NovelToon NovelToon

Izinkan Aku Memilikimu

Bab 1

Di sebuah rumah megah sepasang suami istri tengah menikmati sarapan bersama.

"Mas, nanti makan siang di luar, yuk!" ajak Feriska.

"Kayaknya nggak bisa, Yang. Soalnya nanti ada klien yang datang ke kantor," ucap Erlangga menolak ajakan sang istri.

Kecewa? Tentu saja, belakangan ini Erlangga sangat sulit untuk diajak keluar sekedar makan siang. Feriska merasa jika Erlangga sudah berubah, dulu sesibuk apapun pasti akan menyempatkan waktu untuk jalan berdua.

Namun, tidak untuk sekarang. Feriska seakan melihat ada yang lain dari suaminya. Meski begitu, Feriska mencoba untuk berbaik sangka pada suaminya. Dia tak ingin terlalu gegabah dalam menyimpulkan sesuatu.

"Oh, begitu," jawab Feriska dengan wajah lesu.

Erlangga yang melihat perubahan mimik wajah istrinya, mencoba untuk memberikan pengertian.

"Maaf, ya! Belakangan ini aku jarang ada waktu buat kamu," ucap Erlangga.

"Iya, Mas." Feriska mencoba tersenyum meskipun tidak dengan hatinya.

Selesai sarapan, Erlangga pamit berangkat ke kantor. Tak lupa sebelum keluar rumah, Feriska mencium tangan Erlangga dan dibalas kecupan hangat di kening.

Setelah Erlangga pergi, Feriska segera merapikan bekas sarapan tadi. Kemudian dia lekas bersiap untuk ke toko kue miliknya.

Pukul 7 pagi, Feriska sudah tiba di toko kue. Dia pun segera membuka toko dan mulai merapikan meja kerjanya, sembari menunggu karyawannya datang.

"Selamat pagi, Bu!" sapa Eni, salah satu karyawan yang bertugas melayani pembeli.

"Pagi juga, En," balas Feriska.

Tak berselang lama karyawan yang lain pun datang dan segera menuju tempat kerja masing-masing. Usai toko terlihat rapi dan bersih, toko kue Feriska sudah buka dan siap melayani pembeli.

"Permisi, Mbak. Saya mau pesan kue untuk acara ulang tahun, bisa?" tanya seorang wanita yang usianya sekitar 75 tahun.

"Bisa, Nyonya. Silakan, langsung ke pemiliknya saja biar lebih jelas mau pesan yang seperti apa!" jawab Eni sambil menunjuk ke arah ruangan Feriska yang tak jauh dari sana.

"Oh, baiklah. Terima kasih."

Eni lantas mengantar wanita tadi ke ruangan Feriska.

Tok tok tok

"Masuk!" sahut Feriska.

"Maaf, Bu. Ada yang mau pesan kue ulang tahun," ucap Eni setelah membuka pintu ruangan.

Eni meminta wanita tadi agar masuk dan berbicara sendiri dengan Feriska perihal kue yang ingin dipesan.

"Silakan, duduk!" pinta Feriska.

"Terima kasih."

"Nyonya mau pesan kue yang seperti apa? Saya ada beberapa macam desain kue ulang tahun, untuk anak-anak sampai dewasa," ucap Feriska lalu menunjukkan buku yang berisi gambar kue.

"Panggil saja Oma Saras, saya lebih terbiasa dipanggil dengan sebutan oma."

"Baik, Oma. Jadi, mana yang mau dipilih?"

"Kalau boleh, pilihkan saja yang sesuai dengan tema keluarga. Karena ini acara saya sendiri dan hanya mengundang beberapa teman dekat serta keluarga," jelas Oma Saras.

"Apa tidak sebaiknya oma pilih sendiri, takutnya nanti nggak sesuai dengan selera oma?"

"Hehe, saya bukan lagi anak kecil yang akan merengek karena hal sekecil itu. Apapun desainnya yang penting sesuai dengan tema acara."

"Baiklah, kalau begitu. Lalu, kuenya mau diambil sendiri atau diantar?"

"Kalau boleh diantar saja dan acaranya untuk minggu depan."

Feriska segera mencatat pesanan Oma Saras, tanggal acara dan alamat rumahnya.

