NovelToon NovelToon

Oh Tidak! Pengawal Ku Vampir

Rein dan Darwin

Deru nafasnya tak lagi terkendali. Sedangkan darah bercucuran di kaki kanannya. Penglihatannya perlahan mulai meredup.

Di malam yang mencekam, Rein berlari sambil tertatih masuk ke dalam sebuah hutan terlarang.

Gadis berusia dua puluh tahun itu terpaksa melanggar larangan di kotanya. Tak lagi ada pilihan lain,selain masuk ke dalam hutan itu.

"Ah sial! Salah apa sebenarnya diriku di kehidupan sebelumnya!" gerutu Rein dalam pelariannya.

Dia melihat di sekelilingnya, banyak pohon rindang yang semakin dalam masuk ke hutan itu. Semakin besar dan padat pohon di sekitarnya.

"Jika aku bisa keluar dari sini dan hidup, akan aku bunuh mereka!" kesalnya.

Langkah Rein semakin lambat, rasa sakit di kaki membuat dirinya tak memiliki tenaga lagi.

Malam sudah hampir tiba, Rein harus mencari tempat berteduh sebelum hujan membasahi dirinya nanti.

Tepat di tengah hutan belantara itu, ada sebuah rumah terbengkalai. Rein bisa melihatnya dengan jelas meski penglihatannya mulai berkurang.

"Ada rumah di tengah hutan seperti ini?" gumam Rein tidak percaya, jangan-jangan yang dia lihat hanyalah sebuah ilusi.

"Sudahlah lebih baik aku ke sana terlebih dahulu. Orang-orang itu tidak mungkin berani masuk ke hutan ini! Setidaknya aku akan selamat malam ini," gumamnya lagi.

Rein berjalan ke arah rumah tua itu. Ketika sampai di depan rumah, Rein membuka pintunya. Hanya debu dan peralatan usang yang ada. Serta sebuah peti panjang,entah berisi apa.

"Sepertinya ini rumah kosong, semoga saja mereka tidak menemukanku disini!"

Setelah mengucapkannya, Rein terkapar dilantai. Luka di kaki kanannya membuat dia kehabisan tenaga dan darah.

Ingatan tentang dirinya di kehidupan sebelumnya terlintas dalam pikiran Rein. Dia bukan berasal dari dunia ini. Rein seorang gadis dewasa di era modern. Karena sebuah kecelakaan dalam perjalanan kerja. Rein harus berpindah ke dimensi ini.

Sayangnya baru saja masuk ke dalam tubuh Rein berusia dua puluh tahun itu. Dia harus mengalami mimpi buruknya.

Gadis bernama Rein adalah pewaris utama sebuah kerajaan. Namun dia harus berusia dua puluh satu tahun baru bisa di nobatkan sebagai pewaris utama.

Sayangnya banyak anggota keluarga dari pihak ayahnya yang menginginkan nyawa gadis itu.

Perebutan kekuasaan jadi alasan utama. Sedangkan sang ayah dan ibunda telah meninggal. Rein harus berusaha keras untuk tetap hidup sebagai pewaris yang sah.

Jika saja dia bisa lebih kuat, Rein pasti bisa membunuh mereka yang mengincar nyawanya.

"Apa aku akan mati lagi di kehidupan ini, sungguh miris. Baru saja hidup kembali namun harus mengalami hal seperti ini!" ucapnya di tengah-tengah kesadaran yang mulai menipis.

Kedua mata Rein mulai terpejam, gadis itu akhirnya tak sadarkan diri. Dari kaki kanannya mengalir darah akibat luka panah yang dia terima.

Darah itu mengalir ke arah peti mati di samping Rein. Mengenai salah satu sisi peti itu.

Tiba-tiba cahaya putih menyilaukan keluar dari peti mati itu. Rein tak bisa mengetahuinya karena dia sudah tak sadarkan diri.Darah itu seolah sedang dihisap oleh sesuatu.

Peti mati terbuka dengan sendirinya. Seseorang keluar dari peti itu. Dia adalah Darwin, penguasa hutan terlarang itu. Dia telah lama tertidur.

"Darah, darah segar!" ucapnya. Sambil keluar dari dalam peti. Dia melihat Rein yang memiliki darah itu. Kedua taringnya secara refleks muncul kembali.

Darwin menjilat ceceran darah yang berada di kaki Rein. Bahkan dia merasa sangat haus hingga harus mengisap luka itu.

"Darahnya sangat lezat!" ucap Darwin ketika selesai mengisap darah milik Rein.

"Sayang sekali aku tidak bisa menggigitnya saat ini, dia tengah sekarat!" Darwin menyembunyikan taringnya kembali. Dia tidak suka menggigit wanita yang tengah lemah.

Dia hanya bisa menghisap darah dari luka Rein saja.Namun sebuah keajaiban, ketika dia selesai menghisapnya. Luka di kaki Rein perlahan menutup dan sembuh. Seolah tak pernah ada luka di sana.

