"Apa kelebihanmu hingga berani melamar putraku yang tampan dan sholeh?"
Ucapan Ibu dari calon suaminya masih terngiang-ngiang terus di telinganya. Terdengar tak biasa di jaman modern ini, seorang wanita melamar laki-laki Sholeh untuk dijadikan pendamping hidupnya, seperti kisah Sayyidah Khadijah yang melamar Rasulullah SAW.
Benar saja, Alia Khadijah seorang wanita cantik tapi tidak kaya juga bukan pedagang sukses seperti istri Baginda Rasulullah, dia hanya gadis biasa dengan berani dan nekad melamar seorang pemuda sholeh, kaya, tampan dan berpendidikan tentunya, sangat sempurna bagi semua wanita.
Rasanya terlalu lancang baginya seorang gadis biasa yang melamar seorang pria tampan dari kalangan terpandang, jika boleh ditebak, sudah pasti lamarannya akan di tolak oleh pemuda itu maupun keluarganya.
Tapi ajaibnya ternyata lamarannya diterima langsung oleh pemuda sholeh nan tampan itu sendiri dan keluarga pemuda itu pun dengan lapang dada menerima keputusan putra kesayangan mereka, terlihat seperti tidak masuk akal baginya tapi kita tahu bahwa jodoh adalah rahasia Allah Yang Mahakuasa.
Baiklah mari kita flashback pada kejadian beberapa bulan yang lalu, saat pertama kali Alia Khadijah, gadis yang berusia 22 tahun bertemu dengan sosok pemuda tampan nan Sholeh bernama Nazril Mohammad yang berusia 25 tahun.
Alia adalah gadis berhijab yang berasal dari keluarga sederhana, Bapaknya bernama Amir dan Ibunya bernama Siti Maemunah. Pak Amir adalah seorang pedagang bakso keliling dan Bu Siti menjadi ibu rumah tangga yang biasa membantu suaminya mempersiapkan bakso dagangan sang suami.
Alia memiliki adik perempuan bernama Anindita Zahra yang duduk di kelas 2 SMA dan Adik laki-laki bernama Omar Alfarizi yang duduk di bangku kelas 3 SMP. Alia sendiri bekerja sebagai pramuniaga di sebuah toko roti milik adik dari ibunya, paman Hamid.
Sudah dua tahun ini Alia bekerja di Toko Roti milik pamannya, tokonya tidak besar juga tidak kecil, tapi Toko Roti Pak Hamid sangat ramai dan banyak diminati semua kalangan. Pak Hamid sendiri pernah kuliah jurusan tata boga dengan biaya sendiri dengan bekerja sebagai pramusaji di sebuah restoran mewah tanpa bantuan finansial dari orangtuanya.
Karena pengalaman dan pendidikan formalnya ada dibidang perkuliner-an, tak ayal roti dan kue basah buatannya begitu memanjakan lidah para pengunjung tokonya.
Pak Hamid juga tidak pelit ilmu, dia selalu mengajarkan ilmunya pada Alia sang keponakan. Sebenarnya Alia juga ingin kuliah jurusan tata boga sama seperti pamannya, karena dia juga hobi memasak dan membuat kue sama seperti pamannya. Tapi sayangnya sebagian gaji yang dia terima, diberikan pada kedua orangtuanya untuk membantu biaya sekolah adik-adiknya.
Pagi itu seperti biasa Alia telah bersiap berangkat ke tempat kerjanya di Toko Roti Pak Hamid dengan mengendarai motor matic keluaran tahun 2010 miliknya. Sedikit lebih tua karena harganya hanya sekitar 4 jutaan tapi motor matic itu adalah hasil keringatnya sendiri, dia menabung 500ribu tiap bulannya sampai dia harus menekan keinginannya untuk jajan selama berbulan-bulan demi memiliki motor sendiri.
Setiap pagi dia mengantarkan adik perempuannya ke sekolah lalu kemudian berangkat ke tempat kerjanya, jika dia tidak bisa mengantarkan adiknya, biasa sang adik berangkat mengendarai angkutan umum karena jarak rumah dan sekolahnya sekitar 10 kilometer.
Sedangkan adik laki-lakinya bersekolah menggunakan sepeda federal bekas, pemberian dari sang kakek, jarak ke sekolahnya pun tidak terlalu jauh, hanya sekitar 4 kilometer.
Pukul tujuh pagi dia sudah sampai di Toko Roti pamannya, padahal jam masuk kerjanya dimulai pada pukul 08.00 pagi. Dia lebih suka berangkat pagi untuk membantu pamannya membuat Roti dari pada harus melayani customer yang datang.
Dia masuk kedalam dapur yang ada di Toko Roti itu, dan seperti biasanya mendengar bunyi mixer yang sedikit berisik tapi tidak membuatnya terganggu, dan mencium aroma Roti dan kue yang lezat dari Oven besar milik sang paman.