"Sudah saya catat, Oma. Kalau sudah siap nanti akan saya kabari dan karyawan saya yang akan mengantarnya," tutur Feriska.

"Iya, pembayarannya sekarang atau nanti pas kuenya diantar?" tanya Oma Saras.

"Pas diantar juga nggak apa-apa, Oma."

"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu!" pamit Oma Saras.

"Iya, Oma. Hati-hati di jalan!"

......................

Di sebuah perusahaan besar, tepatnya milik Erlangga. Dia sedang terlibat pembicaraan serius dengan seorang wanita.

"Kapan kamu mau meresmikan hubungan kita, Mas? Aku nggak mau dicap hamil di luar nikah, hanya karena belum ada orang yang tahu kalau aku sudah nikah."

"Kamu bisa sabar nggak, sih! Itu bukan hal yang mudah, Feriska juga harus tahu tentang hal ini. Aku nggak mau kehilangan dia," ujar Erlangga frustasi.

"Apa sih yang kamu banggakan dari istri mandulmu itu? Biarin aja dia pergi, kamu masih punya aku dan calon anak kita," ketus Veronica.

Ya, tanpa sepengetahuan Feriska, dua bulan yang lalu Erlangga telah menikah siri dengan seorang wanita yang tak lain adalah Veronica.

Bukan tanpa alasan Erlangga menikahi Veronica, hal itu lantaran satu kesalahan yang tak sengaja dia lakukan, hingga membuatnya harus bertanggung jawab dengan menikahi Veronica.

"Jaga bicaramu! Sampai mati pun, aku nggak akan pernah melepaskan Feriska. Karena hanya dia yang akan selalu menjadi ratu dalam hidupku," tegas Erlangga dengan tatapan dinginnya.

"Lalu, kamu anggap apa aku ini, Mas? Aku juga berhak atas diri kamu karena aku juga sama seperti Feriska, yaitu istri kamu.

Aku nggak mau tahu, kamu harus secepatnya meresmikan hubungan kita sebelum perutku semakin membesar," pungkas Veronica lalu pergi dari ruangan Erlangga.

"Aaarrrghhhh! Kenapa jadi begini?" teriak Erlangga yang mulai frustasi dengan masalah yang dia hadapi.

Dia begitu merasa bersalah pada Feriska, secara tak langsung dia sudah mengkhianati dan menyakiti Feriska.

"Maafin aku, aku memang laki-laki b*doh," rutuk Erlangga.

****

Hari sudah beranjak sore, sebelum pulang Feriska menghubungi Erlangga lebih dulu.

"Halo, Mas. Kamu nanti pulang jam berapa?" tanya Feriska setelah panggilan teleponnya dijawab.

"Kayaknya aku pulang agak telat, Yang. Soalnya mau selesaiin kerjaan untuk besok," jawab Erlangga.

"Oh, gitu. Aku mau izin keluar sama Clarissa boleh, nggak?"

"Ke mana?"

"Paling cuma jalan-jalan ke mall," ucap Feriska.

"Iya, boleh. Sebelum aku pulang, kamu harus sudah di rumah, ya!"

"Iya, Mas. Aku juga nggak lama, kok. Kalau gitu, aku tutup teleponnya. I love you, Mas."

"Me too, Yang."

Usai memutus panggilan teleponnya, Feriska langsung membereskan meja kerjanya lalu segera ke mall.

Sesampainya di mall, Feriska langsung menuju tempat yang sudah diberitahu oleh Clarissa.

"Riris!" panggil Clarissa sambil melambaikan tangannya.

Mendengar sebuah suara yang familiar, Feriska mencari ke sumber suara. Ternyata, Clarissa sudah berdiri di depan toko sembari melambaikan tangan padanya. Dia pun langsung berjalan menghampiri Clarissa.

"Hai, Sa. Kamu sudah dari tadi?" tanya Feriska.

"Baru sampai juga, kita langsung ke dalam, yuk! Hari ini aku yang akan traktir kamu belanja," ajak Clarissa lalu menggandeng tangan Feriska dan memasuki toko pakaian.

"Beneran?" tanya Feriska memastikan.

"Iya, dong. Kamu kan sering traktir aku, jadi sekarang gantian aku yang bakal traktir kamu."

"Nggak usah repot-repot juga, Sa. Kamu juga banyak kebutuhan," ucap Feriska sungkan.

