..."Dari buku yang ku baca kita tidak pernah tahu akan berakhir seperti apa sebuah pertemuan antara sepasang insan. Tapi apakah bertemu dengan mu akan berakhir baik bagi kita?"...
...~ Beryl Ara Lavell ~...
.......
.......
.......
.......
Beryl terbangun dari sebuah mimpi yang sangat aneh.
Nenek nya yang sudah lama meninggal itu menyambut nya dengan tatapan penuh kasihan dan memakai pakaian aneh yang menarik perhatian. Nenek memakai pakaian mewah berwarna hijau daun muda ditambah dengan renda-renda bunga di bawah gaunnya. Nenek memakai sepatu yang kaca, terlihat cantik saat nenek memakainya. Lalu ada hiasan rambut, Beryl tak tau pasti apakah itu bros atau jepitan rambut?
Sungguh menawan!
Beryl jadi ingin mencobanya memakai pakaian seperti Nenek nya. Didalam mimpi nya, Beryl merengek meminta begitu tapi Nenek malah melarang nya dan menasehati seperti dulu, sebelum Nenek meninggal.
"Beryl, cucu Ku tersayang..."
"Kamu jangan terlalu gampang percaya pada orang lain. Mungkin kamu banyak mengenal orang-orang baik dan mempercayai nya karna kamu berada ditengah-tengah orang baik. Tapi nak, pasti ada satu waktu lingkungan mu berubah, saat itu Ku mohon tolong berhati-hati lah... tetaplah hidup cucu Ku"
Setelah mengatakan itu tanpa memberi nya waktu untuk berbicara nenek pun menghilang dan Beryl terbangun dari tidur nya. Mimpi itu meninggalkan banyak pertanyaan di kepala nya. Beryl mencoba untuk mengartikan apa maksud perkataan Nenek tapi semakin dia berusaha mencari tahu semakin gelisah yang didapatkan nya.
Beryl beranjak dari kasurnya memutuskan untuk sementara tidak memikirkan itu mimpi itu dan bersiap-siap untuk memanjakan diri. Karna hari ini, dia akan kencan sendirian.
Beryl memakai dress hitam bertali dengan garis hijau muda dibawah dress nya. Karna hari ini musim semi dia pun memakai cardigan rajut berwarna hijau tua. Untuk aksesorisnya, Beryl hanya memakai gelang pemberian nenek yang selama ini tidak pernah dia lepas bertuliskan L A V E L L, gelang ukiran yang sangat dia sukai. Juga ada cincin permata pemberian orang tua nya yang didalam nya terdapat ukiran nama nya, Beryl. Lalu untuk rambut, dia hanya setengah mengikatnya dengan poni tipis yang membuat dirinya terkesan lebih anggun.
Kalau kata Nenek, "Sesuatu yang kita sukai akan menjadi kekuatan untuk rasa percaya diri"
"Benar kata Nenek, sekarang rasa percaya diriku meningkat jadi 100 %!" seru nya didepan kaca.
Beryl melangkah keluar dari rumah nya. Hari ini dia ada waktu untuk meliburkan diri dari aktivitas yang super menyibukkan hampir setiap hari. Bahkan untuk mendapatkan libur dia harus mencapai target itu pun susah sekali untuk dia capai.
Walaupun begitu pekerjaan itu begitu berharga untuk nya yang sudah sejak lama tinggal sendirian. Tidak ada tempat untuk nya bertumpu dan bermanja-manja. Sayang sekali, orang-orang yang dia cintai cepat sekali meninggalkan nya
Hari ini Beryl akan ketempat wisata yang baru dibuka bulan lalu, Istana de Ramor namanya.
Tempat wisata ini sangat hits dikalangan anak muda. Saking terkenalnya dihari pertama buka tempat wisata ini sudah banyak orang yang mengantri sejak pagi hari. Dengar-dengar ada pertunjukan spektakuler sampai diliput media loh, Wow!!!
Mendengarnya saja membuat rasa ingin pergi kesana meningkat.
Beryl bergegas menaiki bus menuju ketempat wisata. Cuaca kali ini memang bagus, lebih bagus lagi jika dia membawa seorang pria yang menjadi kekasih nya.
"Sayang sekali, aku tidak memiliki kekasih," bisik nya.
"Apakah ini sebuah keberuntungan atau kesedihan untuk ku yang tidak memiliki kekasih? entah lah..."
Dari sini ke tempat wisata itu kira-kira memerlukan waktu 30 menit. Syukurlah hari ini tidak terlalu macet. Jika macet parah Beryl berani taruhan! karna jika sudah macet parah akan memerlukan waktu 1 jam lebih dan saat itu dia lebih memilih berdiam diri di rumah dibandingkan duduk menunggu lama di dalam bus.