Sungguh bau manis, wangi dan gurih yang membuatnya candu setiap harinya.
"Assalamualaikum Paman Hamid," sapanya pada sang paman.
"Wa'alaikumsalam Warahmatullahi.. Wabarakatuh.. Al,"
"Biar aku aja yang nyetak donatnya paman dan paman bisa mengerjakan pekerjaan yang lain,"
Pak Hamid di bantu oleh dua karyawan laki-lakinya di dapur, yang kerjanya di mulai dari pukul dua belas malam hingga pukul delapan pagi.
"Baik Al, terimakasih!"
"Sama-sama paman,"
Dengan telaten, Alia mencetak donat yang ada di meja dapur yang bersebelahan dengan kompor, sembari menggoreng donat yang sudah melalui proses proofing yang kedua kalinya.
Pak Hamid mengecek beberapa Roti yang sudah masuk di oven dan sesekali melirik kerja sang keponakan. Tangan Alia sangat cekatan dan hasil kerjanya di dapur sangat memuaskan. Hanya diajari beberapa kali saja dia sudah mengerti dan bisa mempraktekkan dengan baik.
Selama ini kerja Alia lebih banyak di dapur membantu pamannya, padahal Pak Hamid menyuruhnya menjadi pramuniaga untuk melayani customer. Bukan dia melarang Alia membantunya di dapur, tapi beberapa customer terutama ibu-ibu sangat senang jika dilayani oleh Alia yang ramah dan murah senyum.
"Al, setelah menyelesaikan pekerjaanmu, kamu ke depan saja melayani customer! Alhamdulillah hari ini pekerjaan paman tidak terlalu banyak karena pesanan baru akan di antar sore hari, jadi kita bisa mengerjakan sedikit santai."
"Baik paman," jawab Alia dengan patuh.
Seperti biasa gadis berhijab yang cantik itu melayani customer dengan baik, menegur sapa dan tersenyum ramah pada setiap customer yang datang.
Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam 12 siang, waktunya dia beristirahat. Alia menghabiskan jam istirahatnya untuk makan dan menunaikan ibadahnya di pantry dan Mushalla kecil yang telah disediakan Pak Hamid untuk para karyawannya.
Alia kembali bekerja saat menyelesaikan istirahatnya, siang itu ada seorang pemuda tampan yang tiba-tiba datang ke toko roti Pak Hamid dan meminta bantuan Alia untuk memilihkan roti untuk sang ibunda.
"Maaf nona, bolehkah saya minta bantuan?" tanya pemuda itu.
Alia yang sedang menyusun roti yang baru matang sontak menoleh ke arah sumber suara dan menghentikan aktivitasnya.
"Boleh Kak, ada yang bisa saya bantu?" tanya Alia memandang singkat wajah pemuda itu lalu sedikit menunduk.
"Saya minta tolong bisa pilihkan roti untuk oleh-oleh buat Abah dan Umi saya di rumah. Saya ingin roti yang paling enak dan paling diminati disini." ucap pemuda itu.
"Disini yang paling banyak diminati adalah Cheesecake, donat kentang dengan bermacam-macam topping dan brownies panggang dengan varian 6 macam toping, ada coklat, keju, tiramisu, strawberry marble, vanila marble dan matcha. Kalau ingin brownies tanpa topping bisa memilih yang original dengan taburan kacang almond diatasnya." ucap Alia menjelaskan panjang lebar.
"Oke boleh deh saya ambil ketiga macam itu, cheesecake satu, brownies panggang original satu dan donat 12 biji dengan topping mix, terus roti manis satu, sisir satu dan terakhir cake pisang satu."
"Baik Kak segera saya ambilkan dan bungkus, kakak bisa menunggu di meja nomer 3 di sebelah sana," ucap Alia yang menunjuk beberapa meja kursi yang tertata rapi di dalam toko itu.
Pemuda itu mengangguk dan berjalan menuju tempat duduknya.
Selang beberapa menit berlalu, akhirnya Alia telah selesai membungkus pesanan pemuda tampan itu. Dia berjalan ke arah tempat duduk pemuda itu dan memberitahukan jika semua telah selesai.
"Maaf kak, pesanan anda sudah selesai. Anda bisa ke kasir untuk membayar dan mengambil pesanan anda." ucap Alia pada pemuda itu.
"Terimakasih sudah membantuku nona," ucap Pemuda itu yang tersenyum manis pada Alia.
"Sama-sama Kak," Alia mengangguk dan membalas singkat senyuman pemuda itu.
Pemuda itu berjalan ke arah kasir, sedangkan Alia masih menetralkan detakan jantungnya yang berdetak lebih cepat dari biasanya.