Darwin memperhatikan Rein, menyentuh pipi kiri gadis itu. Dengan kuku-kuku panjang milik Darwin.

"Siapa gadis ini? Darahnya bisa membuka segel peti dan menghidupkan ku kembali?" Darwin bertanya-tanya tentang Rein.

"Siapapun dia aku tidak peduli, asal bisa hidup kembali!"

"Aku hidup kembali!" teriaknya senang.

Kilat di luar saling bersahutan di tambah hujan lebat di luar sana. Alam tengah memberi tanda bagi orang-orang di sana. Bahwa sang penguasa telah hidup kembali.

Tiba-tiba Darwin merasa kesakitan di dadanya. Dia memegang dada kirinya.

"Ah, apa ini? Perasaan yang sangat menyakitkan!" Darwin tak bisa menahannya, dia terduduk di lantai.

Darwin melihat wajah Rein yang juga tengah menahan sakit.

"Jangan-jangan aku terikat dengannya?" gumam Darwin.

Dengan ujung jari telunjuknya, Darwin mencoba mengetahui siapa gadis itu. Ingatan sebelum Rein pingsan bisa Darwin lihat namun masa lalu gadis itu tak bisa dia lihat.

"Ah!" Darwin merasa ujung jarinya panas ketika mencoba menguak masa lalu Rein.

"Rupanya kamu bukan gadis biasa? Siapa sebenarnya kamu? Kenapa mereka harus membunuhmu!" tanyanya.

Darwin masih saja merasakan sakit di dada kirinya. Perlahan Rein mengerang, perasaan seperti mati kini tengah dia rasakan.

Darwin mengerutkan dahinya, tidak tahu mengapa gadis di depannya ini begitu kesakitan. Padahal luka di kakinya sudah pulih.

"Hei bangunlah!" ucap Darwin sambil mengguncang tubuh Rein.

Rein membuka mata perlahan, bayangan wajah yang masih buram tampak di depannya.Ketika sudah sangat jelas, Rein mendelik terkejut.

"Kamu siapa!" teriaknya panik, Rein segera bangun dan menyilang kan kedua tangannya di dada.

Memandang dengan tatapan aneh pada Darwin.

"Seorang pria tampan di dalam hutan, pakaiannya begitu rapi. Wajahnya sedikit memucat, apakah dia hantu?" batin Rein takut pada Darwin.

"Kamu yang siapa? Kenapa bisa sampai kemari?" tanya balik Darwin.

"Apa dia sedang mengatai ku? Kenapa aku tidak bisa menembus apa yang sedang kepalanya pikirkan?" batin Darwin, merasa ada yang aneh.

Kekuatannya seharusnya bisa dengan mudah membaca isi pikiran atau hati gadis di depannya itu.Namun kenapa dia tidak bisa mendengar apapun saat ini.

"Aku, tadi terluka jadi berteduh di sini!" Rein memeriksa kakinya, tak ada lagi bekas luka di sana. Bekas darah pun menghilang.

"Loh kok hilang? Apa aku sedang bermimpi tadi?" gumam Rein tak percaya.

"Apa yang kamu katakan?" Darwin pura-pura bersikap bodoh di hadapan Rein.

Kali ini Darwin sudah menyembunyikan kuku dan taring panjangnya. Dia juga menekan kekuatan vampir yang dia miliki. Jadi dia terlihat seperti manusia biasa. Hanya saja kulitnya sedikit memucat.

Darwin tak ingin membuat penolongnya ketakutan.Karena gadis itulah dia bisa bangun dari peti mati yang sudah seratus tahun mengurungnya.

Kemungkinan besar, Rein ada hubungan darah dengan Darwin di kehidupan lalu.Maka pria itu harus baik-baik menjaganya.

"Tunggu apa aku sudah mati?" Rein mencoba mencubit kedua pipinya.

"Ah sakit!"

"Berarti aku masih hidup?" soraknya gembira.

Darwin memukul kepala Rein dengan keras. Membuat gadis itu meringis kesakitan.

"Hei apa yang kamu lakukan?" teriak Rein.

"Hanya orang bodoh yang bilang dirinya hidup atau mati!" ucap Darwin ketus.

"Siapa kamu bisa bilang begitu, lagi pula ini bukan urusanmu!" gerutu Rein lagi.

"Aku Darwin, pemilik rumah ini. Siapa namamu? Kenapa bisa sampai ke sini?" tanya Darwin.

"Oh jadi kamu pemilik rumah ini. Kenapa rumah kamu jelek sekali?" ejek Rein. Darwin menahan amarahnya karena gadis di depannya ini bahkan tak takut sama sekali dengan dirinya.

"Terserah apa yang kamu katakan, jika sudah berhenti hujannya silahkan pergi!" Darwin ingin membiarkan Rein pergi.

"Hei jangan marah, aku Rein. Tapi memang rumah ini seperti tak berpenghuni!" ucap Rein mengamati sekelilingnya yang penuh dengan debu.

