Johnny adalah salah satu pemilik perusahaan besar terkenal. Dia sudah lama ditinggal istrinya yang meninggal karena kecelakaan tunggal. Johnny tinggal dengan anaknya bernama Haikal, Haikal kini kelas tiga SMA, sebentar lagi dia akan lulus. Tapi Haikal cukup terkenal nakal di sekolah. Nilainya selalu jelek.
“Kal, bisa gak sih jangan balapan. Jangan tawuran, fokus sekolah. Papa tuh Cuma punya kamu.”
“Haikal bilang Haikal itu gak mau sekolah pa. Haikal gak suka.”
“mau jadi apa kamu gak sekolah.”
Johnny sebenarnya masih ingin mengomel dan menasehati anaknya panjang lebar. Tapi dia mendapatkan telepon dari kantor. Johnny pergi meninggalkan Haikal begitu saja.
“halo, ok. Ini saya akan ke kantor.”
Johnny pergi begitu saja meninggalkan anak semata wayangnya. Dia mengendarai mobil Lamborghini hitamnya meninggalkan rumah mewahnya itu.
Brak!
Haikal kesal, ini sengaja dia lakukan. Nakal dan nilainya tak bagus, karena dengan seperti ini, dengan bermasalah, Haikal akan diperhatikan oleh papanya yang super sibuk itu. Haikal bisa menatap papanya lama, berbicara dengan papanya walau itu bertengkar.
Haikal kesal, dia memilih pergi juga. Haikal menelpon temannya. Dia meminta temannya untuk dijemput. Tak lama temannya datang, mereka ke tempat balapan.
Awalnya Haikal balapan liar dengan teman-temannya. Sampai dia menang dan akhirnya mereka mendapat hadiahnya, berupa uang. Mereka memutuskan untuk ke salah satu cafe. Mereka banyak minum disana.
“cerss!”
Mereka tak henti bersorak dan minum. Sampai mereka mabuk. Haikal tak mau pulang. Jadi teman-temannya memesankan hotel untuk haikal. Kebetulan hotel itu juga milik papa ya haikal. Teman Haikal meminta pihak hotel untuk mengantar minuman dingin, air jeruk ke kamar Haikal. Haikal suka itu kalau sesudah mabuk. Seorang pelayan di kirim untuk mengantarkannya.
Namanya Valeri, valery membawakan minumannya ke kamar hotel Haikal. Dia baru saja memencet bel kamar. Hanya ada Haikal disana. Haikal membuka pintunya dengan sempoyongan. Dia malah menarik valery yang cantik ke kamar. Valery mencoba mendorong Haikal.
“tuan jangan, anda mau apa?”
Haikal hilang kendali. Dia menarik badan Valeri, memeluknya dan mencium leher Valeri, sampai memaksa Valeri masuk ke kamar hotel dan meniduri Valeri.
Valeri sudah berusaha keras untuk menolak dan menahan, mencegah apa yang akan Haikal lakukan kepada dia. Tapi tenaga Haikal sungguh jauh lebih kuat dari valeri. Valeri hanya bisa menangis saja ketika Haikal melalukan itu. Dia tahu kalau Haikal adalah anak pemilik hotelnya. Tapi bukan berarti seperti ini.
Haikal sudah puas melakukannya, dia terkapar di ranjang. Valeri masih menangis dan terkejut dengan apa yang terjadi kepada dia. Dia mencoba bangun walau semuanya sakit. Dia mencoba mengambil pakaiannya dan mengenakan pakaiannya kembali. Valeri segera keluar dari sana setelahnya.
Dia hanya wanita sebatang kara yang tinggal di kota. Ayah dan ibunya sudah meninggal sejak satu tahun lalu. Dia benar-benar tak punya siapa pun.
Valeri pulang ke kostannya. Dia ke kamar mandi dan menangis disana. Sampai dia meringkuk di lantai kamar mandi.
“kenapa Tuhan seperti ini kepadaku?”
Dia bahkan sampai tidur disana. Paginya Valeri baru bangun. Dia masih ingat yang semalam. Valeri mengamuk di dalam kamar mandi.
Haikal yang mabuk berat sama sekali tak tahu apa yang terjadi. Dia hanya ingat dia mabuk. Dia terbangun di kamar hotel. Haikal sama sekali tak ingat yang semalam.