"Astaghfirullah.. Duh jaga pandangan Alia! Jangan pecicilan ketemu sama cowok cakep! Inget kata Bu Ustadzah jika ingin dapat pemuda Sholeh, harus menjadi wanita Sholehah terlebih dulu. Baru ketemu bening dikit aja udah lemah, apaan sih kamu nih!" gumam Alia pada dirinya sendiri dalam hati.
Setelah kepergian pemuda itu, kasir yang bertugas di toko kue pamannya tengah memanggil Alia yang meneruskan pekerjaannya dengan menata kue-kue cantik yang baru saja keluar dari dapur.
"Al!" panggil Nita si petugas kasir.
"Iya, ada apa Niat?" tanya Alia.
"Eh kamu dapet tip lho dari mas-mas yang ganteng barusan!" ucap Nita tersenyum bahagia.
"Eh beneran?" Alia mendekati Nita dengan tatapan tak percaya.
"Iya beneran! Mas tadi kan belanja habis sekitar 320 ribu, terus uang yang dia kasih 400 ribu pas aku mau ngasi kembaliannya, eh dianya nolak. Katanya suruh kasihkan buat kamu aja sebagai tanda terimakasih, karena kamu udah bantuin dia milihin kue tadi."
Alia hanya terdiam mendengar ucapan Nita, dia tidak menyangka selain tampan, pemuda tadi sangat baik dan royal. Hanya membantunya memilihkan kue saja dia sudah dapat uang 80 puluh ribu. Bagi kaum biasa seperti dirinya uang 80 puluh ribu itu lumayan banyak, bisa buat jajan 4 hari.
"Eh rejeki kamu tuh! Mau nerima nggak?" tanya Nita membuyar lamunannya.
"Eh iya mau, lumayan sih buat beli mie level pedas."
Nita pun menyerahkan uang kembalian itu pada Alia dan dia menerima uang itu dengan binar bahagia.
"Nih yang 30 puluh ribu buat kamu aja! Kalau dapet rejeki paling bagus tuh dibagi-bagi!" ucap Alia sembari menyerahkan uang 30 puluh ribu pada Nita.
"Eh beneran ini?" tanya Nita berbinar bahagia.
"Iyalah! Sini kalau nggak mau, biar aku kasih ke yang lain aja!"
"Eitttsss jangan donk Al! Makasih lho ya! Kamu emang temenku yang paling baik deh!" ucap Nita kegirangan.
"Dih gombal!" cibir Alia.
**
Di sebuah mansion besar, pemuda yang membeli kue tadi telah sampai di kediaman orangtuanya.
Ibunya menyambut kedatangannya dengan bahagia begitu pula sang ayah.
"Assalamualaikum Abah.. Umi.." sapanya.
Dia mencium tangan kedua orangtuanya lalu memeluk mereka sekilas.
"Wa'alaikumsalam.. Warahmatullahi.. Wabarakatuh.." jawab kedua orangtuanya.
"Bagaimana kabarmu Ril? Umi kangen banget," tanya Bu Fatimah, sang ibunda.
"Alhamdulillah aku baik-baik aja umi, aku juga kangen banget sama Umi dan Abah." ucap pemuda bernama Nazril Mohammad itu, yang biasa dipanggil Azril.
"Mari sini nak, duduk bersama abah dan umi. Sudah satu tahun kamu ninggalin negara ini, rasanya abah dan umi ingin berbagi cerita banyak sama kamu." ucap pria paruh baya, bernama Pak Faruq ayah dari Azril.
Pak Faruq adalah keturunan Indo-Arab, semua keluarganya sudah tinggal di negara ini tapi hubungan mereka tidak akur, bahkan keluarganya telah memutuskan tali persaudaraan mereka.
"Baik Abah,"
Mereka pun duduk di sofa yang ada di ruang tengah bersama.
"Umi, Abah.. Ini Azril bawakan kue kesukaan kalian!" ucap Azril sembari menenteng beberapa bungkusan plastik yang ada di tangannya di depan sang ibu.
Netra Bu Fatimah memandang sekilas logo bungkusan yang ada di tangan putranya, bertuliskan nama toko kue langgangannya.
"Wah.. kamu masih ingat toko kue favorit Umi, Ril?" seru Bu Fatimah dengan binar bahagia.
"Sudah pasti Azril inget donk mi, kan Azril dulu pernah satu kali anterin Umi kesana saat Pak Joko nggak masuk kerja."
Pak Joko adalah supir pribadi mereka.
"Oh iya satu tahun lalu ya? Sebelum kamu berangkat ke Abu Dhabi." ucap Bu Fatimah sembari mengingat beberapa waktu lalu, dan Azril pun mengangguk.
"Oh iya, ngomong-ngomong.. Bagaimana pekerjaan kamu di Abu Dhabi nak? Kenapa kamu tiba-tiba memutuskan untuk resign dari pekerjaan impianmu?" tanya Pak Faruq.
