NovelToon NovelToon

The Story Of Carl

Prolog

London, Inggris. 2021.

Carl Alvaron, seorang aktor juga penyanyi asal Los Angeles, Amerika Serikat. Ia sudah lama memulai karirnya yang begitu gemilang, awal kelulusan Carl langsung memilih terjun ke dalam dunia perfilm-an, hingga 5 tahun kemarin ia membuat sebuah album untuk seseorang yang ia cintai dan booming seketika. Pernikahan yang begitu manis rupanya hanya sesaat, wanita itu pergi entah kemana membawa anak mereka yang baru berusia 3 tahun. Membuat Carl ingin menebus kesalahannya, ia kembali tersiksa dengan rasa sakit dan penyesalan yang begitu perih.

Dengan pakaian yang sangat tertutup dan topi serta kacamata yang Carl kenakan, membuatnya lebih leluasa kemanapun sendirian, tanpa takut satu orangpun mengenalinya. Dan kini, di sebuah stasiun kereta bawah tanah, atau lebih dikenal London Underground. “Hallo kak, aku merindukan Gerald dan Sabrina,” ujar Carl dengan satu tangan yang di masukkan ke dalam saku celana dan satu tangan lagi memegang ponselnya. Terdengar suara sang kakak yang mulai berdebat saat mengetahui Carl sudah berada di London tanpa memberitahunya terlebih dahulu.

Setelah percakapan singkat itu selesai, mata Carl tidak bisa teralihkan pada seorang anak yang memiliki wajah begitu tampan, pakaian yang tampak kekinian membuat anak itu tampak seperti model. “Hai anak kecil, mengapa kau sendirian? Dimana ibu mu?” anak laki-laki itu tampak tersenyum menatap Carl, sedangkan tangannya memegang sebuah eskrim yang sekali-kali ia jilat diruangan ber AC ini.

“Mama sedang ke toilet, dan aku harus mengunggu disini agar antrian kami tidak terlewat,” jawaban yang cukup sopan dari seorang anak berumur sekitar 7-8 tahun yang lagi-lagi menjilat es krimnya.

“Mama mu tidak takut meninggalkan mu sendirian disini? Bagaimana jika kau diculik?”

Anak itu tampak tenang dan menaikan alisnya, “Tenang saja paman, Mama ku mengatakan jika aku adalah anak yang mahal, pengeluaran untuk ku sangat special, bahkan ayahku saja sedang pergi bekerja mencari uang yang banyak. Kau tahu? Dia seorang aktor,” bisik anak itu pelan diakhir kalimatnya. “Jadi, tidak akan ada yang berani menculik ku, mereka semua akan memikir dua kali untuk itu.”

Tawa Carl meledak, anak itu rupanya pintar bercanda. “Waw, kau anak seorang aktor rupanya? Siapa nama ayah mu? Siapa tahu aku mengenalnya.”

Bukannya menjawab, anak itu tampak terdiam dan mengangkat bahunya, kembali asik dengan es krim yang ia pegang. “Mama tidak pernah memberitahu ku, Mama takut aku mengganggu ayah bekerja,” jawaban itu membuat Carl bingung. Namun, saat seorang wanita menghampiri mereka, semuanya terjawab, jantungnya seakan berhenti dan  amarah yang ingin meledak membuatnya sesak seketika.

“Earl, apakah nomor kita sudah dipanggil?” suara itu! Wanita yang selama ini ia cari ada dihadapannya, seorang istri yang tiba-tiba saja pergi membawa anak mereka yang saat itu baru sembuh dari penyakitnya. Kebocoran jantung. Ya, pantas saja anak ini menyebut dirinya anak mahal, Carl sekarang mengerti.

“Dua lagi Ma,” Earl tampak tersenyum pada Amber, mereka begitu saling menyayangi, memeluk satu sama lain dan Carl baru menyadari sesuatu, warna rambut Amber berubah menjadi coklat, lebih cantik dan dewasa seperti dulu.

“Amber, kau masih mengenal ku?” tanya Carl dengan suara berat, menahan diri untuk tidak menarik wanita itu dan meminta penjelasan dengan keputusan gila yang selama ini menyiksanya. Amber tampak belum menyadari, ia menatap bingung pada Carl. Dengan mengeraskan rahang, Carl membuka topi dan kaca matanya, tidak memperdulikan banyaknya orang ditempat ini yang akan mengenalinya.