***
Dua bulan kemudian
***
Valeri masih bekerja di sana. Tak ada yang tahu apa yang terjadi. Valeri juga tak mau membahas dan mengungkit masalahnya.
Sampai ketika valeri sedang bekerja, beres-beres kamar, tiba-tiba saja dia mual. Dia ke kamar mandi dan muntah-muntah.
Valeri takut apa yang ada dipikirannya terjadi. Dia melihat ponselnya. Date dimana dia melakukan itu dan terakhir kali dia datang bulan. Bagaimanapun Valeri sampai lupa.
“Apa aku hamil?”
Valeri tak yakin. Tapi berharap itu tak akan terjadi. Valeri mengusap perutnya. Dia bergegas menyelesaikan pekerjaannya dan pergi dari kamar hotel itu.
Valeri dapat jatah pulang sore. Dia penasaran apa yang terjadi kepada dia. Kenapa mual, muntah-muntah. Valeri nekat ke apotik.
“Mbak, alat tes kehamilan lima.”
Valeri sengaja beli lima untuk memastikannya saja. Setelah mendapatkannya dia pulang. Dia langsung mencobanya.
“semoga negatif.”
Valeri masih di dalam kamar mandi. Dia mencoba ke limanya. Dia sedang berharap-harap cemas. Ketika dia buka satu, hasilnya dua garis. Ketika dia buka yang kedua dan seterusnya.
“positif, aku hamil. Bagaimana ini? Apa harus digugurkan saja? Aku takut. Aku gak mau bunuh bayi yang gak berdosa.”
Valeri memeluk perutnya. Dia mengambil semuanya dan melihatnya dengan seksama lagi di kamar. Dia tak yakin, dia memutuskan ke dokter untuk lebih akuratnya.
Malamnya Valeri langsung ke dokter. Dia diperiksa disana dan benar, hasilnya dia positif hamil. Hamil anak pemilik hotel itu?
“bagaimana ini?”
Valeri tak punya pilihan, dia mau pertanggung jawabannya. Valeri dengan mudah mendapatkan alamat rumah pemilik hotel. Malam-malam dia naik taxi dan ke rumah itu.
Rumah yang besar dan megah. Haikal tak pernah ada di rumah. Dia baru akan pulang pagi untuk berangkat sekolah. Adanya sang papa, bibi yang membukakan pintu.
“maaf saya mau ketemu Haikal.”
“den Haikal gak ada di rumah mbak.”
“Kenapa Bi?”
Johnny tak sengaja mendengar itu. Dia kebetulan kebawah mau ambil minum.
“ini tuan ada tamu dari den Haikal.”
“Biar saya saja bi. Bibi silakan kembali ke dapur.”
Johny yang menemui valeri, walau takut, tapi valeri memberanikan diri. Dia menunjukkan hasil tesnya.
“apa ini? Apa maksud kamu?”
“tuan, maaf, ini anak Haikal. Haikal malam itu ke hotel, saya bekerja disana, saya ditarik ke kamat begitu saja dan-“
Johnny tak percaya, Haikal sampai melakukan ini. Johnny mau buktinya. Valeri yakin ada cctv yang merekam hari ini.
“Halo, lihat cctv.”
Johny langsung menelepon pihak hotel. Dia mau cctv ditangkal itu. Banyak bukti yang Johnny temukan, dari mulai bercak darah di kasur Haikal hari ini, dia banyak bertanya kepada pelayan yang bertugas hari itu.
“ada saksi lain? Bagaimana saya percaya kalau itu anak Haikal, anak saya?”
Valeri mengambil foto Haikal yang tidur di ranjang untuk bukti sebelum dia mau pergi tapi kembali. Ada temannya juga yang dia ceritakan. Teman dekat sesama pelayan hotel.
“gugurkan bayinya. Saya akan bayar berapa pun.”
“Saya tidak mau. Kalau anak anda tidak mau tanggung jawab saya bisa menyebarkan foto ini dan juga semuanya saya ceritakan ke publik.”
Johnny tak mau masa depan Haikal hancur. Dia mencoba bernego dengan Valeri. Tak ada cara lain lagi kecuali Haikal bertanggung jawab, bukan Haikal tapi dirinya.
