"Saya terima nikah dan kawinnya, Bianca Armelia Wirayudo binti Farhan Wirayudo dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!"
Suara lantang itu terdengar memenuhi rumah keluarga Wirayudo tatkala putri tunggal mereka melaksanakan pernikahan hari ini.
Para tamu undangan yang hadir tampak bersama-sama mengatakan 'sah' usai mempelai pria menyelesaikan kalimatnya ijab dan qobul nya, lalu disusul dengan doa yang dipimpin oleh bapak penghulu.
Mempelai wanita tampak menitihkan air mata ketika sadar bahwa statusnya sekarang telah berubah menjadi istri dari pria yang tidak dicintainya.
Pernikahan yang terjadi karena sebuah perjodohan membuat gadis itu tidak bisa menerimanya dengan sepenuh hati.
Meski demikian, si mempelai pria justru sangat mencintai gadis yang kini telah menjadi istrinya.
"Bia, sekarang kamu adalah istri saya." Batin si mempelai pria dengan wajah penuh senyuman.
Pria itu memakaikan cincin kawin di jari manis istrinya, lalu mencium kening gadis yang teramat dicintainya itu.
Sementara si gadis, tidak ada senyuman sama sekali di wajahnya, namun ia tetap mengikuti semua proses pernikahan, termasuk memasangkan cincin lalu mencium punggung tangan suaminya.
Semua gerakan yang dilakukan kedua mempelai tentu saja diabadikan oleh sang fotografer mahal yang sengaja di sewa oleh kedua pihak.
Selesai acara ijab qobul, kini kedua mempelai duduk di atas pelaminan guna menerima doa dari para tamu yang telah berkenan hadir di acara bahagia mereka.
Air mata Bianca tidak henti keluar saat matanya tidak sengaja menangkap sosok lelaki yang hadir di acara pernikahannya hari ini.
Bianca tak kuasa menatap mata pria itu, ia hanya bisa menundukkan kepalanya guna menyembunyikan air mata dari semua orang.
"Aca." Panggil seseorang di depan Bianca.
Raka Rahdian Dewangga, suami Bianca yang baru saja saja sah beberapa saat lalu langsung merangkul pinggang ramping istrinya tatkala melihat siapa yang kini berdiri untuk memberikan doa.
Bianca mengangkat wajahnya, ia bisa mengenali suara pria itu dan panggilannya yang khas.
"Aca, selamat atas pernikahanmu ya. Semoga kamu dan suami kamu selalu bahagia," ucap pria bernama lengkap Reza Artama.
Sesak di dada Bianca tidak dapat dicegah tatkala pria yang ia harapkan berdiri di sebelahnya sebagai suami justru malah menjadi tamu undangannya.
Reza merupakan kekasih Bianca sebelum gadis itu dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Mereka merupakan pasangan kekasih yang sangat manis dan saling mencintai, bahkan mereka sudah berencana untuk menikah, tapi sayangnya takdir tidak merestui.
"M-makasih, Za." Balas Bianca sedikit terbata.
Raka berdehem, ia menerima uluran tangan Reza beserta doa yang pria itu berikan untuk pernikahannya dan Bianca.
"Terima kasih atas doanya, jangan lupa menikmati hidangannya dulu sebelum pergi." Tutur Raka dengan penuh senyuman bahagia.
Reza tersenyum simpul, ia pun turun dari pelaminan dan membiarkan tamu yang lain untuk memberikan doa terbaik mereka.
Sebelum benar-benar pergi, Reza menoleh, ia melihat Bianca masih melihat ke arahnya dengan mata berkaca-kaca, namun apa yang bisa ia lakukan selain diam.
"Maafin aku, Ca. Tapi kita tidak bisa lagi bersama, kamu sudah menjadi milik orang lain." Batin Reza kemudian pergi.
Sementara Bianca, ia duduk di kursi pelaminan nya lalu disusul oleh pria yang sekarang telah berubah status menjadi suaminya.