"Ah iya, aku jarang ke rumah ini." Darwin mencoba mengelak.

"Pantas saja!"

Rein hendak berdiri, ruang itu terlalu gelap saat ini. Karena hari semakin malam, Rein tak bisa melihat dengan jelas.

"Apakah tidak ada lampu atau api? Kenapa gelap sekali!" tanya Rein.

"Ya memang tak ada, sebaiknya kamu tidur saja, tunggu besok tidak lagi gelap."

"Tidur? Apa kamu bisa di percaya?"

"Kenapa tidak? Apa kamu pikir aku akan tertarik denganmu?" Darwin mengamati tubuh kecil Rein. Bahkan seorang pria normal pun tak ingin menyentuhnya.

"Hei kemana tatapan matamu itu?!" protes Rein, meski hanya tak begitu jelas, tapi Rein bisa melihat Darwin tengah menatapnya dengan tatapan aneh.

"Semuanya rata!" ucap Darwin ketus.

"Apa kamu bilang! Rata?" Rein ingin sekali membunuh pria di hadapannya itu karena mengatakan dirinya yang rata. Itu terlalu kejam untuk menyebut wanita.

"Memang benar kan?" Darwin tetap tak mau meminta maaf.

"Huh!" Rein hanya bisa mendengus kesal. Andai saja tidak gelap dan hujan. Rein akan pergi segera dari rumah ini.

Sayangnya di luar sangat dingin dan gelap. Dia juga harus menghindar dari pria-pria yang mengejarnya tadi.

Hanya diam diantara keduanya, Rein merasa sangat lelah dan mengantuk. Sebelum tertidur dia mengeluarkan belati kecil yang sering dia bawa. Untuk berjaga-jaga jika ada yang ingin mencelakainya.

Di lantai yang dingin Rein mencoba memejamkan matanya. Dia sengaja membuat jarak dengan Darwin. Agar pria itu tidak macam-macam dengan dirinya.

"Jangan sampai mendekat ke arahku," peringat Rein pada Darwin.

"Tenang saja, aku tidak sedikit pun tergoda dengan mu," balas Darwin.

Rein tak perduli,yang terpenting dia tidur. Agar besok memiliki tenaga untuk keluar dari hutan itu.

Kembali ke keluarganya dan membalaskan dendam kematian kedua orang tuanya.

Ingatan tentang kehidupan pemilik tubuh yang asli melintas di pikiran gadis itu. Rein yang asli melihat dengan mata kepala sendiri bahwa kedua orang tuanya di bunuh oleh salah satu orang yang berada di kerajaan milik ayahnya.

"Tenang saja Rein, aku akan membalaskan dendam mu pada mereka yang merebut apa yang menjadi milikmu," batin Rein. Perlahan kedua matanya mulai terpejam. Sedangkan Darwin hanya bisa memperhatikan Rein dari tempatnya duduk. Dia tidak ingin tidur malam ini. Hanya ingin keluar dari rumah yang sudah lama mengurungnya itu.

"Saatnya mencari mangsa!" taring milik Darwin kembali keluar. Di tambah matanya yang berubah warna menjadi merah. Dia pergi tanpa mengeluarkan sedikitpun suara.

Kesepakatan

Darwin keluar dari rumah pengap itu. Mencari udara malam yang sudah lama tak dia rasakan.

Dengan kekuatan yang dia miliki, Darwin bisa dengan mudah melayang di udara. Dia kini tengah berada di langit.Memperhatikan semua hal yang ada di dalam hutan itu.

"Sangat membosankan tinggal di hutan ini!" gerutunya.

"Uh lapar sekali!" ucapnya lagi, dia merasakan lapar setelah bertahun-tahun tertidur.

Darwin turun ke tanah, ketika melihat seekor kelinci sedang berkeliaran di malam hari.

"Darah kelinci ini pasti segar!" Darwin dengan mudah menangkapnya dengan kekuatan yang dia miliki.Dia mencoba menggigit kelinci itu.

"Pyuuhh, tidak enak darahnya. Sial!" Darwin membuang ke sembarang arah kelinci yang sudah mati digigitnya.

"Lebih baik mencari manusia saja untuk ku hisap darahnya!" Darwin hendak pergi kembali. Namun tiba-tiba teringat Rein yang masih di dalam rumah kosong.

Darwin kembali melihat ke arah kelinci yang sudah mati itu. Memungutnya kembali untuk di bawa ke rumah kosong.

"Jika dia kenyang, aku bisa menghisap darahnya lagi!" sudut bibirnya terangkat, dia tidak perlu bersusah payah mencari mangsa. Karena ada Rein yang bisa menjadi bahan makanan untuknya.

Darwin kembali ke rumah kosong itu sebelum pagi tiba. Dengan menenteng kelinci tadi. Dia membuka pintu dan melihat Rein yang sudah terjaga.Darwin melempar kelinci di tangannya ke depan Rein.