Wajah Amber seketika memucat. “Kau-“ Amber menarik Earl dengan cepat, merapatkan Earl pada Amber, ini tidak mungkin! Ia sudah menjauhi Los Angeles bahkan keluar dari Amerika! Untuk apa seorang aktor terkenal seperti Carl di stasiun seperti ini? Bagaimana keadaannya sejak berita kecelakaan itu?

***

[Cast]

•Carl Alvaron

•Amber Barayev

•Kenrich Alvaron

Satu Kelompok

Los Angeles, 2010.

Keadaan kelas begitu hening, hanya suara dosen yang tengah menerangkan materi didepan sana. Amber mencatat semua yang ada di whiteboard, otaknya menyaring semua materi yang disampaikan. "Baik, kelas ini kita cukupkan saja. Berikut nama kelompok belajar yang sudah ditetapkan. Selamat bertemu di minggu depan," ujar Miss Hilda dengan begitu ramah. Beberapa anak langsung turun melihat kertas diatas meja itu, mencari nama siapa saja kelompok belajarnya.

Telunjuk Amber menyentuh barisan namanya sambil bergeser menyusuri deretan nama itu. "Amber, Jack, Carl," gumam Amber, matanya seketika menatap deretan bangku yang tampak seperti tangga. Ia menemukan Jack dan Carl dalam sekejap, sambil menganggukkan kepalanya pelan, Amber berjalan melewati gerombolan orang yang memenuhi kertas pembagian kelompok.

Dengan pasti Amber menaiki anak tangga dan berhenti di bangku Carl yang tepat dibelakangnya Jack. "Hai, kita satu kelompok, boleh aku membuat grup message untuk kita bertiga?" tanya Amber, Carl melepaskan headset dan tersenyum, tak lama Carl mengangguk menandakan jika ia setuju.

"Ya, tentu saja boleh, kau sudah mengetahui nomor ku?" Amber tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

"Yup, kalian ada didalam grup kelas bukan?"

"Wow apa aku tidak salah dengar? Carl kita sangat beruntung, mendapat kelompok dengan anak terpintar dikelas ini," Jack tampak benar-benar tidak menyangka, ia berekspresi berlebihan hingga berdiri dari bangkunya.

"Tidak ada kata beruntung, kita bertiga yang akan menyelesaikan tugas ini bersama," Amber tersenyum pada Jack, memberitahunya secara tidak langsung bahwa Amber tidak ingin mengerjakan tugas ini sendirian dan tidak membutuhkan pujian apapun. "Aku masih ada kelas lain hari ini, kalau begitu sampai bertemu jam 2 di perpustakaan. Bye."

Jack mengerutkan keningnya saat Amber berlalu begitu saja lalu menatap Carl dengan wajah tidak percaya. "Carl, kau mendengarnya?" Carl hanya mengangguk dan kembali memasang headsetnya sebelah.

"Ah, aku lupa memberitahu mu. Satu kelompok dengan Amber akan mendapatkan nilai tertinggi dan kita akan selalu di teror oleh beberapa pertemuan yang mengharuskan kita berfikir jelas," ujar Carl. "Aku sudah mendengarnya dari beberapa orang yang pernah menjadi anggota kelompoknya."

"Astaga! Tapi hari ini aku harus menjemput Bella. Lagi pula ini tugas baru, dikumpulkan minggu depan, apa aku bisa membujuknya untuk mulai mengerjakan tugas besok," Carl menjawabnya dengan gelengan kepala, "What?" pekik Jack tercengang. "Apakah aku bisa mengganti kelompok?" tanya Jack kembali.

Kali ini Carl menatap Jack dengan tatapan datar, melepaskan kembali Headset dan menarik nafasnya. "Keputusan Miss Hilda tidak akan bisa diganggu gugat. Sudahlah, siapa tahu kita bisa lulus Summa Cumlaude," mendengar itu Jack sedikit menggeram, ternyata satu kelompok dengan anak pintar tidak semudah yang dibayangkan. Ini lebih berat dan menyita waktu.

Tampak Jack yang akan kembali berbicara membuat Carl langsung berdiri dari duduknya, mengambil tas dan berjalan menuruni tangga kelas. "Hei, aku belum selesai berbicara!" teriak Jack. Carl hanya tersenyum kecil dan berjalan santai, mulai mengarahkan layar ponsel pada wajahnya.

"Hai Val, bagaimana pagi mu?" Valerie, wanita pertama yang ia cintai dari saat mereka tumbuh bersama. Wanita tercantik dengan segala kesempurnaannya.

"Hai Carl, pagi ku menyenangkan, aku baru selesai kelas," terlihat dalam layarnya kini sebuah suasana kelas yang baru saja selesai. "Umm, Carl. Boleh aku meminta nomor Ken yang baru? Sepertinya dia mengganti nomornya lagi."