Selama hampir 3 tahun belakangan Azril bekerja di Abu Dhabi, di sebuah perusahaan minyak terbesar disana.
"Aku hanya merasa kesepian disana Abah, walaupun semuanya bisa aku beli dengan hasil keringatku sendiri, tapi hatiku merasa hampa. Aku selalu merindukan kalian, teman-temanku dan semua tempat indah yang ada disini." jawab Azril sembari menerawang jauh.
"Sebenarnya kami sangat senang kamu memutuskan kembali kesini karena kamu adalah putra satu-satunya Abah dan Umi, tapi apapun keputusanmu Abah dan Umi akan selalu mendukungmu nak!"
"Iya Abah.. Umi.. terimakasih! Aku sudah memutuskan akan menerima tawaran Abah untuk memimpin perusahaan tekstil dan sepatu milik kita." ucap Azril dengan yakin.
"Alhamdulillah.." ucap Abah dan Umi bersamaan.
***
Selama satu bulan berada di negara asalnya, Azril benar-benar memanfaatkan waktu liburnya untuk mengunjungi sahabat-sahabatnya semasa kuliah, mengajak mereka mendaki gunung maupun liburan bersama, sebelum dia benar-benar terjun ke perusahaan dan harus disibukkan dengan dunia kerja lagi.
Malam itu, Azril sedang menginap di rumah salah satu sahabatnya bernama Ferdy bersama sahabat lainnya bernama Irfan, dan ketiga orang laki-laki muda itu pun berbincang hal-hal yang tak penting.
"Ril, gue liat lo jomblo mulu sih! Sebenarnya lo ini suka cewek apa nggak sih?" goda Irfan salah satu sahabatnya.
"Iya nih si Azril, bosen gue liat dia pacaran sama game terus!" sahut Ferdy temannya juga.
"Apaan sih kalian nih! Pacaran ya pacaran aja sendiri, jangan ngajak-ngajak! Aku nggak mau. Pacaran itu dosa!" ucap Azril penuh penekanan.
"Ceileh mentang-mentang sekarang jadi ustadz dadakan terus nggak mau pacaran dia! Hahaha.. konyol banget sih lo Ril, sok suci tau nggak!" ejek Irfan.
Sejak pulang ke tanah airnya, Azril selalu menyempatkan diri ke sebuah pondok pesantren khusus anak-anak yatim. Setiap hari Minggu dia mengajari anak-anak mengaji dan mengajak mereka bermain bersamanya.
"Emang selama kuliah kalian liat aku pacaran? Dari dulu aku juga begini!" ucap Azril enteng.
"Iya sih lo emang nggak pernah pacaran tapi lo ngejar-ngejar si Nabila kan si cewek Sholeha dan cantik itu, itu sama aja lo zina hati tau nggak. Lo mikirin dia terus!" balas Irfan.
"Tahu apa kamu tentang isi hatiku? Aku akui aku memang mengajak Nabila ta'aruf waktu itu dan mendekati dia walau lewat perantara, tapi bukan berarti aku memikirkan dia terus!"
"Tapi nyatanya permintaan ta'aruf lo ditolakkan?" tanya Irfan dan Azril hanya mengangguk pasrah, "Yaelah Ril.. Ril.. jaman sekarang udah nggak musim kali yang begituan, deketin ajalah dulu kalo sama-sama nyaman baru ditembak dan kalo udah cocok, nikahin deh! Wanita sekarang tetiba diajakin nikah, ya kaburlah!" Irfan dan Ferdy terkekeh.
"Eittss! Nggak semua lho wanita seperti yang kalian pikirkan, ada juga yang lebih suka pacaran sesudah menikah. Lagian Nabila nolak aku karena dia ingin melanjutkan S2-nya di Kairo, jadi ya mungkin dia nggak siap aja nikah muda." ucap Azril mengenang perasaan kecewanya.
"Sian banget sih lo Ril, masih belum move on!" ejek Ferdy.
"Aku dah move on kok, tenang aja! Ini aku malah bener-bener menikmati hidup lho, jodoh itu pasti datang kalau udah waktunya datang. Jangan terlalu dipikirkan yang penting kan ane udah berusaha bro!" ucap Azril tersenyum manis.
"Gitu aja terus lo sampek lebaran monyet! Jadi perjaka tua lo!" ucap Irfan.
"Udahlah kalian nih, kalo ketemu berdebat terus kayak Tom Jerry tapi kalo jauh sama-sama kangen. Lama-lama gue jodohin lu berdua!" ucap Ferdy pada kedua sahabatnya.
Azril hanya terkekeh.
"Gue dijodohin sama Azril? Dihh ogahh, mending gue nikahin Shinta sama Santi. Duhh jadi ngiler gue! Dua-duanya bohay euy!" ucap Irfan dengan wajah mupengnya.