"Hei apa ini?" tanyanya dengan wajah kesal.

"Makananmu! Cepat dimakan!" jawab Darwin.

"Kamu ingin aku makan kelinci mentah ini? Kamu kira aku apa?" gerutu Rein.

Kedua mata mereka bertemu, ada cipratan kekesalan dari mata Rein.

Kruyuuk!

Di tengah-tengah perdebatan mereka. Suara perut Rein terdengar begitu nyaring.

"Ah sial, perut ini kenapa berbunyi di waktu yang tidak tepat?" batin Rein.

Lagi-lagi Darwin tidak bisa menembus apa yang tengah di pikirkan Rein. Seolah terhalang sesuatu.

"Apa kekuatanku benar-benar belum sepenuhnya kembali?" batin Darwin.

"Sudahlah, kamu lapar kan, terima saja kelinci itu," ucap Darwin lalu meninggalkan Rein sendirian.

Rein menatap ke arah kelinci itu, memikirkan cara bagaimana dia bisa memakannya.

"Bagaimana dia bisa menangkapnya?" gumam Rein sambil membolak-balikkan tubuh kelinci itu. Rein menemukan dua luka bekas sebuah gigitan atau tusukan.

"Sudahlah, lebih baik aku pikirkan bagaimana cara memasaknya," Rein beranjak untuk mencari sesuatu yang bisa menghasilkan api untuk pembakaran.

Lama mencari akhirnya Rein menemukan dua buah batu bara. Kemungkinan ini peninggalan orang-orang terdahulu yang tinggal di rumah itu.

"Tinggal mencari kayu bakarnya, untung saja sudah hampir pagi."

Rein bergegas keluar dari rumah, sedangkan Darwin hanya memperhatikan Rein dari kejauhan.Meski jarak gadis itu sangat jauh darinya, Darwin masih bisa melihat dengan jelas. Karena ini adalah salah satu kemampuan vampirnya.

Rein kembali dengan kayu bakan di kedua tangannya beberapa menit kemudian. Tampaknya gadis itu terburu-buru ingin kembali.

Ketika masuk ke dalam rumah kembali. Rein di kejutkan oleh Darwin yang berdiri di depan pintu masuk rumah kosong itu.

"Ah kamu, ngagetin lagi!" ucap Rein kesal.

"Apa yang terjadi? Sepertinya kamu sangat ketakutan?" tanya Darwin.

Rein meletakkan kayu bakar di tanah. Lalu mencoba menghidupkan api dengan batu bara tadi.

"Segerombolan orang dari musuh ayahku tengah mengejar ku ke sini,mereka ingin membunuhku!" Rein mengurungkan niatnya untuk menciptakan api. Itu sama saja mengundang para pembunuh itu mendekati rumah ini.

"Kenapa mereka ingin membunuhmu?" tanya Darwin.

"Karena aku adalah putri kerajaan ini. Mereka ingin memiliki tahta yang seharusnya menjadi milikku," jelas Rein. Wajahnya tampak khawatir tentang keselamatan dirinya.

"Kasihan sekali, bukankah lebih baik untuk memberikan tahta itu pada mereka?" tanya Darwin.

"Tidak! Jika tahta itu jatuh ke tangan mereka. Negeri ini akan hancur, mereka tidak boleh menemukanku!" sentak Rein.

"Lalu apa yang harus kamu lakukan? Bukankah seharusnya tidak hanya bersembunyi saja kan?"

Ucapan Darwin memang masuk akal. Rein tidak bisa hanya bersembunyi saja. Dia harus melawan mereka, namun dengan kemampuan bela dirinya yang biasa saja. Jelas Rein akan kalah dengan mudah.

"Kamu mau menjadi lebih kuat?" tanya Darwin.

"Tak semudah mengucapkannya, aku sudah lama berlatih sihir dan juga bela diri. Namun semuanya sia-sia.Tubuhku terlalu lemah!" jelas Rein.

"Aku bisa membantumu!"

"Benarkah?" Rein menatap ragu pada Darwin.

"Tentu saja, namun ada syaratnya?" balas Darwin.

"Apa itu?"

"Kamu harus memberiku segelas darahmu setiap hari," jawab Darwin.

"Hah darah!" Rein terkejut mendengarnya. Darwin menganggukkan kepalanya.

"Untuk apa?" tanya Rein

"Kamu tidak perlu tahu, jika kamu mau melakukannya aku akan membantumu membunuh satu persatu musuh mu," jelas Darwin.

Rein berfikir sejenak lalu dia menganggukkan kepalanya.

"Baguslah, mulai sekarang kamu bisa menjadi pengawal ku," ucap Rein.

"Hei pengawal?" Darwin merasa ada yang salah dengan kesepakatan mereka.

Dia adalah penguasa, namun bagaimana bisa menjadi pengawal pribadi gadis cilik didepannya ini.

"Lalu apa namanya? Jika kamu ingin selalu melindungi ku, maka itu dinamakan pengawal pribadi," jelas Rein.