“Jangan sampai haikal tahu. Dia tak ingat kamu kan? Biar saya saja yang bertanggung jawab. Anak saya masih SMA, saya tidak mau masa depan dia hancur. Cukup dengan kehilangan mamanya hidup dia sudah hancur.”
Valeri mau marah. Tapi dia juga paham perasaan Haikal, anak SMA yang kehilangan mamanya, dia juga paham perasaan papanya haikal yang tak kalah tampan dari anaknya itu. Valeri mengangguk.
“Katakan saja kalau kita sudah lama menjalin hubungan, saya meniduri kamu dan kamu hamil anak saya.”
Bibi membuatkan minuman. Bibi juga mendengar semuanya. Johnny selalu mengatakan apa pun kepada bibi, bibi sudah seperti orang tua untuk dirinya yang juga yatim piatu, nenek bagi Haikal.
“Bi, jangan cerita ya ke Haikal?”
“iya tuan.”
Bibi pergi setelahnya. Johny menceritakan rencana dia. Karena mereka mengaku sebagai pasangan kekasih yang saling mencinta jadi Johny berharap valeri bisa memerankan perannya dengan baik.
“termasuj harus manis dengan anda kah tuan? Apa anda tidak risih?”
“harus tidak, untuk anak saya. Besok saya akan ke hotel, kamu juga ikut. Saya akan meminta semua karyawan untuk menutupinya dari haikal. Jadi tolong bekerja sama. Kita ke klinik dan cek kandungan kamu.”
“sekarang kamu mau pulang atau bagaimana, minum dulu silakan.”
Valeri mengangguk. Dia mengambil minumannya, meneguknya. Setelah itu dia pamit. Baru berdiri kepalanya sudah pusing. Sejak tadi pun pusing sedikit, tapi ini semakin parah. Dokter bilang biasa kalau hamil muda, suka pusing dan juga mual, muntah-muntah.
“Kenapa?”
Johnny sebenarnya laki-laki yang baik dan penyayang. Dia melihat Valeri yang hampir jatuh. Dia segera menangkan tubuh Valeri.
“maaf tuan, saya suka pusing tiba-tiba.”
“saya tahu. Istirahat disini saja kalau mau. Besok biar kita langsung berangkat sama-sama ke hotel. Taxi kamu masih menunggu di depan ya?”
Johny juga pernah menemani mamanya Haikal hamil. Dia tahu itu. Valeri mengangguk. Johnny meminta Valeri untuk duduk lagi. Dia ke depan dan menemui supir taxinya. Johnny membayar ongkos taxinya dan meminta taxinya pergi.
Hanya ada kamar miliknya dan kamar Haikal. Karena kamar yang lain juga belum dibersihkan. Johnny kembali ke ruang tamu.
“Bisa jalan?”
Johnny mengulurkan tangan kepada Valeri. Valeri mencoba meraihnya dan berdiri dengan bantuan Johnny. Tapi dia pusing lagi dan hampir jatuh.
“maafkan saya, tapi boleh saya gendong kamu ke kamar?”
Valeri menatap Johnny. Papanya sangat sopan, kenapa anaknya seperti Haikal. Valeri pasrah. Dia juga ingin cepat berbaring dan istirahat. Johnny pun menggendong Valeri ke kamar. Naik ke lantai atas. Dia meminta bibi untuk membereskan meja tamu.
“selamat beristirahat. Tolong jangan katakan apa pun kepada anak saya. Kita lakukan dengan rencana saya.”
Mereka sudah sampai di kamar Johnny, karena tak ada kamar lain. Terpaksa Johnny membawa Valeri ke kamarnya. Dia menurunkan valeri dengan hati-hati. Valeri mengangguk kepada Johnny. Johnny membenarkan selimutnya dan pergi meninggalkan kamarnya.
“saya ada di kamar sebelah, ruang kerja saya. Kalau butun sesuatu telepon saya saja. Ada telepon rumah, tekan angka dua untuk menelpon ke seluruh telepon di rumah ini.”
“iya taun.”
Valeri menjawab dengan lirih. Johnny pun pergi ke ruang kerja. Dia duduk di ruang kerja, mengeluarkan foto dia dan sang istri dulu, mendiang mama haikal.
“Kenapa haikal senakal dan sehancur ini hidupnya. Aku harus bagaimana sayang? Maafkan aku karena tak bisa membuat Haikal menjadi anak yang bahagia.”