Amber masuk kedalam perpustakaan, mencari beberapa buku untuk referensi tugas mereka. Matanya melirik pada sebuah jam besar yang menempel di dinding ruangan, masih ada waktu untuk mengerjakan tugas lainnya. Dengan perlahan tangannya menggapai sebuah buku dengan sampul tebal.

Ia kembali pada meja yang sudah biasa ia tempati, mengeluarkan buku tulis dan membaca kembali apa saja pertanyaan yang ia tulis. Amber membuka buku tebal itu, melihat daftar isi memudahkannya mencari letak materi yang ia cari. Setelah menemukan, Amber menulis diatas kertas bergaris itu, ia fokus dan mudah mencari semua jawaban.

"Maaf kami telat, kau mengerjakannya terlebih dahulu?" ucapan pelan itu membuat Amber mengangkat wajahnya, ia tersenyum pada dua orang pria yang baru datang, menutup buku tebal dan menyodorkan tiga buku lainnya ditengah mereka.

"Tidak, aku hanya sedang menganalisis," jawabnya ramah. Carl duduk di samping kanan Amber, menyimpan tasnya diatas meja dan mengeluarkan buku tulis berserta pulpen. Sedangkan Jack, ia menggaruk pelan kepalanya.

"Umm, Amber. Aku minta maaf tidak bisa terlalu lama disini, aku harus menjemput teman ku," Jack menampilkan wajah sedikit bermohon dan menyesal.

Amber tersenyum kecil dan memberikan mereka masing-masing buku. "Aku hanya ingin membagi tugas dan menentukan perusahaan mana yang akan kita ambil sebagai contoh,"

"Oh kau sangat baik Amber, baiklah kita mulai saja sekarang, apa saja tugasnya," Jack dengan semangat mengeluarkan secarik kertas dan pulpen. Menanti Amber membagikan apa saja tugas yang harus ia cari.

"Untuk Jack, aku rasa kau yang akan memperdalam mengenai tata kelola, untuk Carl hambatan yang sering terjadi, dan aku akan mempelajari strategi pemasaran dan juga pesaing. Apa kalian setuju?. Kita pun akan saling menjelaskan nantinya agar kepahaman kita bisa seragam. Dan ini yang paling penting untuk saat ini, perusahaan mana yang akan kita jadikan contoh."

Carl memperhatikan setiap ucapan dari bibir Amber, ia begitu lancar dan tegas menerangkan poin-poin penting. "Bagaimana jika diperusahaan Ayah ku? Alvaron Group."

"Itu terdengar bagus, apa kah kita diijinkan untuk kesana?"

Jack menautkan kedua alisnya, membuka kedua telapak tangan pada Amber. "Tunggu, bukankah kita bisa mencarinya di internet tanpa harus mendatangi perusahaan?'

Amber tampak menganggukkan kepalanya pelan namun ragu. "Ya kau benar," Amber bergantian menatap Jack dan Carl. "Tapi jika perusahaan mempermudah mengapa tidak kita coba untuk observasi secara langsung? Kita akan lebih paham dengan realisasinya, bahkan dibelakang makalah kita pun akan terdapat foto bersama CEO-nya langsung, Miss. Hilda pasti memberikan nilai terbesar untuk kita."

Carl ikut menganggukan kepalanya, kini ia tahu mengapa Amber selalu menduduki peringkat pertama, ia berbeda, selalu mencari ide agar semua dosen memberikan nilai berbeda untuknya. Tanpa ada yang membantah, mereka mulai mempelajari bagian tugas mereka masing-masing, Menulis beberapa poin penting untuk mereka perdalam. "Sudah, bolehkan aku pulang?" Amber membaca tulisan Jack pada secarik kertas itu, setelah merasa cukup Amber pun tersenyum dan mengangguk.

"Kerja bagus, kita akan menentukan jadwal yang pas untuk berkumpul kembali. Siapkan beberapa pertanyaan yang berbobot," Jack dengan wajah cerianya mengangguk dan langsung mengambil secarik kertas itu. Ia berdiri dan langsung berpamitan pergi.

Amber menatap Carl dengan ragu, "Kau tidak langsung pulang?" tanya Amber pelan.

"Tidak, aku akan mengerjakan tugas Inggris ku dulu. Kau sedang mengerjakan apa?" Amber tersenyum kecil, ia menunjuk judul buku tebal yang ia bawa, membuat mereka tersenyum dan mulai mengerjakan tugas mereka masing-masing, tanpa ada percakapan.