Darwin hanya bisa mendengus kesal. Selama kekuatannya belum kembali sempurna. Dia tidak bisa menunjukkan wajah sebenarnya pada orang-orang di luar sana.

Hal itu hanya akan memancing para musuhnya kembali. Darwin terpaksa harus menerima kesepakatan itu.

"Baiklah," jawabnya. Rein tersenyum bahagia. Setidaknya ada orang yang mau berjalan bersama dirinya.

Krek! suara dahan patah terdengar di luar pintu utama. Rein segera mengeluarkan belatinya. Bersiap jika kemungkinan itu adalah orang-orang yang mengejarnya kemarin.

Brak! pintu di buka dengan paksa. Sekelompok pria dengan topeng di wajahnya tampak membawa belati di tangannya masing-masing.

"Haha ternyata kamu bersembunyi di sini!" tawa salah dari mereka. Rein bisa mengira bahwa dia adalah pemimpin kelompok itu.

"Siapa sebenarnya yang menyuruh kalian?" tanya Rein ingin mengerti untuk pihak mana mereka bekerja.

"Kamu tidak perlu tahu! Bunuh dia!" mereka dengan cepat mengepung Rein.

"Sial kenapa mereka banyak sekali! Lalu dimana pria bodoh itu!" umpat Rein, melihat sekelilingnya tak ada Darwin. Pria itu entah kemana.

Rein hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri saat ini. Satu persatu dia melawan mereka. Meski kewalahan, Rein hanya bisa bertahan semampunya.

"Ah!" sebuah belati dari mereka mengenai lengan Rein. Darah segar mengalir dari lukanya.

Darwin yang sejak tadi mengamati dari atap tak bisa menahan hasratnya ketika mencium bau dari milik Rein.

Dia segera turun untuk membantunya. Dengan kuku-kuku panjang yang Darwin miliki. Dia dengan mudah menyerang mereka. Menusuk tepat di jantung pria-pria itu.

"Terlalu mudah!" ucapnya sombong karena hanya butuh beberapa detik untuk memusnahkan mereka.

Rein tak bisa berkata-kata ketika melihat cara Darwin membunuh musuh-musuhnya.

"Kamu? Siapa kamu sebenarnya? Kenapa bisa membunuh mereka semua!" tanya Rein ketakutan, dia lebih merasa takut pada Darwin dari pada sekelompok orang tadi.

Darwin tersenyum pada Rein, pria itu berjalan ke arah Rein yang memegang lengannya.

"Aku adalah Darwin, penguasa hutan ini. Mereka hanyalah semut-semut pengganggu," jawab Darwin.

Dia melepaskan tangan Rein dari lukanya, lalu menyibak kain yang menutupi luka. Perlahan wajahnya mendekat ke luka itu, dan mulai menghisap darah milik Rein.

Gadis itu semakin terkejut, namun Darwin berhasil menahannya agar tidak bergerak.

"Ap,apa yang kamu lakukan?" sentak Rein takut.

"Apa lagi? Meminta darahmu sebagai bayaran atas kerjaku tadi lah?" balas Darwin.

"Ka- kamu minum darah!" Rein semakin tergagap, namun tubuhnya semakin lemas karena Darwin belum berhenti menghisap darahnya.

"Ya, aku memang minum darah," Darwin telah selesai menghisap darah sekaligus mengobati luka di lengan Rein.

"Bagaimana bisa? Lukanya menghilang?" tanya Rein.

"Karena lidahku sangat berharga,jadi berterima kasihlah padaku," Darwin mengusap sudut bibirnya yang masih tertinggal darah milik Rein.

"Lumayan!" meninggalkan Rein dalam kebingungan.

"Siapa sebenarnya dia? Bagaimana bisa dia melakukan itu?" Rein masih terkejut. Dan belum bisa mencerna apa yang dilakukan oleh Darwin.

Darwin kini berada di atap genting rumah kosong itu. Dia mengamati perubahan dalam dirinya setelah meminum darah milik Rein.

"Kekuatanku perlahan membaik, apakah dia ada hubungannya dengan gadis seratus tahun yang lalu itu?" gumam Darwin. Dia tidak bisa mengetahui asal-usul Rein. Tentang reinkarnasi siapa gadis itu.

"Jika memang benar itu kamu? Aku tidak akan melepaskan kamu kembali," ucapnya lagi. Sambil berbaring di atas genting itu. Memandang langit lalu mengingat kembali wajah gadis yang pernah dia cintai di seratus tahun lalu.

Sayangnya, lamunannya harus terganggu dengan suara kaki milik Rein. Gadis itu tengah berjinjit-jinjit ingin kabur darinya.

Darwin duduk kembali dan mengawasi gerak-gerik Rein. Dia tidak menyadari bahwa Darwin ada di atas sedang memperhatikannya.

"Gadis bodoh!" gumamnya. Dia masih membiarkan gadis itu melakukan apa yang ingin dia lakukan.