"Saya tahu perasaan kamu, tapi kamu juga harus tahu bahwa sekarang kita sudah menikah. Kamu istri saya, dan itu selamanya." Ucap Raka dengan lembut, namun mengandung ketegasan.
Bianca tidak memberikan reaksi atau tanggapan apapun, ia malah meraih selembar tisu untuk menyeka air matanya yang sudah lolos ke pipinya.
Raka sendiri hanya memperhatikan istrinya, ia tidak akan meminta Bianca untuk tidak menangis, karena bagaimanapun pasti sangat menyakitkan ketika kita tidak bisa menikah dengan orang yang dicintai.
"Kenapa kamu nggak tolak perjodohan ini." Lirih Bianca hampir tidak terdengar.
"Karena saya mencintai kamu, Bia." Balas Raka dengan lembut dan yakin.
HELLOWW, BERTEMU LAGI SAMA AKU. JANGAN BOSAN SAMA CERITAKU YAAA, HEHEHE 🤗😚
Bersambung..............................
Selesai resepsi, pasangan Bianca dan Raka pun memutuskan untuk langsung pulang ke rumah yang akan mereka tempati bersama.
Selama perjalanan menuju rumah, tidak ada pembicaraan sama sekali di dalam mobil. Entah lelah, atau mereka yang tidak mau bicara.
Raka menoleh, ia menatap wajah istrinya yang hanya diam sambil menatap ke arah jendela. Tidak bisa ia elak, ada banyak kesedihan di mata istrinya itu.
"Bia." Panggil Raka seraya memegang tangan Bianca.
Bianca menepis tangan Raka yang memegangnya, ia lantas menoleh dengan mata berkaca-kaca.
"Jangan sentuh aku! Aku nggak akan pernah menerima pernikahan ini apalagi kamu." Ucap Bianca dengan suara yang seperti ketakutan.
Raka terlihat terkejut, namun ia tidak berkata apa-apa dan memilih untuk diam.
Sekali lagi, rasa cintanya terhadap Bianca membuatnya pasrah. Ia akan memberikan waktu kepada Bianca untuk menerima dirinya dan pernikahan mereka.
Akhirnya setelah beberapa menit perjalanan, mereka pun sampai di rumah mewah yang akan mereka tempati bersama.
Raka turun duluan, lalu membukakan pintu untuk istrinya yang sama sekali enggan untuk sekedar di gandeng.
Langkah kaki Bianca terhenti sebentar, ia memejamkan mata dan membuat air matanya menetes begitu saja.
Rasanya Bianca ingin kabur, ia tidak bisa menerima pernikahan ini ataupun pria yang ada di sebelahnya. Bianca mencintai Reza, bahkan sangat mencintainya.
"Mami!!"
Satu lagi, Bianca tidak bisa menerima anak dari suaminya. Ya, Bianca menikahi seorang pria berstatus duda yang memiliki satu orang anak laki-laki berumur 5 tahun.
Bianca membuka matanya saat merasakan sebuah pelukan di bagian pahanya, ia menunduk dan melihat bahwa ada seorang anak laki-laki tengah memeluknya.
"Mami, aku sudah menunggu mami sejak tadi." Ucap bocah laki-laki itu dengan penuh semangat.
Bianca memegang tangan bocah itu, ia lalu mendorongnya pelan agar menjauh dari tubuhnya.
"Aku bukan mami kamu." Ucap Bianca kemudian berjalan masuk ke dalam rumah duluan.
Kiano tampak menangis, namun hal itu tidak dipedulikan sama sekali oleh Bianca yang sudah duluan masuk.
Melihat putranya menangis sontak membuat Raka langsung memeluknya. Ia mendekap erat tubuh bocah mungil itu dan mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.
"Kenapa mami bicara begitu, Pi?" tanya Kiano sambil menangis.
Raka melepaskan pelukannya, ia menyeka air mata putranya lalu mencium kedua pipi anak laki-lakinya yang tampan itu.
"Mungkin mami masih lelah, besok pasti kembali baik." Jawab Raka berusaha membuat anaknya tidak sedih.