"Tidak ada penolakan! Kebetulan tadi baru dapat bonus dari bos aku."

"Terserah kamu ajalah," pasrah Feriska.

Keduanya pun memilih baju dengan model sama, tapi warna yang berbeda.

"Ris, aku bayar dulu bajunya. Kamu tunggu di sini atau di depan?" tanya Clarissa.

"Aku tunggu di sini aja," jawab Feriska.

"Ok."

Clarissa berlalu pergi ke tempat kasir dan membayar belanjaan tadi, sedangkan Feriska menunggu tak jauh dari tempat kasir. Matanya melihat sekeliling toko, hingga pandangannya tertuju pada seseorang yang sangat dikenalnya.

Namun, Feriska belum yakin dengan penglihatannya tadi. Dia pun lantas berjalan ke arah orang itu untuk memastikan, ketika sudah berada dekat dengan orang itu, Feriska sangat terkejut.

"Mas Erlangga," gumam Feriska sambil menutup mulutnya tak percaya.

Di saat yang bersamaan, Erlangga sedang menemani Veronica berbelanja baju hamil. Awalnya, Erlangga enggan untuk menemani Veronica, tapi karena sebuah ancaman dari Veronica mau tak mau Erlangga pun setuju.

"Bukannya tadi dia bilang kalau ada kerjaan? Lalu siapa wanita itu? Kenapa dia bersikap manja pada mas Erlangga?" batin Feriska dengan hati yang berkecamuk.

Saat akan mendekati Erlangga, Clarissa sudah memanggilnya dan mengajaknya pulang. Akhirnya, Feriska mengurungkan niatnya dan dia akan mencari tahu sendiri dengan apa yang sebenarnya disembunyikan Erlangga.

Bab 2

Sepulang dari mall, Feriska tak bisa tenang karena terus bertanya-tanya tentang wanita yang bersama Erlangga tadi. Sebelumnya, Feriska tak pernah melihat dan mengenal wanita itu. Sekali pun itu adalah saudara Erlangga, tapi Feriska pasti tahu.

Sampai pukul 7 malam, belum ada tanda-tanda kepulangan Erlangga. Pikiran negatif mulai memenuhi isi kepalanya, sudah mencoba menghubungi, tapi ponsel Erlangga tidak aktif.

"Sebenarnya, apa yang kamu sembunyikan dari aku, Mas? Kamu benar-benar berubah, kamu bukan lagi Erlangga yang aku kenal dulu. Aku seakan melihat orang asing yang menjelma menjadi wujudmu," gumam Feriska.

Akhirnya, dia mencoba menghubungi ibu mertuanya. Siapa tahu dia dapat informasi tentang Erlangga.

"Halo, Bu. Mas Erlangga ada di sana nggak? Soalnya tadi bilang kalau pulang agak telat, tapi sampai sekarang belum sampai rumah. Ponselnya juga gak bisa dihubungi."

"Erlangga nggak di sini, Ris. Sudah dua minggu lebih dia nggak pernah jenguk ibu," jawab bu Denia.

"Dua minggu? Tapi setiap kali Riska tanya kenapa pulang telat, katanya mampir ke rumah ibu," kata Feriska yang kini semakin yakin jika ada sesuatu yang disembunyikan Erlangga.

"Ibu nggak bohong, Ris. Erlangga nggak pernah ke sini lagi, tadinya ibu mau tanya ke kamu."

"Ya sudah, nanti Riska coba bicara dengan mas Erlangga. Riska tutup teleponnya, Bu!"

"Iya, Ris."

Sebenarnya, Feriska tak ingin berburuk sangka pada Erlangga, tapi setelah mendengar perkataan ibu mertuanya tadi dia semakin yakin jika ada yang tidak beres. Terlebih saat melihat Erlangga bersama dengan seorang wanita di toko pakaian tadi.

"Kalau sampai dugaanku benar, aku nggak akan pernah memaafkan kamu, Mas," gumam Feriska dengan tangan yang terkepal menahan amarah.

***

Malam kian larut, waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. Erlangga yang baru sampai rumah, langsung bergegas menuju kamar untuk membersihkan diri lalu tidur.

