang, ia menatap bangunan di depannya. Mengingat hari yang ia lalui selama 3 tahun menempuh pendidikan. Suka dan duka Kiara lalui bersama tiga sahabatnya yaitu, Amel, Dian dan juga Paris. Kiara tersenyum mengenang masa itu, tapi mengingat apa yang terjadi tadi malam membuat senyum Kiara seketika sirna.
"Kia." suara familiar terdengar menyapa Kiara yang masih temenung di tempatnya.
"Lo sendiri aja, biasanya sama Paris!" ujar Amel saat ia sampai di hadapan Kiara
"Ehhh, iya. gue sengaja berangkat lebih pagi biar gak telat. Lagian ini hari terakhir kita di sekolah kan. " ujar Kiara.
"Hmmm, bener juga. Masuk yuk, tunggu Dian sama Parisnya di dalem aja. " ajak Amel
Kiara mengangguk sambil mengikuti langkah Amel.
Keduanya masuk ke dalam lingkungan sekolah, mereka mulai bergabung bersama teman-teman sekelas mereka. Amel milat jam yang melingkar di tangannya sambil melihat ke arah gerbang.
"Ki, kok Paris sama Dian belum datang ya? coba lo telepon Paris deh. biar gue yang telepon Dian. "
Kiara melihat ke arah pintu gerbang. Ia sebenarnya juga khawatir, tapi Kiara tau jika Paris pasti kecewa dengannya. atau mungkin Paris sakit karena semalam ia kehujanan.
"Ki, Dian gak angkat telepon dari gue. Lo gimana? ada kabar dari Paris gak? "
"Gak Mel, apa mereka gak datang ya? "
"Kira-kira mereka kemana ya? apa kita samperin mereka sepulang sekolah. " ujar Amel
"Ok deh, kita ke rumah Dian aja dulu. " Amel menganguk. Mereka kembali fokus ke depan, karena acaranya sudah dimulai sejak tadi.
Setelah pembagian ijazah keduanya langsung pergi ke rumah Dian. mereka sampai sekitar pukul 3 sore. Tapi sesampainya disana mereka malah mendapati rumah itu kosong. beberpa tetangga mengatakan jika Dian pergi ke luar kota bersama keluarganya dan sudah berangkat pagi tadi.
"Kenapa Dian gak ngasi tau kita ya. " ujar Amel saat mereka masuk ke dalam mobil.
"Udah lah, paling ada urusan mendadak. nanti juga pasti dia ngubungin kita." ujar Kiara berfikir positif.
"Kita kerumah Paris? " tanya Amel.
"Gak usah deh, besok aja. Gue capek. " ujar Kiara
Amel mengangguk, karena Amel juga merasa lelah. Gadis itu memacu mobilnya menuju rumah Kiara. Setlah mengantar sahabatnya itu Amel pun bergegas pulang.
Kiara masuk ke dalam rumah dengan dada berdebar, entah kenapa ia merasa gelisa. Kiara merasa ada yang kurang di dalam dirinya. tapi Kiara mencoba untuk menangkan diri.
Kiara masuk ke dalam kamar tanpa mengatakan apapun. Gadis itu menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. menutupi wajahnya dengan bantal, mencoba menghilangkan fikiran buruk.
.
.
1 Januari 2021
Kisah baru di mulai
Kiara berdiri di depan sebuah gundukan tanah, memegang sebuah buket bunga yang ia beli di persimpangan jalan. Tatapan gadis berusia 26 tahun itu seperti kosong, tidak ada sedikitpun gurat kebahagiaan disana setelah sang ibu meninggalkan nya 1 Tahun yang lalu.
Kiara berjongkok, meletakkan bunga yang ia bawa di atas makam Adel. Tidak ada kata yang mengiringi peletakan bunga itu, hanya di letakan begitu saja.
Ingin sekali Kiara menangis dan berteriak, mengingat begitu sulit kehidupan yang ia jalani selepas kepergian sang mama. Tetapi apalah daya Kiara, ia hanya bersyukur karena Mamanya sudah tidak merasakan sakit lagi. Meski terkadang rasa rindu menyeruak, membuat Kiara harus menangis sendirian.