Kiano tampak mengerti, ia menyeka air matanya lalu mengangguk paham.
"Kamu tidur gih sama bibi, besok biar bisa main sama mami." Tutur Raka, ia lalu menatap pengasuh Kiano.
Paham dengan kode majikannya, pengasuh Kiano pun segera mengajak bocah itu masuk ke dalam rumah.
Raka pun segera masuk, ia harus menemui Bianca dan bicara pada istrinya itu. Raka sejujurnya kecewa dengan sikap Bianca tadi, namun sekali lagi ia hanya bisa diam karena tahu bahwa Bianca butuh waktu.
Kiano sendiri sudah sangat menyayangi Bianca, meski sebelumnya mereka belum pernah berinteraksi.
Raka pun masuk ke dalam kamar, ia melihat istrinya itu sedang duduk di dekat jendela kamar sambil melamun.
Raka menghela nafas, ia meletakkan ponsel, kunci mobil dan dompet di atas meja nakas, lalu mendekati Bianca.
"Bia, mandi dulu, setelah itu kita istirahat." Tutur Raka dengan suara yang lembut.
Bianca menoleh. "Kamu duluan aja." Balas Bianca cuek.
Raka menghela nafas, ia duduk di sebelah istrinya itu lalu menggenggam tangan erat. Dan ya, reaksi Bianca masih sama seperti di mobil tadi.
"Berapa kali harus aku katakan untuk jangan menyentuhku, aku nggak suka sama kamu, aku juga nggak suka dengan pernikahan ini atau anak kamu." Ucap Bianca seraya bangkit dari duduknya.
Raka terkejut dengan gerakan Bianca yang cukup cepat. Ia bersyukur karena kamar mereka kedap suara, sehingga tidak akan ada yang mendengar ucapan mereka diluar.
"Bia." Panggil Raka dengan lembut.
Bianca tidak bicara, ia hanya diam sembari melipat tangannya di dada dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
"Untuk sekarang, kamu boleh nggak suka sama saya atau pun pernikahan kita, tapi tolong terima Kiano, dia sangat menyayangi kamu." Ucap Raka dengan penuh kasih sayang.
"Aku nggak mau. Aku tidak menerima pernikahan ini, aku nggak cinta sama kamu, apalagi di usiaku yang masih muda sudah harus mengurus seorang anak!" Tolak Bianca langsung.
Raka menghela nafas, ia ikut bangkit dan berdiri di depan istrinya. Raka hendak memegang bahu istrinya, namun ia urungkan karena khawatir akan reaksi yang ditunjukkan oleh Bianca.
"Setidaknya cobalah untuk menjadi temannya, Bia." Pinta Raka.
Bianca menoleh, ia tersenyum miring mendengar penuturan pria yang usianya lebih tua 8 tahun darinya.
"Kamu nggak bisa banyak nuntut, Mas. Kamu sudah berjanji untuk tidak akan pernah memaksa aku, jika kamu melanggar lebih baik aku pergi." Ucap Bianca mengancam.
Raka memejamkan matanya, ia menghela nafas lalu tersenyum manis.
"Baiklah, saya minta maaf. Saya tidak akan memaksa kamu, tapi tolong tetaplah disini." Pinta Raka, namun Bianca hanya diam.
Bianca beranjak dari tempatnya, ia pun memutuskan untuk mandi dan bersih-bersih sebelum istirahat.
Mereka akan tidur sekamar dan seranjang, tapi tentu saja dengan Raka yang dilarang untuk menyentuh istrinya walau hanya sedikit.
SEMANGAT MAS RAKA UNTUK MELULUHKAN HATI MBA BIA🤗
Komen positif kalian adalah semangatku 🖤
Bersambung..............................
Raka keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya yang sengaja ia keramas agar lebih segar dari biasanya. Acara resepsi benar-benar sangat melelahkan, sebab tamu yang hadir cukup banyak.
Ketika dirinya keluar, ia menoleh dan mendapati sang istri sudah tertidur dengan pulas nya diatas ranjang mereka.