Feriska yang belum tidur, mengetahui jika suaminya sudah pulang, dia memilih untuk memejamkan matanya pura-pura tidur. Sampai setelah Erlangga masuk kamar mandi, Feriska beranjak dari tidurnya lalu duduk bersandar di ranjang. Lima belas menit kemudian, pintu kamar mandi terbuka dan Erlangga keluar dengan memakai baju tidur.

"Kenapa baru pulang, Mas?" tanya Feriska dengan ekspresi biasa.

"E.. tadi harus lembur, Yang. Soalnya lusa ada pekerjaan di luar kota, jadi harus diselesaikan biar nggak numpuk," jawab Erlangga dengan gugup.

"Terus kenapa ponsel kamu nggak aktif?"

"Itu, ponselnya lowbat dan aku lupa nggak bawa charger. Maaf, udah buat kamu khawatir," ujar Erlangga yang mulai naik ke ranjang.

"Hemm." Feriska hanya menjawab dengan deheman.

Melihat ekspresi suaminya, dia sudah bisa menebak jika suaminya tengah berbohong. Karena tak ingin berdebat tengah malam, Feriska memutuskan langsung tidur tanpa menghiraukan suaminya. Sebagai seorang istri, dia sangat tahu di saat suami berbohong atau tidak.

Sementara Erlangga hanya menduga, jika Feriska merajuk karena dia pulang larut tanpa mengabari. Akhirnya, Erlangga pun ikut menyusul istrinya tidur. Tak lupa tangannya melingkar di perut Feriska yang tidur membelakanginya.

Sinar mentari mulai menyelinap masuk melalui celah-celah gorden, Erlangga mengerjapkan matanya lalu melihat jam di ponselnya.

"Jam 6, tumben Riska nggak bangunin aku," gumam Erlangga lalu beranjak ke kamar mandi.

Saat Erlangga sedang di kamar mandi, Feriska masuk kamar dengan membawa nampan yang berisi sepotong roti dan secangkir kopi. Dia tak sempat membuat sarapan karena bangun kesiangan.

Ting

Saat meletakkan nampan di meja, ponsel milik Erlangga berbunyi menandakan notifikasi pesan masuk. Feriska berjalan ke arah nakas, di mana ponsel Erlangga berada.

No name : "Mas, jangan lupa besok kita liburan ke Bali! Awas, kalau sampai kamu bohong!"

Bagai tersambar petir, perasaan Feriska hancur seketika. Ternyata, dugaannya benar jika ada wanita lain yang singgah di hati Erlangga selain dirinya.

"Tega kamu, Mas! Kamu sudah mengingkari janji suci pernikahan kita," gumam Feriska dengan air mata yang mulai menganak sungai.

Tak ingin berlarut dalam keterpurukan, Feriska kini mengambil ponselnya lalu mengetikkan sesuatu dan dikirimkan pada seseorang.

"Kamu lihat saja, Mas! Akan aku balas rasa sakit hatiku atas pengkhianatanmu."

Ceklek

Pintu kamar mandi terbuka, Feriska segera mengusap air mata yang hampir membasahi pipinya agar Erlangga tak curiga.

"Baju aku mana, Yang?" tanya Erlangga sambil mengusap rambutnya yang basah.

"Sebentar, aku ambilkan, Mas!"

Feriska menuju lemari dan mengambil satu stel pakaian kerja beserta jasnya.

"Ini, Mas. Maaf, tadi aku bangun agak kesiangan, jadi cuma ada sarapan roti aja," ucap Feriska sembari memberikan pakaian kerja Erlangga.

"Iya, nggak apa-apa."

Setelah selesai berpakaian, Erlangga segera menikmati sarapan yang disiapkan Feriska sambil mengecek ponselnya. Pandangan Feriska menangkap mata Erlangga yang sesekali meliriknya lalu fokus pada ponsel lagi.

"Yang!" panggil Erlangga.

"Iya, Mas."

"Aku baru dapat kabar dari sekertaris aku, kalau besok harus berangkat ke luar kota," ucap Erlangga.

"Ke mana, Mas? Kok mendadak banget," tanya Feriska pura-pura tak tahu.

"Ke Bali, Yang. Kemungkinan di sana lima hari karena pertemuan dengan beberapa pemilik perusahaan yang akan menjalin kerjasama," jelas Erlangga.