Hari ini adalah tahun baru pertama Kiara tanpa seorang Ibu. setelah kesalahannya bebera tahun yang lalu membuat Kiara kehilangan dua sahabatnya yaitu Dian dan Paris.
Kiara tidak pernah tau jika penolakannya terhadap Paris membuat pria itu pergi untuk selamanya dari kehidupannya. Entah Paris itu memang pria bodoh atau memang cintanya terlalu besar untuk Kiara. tetapi yang Kiara tau surat terakhir untuknya meyakinkan Kiara jika pria itu tidak pernah bercanda dengan semua ucapannya.
Kiara masuk ke dalam rumah berukuran sedang yang ia tempati setelah ibunya meninggal. Bukan tanpa alasan Kiara pindah dari rumah besarnya. Selama dua tahun terakhir Kiara menghabiskan waktu dan uangnya untuk merawat Adel yang mengidap penyakit kanker stadium akhir.
Kiara selalu berharap jika Ibunya akan sembuh, tetapi apalah daya seorang manusia jika kahidupan setiap makhluk ada di tangan Tuhan. Kiara pasrah saat dokter mengatakan kondisi Ibunya semakin menurun, sampai akhirnya Adel menghembuskan nafas terakhirnya di pelukan Kiara.
Kiara menatap foto yang terpajang di atas meja kamarnya. dua foto terpenting dalam hidup Kiara, yang mungkin Kiara sesali hingga saat ini.
Kiara mengambil satu foto yang memperlihatkan kebahagiaan empat anak sekolah. Ya, foto itu ialah foto yang diambil beberapa tahun yang lalu, dimana keempatnya masih bersama sebelum Paris menghancurkan persahabatan mereka.
Tangan Kiara mengusap foto itu dengan dada bergemuruh. Hati kecil Kiara tidak bisa berbohong jika ia sangat merindukan para sahabatnya. Tapi mungkin kini Kiara hanya bisa berharap.
Kiara kembali meletakkan foto itu di tempatnya lalu beralih menatap jam yang bertengger di dinding kamarnya. Waktu menunjukkan pukul 2 siang, waktunya Kiara bersiap untuk pergi bekerja.
Kiara bekerja di sebuah cafe tidak jauh dari rumahnya. Ia tidak bisa mencari pekerjaan yang lebih baik dari itu karena ia hanya memiliki ijazah SMA. Tetapi Kiara tetap bersyukur karena ia masih bisa menghidupi dirinya sendiri tanpa harus mengemis di jalanan.
Kiara masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan tubuhnya yang terasa lengket. Setelah selesai gadis itu langsung memakai pakaian kerjanya dan berangkat.
Kiara berjalan menuju Cafe tempatnya bekerja, ia tidak pernah menggunakan jasa umun atau yang lainnya. Karena bagi Kiara ia masih memiliki kaki untuknya berjalan sampai di tempatnya bekerja.
Setengah jam kemudian Kiara sampai di tempatnya bekerja. Seperti biasa Kiara mengerjakan apa yang harus ia kerjakan. raut wajah Kiara tidak akan berubah meski ia di tuntut ramah dalam melayani para costumer.
"Ki, bisa antar makanan ini ke meja nomor 4." ujar Sinta, salah satu teman sift Kiara
"Hmmm, tentu. "
Kiara mengambil nampan yang sudah terisi beberapa pesanan meja nomor 4. Dengan wajah datar Kiara berjalan menuju meja yang di tuju. Disana Kiara melihat tiga orang yang terdiri dari dua orang pria dan 1 orang wanita.
Kiara mencoba menetralkan wajahnya saat sampai di depan meja.
"Permisi, maaf ini pesanan kalian. " ujar Kiara.
Kiara memindahkan makanan dari nampan itu ke atas meja tanpa menatap pemilik pesanan itu.