"Ah syukurlah, dia sedang pergi! Aku akhirnya bisa pergi. Dia lebih berbahaya dari orang-orang yang memusuhiku!" gumam Rein. Dia berlari ke arah luar hutan. Tanpa dia sadari Darwin mengikutinya dari atas.

Sambil menguap Darwin bisa dengan mudah menemukan Rein. Dimana pun gadis itu berada.

"Hei!" Darwin tiba-tiba sudah berada di depan Rein. Gadis itu jatuh terperanjat karena Darwin yang tiba-tiba muncul.

"Ka-kamu! Kenapa bisa disini?" tanyanya.

"Tentu saja menjadi pengawal mu harus selalu mengikuti mu, bukan kah begitu?" jawabnya tenang dengan kedua tangan menyilang di depan dadanya.

"Ah itu, tidak perlu. Kamu sudah bebas. Aku tidka memerlukan pengawal lagi!" Rein mencoba mengelak nya.

"Tapi aku tidak bisa. Secara tidak langsung aku dan kamu sudah terikat!"

"Apa? Terikat?" Rein tidak mengerti maksud ucapan Darwin.

"Ya intinya, aku membutuhkan darahmu. Dan kamu membutuhkan pertolongan dariku."

"Tidak, aku tidak lagi membutuhkanmu. Jangan ikuti aku!" Rein berlari dengan cepat meninggalkan Darwin yang masih berdiri di tempatnya tadi.

Pria itu hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sejauh dan secepat apapun gadis itu berlari. Darwin bisa dengan mudah menemukannya kembali.

Memulai Perjalanan

Nafasnya terengah-engah, di tengah rimbunnya semak-semak. Rein masih mencoba berlari. Meski kedua kakinya seperti hampir patah.

Tak jauh darinya, Darwin berada di atas pohon. Dengan jubah hitam menutupi tubuh pria itu. Dia mengamati Rein dan sekitar hutan itu.

"Sepertinya dia sudah kelelahan, tunggu siapa itu?" Darwin melihat beberapa orang berpakaian hitam sama seperti sebelumnya.

"Dasar gadis pembawa masalah!" gerutunya sambil terbang ke arah Rein. Lalu turun tepat di depan gadis itu.

"Kamu!" Rein masih saja terkejut sama seperti biasanya.

"Jangan mengikuti ku lagi! Pergi sana!" ucap Rein kesal.

"Awas!" Darwin memeluk tubuh Rein lalu menjatuhkan tubuh mereka ke tanah. Telat satu detik saja, Rein sudah tak bernafas.

Gadis itu membeku di tempatnya, posisi mereka sangat menguntungkan bagi Darwin. Rein berada di bawah kungkungan tubuh kekar Darwin.

"Awas kamu!" Rein mendorong tubuh Darwin.

"Lihat itu! Sedetik saja terlambat kamu sudah tidak bernafas lagi!" Darwin menunjukkan sebuah anak panah yang menancap di pohon.

"Sial! Mereka masih saja belum menyerah!" umpat Rein pada musuh-musuhnya.

"Mereka tidak akan menyerah sebelum mendapatkan apa yang mereka inginkan," jelas Darwin.

"Kamu benar!" Rein membersihkan pakaiannya dari tanah yang menempel.

"Jadi lebih aman jika aku bisa bersamamu,benar bukan?" tanyanya.

"Tapi jika bersamamu aku bisa mati kehabisan darah!" tolak Rein.

"Kamu tidak akan mati, setelah aku mengisap darahmu. Kamu akan kembali seperti semula," jelas Darwin.Rein tampak berpikir keras.

"Sekalipun aku menolak pria ini. Toh dia akan tetap mengikuti ku. Lebih baik menerima saja keinginannya. Setidaknya bisa menjaga ku sementara ini," batin Rein.

"Baiklah,tapi aku juga punya syarat khusus untukmu," ucap Rein.

"Apa itu?"

"Kamu hanya boleh mengisap darahku sehari satu kali saja, jika lebih aku akan memukulmu!" ucapnya.

"Baiklah," jawab Darwin santai.

"Kalau begitu ikut aku kembali ke istana!" ajak Rein.

"Aku rasa lebih baik jangan kembali dulu." Darwin melarang gadis itu untuk kembali.

"Kenapa?"

"Dengan kekuatanmu saat ini. Kamu hanyalah semut yang dengan mudah mereka injak. Lebih baik belajar bela diri dan sihir dulu dengan baik. Agar bisa melawan mereka, bukankah masih ada satu tahun lagi untuk kamu menjadi penguasa istanamu?" tanya Darwin.

"Benar juga yang di katakan Darwin. Jika aku kembali sekarang, hanya akan mengantarkan nyawa saja. Aku harus menjadi lebih kuat.Agar bisa melawan mereka." Batin Rein bergejolak.