"Oh gitu, aku boleh ikut nggak? Sekalian pengen liburan, pasti bakal bosen kalau sendirian di rumah."

Seketika Erlangga langsung mematung dengan wajah yang pucat pasi, dia bingung harus mencari alasan apa agar Feriska tak ikut dengannya. Dia belum siap jika rahasia yang selama ini disimpan akan terbongkar.

"Gimana, ya? Bukannya aku nggak mau ajak kamu, Yang. Masalahnya aku di sana pasti sibuk banget, dan bisa dipastikan aku nggak bisa nemenin kamu," sanggah Erlangga mencari alasan yang tepat.

"Iya juga, sih. Lain kali ajalah kalau gitu," pungkas Feriska dengan senyum yang sulit diartikan.

Sejenak Erlangga menghela napas lega karena Feriska tak menuntut untuk ikut.

"Aku berangkat dulu, ya! Hati-hati kalau mau ke toko!" pamit Erlangga.

"Iya, Mas. Kamu juga hati-hati!" balas Feriska.

......................

Setengah jam setelah Erlangga berangkat, Feriska juga bersiap untuk pergi ke suatu tempat. Dia ada janji untuk bertemu seseorang di sebuah cafe.

Sesampainya di cafe yang dituju, Feriska langsung masuk dan menemui orang yang tadi dia kirimi pesan.

"Hai, apa kabar?" sapa Feriska sambil berjabat tangan.

"Hai, Ris. Kabar baik, kamu sendiri bagaimana?" jawab Livia, teman sekaligus pengacara kepercayaan Feriska.

"Sedang tidak baik-baik saja," jawab Feriska singkat.

"Ada apa, Ris?" tanya Livia dengan serius.

"Mas Erlangga, Vi. Dia punya wanita lain selain aku." Runtuh sudah air mata yang coba ditahan Feriska sejak tadi.

Livia segera pindah duduk di samping Feriska dan mencoba menenangkan. Livia memeluk Feriska sambil mengusap lembut punggungnya.

Belum pernah Feriska begitu terpuruk seperti saat ini, yang Livia tahu Feriska adalah sosok wanita yang kuat dan tegar. Ini pertama kalinya dia melihat seorang Feriska sedang di titik terlemah.

Setelah beberapa saat meluapkan beban di hatinya, Feriska melepas pelukan Livia lalu menghapus sisa air matanya dengan tissu.

"Minum dulu!" Livia menyodorkan sebotol air mineral pada Feriska.

"Coba ceritakan apa yang sebenarnya terjadi!" pinta Livia setelah Feriska tenang.

Feriska lantas menjelaskan semuanya dari sikap Erlangga yang mulai berubah dan jarang ada waktu dengannya. Feriska juga menceritakan tentang kejadian di toko pakaian kemarin dan yang terakhir tentang chat dari wanita itu.

"Apa yang ingin kamu lakukan sekarang?" tanya Livia setelah mendengar cerita Feriska.

"Dari awal sebelum menikah, aku dan mas Erlangga sudah berkomitmen jika tak akan ada kebohongan apapun dan tak akan ada pengkhianatan. Jika hal itu terjadi, kita sudah sepakat akan mengambil jalur perpisahan. Karena aku tak bisa mentolerir sebuah pengkhianatan," ungkap Feriska.

"Sebelum ke langkah itu, kita harus mengumpulkan bukti lebih dulu, Ris. Agar berkas yang akan kamu ajukan di pengadilan nanti cepat di-acc."

"Aku tahu, Vi. Aku sudah meminta seseorang untuk memata-matai mas Erlangga saat di Bali. Besok dia akan ke Bali bersama wanita itu," tutur Feriska.

"Baguslah kalau begitu, lebih cepat lebih baik."

Feriska dan Livia pun melanjutkan obrolan untuk mengambil langkah selanjutnya, kali ini Feriska tak akan memberikan kesempatan kedua untuk suaminya.

Bab 3

Keesokan paginya, Feriska bangun lebih awal untuk membuat sarapan lalu menyiapkan pakaian untuk suaminya.

Meskipun, ada rasa marah pada suaminya, tapi dia masih menjalankan kewajiban sebagai seorang istri.

"Pagi, Sayang!" ucap Erlangga sambil memeluk tubuh Feriska dari belakang.