"Silahkan dinikmati. " ujar Kiara yang hanya memperhatikan dua orang di hadapannya
Dan saat tubuh Kiara berbalik, pandangan jatuh pada sosok pria yang duduk membelakangi nya sejak tadi.
Wajah Kiara sedikit terkejut begitupun pria itu. Tapi Kiara mencoba untuk tetap tenang meski hatinya berkata lain. Kiara hanya mengangguk lalu pergi meninggalkan meja itu.
Tetapi satu tatapan tidak pernah berhenti tertuju pada sosok Kiara.
"Sayang, are you ok? " tanya Quinn. Gadis cantik yang sedang memperhatikan tatapan Paris.
Ya pria yang sedang berada di meja no 4 itu ialah Paris. Pria itu begitu banyak perubahan. Dulu tatapan pria itu begitu lembut, tapi sekarang matanya sangat tajam. Tidak ada sedikitpun senyum di wajahnya, hanya wajah angkuh dan juga dingin.
"Hmm, aku baik. Mari kita makan. " ujar Paris dan langsung menyantap makanan yang ada di depannya.
Di sisi lain Kiara memperhatikan pria yang sudah hampir 6 tahun mungkin lebih menghilang dari kehidupannya. Kiara tidak menyangka jika akan bertemu Paris di tempat ini. Kiara berpikir jika ia tidak akan bertemu lagi dengan pria itu. Tetapi ada yang membuat Kiara aneh, tatapan Paris yang menurutnya sudah berubah. Paris yang sekarang berbeda dengan yang dulu.
pukul 10 malam
Cafe sudah mau tutup, seluruh karyawan memebereskan meja dan kursi sembari menunggu pelanggan terakhir keluar. Esok pagi mereka yang bekerja malam ini harus kembali esok paginya. Jadi mereka harus membersihkan cafe agar esok mereka tidak terlalu sibuk.
"Ki, lo mau gue antar pulang? " Sinta menghampiri Kiara yang sedang mengambil tasnya di loker.
"Gak usah Sin, gue balik sendiri aja. " jawab Kiara
"Lo yakin? "
Kiara tersenyum samar sambil mengunci lokernya. " Yakin Sin. Udah biasa juga kan. " ujar Kiara meyakinkan
"Hahhhh, yaudah deh. Kalau gitu Gue duluan ya Ki. " ujar Santi sambil melambaikan tangannya
Kiara pun membalas lambaian tangan Santi.
Mungkin ada banyak karyawan di cafe itu, tapi hanya Santi yang bisa dijadikan Kiara teman. Karena menurut Kiara, Santi sosok yang baik dan juga simple. Santi tidak pernah melampaui batasan sebagai seorang teman, ia juga tidak pernah ingin tau masalah Kiara. Karena itulah Kiara merasa nyaman berdekatan dengan Santi.
Seperti biasa sepulang bekerja Kiara selalu mampir di minimarket 24 jam yang ada di dekat rumahnya. Kiara membeli beberapa keperluan untuk dirinya yang sudah mulai habis. Kiara juga selalu membeli mie instan untuknya, bagi Kiara ia harus bisa menghemat pengeluaran karena gajinya tidak sebanyak yang orang pikirkan.
Kiara harus bisa belajar hemat jika ia tidak ingin kelaparan selama menunggu gajinya turun lagi.
Sebelum kembali ke rumah biasanya Kiara akan duduk di depan minimarket untuk sekedar beristirahat. Pelayanan minimarket pun sudah terbiasa dan akrab dengan Kiara. Bahkan mereka kagum akan kesederhanaan yang Kiara miliki.
Karena sangat jarang seorang garis yang memiliki paras cantik bisa sesederhana itu.
.
.
.
.
Pagi bertemu malam, siang bertemu sore. Sementara itu tidak ada yang menyangka jika masa kelam bisa kembali seiring berjalannya waktu.
Sosok pria tampan, berperawakan sempurna tengah berdiri di atas balkon kamarnya. Wajahnya tampak tenang, tatapannya tajam dan memiliki rahang tegas.