"Dasar mesum! Lagian mereka kan saudara kembar, mana boleh kamu nikahin dua-duanya? Nyebut eh!" Azril memperingati.
"But.. Butt. Butt..!"
"Apaan sih woy!" Azril melempar bantal ke wajah Irfan dan mereka pun terkekeh bersama.
"Lagian si Santi kan kalem beda sama Shinta pacar lo! Mana mau dia lo nikahin juga, gaji baru UMR aja sok-sokan mau punya bini dua! Eling fan eling, kehidupan rumah tangga itu tidak seindah bayangan lo Fergusoh, bukan urusan ranjang doank!" Ferdy mengingatkan.
Azril memilih diam sembari tersenyum, dia hanya malas berdebat dengan sahabatnya yang seorang mania wanita itu, dinasehati model apapun juga tidak akan masuk juga.
"Bodoh ah! Yang penting saat ini gue seneng aja, urusan nikah mah gampang!" jawab Irfan tak peduli.
"Tok! Tok!"
"A' Ferdy dipanggil ibu untuk ngajak teman-temannya makan malam!" teriak adik Ferdy yang bernama Lia dari luar kamarnya.
"Iya Lia! Kami turun bentar lagi!" jawab Ferdy.
**
Di sebuah pondok pesantren yang tak begitu luas, seseorang gadis berhijab dan berparas cantik sedang duduk di lantai yang beralaskan tikar sedang makan malam bersama para santri wanita yang berjumlah sekitar 35 anak. Usia mereka sangat beragam, dari usia 3 tahun sampai 15 tahun.
Dan para santri laki-laki yang berjumlah 30 anak juga berada dibawah pengawasan Abah Romli suami Umi Mutia, mereka pun juga makan tapi di ruangan yang lain.
"Kak Alia! Masakan kakak selalu enak, kami sangat suka kak!" ucap salah satu santriwati berusia 10 tahun.
"Iya memang selalu enak banget! Kami selalu merindukan masakan kakak," sahut salah satu dari mereka.
Sedangkan Alia hanya tersenyum dengan hati sangat bahagia, anak-anak itu selalu memberikan warna dalam hidupnya. Sayangnya dia hanya bisa mengunjungi dan memasakkan mereka setiap hari Selasa dan Jumat saja. Karena selebihnya waktunya dipergunakan untuk bekerja dan membantu orangtuanya di rumah.
"Oh jadi masakan Umi nggak enak gitu?" ucap Bu Mutia berpura-pura merajuk, beliau seorang Ustadzah sekaligus pemilik pondok pesantren.
"Maaf umi bukan begitu, masakan Umi juga tidak kalah enaknya. Tapi masakan Kak Alia selalu berganti-ganti menu tiap hari Selasa dan Jumatnya, kami jadi tahu rasanya bermacam-macam masakan maupun kue." ucap salah satu anak didiknya dengan jujur, tapi juga merasa takut.
"Iya deh iya, Umi hanya bercanda kok. Umi akui masakan Kak Alia memang enak banget seperti masakan Restoran apalagi kuenya pasti bikin ketagihan, benar begitu kan anak-anak?" tanya Bu Mutia.
"Benar Umi!" jawab mereka serentak.
Sehingga membuat Alia menunduk malu, "Ah, Umi terlalu berlebihan memuji."
"Tidak Al, umi sangat bangga dengan gadis muda sepertimu, biasanya diusia kamu yang muda ini, masih suka jalan bareng sama teman saat libur kerja tapi kamu malah menyempatkan kesini untuk kami. Meluangkan tenaga dan materinya untuk kami, kamu benar-benar gadis yang baik Al. Terimakasih banyak ya," ucap Umi Mutia dengan tulus.
"Sama-sama umi," Alia mengangguk, "Tidak umi, hanya sedikit yang saya berikan dibandingkan semua donatur yang rutin kesini, saya hanya membantu semampu saya umi."
"Tapi kasih sayang kamu ke anak-anak tidak ternilai Al, mereka seolah menemukan kakak kandung mereka sendiri, karena kenyataannya tidak semua anak disini memiliki saudara."
"Bagaimana apa kalian sayang Kak Alia anak-anak?" tanya Umi Mutia pada anak-anak asuhnya.
"Sayang Umi," ucap mereka serentak.
"Kak Alia juga sayang sama kalian, terimakasih ya selalu membuat kakak bahagia!" ucap Alia tersenyum manis.
"Sama-sama Kak Alia, sebenarnya kami juga sayang sama Ustadz Azril," ucap salah satu anak dengan polosnya.
"Iya Kak, Ustadz Azril ganteng sekali kak, kami sangat suka melihatnya."