"Pagi juga, Mas! Lepasin dulu, aku mau siapin pakaian kamu!" balas Feriska lalu melepas tangan Erlangga yang melingkar di perutnya.

"Nanti aja, aku masih pengen peluk kamu. Pasti bakalan kangen karena lama nggak ketemu," ucap Erlangga.

"Mungkin dulu aku sangat senang mendengar ucapanmu itu, Mas. Namun, hal itu tak berlaku untuk sekarang. Aku semakin j*jik dengan sikap manismu itu karena bukan hanya denganku saja kamu berbagi raga," batin Feriska.

"Katanya kamu berangkat pagi, kalau nggak disiapin sekarang nanti malah terburu-buru." Feriska mencoba mencari alasan agar bisa terlepas dari pelukan suaminya.

"Baiklah, aku mengalah," ucap Erlangga lalu mengecup singkat pipi kiri Feriska.

"Sudah-sudah, mending sekarang kamu mandi terus sarapan. Aku sudah buatin nasi goreng kesukaan kamu," pungkas Feriska.

"Siap, Ratuku." Erlangga pun berlalu ke kamar mandi, sedangkan Feriska tersenyum sinis pada Erlangga.

Selesai menyiapkan segala keperluan yang akan dibawa Erlangga, Feriska kembali ke dapur untuk menata sarapan di meja makan.

Dua puluh menit kemudian, Erlangga turun sambil membawa kopernya. Dia langsung ke meja makan untuk sarapan bersama istrinya.

Selesai sarapan, Feriska mengantar Erlangga sampai depn rumah. Tak lupa dia mencium tangan suaminya kemudian dibalas kecupan di kening.

"Aku berangkat! Baik-baik di rumah! Kalau bosen sendirian, kamu nginep aja di rumah ibu," ucap Erlangga sebelum masuk mobil.

"Iya, Mas. Kamu juga hati-hati! Yang paling penting jaga mata dan hati kamu, jangan sampai melirik wanita lain," ucap Feriska menyindir, dan benar saja raut wajah Erlangga langsung berubah gugup.

"Aku bercanda, Mas. Aku tahu kamu pasti nggak mungkin mengingkari janji dan komitmen kita," sambung Feriska diiringi tawa.

"Iya, Sayang. Aku berangkat, bye!" pamit Erlangga lalu masuk mobil.

"Hati-hati, Mas!"

Setelah mobil yang dikendarai Erlangga meninggalkan rumah, Feriska kembali ke dalam rumah untuk mengambil ponsel lalu menghubungi seseorang.

"Segera lakukan perintahku! Dia sudah berangkat, kemungkinan menjemput wanita itu lebih dulu," ucap Feriska pada lawan bicaranya di ponsel.

"Baik, Nyonya. Saya akan segera melaksanakan tugas dari Anda."

"Ok, aku tunggu kabar selanjutnya!" Feriska mematikan panggilan teleponnya. Dia mulai siap-siap untuk ke toko kue.

***

Di sebuah bandara, Erlangga dan Veronica sudah bersiap masuk pesawat karena jadwal penerbangan sebentar lagi. Tanpa keduanya sadari, ada seseorang yang mengikuti ke mana langkah mereka pergi.

Bahkan, saat Veronica bergelayut manja di lengan Erlangga tak luput dari potretan orang itu.

Setelah penerbangan selama kurang lebih 5 jam, pesawat yang ditumpangi Erlangga dan Veronica sudah mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai.

Usai mengambil koper, keduanya segera melanjutkan perjalanan menuju hotel. Sesampainya di hotel, Erlangga memesan dua buah kamar, tapi langsung ditolak Veronica karena dia ingin satu kamar dengan Erlangga.

Erlangga memilih mengalah karena malas jika harus berdebat dengan Veronica. Apalagi, posisi keduanya berada di tempat umum. Setelah mendapat kunci kamar, Erlangga dan Veronica segera menuju kamar yang akan ditempati selama lima hari ke depan.

"Akhirnya, bisa liburan ke Bali," ucap Veronica setelah sampai di kamar dan langsung merebahkan tubuhnya di ranjang.

Sementara Erlangga tak menghiraukan Veronica, dia justru sibuk dengan ponselnya. Dia ingin memberi kabar pada Feriska jika sudah sampai Bali.