Paris, pria itu sedang memperhatikan beberapa orang di bawah yang terlihat sibuk menghias rumahnya. Entah apa yang ada di dalam fikiran pria itu, tapi sepertinya tidak berada dalam pandangannya.
Sebuah tangan menyentuh bahu Paris, hingga pria itu tersadar jika matahari mulai naik.
"Apa yang sedang lo fikiran, hmm? " Tanya Dian
Gadis yang dulunya memiliki sifat seperti laki-laki kini sudah berubah menjadi gadis anggun dan juga cantik. Mungkin Jika Kiara melihatnya ia tidak akan bisa mengenali Diana yang sekarang.
"Tidak ada, gue hanya sedang melihat para pekerja itu bekerja. " bohong Paris.
"Benarkah? " Dian mengikuti arah pandang Paris untuk memastikan ucapan pria itu
"Lo yakin dengan keputusan ini? " tanya Dian sambil berbalik dan menyandarkan punggungnya di tepi balkon
"Kenapa gue harus ragu. Semua sudah menjadi keputusan gue, jadi tidak ada yang perlu di ragukan. " ujar Paris dingin.
Dian tersenyum simpul, ia tahu apa yang ada di hati sepupunya itu. Karena selama beberapa tahun belakangan ini Paris tidak pernah bisa melupakan Kiara, meski saat ini sudah ada Quinn.
"Ya, seorang Paris tidak akan pernah merubah keputusan nya. Karena dalam hidup seorang Paris, keputusan itu diambil sekali. Begitupun dengan Cinta."
Paris memalingkan wajahnya melihat ke arah Dian. Sementara gadis itu sudah berjalan keluar dari kamarnya. Paris mengerti yang di katakan Dian, dan ia mengingat bagaiamana pertemuannya semalam dengan gadis yang sudah mencuri hati dan menghancurkan hatinya beberapa tahun lalu.
Paris tidak pernah tahu bagaimana kehidupan Kiara setelah ia meninggalkan gadis itu. Paris juga tidak pernah mencari tahu bagaimana kehidupannya meski Paris sudah kembali ke kotanya beberap bulan ini.
Dan semalam entah kenapa Paris ingin tahu bagaimana Kiara saat ini setelah ia melihat Kiara di cafe malam itu.
Paris sudah menyuruh orang kepercayaan nya untuk menyelidiki Kiara. Bukan karena Paris perduli, tetapi ia hanya ingin tau saja.
...****************...
Di ruang tamu yang besar dan terlihat mewah, sudah berkumpul keluarga besar Paris. Disana semuanya terlihat sangat bahagia. Bagaimana tidak, pewaris tunggal perusahaan besar akan bertunangan dengan seorang putri tunggal dari pemilik rumah sakit terkemuka di kota itu.
Paris berjalan menuruni anak tangga menuju ke tempat keluarganya berkumpul.
"Ehhh, calon pengantin kita udah bangun rupanya. " goda Kevin. sepupu jauh Paris.
"Hmmmm, yang mau tunangan. " imbuh Alea. adik dari Kevin
Paris hanya membalas candaan mereka dengan tatapan biasa saja sambil berjalan menuju ke arah kakek dan neneknya.
"Pagi Kek, nenek. " ucap Paris sambil menyalami tangan mereka.
"Hmmm, pagi sayang." balas keduanya.
"Ris, kamu mau kemana ? sekarang itu hari pertunangan kamu. Gak mungkin kan kamu pergi ke kantor? " tanya Ardi, papa Paris.
"Pertunangan Paris itu sore Pah, dan hari ini Paris ada meeting penting. Paris tidak akan terlambat pulang nanti. " jawab paris.
"Yasudah biarin aja pa, lagian pertunangannya juga kan malam. Pergi lah nak, Tapi ingat jangan terlambat. " ucap Asya, mama Paris.
Paris mengangguk lalu berpamitan pada semuanya.
"Putramu itu sama persis denganmu. " keluh Asya.
"Ya, menantuku benar. Mereka memang mirip. " imbuh Nenek Haja.
"Iya, dia memang putraku. " ujar Ardi dengan nada bangga membuat semua orang disana tertawa geli.