Ponsel Carl bergetar di atas meja, Carl tampak dengan semangat langsung mengangatnya. "Hallo Val, bagaimana? Kakak ku membantu mu?"

Bertaruh

Dua hari kemudian, tepatnya hari minggu mereka kembali berkumpul di sebuah café, membicarakan persiapan mereka untuk wawancara besok ke perusahaan milik keluarga Carl.

Amber masuk ke dalam café, mencari meja yang tepat untuk pertemuan mereka. "Hai," sapa Amber berjalan kearah Carl yang sudah memilih tempat terlebih dahulu, tidak terlalu pojok disamping jendela. "Aku kira aku yang paling awal datang," kekeh Amber sambil menaruh bucket bag, tas wanita yang begitu cocok untuk kegiatan sehari-hari berbentuk menyerupai wadah atau bucket dengan bagian atas yang biasa ditarik untuk menutupnya.

"Café ini dekat dengan rumah ku," jawab Carl dengan ramah. "Kau mau memesan minuman manis?" tawar Carl.

Amber menggelengkan kepalanya. "Um, aku rasa aku ingin Machiato caramel," ucap Amber pada waiter yang berdiri di depan meja mereka. Waiter itu pun mengangguk sambil tersenyum ramah dan pergi.

"Kau suka kopi? Aku kira kau menyukai minuman digin dengan topping whipped cream penuh diatas nya," kekeh Carl.

"Tidak, aku butuh asupan agar bisa fokus."

Carl tertawa renyah mendengarnya, sedikit menggelengkan kepala dengan wanita mandiri di hadapannya. Namun Carl lebih tertarik dengan wanita manja seperti Valerie, membuat nya seperti dibutuhkan dan sangat menggemaskan jika mengingat tingkahnya. "Kau terlihat segar hari ini. Um, maksud ku dengan rambut yang diurai," ujar Carl. Amber tampak berbeda dengan di kampus, ia menguraikan rambut yang selalu di ikat satu. Rambutnya cukup panjang dan indah serta bergelombang.

"Ah ya, ini, tadi aku menemani Gebby berbelanja," jawab Amber cepat. Ia melirik arloji yang melingkar di tengannya saat machiato caramel pesanannya sudah sampai dengan selamat di meja. "Apakah ada kabar dari Jack?" tanya Amber.

Tepat di pertanyaan itu, sebuah notifikasi pesan muncul di ponsel mereka. Grup kelas mata kuliah bisnis.

[Teman-teman, aku minta maaf tidak bisa hadir untuk berkumpul, kaki ku terkilir dan ini benar-benar sakit.] Jack.

Carl menghembuskan nafasnya pelan, lalu mengetik. [Aku tidak sabar melihat kaki pincang mu besok.] Carl.

Melihat balasan Carl, Amber menatap Carl dengan bingung. "Kau tidak mengucapkan agar dia cepat sembuh?" tanya Amber sedikit tertawa. Carl hanya mengangkat bahunya dan memasang wajah mengejek.

"Dia selalu membuat alasan untuk bertemu dengan Bella, kekasihnya." Amber menggelengkan kepalanya mendengar itu.

[Baiklah, bisa kau kirim daftar pertenyaan mu? Aku akan memeriksa dan menggabungkan pertanyaan kita.] Amber.

"Oke, kau berani tertaruh jika dia belum mengerjakannya?" tantang Carl. Amber menggulirkan bola matanya keatas seolah tengah berpikir.

"Aku melihat kecepatannya saat itu, aku rasa dia mengerjakannya."

"Deal? Aku bertaruh jika dia belum mengerjakannya dan ini hanya alasan," ujar Carl sambil meletakkan tangannya di atas meja.

Amber menautkan kedua alis nya terlebih dahulu, menatap Carl dengan senyum yang tertahan. "Sebentar, kita bertaruh uang?" tanya Amber.

Carl menggelengkan kepalanya, senyumnya ikut tertahan. Membuat Amber sedikit terdiam menikmati ekspresi menakjubkan itu, wajah tampan Carl seakan bertambah dengan senyuman yang tampak bersemangat. "Bagaimana jika yang kalah harus jujur. Jujur tentang apapun yang akan ditanyakan oleh yang menang," ujarnya sambil tertawa renyah.

Amber menggelengkan kepalanya. "Tidak, itu licik, kalian sudah saling mengenal dan sudah tahu satu sama lain, aku pasti kalah."