“Aku tahu dia nakal pasti karena dia tak bahagia hidup denganku. Harusnya bukan kamu yang meninggal dulu, tapi aku saja. Haikal lebih butuh kamu.”
Johnny tidur di sana. Dengan memeluk tubuh istrinya. Dia juga hanya tidur di tempat duduk, di kursi kerjanya.
Haikal juga tak pulang malam ini. Sampai pagi, dia baru pulang setelah jam enam pagi.
***
6.00 rumah Johnny
***
“Bi, air jeruk ya.”
Haikal baru pulang. Dia ke dapur menemui bibi yang sedang membuatkan sarapan.
“Papa mana? Aku mau ngomong sama papa. Di kamar ya?”
Haikal ke kamar papanya begitu saja. Bibi mencoba mencegahnya.
“tuan, disini dulu saja. Mau minum dulu kan?”
“Ada apa sih bi? Aku mau ke kamar papa aku sendiri kok.”
Haikal mencoba menepis tangan bibi. Bibi tak tahu harus bagaimana. Dia membiarkan Haikal pergi begitu saja.
Haikal ke kamar papanya. Valeri belum bangun karena kepalanya masih sakit. Johnny terbiasa bangun pagi, dia ke kamar setelah dari ruang kerja. Johnny mau ke kantor dan ke rumah sakit nanti, dia bersiap mau mandi. Johnny hanya melirik Valeri yang sedang tidur. Dia ingat bagaimana istrinya dulu hamil Haikal untuk pertama kalinya, dia banyak tidur dan cepat capek. Pasti sama yang dirasakan.
“pa.”
“kal, sudah pulang. Ada apa ke kamar?”
Johnny tidak mengunci pintu kamarnya. Dia menoleh kaget ketika anaknya itu masuk ke kamar dia begitu saja. Johnny melihat Valeri. Haikal juga.
“papa bawa cewek ke rumah dan tidur di kamar papa? Di ranjang mama sama papa?”
Haikal marah. Dia mencoba mendekati valeri dan menarik paksa Valeri untuk bangun. Valeri kaget dan terbangun.
“bangun, cewek murahan.”
Valeri kaget melihat Haikal. Valeri kesakitan karena ditarik paksa Haikal untuk bangun. Johnny maju dan menepis tangan anaknya itu.
“haikal, jangan kurang ajar sama calon mama kamu. Dia pacar papa, yang akan segera papa nikahi. Dia sedang hamil adik kamu.”
Johnny mencoba menahan haikal yang menatap valeri dengan kesal. Valeri menunduk meringis mengusap perutnya yang sakit karena tegang. Valeri masih duduk di ranjang, di belakang Johnny yang tinggi dan berdiri di depan dia.
“hamil adik aku? Hahaha... Gila ya papa. Aku gak habis pikir sama papa. Papa, ck.”
Haikal pergi dari sana. Johnny memeriksa valeri. Dia berjongkok di depan valeri. Johnny refleks menggenggam tangan valeri dan mengusap perut Valeri. Dia ingat istrinya dulu juga sering kram perut.
“Kamu gak apa-apa? Perutnya sakit banget? Mau ke klinik sekarang saja? Atau mau aku panggilkan dokternya ke sini?”
“aku panggil saja. Aku takut kamu kenapa-napa.”
Johnny mengambil ponselnya. Dia baru mau menelpon dokternya mending sang istri ketika hamil dulu. Tapi valeri menahan tangan Johnny.
“tidak apa-apa tuan. Ini sudah tidak sakit. Kita juga nanti mau ke klinik kan.”
“ok. Saya kunci pintu dulu supaya haikal tidak masuk begitu saja dan melukai kamu. Saya mau mandi soalnya.”
Johnny mengunci pintunya dari dalam. Dia masuk ke kamar mandi. Valeri diam saja menatap Johnny yang beraktivitas seperti biasa.
Sampai Johnny selesai mandi. Dia keluar hanya dengan handuk yang melilit dibagian bawah tubuhnya. Valeri tak sengaja melihat itu. Dia menunduk malu melihat Johnny, badannya bagus.
Johnny keluar dari kamar mandi. Dia sama sekali tak malu atau pun tak terganggu dengan adanya Valeri. Valeri yang justru merasa malu. Walau sibuk kantor Johnny suka sekali olahraga dan menjaga bentuk juga kebugaran tubuhnya. Makannya tubuh Johnny itu termasuk yang bagus.