Sementara itu Dian menatap kepergian Paris penuh dengan arti. Gadis itu ingin sekali melihat Paris seperti dulu, seperti saat dimana persahabatan mereka begitu bahagia. Tidak seperti saat ini, Paris seperti seorang pria berbeda dan Dian selalu melihat orang lain dalam diri Paris bukan sepupunya yang dulu selalu penuh tawa dan konyol.
****
Prusahaan Diwal
Pmilik perusahaan besar yang terkenal hampir keseluruh negri kini tiba. Semua karyawan berbaris untuk menyambut pewaris tunggal keluarga Diwal.
Paris turun dari mobilnya dengan pesona yang tidak pernah bosan di lihat para kaum hawa di prusahaan nya. Pesona seorang CEO sudah melekat dalam dirinya sejak Paris mengambil alih perusahaan dari sang ayah yang memilih pensiun lebih awal.
Seluruh karyawan maupun karyawati menunduk hormat saat Paris berjalan melewati mereka. Sesungguhnya Paris tidak suka dengan cara ini, ia lebih suka para karyawannya menyapa seperti biasa. Tetapi entah siapa yang mengubah peraturan di prusahaan itu.
"Dimana Wira? " tanya Paris pada Asistennya saat ia sampai di ruangannya.
"Tuan Wira belum datang Tuan. " jawab Sherly
Paris mengerutkan keningnya. "Kemana dia? tidak biasanya dia belum datang? "
"Tuan Wira sedang ada pekerjaan, dan beliau tidak memeberi tahu saya."
"Hmm, baiklah. kau boleh keluar. " ujar Paris.
"Baik tuan, saya permisi. "
Paris memeriksa handphonenya, ia menerima pesan whatsapp dari Wira. Entah apa isinya, tapi pesan itu membuat dahi Paris mengkerut sempurna.
Pria itu tidak membalas pesan dari Wira, ia menaruh ponselnya di atas meja tidak jauh darinya. Setelah itu ia memulai pekerjaan sembari menunggu info dari informan yang ia tugaskan untuk mecari informasi tertentu.
Pukul 2 siang Paris memutuskan untuk pulang, karena Ibunya terus saja menelponnya. Ia tidak ingin mengecewakan wanita yang begitu ia sayangi dan hormati di dunia ini. Paris hanya ingin kebahagiaan wanita itu. tidak ada lagi tujuannya dalam hidup, setelah kekecewaannya terhadap satu wanita yang membuatnya hancur beberapa tahun ini
Sebelum pulang, Paris berpesan kepada Sherly agar Wira meng-handle pekerjaannya setelah pria itu kembali. Karena hati ini Pekerjaan di kantor sangat banyak, bahkan untuk perusahaan kecilnya saja harus ia juga yang mengontrol.
Paris masuk ke dalam mobil sport nya lalu melaju dengan kecepatan tinggi menuju kediaman Diwal. Sungguh hari yang melelahkan, tapi Paris tidak mau mengeluh. Semua kesibukan yang ia jalani hanya demi melupakan masa lalunya. Dan Paris berharap tidak akan pernah bertemu Kiara lagi.
Satu jam berlalu, mobil Paris tiba di halaman rumah. Kang dekorasi sepertinya sudah pulang, terlihat di halaman rumahnya sudah tidak ada satupun orang.
Paris berlari kecil masuk ke dalam rumahnya yang ternyata sudah tidak ada orang, mungkin semua sedang bersiap.
"Tuan muda sudah pulang. Nyonya berpesan agar tuan segera bersiap. " ujar Bibik anum yang sudah bekerja sejak Paris kecil.
"Mama dimana Bik? " tanya Paris
"Di kamar tuan, mungkin sedang bersiap. " jawab Bikin anum
Paris mengangguk tanda mengerti, ia bergegas naik ke atas untuk mandi. Ia juga tidak ingin mengecewakan keluarganya dan juga Quinn. Gadis yang selalu sabar menunggunya membuka hati.
.
.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!