Sedangkan Umi hanya bisa beristighfar, karena pikiran beliau sudah kemana-mana.
"Ustadz Azril? Siapa itu?" tanya Alia penasaran sekaligus tersenyum lucu mendengar ocehan polos mereka.
"Eh kalian tidak boleh membicarakan laki-laki dewasa ya! Walaupun itu adalah guru kalian sendiri, kalian harus tetap santun dan ingat untuk selalu jaga pandangan kalian," ucap Umi Mutia memperingatkan.
"Baik Umi," ucap mereka serentak.
"Kalau begitu yang sudah selesai makan bisa cuci piringnya sendiri-sendiri lalu belajar sama-sama ya! Nanti kalau ada yang tidak mengerti bisa bertanya pada kakak-kakak kalian,"
"Baik Umi,"
Mereka pun bergegas ke dapur dan belajar bersama di sebuah aula yang disediakan.
Alia memandang bahagia anak-anak itu, bahkan mereka berebut untuk mencuci piring dan gelas yang Alia telah pakai.
"Ustadz Azril adalah guru ngaji baru disini, dia mengajar ngaji dan ilmu fiqih pada anak-anak tiap hari Minggu saja. Dia sopan dan sangat bersahaja, Umi rasa dia cocok sama kamu Al," ucap Umi yang kini duduk bersebelahan dengan Alia.
"Ya Allah umi, saya tidak pantas dengan orang seperti Ustadz Azril, sepertinya orang seperti beliau juga akan mencari wanita yang sama-sama memiliki ilmu tinggi seperti beliau, bukan wanita awam yang baru hijrah seperti saya." ucap Alia tersenyum masam.
"Al, tidak ada yang tahu dengan siapa kamu berjodoh nantinya karena itu semua memang Rahasia Allah, tapi apa salahnya jika umi mendoakan kamu mendapatkan laki-laki yang baik dan bisa membimbingmu untuk belajar agama semakin dalam, karena umi tahu kamu adalah gadis yang baik dan tulus yang pernah umi temui. Umi akan mendoakan segala kebaikan untukmu," doa Umi Mutia dengan tulus.
"Amiinnn Ya Robbala'laminn.. MasyaAllah.. Terimakasih atas segala doa baik anda umi," ucap Alia mencium tangan Umi Mutia dengan khusuk.
"Sama-sama Al," Umi Mutia mengelus kepala Alia penuh sayang.
**
Selama 3 bulan ini, Azril telah bekerja di perusahaan milik abahnya. Dia sangat disegani para karyawan dan karyawatinya, semua orang memuji ketampanannya dalam hati. Si pria berwajah keturunan Indo-Arab yang ramah dan murah senyum, dan semua wanita yang melihatnya pasti langsung jatuh hati padanya.
Siang itu, Umi Fatimah dan Abah Faruq datang mengunjungi Azril ke perusahaan mereka.
"Assalamualaikum Umi, Abah.." Azril mencium tangan kedua orangtuanya.
"Wa'alaikumsalam.. Warahmatullahi.. Wabarakatuh.."
"Bagaimana Ril? Lancar?" tanya Abah Faruq.
"Alhamdulillah sejauh ini tidak ada kendala berarti Bah, bahkan dua bulan belakangan ini profit perusahaan kita juga meningkat 30% dari sebelumnya." jawab Azril.
"Alhamdulillah.." ucap Umi dan Abah bersamaan.
"Abah sangat bangga padamu, Ril. Itulah sebabnya Abah berat melepaskanmu ke negeri orang, karena Abah tahu kemampuanmu. Bahkan untuk berdiri sendiri pun kamu bisa,"
"Terimakasih Abah,"
Dan Abah pun membalasnya dengan senyuman dan anggukan.
"Apa kamu udah makan siang sayang?" tanya Bu Fatimah pada putra semata wayangnya.
"Alhamdulillah sudah mi,"
"Kalau begitu ayo sekarang antarkan umi ke toko kue langganan umi!" pinta Umi Fatimah.
"Baik Umi," ucap Azril dengan patuh.
"Abah tunggu bentar disini ya! Umi keluar dulu!"
"Iya mi, tapi jangan lama-lama ya!"
"Iya abah,"
**
Beberapa menit berlalu, akhirnya Azril dan Umi Fatimah telah sampai di Toko Roti Pak Hamid.
Alia menyambut kedatangan sang pelanggan dengan ramah.
"Assalamualaikum Bu Hajjah.. Ada yang bisa saya bantu Bu?" tanya Alia menampilkan senyuman manisnya.
"Wa'alaikumsalam Al.. seperti biasa ya bantu Umi pilihkan kue-kue paling enak disini, tapi kali ini berikan Umi dua kali lipat dari jumlah yang biasa Umi beli ya!"