Valeri yang memalingkan muka karena malu melihat Johnny yang tak memakai baju, hanya memakai handuk mandi saja dibawahnya.
“Kamu tidak mau mandi?”
“Iya ma. Saya mandi di kostan saya saja tuan. Saya juga tidak bawa baju ganti.”
“Pakai baju mendiang istri saya mau? Oh iya, nanti di depan haikal jangan panggil saya tuan ya.”
“Iya tuan.”
Johnny mencari bajunya di lemari sambil dia ngobrol dengan Valeri. Akhirnya Valeri pun mandi di kamar mandi Johnny. Dia masuk ke kamar mandi. Valeri juga sudah sangat gerah.
“Hati-hati di kamar mandi. Jangan sampai jatuh.”
Valeri kaget mendengar Johnny berteriak seperti itu. Bahkan dalam sekejap Valeri sudah merasa kalau dia menyukai Johnny. Mencinta Johnny.
“Iya tuan.”
Valeri menjawab dengan gugup. Dia menyelesaikan mandinya. Johnny yang mengambilkan pakaian untuk Valeri. Itu pakaian hamil milik mendiang istrinya. Dia menaruhnya di ranjang.
Valeri sudah selesai mandi. Tapi dia lupa, dia hanya menggunakan handuk. Bagaimana dia keluar dengan seperti itu, hanya dibalut handuk.
“Tuan, maaf. Tapi bisa meminta bajunya?”
“Iya. Ini, semoga muat sama kamu. Tapi sepertinya badan kamu tak jauh berbeda dengan badan istri saya, hanya sedikit pendek kamu.”
Valeri hanya berani melihat dari kamar mandi. Dia membuka pintu kamar mandinya sedikit. Johnny malah tersenyum karena lucu saja melihat sikap wanita itu. Dia memberikan baju yang sudah dia pilihkan untuk Valeri. Dia sebisa mungkin memalingkan muka. Johnny sepertinya tahu kalau Valeri malu.
“Saya bukan mau kurang ajar. Tapi saya menunggu kamu disini karena haikal bisa saja nekat. Saya tidak mau kamu celaka karena anak saya lagi. Saya tidak mau haikal menjadi orang jahat nantinya.”
Valeri menutup pintunya setelah mendapatkan baju dari Johnny. Dia mengganti bajunya di dalam kamar mandi. Johnny masih ada di depan kamar mandi dan mengatakan itu. Valeri mengangguk mengerti alasannya.
“iya tuan. Saya mengerti.”
Valeri mencoba menjawab dari balik pintu. Tak lama dia keluar setelah menggunakan pakaian lengkapnya. Johnny tersenyum melihat Valeri yang memakai baju mendiang mamanya haikal. Dia jadi merasa mama Haikal ada lagi.
“tuan.”
Johnny sampai melamun menatap Valeri. Sampai Valeri memanggil dia dan terpaksa menepuk pundak Johnny. Dia baru mengangguk.
“iya, ada apa?”
“tuan melamun?”
“tidak. Kita ke bawah, sarapan dulu. Kamu bisa sarapan?”
Valeri mengangguk. Dia lapar, rasanya memang ingin sekali makan banyak. Johnny mau keluar dari kamarnya, tapi dia kembali mundur dan meraih tangan Valeri tiba-tiba. Membuat sang pemilik tangan terkejut.
“kita harus pura-pura didepan Haikal kan?”
“ahh, iya tuan.”
Valeri suka lupa dengan itu. Dia mengangguk mengerti. Valeri ikut saja digandeng oleh Johnny. Johnny membukakan pintunya dan keluar bersama dengan Haikal.
“Tunggu, aku mau cek haikal di kamarnya dulu. Kamu mau turun dulu atau bagaimana?”
“turun saja.”
Valeri Johnny melepaskan tangan valeri. Johnny tadinya mau menyusul Valeri dan menggandeng dia turun. Tapi dia hanya melihat dari atas. Valeri turun dengan hati-hati. Dia ke arah dapur. Dapur kelihatan langsung dari tangga. Johnny masuk ke kamar Haikal.
“kal, papa mau ngomong sesuatu.”