"Baiklah, aku setuju. Tapi bagaimana aku bisa menjadi kuat. Sedangkan diriku sama sekali tidak memiliki kemampuan," semangatnya kembali meredup.

"Ais, sudahlah ayo kita pergi dulu, pakai ini!" Darwin melempar satu jubah hitam yang lebih kecil pada Rein.

"Kenapa harus memakai ini?" tanya Rein bingung.

"Jubah itu bisa melindungi mu dari serangan kecil. Panah dan belati biasa tak bisa menembusnya. Di tambah lagi, wajahmu yang familiar bisa membuat para musuh mu dengan mudah menemukanmu," jelasnya lagi.

"Baiklah," Rein segera memakai jubah itu. Lalu menutup wajahnya dengan topeng yang di berikan juga oleh Darwin. Pria itu juga memakainya.

Darwin tiba-tiba merangkul pinggang Rein. Gadis itu sekali lagi terkejut. Dia segera menepis tangan Darwin.

"Hei apa yang kau lakukan? Jangan tidak sopan!" ucapnya dengan nada tinggi.

"Gadis bodoh! Tubuhmu itu sama sekali tidak menggoda untuk seorang pria normal seperti ku! Lagi pula aku hanya ingin membawamu melompat saja. Sampai besok pun kamu akan sulit keluar dari hutan ini," jelas Darwin.

"Kita jalan saja!" ajak Rein.

"Kamu yakin, disini banyak ular loh?" tanya Darwin.

Rein langsung waspada, memperhatikan sekitarnya. Benar yang Darwin katakan tak jauh dari mereka sudah nampak tiga ular berbisa.

"Matilah aku!" rengek Rein.

"Sudahlah ayo ikut aku!" Darwin dengan paksa menarik pinggang Rein untuk memeluknya. Membawa gadis itu melompat ke dahan- dahan pohon. Dengan begitu mereka bisa lebih cepat keluar dari hutan.

"Aaah, astaga! Pelan-pelan!" teriak Rein ketakutan, ini adalah pengalaman pertama baginya.

Darwin malah menambah kecepatannya. Seketika Rein lemas dalam pelukan pria itu. Setelah sampai di pinggir hutan. Darmin dan Rein berhenti di sana. Rein merasa sangat mual. Dia berlari ke arah semak-semak dan memuntahkan isi perutnya.

"Hoek! Ini sangat menyiksaku!" gerutunya.

Darwin tertawa puas,melihat Rein yang memerah di wajahnya. Gadis itu belum terbiasa saja dengan hidup Darwin. Jika mereka sering bersama, Rein pasti akan terbiasa.

"Kamu mau membunuhku ya!" kesal Rein sambil mengusap ujung bibirnya.

Dia melihat ke sekeliling mereka. Benar saja keduanya dengan cepat sudah keluar dari hutan terlarang itu. Menuju ke sebuah pedesaan yang tak banyak penghuninya.

"Kami yakin kita akan masuk ke desa ini?" tanya Rein pada Darwin.

"Tentu saja, memangnya kenapa?" Darwin ingin mencari sesuatu di desa itu.

"Setahuku,inilah desa paling tua di sini. Sayangnya banyak manusia yang mati secara misterius di dalamnya."

"Apa kamu takut?"tanya Darwin mengejek Rein.

"Hei, siapa yang takut, aku berani kok!" jawab Rein tenang. Dia tak mau terlihat lemah di hadapan pria seperti Darwin.

"Baguslah!" Darwin mempercepat langkahnya. Rein segera mengikuti pria itu. Sambil memperhatikan tempat sekitar mereka.

Desa itu terlalu sepi, tak ada tanda-tanda kehidupan. Setahu Rein setahun yang lalu masih ada beberapa orang di dalam desa. Meski hanya kabar burung saja, Rein yakin ada yang tidak beres di desa ini.

Darwin ingin mencari sesuatu di desa itu. Sebuah senjata yang sudah lama dia tinggalkan di sana.

"Darwin tunggu aku!" ucap Rein yang tertinggal di belakang Darwin.

"Cepatlah bodoh!" ucap Darwin.

Langit mulai gelap kembali, sedangkan keduanya tak ada penerangan. Semakin dalam masuk ke desa itu. Semakin gelap dan sunyi.

"Kenapa gelap sekali?" gerutu Rein. Dia tidak memperhatikan depannya.

"Aduh!" Rein tidak sengaja menabrak punggung Darwin yang tiba-tiba berhenti.

"Kenapa tiba-tiba berhenti?" tanya Rein.

"Sssstt diam, ada orang di sana!" Darwin membungkam mulut Rein dengan telapak tangannya. Rein hanya menganggukkan kepalanya ketika menjawab.

"Kenapa tangan Darwin dingin sekali!" batin Rein.

Setelah orang itu pergi, Darwin melepaskan tangannya.

"Ayo jalan lagi!" ajaknya.

"Siapa pria tadi?" tanya Rein.