"Baik Bu Hajjah, segera saya ambilkan dan anda bisa menunggu di meja nomor 4," ucap Alia dengan sopan.
"Baik Al, oia tolong berikan aku es matcha latte satu sama es capuccino satu ya!"
"Baik Bu Hajjah,"
Alia segera ke dapur untuk memesankan minuman yang diminta oleh Umi Fatimah, sembari menunggu minuman selesai, dia memilihkan kue yang biasa dibeli oleh Umi Fatimah dan menyerahkan ke kasir untuk dipacking rapi.
Selang tak berapa lama, Alia mengantarkan minuman pesanan Umi Fatimah, semakin dekat dengan meja Umi, dia melihat seseorang pria yang tak asing baginya. Pria yang tempo hari memberinya banyak tip hanya karena membantunya memilihkan kue untuk sang ibu.
Dari pembicaraan mereka, Alia langsung tahu jika pemuda itu adalah putra dari salah satu pelanggan toko roti pamannya.
"Ini minumannya Bu Hajjah, silahkan!" ucap Alia tersenyum manis.
"Terimakasih ya Al,"
"Sama-sama Bu Hajjah,"
Tak sengaja pandangan Alia dan Azril bertemu dan keduanya melemparkan senyuman dan anggukan sekilas.
"Ada yang bisa saya bantu lagi Bu Hajjah?" tanya Alia.
"Tidak, sudah cukup. Roti dan kuenya sudah di kasir?"
"Sudah Bu, sepertinya juga sudah selesai dipacking."
"Baiklah, terimakasih ya!"
"Sama-sama Bu, saya permisi dulu Bu." pamit Alia, Umi Fatimah dan Azril hanya membalas dengan senyuman dan anggukan.
Sebenarnya Alia ingin mengucapkan terimakasih pada pria yang tempo hari memberikannya tip, tapi dia terlalu malu membahas itu di depan ibu pria itu. Mungkin baginya uang segitu bukanlah hal yang penting dan mungkin sudah dilupakan, tapi bagi Alia ucapan terimakasih wajib dilontarkan kepada seseorang yang telah baik kepadanya.
Setelah kepergian Azril dan Umi Fatimah, Alia kembali melanjutkan pekerjaannya membantu sang paman di dapur.
"Eh Al!" panggil Nita si kasir.
"Iya ada apa Nit?" Alia menoleh pada temannya.
"Yang tadi pria yang dulu ngasi kamu tip kan?" tanya Nita dan Alia mengangguk.
"Eh aku nggak nyangka dia putranya Bu Fatimah lho, padahal wajahnya ganteng banget kayak pangeran dari Dubai, kayaknya bokapnya tuh yang dari Arab." tebak Nita.
"Astaghfirullah Hal'adzim.. julid amat sih kamu Nit! Udah ah ayo kerja lagi! Jangan suka ngomongin orang!"
"Eh kayaknya dia cocok sama kamu lho Al, deketin dia gih!" ucap Nita senyum-senyum.
"Hufftt! Aku mah cuma remahan rengginang Nit, mana berani aku menyukai pria tampan dan kaya seperti itu, ibarat bagai bumi dan langit, susah deh ketemunya." Alia dan Nita terkekeh bersama.
"Eh udah ah bubar-bubar jangan ngajakin gosip mulu! Bukan banyakin dzikir malah banyakin dosa!" Alia pun menggelengkan kepalanya.
Lalu dia pun masuk ke dalam dapur Paman Hamid dan mulai membantu sang paman membuat kue pesanan yang akan diantarkan pukul 5 sore nanti.
**
Di perjalanan menuju perusahaannya, Ibu dan anak itu terlihat berbicara serius.
"Kenapa Umi pesan kue sebanyak itu? Apa di rumah mau ada acara pengajian Umi?" tanya Azril penasaran.
"Bukan acara pengajian sayang, kita mau silahturahmi ke rumah teman lama Umi."
"Kita? Aku juga ikut Umi?"
"Iya donk ril, orang yang penting itu kamu kok."
"Maksudnya apa umi?"
"Sebenarnya Umi mau kenalkan kamu dengan gadis sholeha putri teman Umi, kalau dia dan kamu sama-sama setuju dengan perjodohan ini, kalian bisa menikah."
"Apa? Dijodohkan? Astaghfirullah Hal'adzim Umi.. Azril kan bisa cari calon istri sendiri mi, janganlah dijodoh-jodohkan begini." protes Azril.
"Udah kamu tuh nurut umi aja! Lagipula kalau kamu nggak setuju kan perjodohan ini bisa batal, untuk sementara kalian sama-sama tahu dulu aja! Tapi umi yakin kamu pasti sangat menyukai gadis ini," ucap Umi Fatimah dengan yakin.
"Hm.. Ya sudahlah kalau cuma kenalan dulu, tapi umi jangan memaksaku ya kalau akunya nggak sreg!"