“apa? Mau nikah? Ya udah nikah aja. Kan sudah hamil juga kan pacaran papa itu. Papa gila ya hamilin cewek, Cuma buat alasan bisa nikah aja kan.”
Haikal sudah mandi dan sedang mengenakan baju seragam dia. Berdiri di depan cermin. Haikal hanya melihat papanya dipantulan cermin.
“ini semuanya untuk kamu kal. Papa lakukan ini untuk kamu.”
“untuk aku apa pa? Cuma kepuasan papa sendiri kan? Bisa-bisanya papa lupain mama.”
“memamgnya mama bahagia lihat kamu nakal seperti ini?”
Haikal tak perduli. Dia mengambil tas sekolahnya dan pergi dari hadapan sang papa. Bahkan menenggor bahu sang papa dan berjalan melewatinya.
“Kal, jangan kasar dan jangan sentuh mama baru kamu. Kalau sampai kamu menyakiti dia.”
“apa?”
Haikal tak perduli. Dia menjawab sambil berjalan pergi. Johnny takut haika nekat. Dia ikut haikal turun. Melihat haikal sepanjang jalan menuju ke ruang makan.
“den, es jeruknya. Gak mau sarapan dulu den?”
Bibi yang menyambut haikal. Valeri diam, dia tadinya membantu bibi untuk menyiapkan makanan. Tapi berhenti ketika melihat haikal. Saat melihat dia, kenangan malam itu kembali terputar di otaknya. Valeri takut sebenarnya melihat Haikal. Dia yang sedang memasang minumannya tiba-tiba menjatuhkan gelasnya begitu saja.
“sayang.”
Johnny yang lari ke arah Valeri. Dia menarik Valeri untuk mundur agar tidak kenapa pecahan kacanya.
“ck, sayang.”
“Gak Bi, maaf gak sarapan dulu. Gak nafsu makan.”
Haikal kesal melihat papanya dan wanita itu. Bisa-bisanya di depan depan saling memanggil sayang. Haikal hanya mengambil minumannya, setelah itu dia pergi setelah menghabiskan minumannya.
Valeri ketakutan dan diam saja. Setelah haikal pergi Johnny kembali bersikap seperti biasa. Valeri tak sadar kalau jempolnya terkena pecahan gelasnya.
“tuan, itu kaki nona berdarah.”
Bibi yang memberitahu. Johnny meminta Valeri untuk duduk. Johnny meminta tolong bibi untuk mengobati lukanya.
“kita ke klinik langsung saja setelah ini, sekalian minta diobati kaki kamu.”
Johnny tak menunggu jawaban dari Valeri. Dia mengendong Valeri begitu saja ke dalam. Dia menyetir mobilnya sendiri. Menurunkan valeri ke dalam mobil.
“Bi, makanannya saya minta maaf ya. Dibagikan saja ke orang-orang sekitar, atau kalau gak, kalau masih enak dipanaskan dipanaskan saja nanti.”
Bibi mengantar sampai depan. Bibi sama sekali tak keberatan karena ini. Dia malah suka kalau disuruh berbagi dengan orang luar yang tak punya. Johnny memang sebaik itu.
“saya bagikan saya ya tuan. Gak enak kalau dipanaskan. Nanti saya masakan lagi.”
Johnny mengangguk ketika bibi minta izin. Johnny bergegas masuk ke dalam mobil. Dia mengendarai mobilnya menuju ke klinik. Semalam Johnny sudah menelpon dokternya untuk membuat janji temu hari ini.
Dari mandi dan semuanya, hampir jam tujuh siang. Di jalan butuh dua jam kalau macet dan tepat jam seperti ini jamnya mau ke sekolah, kantor, dll. Mereka kena macet. Johnny terjebak lampu merah di jalan juga.
“kamu gak apa-apa kan?”
Johnny bertanya kepada Valeri yang sejak tadi diam saja. Dia hanya menggeleng. Johnny melihat kakinya. Sudah dibersihkan oleh bibi, darahnya juga sudah berhenti. Dia sedikit lega. Tapi tetap saja takut.
Tak lama mereka sampai di klinik. Johnny kembali menggendong Valeri masuk. Dokter sudah kenal dan tahu sekali Johnny bagaimana. Walau mukanya sangar di luar dia dia sangat baik dan manis, romantis apalagi kepada perempuan. Johnny juga sudah cerita soal Haikal dan Valeri di hotel itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!