"Entahlah, dia sepertinya bukan manusia. Hanya sosok yang tak bernyawa saja. Asal kita tidak terdengar olehnya. Kita bisa aman," jelas Darwin.

"Mak-maksud ka-kamu hantu?" tanya Rein ketakutan.

"Sejenisnya!" Darwin tidak bisa memastikan sosok apa tadi. Namun dia sudah lama tidak mengenal dunia ini. Terlebih banyak sekali perbedaan antara sekarang dengan seratus tahun yang lalu.

Darwin teringat dengan desa yang saat ini dia lalui. Dahulu desa itu sangat ramai, banyak penduduk dan kaumnya saling hidup rukun.

Hingga suatu hari peperangan itu terjadi. Darwin tidak tahu siapa yang memulainya, namun bukan dari kaumnya atau kaum manusia.

Ada kaum lain yang mencoba mengadu domba mereka. Hingga akhirnya Darwin harus di segel di dalam peti itu selama seratus tahun.

"Sudah sampai!" ucap Darwin. Kini mereka berada di tengah-tengah desa. Rein tidak mengerti kenapa harus berhenti di sana.

Darwin jongkok di tempatnya berdiri tadi. Tangan kanannya menapak ke tanah. Rein mundur perlahan, karena melihat Darwin yang tiba-tiba mengeluarkan sebuah cahaya dari tubuhnya.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Rein panik.

Tiba-tiba tanah bergetar, dari tanah yang di sentuh oleh Darwin mulai terbelah. Perlahan muncul sebuah tangga. Sebuah ruang rahasia.

"Ruang rahasia!" Rein takjub dengan apa yang dia lihat.

"Ayo masuk!" ajak Darwin. Rein menggelengkan kepalanya.

"Tidak,aku takut!" jawab Rein.

Darwin mengerutkan keningnya, melihat gadis itu yang berdiri lumayan jauh darinya.

"Seperti kamu kah calon pemimpin masa depan? Sungguh sial rakyatmu!" ejek Darwin.

Mendengar hal itu Rein seketika memberanikan diri. Dia melangkah cepat menuju ke anak tangga itu. Ruangan itu sangat gelap, Rein tak bisa melihat apapun. Namun tidak bagi Darwin,dia dengan mudah bisa melihat di kegelapan.

"Hei aku tak bisa melihat jalannya!" ucap Rein. Darwin lalu menggandeng gadis itu.

"Ikuti aku, jangan sampai lepas."

Mereka masuk ke dalam ruang rahasia itu. Darwin bisa tahu ruang itu karena dialah yang menyuruh bawahannya dahulu untuk membuatnya.

Klak!

Tiba-tiba lilin di samping mereka menyala. Sebenarnya Darwin yang menyalakannya dengan sihir yang dia pelajari.

"Eh ada penerangan!" ucap Rein, dia masih memegang tangan Darwin.

"Ehem, sampai kapan menempel padaku?" tanyanya.

"Hehe maaf!" Rein segera melepaskan tangannya dari Darwin. Mereka lalu menyusuri lorong yang ada. Untuk masuk ke dalam ruang rahasia itu.

Ketika sampai di sebuah pintu besar. Keduanya berhenti.

"Tempat apa ini sebenarnya?" tanya Rein.

"Kita buka saja pintu ini. Kamu akan tahu semuanya."

Darwin mencari tombol rahasia di dinding. Ketika menekannya, pintu besar itu otomatis terbuka.

"Waah!" Rein takjub dengan isi didalam ruang itu. Sangat bersih meski sudah lama tak ada yang penghuninya. Rein berjalan ke sana kemari. Melihat satu persatu peralatan di dalam ruang itu.

Banyak senjata yang tertata rapi di sana. Darwin juga mencari sesuatu di ruang itu.

"Dimana aku meletakkannya ya?" gumam Darwin lupa. Dia lalu mengaktifkan mata tembus pandangnya untuk mencari benda itu.

"Sial! Kenapa tidak ada!" gumamnya lagi.

"Kamu sedang mencari apa?" tanya Rein. Darwin berbalik badan melihat Rein.

"Hah mata kami kenapa?" tanya Rein ketakutan karena mata Darwin berubah menjadi merah.

Darwin lupa bahwa Rein belum mengetahui identitasnya. Tapi anehnya, Darwin tak bisa menembus pandang apapun pada tubuh Rein.

"Jangan takut, ini hanyalah salah satu kekuatan yang ku miliki. Aku tengah mencari sebuah benda. Namun ku rasa tidak ada di sini," jelasnya.

"Be-benar kah?" tanya Rein takut.

"Benar, oh iya pilihlah satu senjata yang kamu sukai. Malam ini kita tinggal di sini sementara. Besok kita lanjutkan perjalanannya," ucap Darwin. Rein hanya bisa menganggukkan kepalanya menuruti Darwin. Kewaspadaan gadis itu mulai bertambah setelah mengetahui keanehan Darwin.

"Jangan bilang aku masuk ke kandang harimau?" batinnya menangis.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!