"Iya Ril, tenang ajalah!"
***
Malam pun tiba, kini Azril dan kedua orangtuanya telah tiba di kediaman salah satu sahabat orangtuanya.
Terlihat sepasang sahabat orangtuanya itu menyambut kedatangan mereka dengan suka cita. Dan mempersilahkan mereka untuk duduk di ruang tamu.
"Wah ini ya yang namanya Nak Azril," ucap Umi Salamah teman ibunya.
"Benar Umi," ucap Azril mengangguk sekilas.
"MasyaAllah.. benar-benar tipe suami idaman ya!" puji Umi Salamah.
Azril hanya tersenyum malu.
"Jangan blak-blakan seperti itu donk umi, nanti calon menantu kita jadi nggak nyaman!" ucap Abah Syarif memperingatkan istrinya.
"Iya Bah, saya kan cuma mencoba akrab agar dia terbiasa dengan kita." balas Umi Salamah.
Umi Salamah bercerita sedikit tentang putrinya yang bernama 'Kia' itu kepada Azril dan orangtuanya, dia juga bercerita jika Kia masih kuliah semester 6 di Kairo.
Setelah lama mereka berbincang untuk saling bertukar cerita dan bertanya banyak hal pada Azril, akhirnya Umi Salamah pun memanggil sang putri yang akan dijodohkan dengan putra sahabatnya itu.
"Kia.. kemarilah nak!" panggil Umi Salamah pada putrinya.
"Iya Umi,"
Kia berjalan pun ke arah ruang tamu dengan menundukkan kepalanya.
Dan alangkah terkejutnya Azril, ternyata gadis yang akan dijodohkan dengannya adalah Nabila temannya semasa kuliah, gadis itu adalah gadis yang pernah dia sukai dan pernah diajaknya ta'aruf.
Azril sangat ingat, nama panjang gadis itu adalah Nabila Adzkia Syarif, dan dia bisa menebak jika Kia adalah nama kecil dari Nabila.
Dia tidak menyangka sekaligus sangat bahagia akhirnya dipertemukan lagi dengan Nabila Jantungnya berdetak lebih kencang saat ini, ada banyak perasaan berkecamuk dihatinya, mungkinkah Nabila adalah jodohnya? Azril terus bertanya dalam hatinya.
"Assalamualaikum Umi Fatimah, Abah Faruq, Bang Azril.. Senang bertemu dengan kalian," sapa Nabila.
"Wa'alaikumsalam.. Warahmatullahi.. Wabarakatuh.." jawab mereka bersamaan.
Kemudian Nabila duduk disamping ibunya dengan masih menundukkan kepalanya.
Pandangan mata Azril tak lepas dari Nabila dengan tatapan penuh arti.
"Ril, jaga pandangan nak! Inget belum sah!" goda Umi Fatimah.
"Astaghfirullah Hal'adzim.." seketika Azril langsung beristigfar saat menyadari kesalahannya.
Mereka semua malah terkekeh mendengar tingkah Azril yang lucu, terutama Umi Fatimah yang tahu Azril sempat menolak perjodohan ini, tapi malah dia yang terpesona seperti itu.
Setelah berbincang serius, dan kedua putra-putri mereka menyetujui perjodohan ini, akhirnya telah diputuskan jika Azril dan Nabila akan bertunangan pada satu bulan mendatang dan pernikahan akan dilangsungkan di bulan berikutnya setelah pertunangan.
Saat waktu telah menunjukkan pukul 9 malam, Azril dan orangtuanya pun pamit pulang dari kediaman orangtua Nabila.
***
Di perjalanan menuju kediamannya, terlihat Umi Fatimah terus menggoda sang putra.
"Liat itu Bah anakmu! Tadi siang aja nolak gadis pilihan kita, eh sekarang malah senyum-senyum sendiri liat calon istrinya. Dasar bocah sok jual mahal!" goda Umi Fatimah.
"Apaan sih Umi, lagian umi kan bilangnya namanya Kia bukan Nabila temanku kuliah, kalo tahu dari awal gadis itu Nabila, kan aku datang dengan senang hati mi!" ucap Azril nyengir kuda.
"Ya mana umi tahu kalo Kia itu teman kuliah kamu, tapi sepertinya sih dia udah tahu kalau yang dijodohkan dengannya itu kamu. Makanya dia setuju saat kami meminta silahturahmi kesana," tebak Umi.
"Wahh benarkah umi?" Azril berbinar bahagia, dia sangat senang akhirnya Nabila mau membuka hati untuknya dan memberikan kesempatan padanya untuk menuju ke jenjang yang lebih serius.
"Ternyata putra Abah bisa jatuh cinta juga ternyata, Abah kira kamu cuma gila kerja aja." goda Abah Faruq.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!