"Tidak, siapa tahu kau yang menang, percaya saja dengan keyakinan mu sendiri," ucap Carl bertambah semangat. Suara notifikasi berbunyi dari ponsel mereka. "Jangan membukanya sebelum kita deal." Carl menggerakkan telapak tangannya seolah menggoda Amber untuk deal.

"Deal," ucap Amber yakin, ia menggapai tangan Carl dan untuk pertama kalinya mereka saling menyentuh telapak tangan masing-masing, saling menggenggam erat dan tersenyum geli menanti siapa pemenangnya.

Genggaman mereka terlepas, dengan cepat keduanya menyerbu ponsel, Jack mengirimkan sebuah pesan masuk berupa gambar. "Yeay, astaga aku tidak menyangka insting ku lumayan kuat," pekik Amber. Jack mengirimkan gambar daftar pertanyaan yang sudah ia tulis di secarik kertas.

"What? Ini tidak mungkin. Jack tidak pernah seperti ini, mengapa dia rajin sekali?" gerutu Carl. Amber tertawa melihatnya, menikmati setiap ekspresi yang beragam dari Carl. "Baiklah, baiklah, silahkan tanyakan apapun yang ingin kau tanyakan," ujar Carl dengan pasrah.

Amber menopang sebelah tanggannya menahan dagu. "Um, aku sedikit bingung," ujar Amber pelan. Pandangannya menatap kesegala arah mencari pertanyaan yang cocok untuk Carl. "Ah aku tahu! Mewakili para wanita yang ada di kampus, aku akan bertanya, siapa kekasih mu? Mengapa tidak pernah kau bawa ke kampus?"

Wajah Carl terlihat ragu sesaat, ia menggaruk tekuknya sekilas. "Pertanyaan yang menjebak," ujar Carl. "Begini, aku terjebak dengan kata sebuah friendzone. Wanita itu berada di Kanada, kami sudah sangat dekat dan membuat ku tidak tertarik dengan siapa pun," jawabnya dengan senyum bahagia, Amber ikut tersenyum, entahlah, ia merasa tertarik namun begitu menyenangkan melihat pria dihadapannya bahagia.

"Mengapa kau tidak ungkapkan saja?" tanya Amber sambil menyesap kopi pelan, rasa pait dengan manis dari caramel seakan pas dan tercampur dengan kombinasi yang baik. Ia tersenyum geli saat Carl tersenyum dengan siratan sesuatu.

"Aku akan mengungkapkannya saat aku lulus kuliah, Valerie tahun depan sudah lulus, dan tahun depan kemudian aku baru lulus dengan sebuah bunga yang akan aku bawa kesana, mengutarakan semua isi hati ku dan kami bisa bersama tanpa batas jarak ataupun kuliah," Carl mengatakannya dengan begitu tulus seakan khayalannya sudah terbang untuk 2 tahun kedepan.

Amber membuka mulutnya dengan wajah yang amat bahagia. "Astaga itu sangat romantis, aku yakin Valerie akan menjadi wanita paling beruntung karena sudah mendapatan hati mu," sahut Amber dengan semangat.

"Aku harap seperti itu. Kita sudahi percakapan mengenai percintaan ku. Sebaiknya kita mulai mengerjakan tugas," gumam Carl, ia membuka buku tulis yang sudah ia siapkan dari rumah. Daftar pertanyaan yang nantinya akan ia tanya pada kakaknya sendiri. Carl meminum coffee latte dengan pelan, menatap Amber yang tengah melihat daftar pertanyaan Carl, lalu pandangannya beralih ke ponsel dan memeriksa pertanyaan Jack.

Amber menganggukkan kepalanya pelan. "Oke, pertanyaannya sudah cukup. Hari ini kita akan membuat bagian awal proposal kita, kau membawa laptop?" tanya Amber.

"Ya, aku ambil di dalam mobil ku," jawab Carl sambil berdiri, berjalan keluar café dan kembali masuk dengan sebuah tas laptop yang ia bawa. Carl membuka tas laptop dan menyerah kan nya pada Amber. "Aku akan menyanyakan nomor pokok Jack," ujar Carl mengambil ponselnya, bertanya di grup, sedangkan Aber mulai membuat cover makalah dan beberapa bagian awal dengan cepat, seakan ia sudah mengetahui berbagai letak dan kata-kata yang harus di sampaikan, tanpa sebuah contoh makalah.

"Nama lengkapnya juga," sahut Amber pada Carl yang langung segera ia ketik dan Jack menjawabnya dengan cepat.

"Nama lengkap ku Carl Alvaron," kata Carl dan Amber langsung mengetiknya dengan cepat, seakan jari-jari itu melayang dengan indah diatas keyboard.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!