Raka tersenyum simpul, ia berjalan mendekati ranjang lalu berlutut di dekat ranjang sehingga kini wajahnya sejajar dengan wajah Bianca yang tampak damai dalam tidurnya.
Tangan Raka terulur guna mengusap wajah Bianca, namun ia menghentikannya karena tidak mau jika gerakan nya akan membuat Bianca terbangun, dan marah padanya.
Raka tidak bisa menyentuh Bianca untuk saat ini, sehingga yang bisa ia lakukan hanya diam sambil memperhatikan istrinya.
"Kamu cantik banget, Bia. Tidak ada yang berubah dari kamu sejak pertama kali aku melihat dan langsung jatuh cinta." Ucap Raka seperti sebuah bisikan.
Raka tersenyum lagi, ia benar-benar tidak bisa lupa ketika dirinya dulu melihat Bianca yang hendak berangkat ke sekolahnya.
Berikan waktu pada Raka untuk bercerita bagaimana ia bisa jatuh cinta dengan Bianca, seorang gadis muda yang usianya cukup terpaut jauh dengannya.
Pagi itu Raka sudah bersiap untuk pergi ke kantor, ia nyaris terlambat datang karena kelelahan setelah pindah rumah semalam.
Ya, Raka baru saja pindah dari Bandung ke Jakarta kemarin dan hari ini ia sudah harus kembali ke kantornya yang juga baru.
Raka dulu bekerja di perusahaan cabang sebagai karyawan biasa. Meskipun ia anak dari keluarga Dewangga, namun sang papa tidak langsung menyuapinya dengan posisi penting.
Kini sang papa telah percaya padanya, sehingga ia diberikan sebuah posisi sebagai CEO di pusat yang kantornya ada di Jakarta.
Raka tinggal bersama kedua orang tuanya yang sebelumnya sudah menetap lebih lama di Jakarta. Mereka berdua hanya menyewa apartemen, namun karena sekarang ada Raka, maka mereka pun membeli sebuah rumah komplek elit.
Raka dengan tergesa-gesa langsung melempar tas kerja miliknya tanpa mau peduli pada isi dalam tas tersebut.
Ia yang hendak masuk ke dalam mobil langsung terhenti ketika mendengar suara teriakan dari tetangga depan rumahnya.
Kebetulan saat itu pagar rumah Raka sudah terbuka, sehingga ia bisa melihat tetangganya yang baru saja berteriak.
"Mama, aku terlambat datang ke sekolah. Ya ampun, aku bisa-bisa berdiri di depan pagar sekolah." Ucap seorang gadis dengan tergesa-gesa.
Gadis itu memakai helm dengan mulut yang tidak berhenti bicara.
Semua itu tentu saja disaksikan oleh Raka yang masih setia berdiri di samping mobil sambil memegang pintu mobilnya yang sudah terbuka.
Raka tersenyum tipis, entah mengapa ia senang melihat gadis itu yang terus-menerus bicara pada wanita yang tengah menyiram tanaman, wanita itu Raka yakini sebagai ibu dari gadis bawel yang membuatnya terus tersenyum.
"Aku berangkat, Ma." Gadis itu pun pergi meninggalkan rumahnya dengan mengendarai motor matic miliknya.
"Bianca, hati-hati. Jangan ngebut!!" ucap wanita yang tadi sedang menyiram tanaman dengan sedikit berteriak.
Sejak hari itulah Raka mengetahui bahwa nama gadis yang telah membuatnya terus tersenyum adalah Bianca.
Setiap hari sebelum berangkat ke kantor, Raka akan berdiri di depan rumahnya hanya untuk melihat Bianca yang mau berangkat ke sekolah.
Gadis berseragam putih biru dongker itu selalu bisa membuat Raka tersenyum tanpa alasan. Namun walaupun kagum, Raka tidak berani sama sekali untuk mengajak gadis itu berkenalan atau sekedar sapa saja
Raka takut, bagaimanapun ia sadar bahwa gadis yang ia taksir itu masih sekolah. Melihat dari wajahnya, Raka yakin bahwa Bianca saat itu baru berusia sekitar 15 tahun, kelas 3 SMP.