"Mas! Kita itu lagi liburan, tapi kamu malah fokus sama ponsel terus," protes Veronica lalu merampas ponsel Erlangga dan menonaktifkannya.

"Kamu apa-apaan, sih? Jangan mentang-mentang kamu jadi istri aku, kamu bisa bersikap seenaknya!" tegur Erlangga.

"Biarin, aku juga butuh perhatian dari kamu, bukan cuma istrimu yang m*ndul itu," jawab Veronica dengan ketus.

"Sekali lagi kamu menghina Feriska, aku nggak akan segan-segan bertindak tegas sama kamu!" ancam Erlangga.

"Kenapa? Emang itu kenyataan, buktinya lima tahun pernikahan kalian, sampai sekarang dia juga belum hamil. Kalau sampai kamu berani macam-macam ke aku, akan aku bongkar semua rahasia kita." Kini Veronica balik mengancam Erlangga.

"Dasar, wanita licik!" ketus Erlangga kemudian berlalu meninggalkan Veronica yang tersenyum penuh kemenangan.

#flashback on

Dua bulan yang lalu, tepatnya di sebuah aula hotel tengah diadakan reuni SMA. Dan undangan yang hadir tentunya termasuk Erlangga dan Veronica.

Veronica, yang tak lain mantan kekasih Erlangga, berencana ingin memiliki Erlangga sekalipun dia tahu bahwa Erlangga sudah berumah tangga.

Hingga muncullah ide licik yang membuat Veronica bisa menikah dengan Erlangga. Dia menjebak Erlangga dengan menyuruh seorang pelayan untuk mengantarkan minuman yang sudah diberi obat perangsang. Ketika obat itu sudah bereaksi dalam tubuh Erlangga, Veronica segera meminta pelayan tadi mengantarkan Erlangga ke sebuah kamar hotel yang sudah dipesan.

Di malam itulah, sesuatu yang tak harusnya terjadi dialami oleh Erlangga, dan membuatnya terjebak dalam permainan Veronica.

Satu bulan setelah kejadian itu, Veronica menemui Erlangga dengan membawa sebuah surat dari rumah sakit, yang menyatakan jika Veronica positif hamil.

Saat itulah, dunia Erlangga seakan runtuh. Dia telah mengingkari janji suci pernikahan dan komitmen yang dibangun bersama Feriska.

Akhirnya, jalan akhir yang harus Erlangga tempuh adalah dengan menikahi Veronica sebagai bentuk pertanggung jawabannya.

#flashback off

......................

Kembali ke rutinitas Feriska, tak ingin terlalu pusing memikirkan masalah rumah tangganya. Feriska mencari kesibukan di toko kuenya, dia mencari referensi untuk resep terbaru.

Ting

Ketika sedang fokus dengan laptopnya, ponsel yang ada di dekatnya berbunyi menandakan notifikasi pesan masuk.

Pesan dari orang suruhannya yang memata-matai Erlangga, orang itu mengirimi beberapa foto Erlangga dan Veronica yang berada di pesawat serta ketika sedang berada di sebuah restoran dekat pantai.

"Sungguh menj*jikan! Kalian memang pasangan yang serasi, sama-sama tak punya malu," cela Feriska sambil memandangi foto yang dikirim orang suruhannya.

Puas memandangi foto itu dengan penuh amarah, Feriska lantas menghubungi Livia untuk memberikan bukti tadi.

"Halo, Vi. Kamu sibuk nggak?"

"Enggak terlalu sibuk, Ris. Ada apa?"

"Ok, nanti siang kamu datang ke tokoku! Ada yang mau aku tunjukkan ke kamu," ucap Feriska.

"Baiklah, nanti aku ke sana."

Usai mendengar jawaban Livia, Feriska meletakkan kembali ponselnya setelah panggilan terputus.

Dia juga sedang menyiapkan desain baru kuenya untuk Oma Saras, dia baru tahu jika Oma Saras adalah pelanggan di tokonya. Beliau tadi sempat menghubungi Feriska agar dibuatkan cupcakes untuk hidangan tamu undangan.

Dengan senang hati, Feriska menerima pesanan Oma Saras. Dia harus mempersiapkan diri jika suatu hari nanti harus berpisah dengan Erlangga, setidaknya dia punya penghasilan dari usaha yang dikelolanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!