Setiap hari Raka terus saja tersenyum sambil melihat Bianca di pagi hari, bahkan seringkali ia tidak sengaja melihat Bianca sedang membaca buku di balkon kamarnya.
"Cantik banget sih bocah SMP itu, astaga Raka!! Sadar umur. Kau sudah 23 tahun, dan dia?" Gerutu Raka sembari menatap Bianca dari jendela kamarnya.
Suatu hari, tepatnya di hari minggu. Raka pergi joging dengan papanya, dan baru pulang di waktu yang hampir menjelang siang.
Ketika ia dan sang papa sampai, ternyata mamanya itu sedang mengobrol dengan mama dari gadis yang ia sukai. Disana ada Bianca juga yang tampak berusaha untuk mengobrol dengan mamanya.
Raka tersenyum kecil, ia lantas mendekati sang mama dengan harapan bahwa ia bisa berkenalan sedikit dengan Bianca.
"Ma." Panggil Raka seraya berjalan menghampiri sang mama.
"Nah ini dia anak saya, namanya Raka." Ucap mama Wina, ibunda Raka.
"Oh yang sering saya lihat kalo pagi ini, anaknya satu aja ya Bu?" Tanya mamanya Bianca.
"Iya, satu aja." Jawab mama Wina.
Mama Bianca menatap Raka dengan senyuman ramah dan hangat, sementara Bianca hanya diam sembari menunduk.
Tangan Raka terulur untuk menyalami tangan mamanya Bianca yang diketahui namanya adalah mama Vena.
"Raka, Tante." Ucap Raka memperkenalkan diri.
Mama Vena tersenyum, ia lalu memegang kedua bahu putrinya yang terus saja menunduk sambil bermain ponsel.
"Aca, nih kenalan sama tetangga. Jangan nunduk aja, cari apa sih!" tutur mama Vena.
"Nggak nyari apa-apa, Ma." Jawab Bianca dengan senyuman manis.
Raka sempat terhipnotis, namun sesaat kemudian ia tersadar ketika tangan gadis itu yang tampak putih terulur ke arahnya.
"Bianca, Kak." Ucap Bianca memperkenalkan diri.
Raka berdehem, ia membalas jabatan tangan Bianca dengan senyuman yang ramah.
"Saya Raka." Balas Raka.
Raka benar-benar senang jika mengingat perkenalannya dengan Bianca dulu. Ia yang naksir pada bocah SMP, kini bocah itu malah menjadi istrinya.
"Kamu tahu, Bia. Itu adalah kali pertama dan terakhir aku menjabat tangan kamu dulu." Ucap Raka dengan senyuman kecil
Kenapa bisa di sebut pertama dan terakhir, sebab setelah hari itu ia ditugaskan sang papa ke luar negeri untuk mengatur kerja sama.
Selama satu bulan ia tinggal sendiri di negara Paman Sam, dan ketika pulang ia langsung dijodohkan dengan gadis pilihan kedua orang tuanya.
Gadis yang tidak dicintainya, namun terpaksa ia terima karena permintaan dari kedua orang tuanya yang tidak bisa ia tolak.
Seorang gadis yang langsung menjebaknya di malam pertama sehingga ia bisa memiliki Kiano sekarang.
Tolong! Berikan waktu pada Raka untuk bercerita lain kali, saat ini ia malas mengingat masa lalu pernikahannya yang kelam.
Saat ini Raka hanya ingin menikmati saat-saat bersama Bianca, istrinya.
"Bia, saya janji akan selalu membahagiakan kamu." Bisik Raka dengan sungguh-sungguh.
YANG PENASARAN SAMA MASA LALU RAKA, NANTI KITA UNGKAP SEDIKIT-SEDIKIT YA, SABAR SAYANG 😚
Bersambung........................
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!