Beryl memandang kearah jalanan, terlihat banyak pejalan kaki yang berpasangan. Ada yang muda, ada yang tua, ada juga yang sudah memiliki anak dan apa itu?! Bahkan beberapa pelajar saja menggandeng pasangannya untuk jalan-jalan.
"Aahh... para pelajar sekarang sudah mulai terang-terangan ya berpacaran tidak seperti ku dulu," gumam nya.
"Waktu aku masih pelajar tidak pernah sedikit pun berpikiran buat pacaran. Jangankan untuk berpacaran, dekat dengan siswa cowok saja bikin aku khawatir"
Nenek nya pernah bilang kalau aku harus rajin belajar, jangan kebawa arus negatif dan tak boleh deket-deket dengan cowok. Karna dirinya yang terlalu patuh itu membuat nya dulu ketar-ketir kalau ada siswa cowok yang menyukai nya.Dan sekarang umur Beryl sudah 25 tahun. Umur yang sudah cukup pas untuk menikah kan tapi dengan siapa?
Beryl hanya tertawa sumbang jika memikirkan soal ini dan juga perasaan nya yang begitu sensitif bila ada orang menyinggung tentang ini.
Beryl terus memandang kearah jalanan. Supir bus memutarkan beberapa lagu yang menyenangkan. Perasaan nya pun kembali membaik karna hari ini dia tidak boleh bad mood. Tak berapa lama bus yabg ditumpangi nya sampai ditujuan, Istana De Ramor.
Seperti apakah tempat itu? Beryl sangat tidak sabar untuk mengunjungi nya.
Beryl berjalan kearah loket tiket yang berpapan nama 'Gerbang Istana De Ramor'. Dia memesan tiket full untuk dirinya sendiri, Di karcis itu tertulis diskon bila membawa pasangan. Beryl yang merupakan pecinta diskonan sedikit menyesal hanya pergi sendirian.
"Apa seharusnya aku membawa teman kantor saja lalu berpura-pura mengatakan kalau kami berpacaran? tapi ya sudahlah, bye-bye diskonan."
Setelah membeli tiket, dia berjalan menuju dua orang penjaga. Mereka meminta nya untuk menunjukan tiket. Saat tiket selesai diperiksa ada sesuatu yang mengejutkan nya. Seakan-akan Beryl orang yang penting mereka memanggil nya Nona Bangsawan.
"Silahkan masuk Nona Bangsawan," ucap mereka dengan menundukan kepala.
Perkataan mereka membuat nya merasa cukup senang.
Beryl berjalan memasuki sebuah terowongan yang gelap dan sunyi. Dia menikmati suasana ini. Langkah kaki nya yang mantap membawa nya ke suatu sumber cahaya.
Aah ... apa aku sudah mulai memasuki taman istana?
Benar saja! terpampang sebuah taman yang besar dan megah didepan nya.
Pandangan yang pertama kali dia lihat adalah air mancur yang cukup tinggi dan besar. Mungkin tinggi nya sekitar 3 sampai 4 meter. Beryl terpana melihat air mancur itu karna ini pertama kalinya dia melihat air mancur yang cukup megah lalu dengan cepat mengambil beberapa foto.
"Sangat bagus kalau aku posting di Instagram, 'kan?"
Setelah dari air mancur dia pergi ke tempat bunga-bunga bermekaran.
Disana terdapat banyak jenis bunga bahkan bunga langka pun ada. Seperti Chocolate Cosmos, Lady Slipper, Mawar Juliet, Middlemist Merah dan Anggrek Hitam. Dari jarak jauh pun aromanya bisa tercium, luar biasa sekali pengelolanya menanamkan dan merawat bunga-bunga yang langka ini.
Beryl melihat beberapa orang mengambil foto ditengah-tengah ladang bunga. Beberapa dari mereka meminta bantuan nya untuk memfotokan mereka dan dia pun sebaliknya. Bagi Beryl, bunga-bunga ini lebih indah dilihat daripada dipetik. Sayang sekali rasanya jika dipetik tanpa tujuan yang tidak jelas karna kalau sudah dipetik bunga itu bakalan layu dan tidak lama mati sebab ulah si tangan jahil.
Setelah puas diladang bunga Beryl melanjutkan perjalan nya ke dalam inti Istana.
"Megahnya!"
Itulah kata yang keluar dari mulut nya saat menatap sebuah Istana buatan di depan mata nya. Ukiran pintu masuknya memang sangat indah dipadu dengan cat berwarna kuning keemasan yang mengkilat. Pintu nya juga begitu besar saat terbuka dengan dua buah lonceng yang bertengger di atasnya.
Sedikit yang Beryl ketahui, bila lonceng itu berbunyi tandanya seorang bangsawan akan masuk. Dan yang dia dengar juga dari beberapa pengunjung kalau lonceng itu tidak sering berbunyi hanya beberapa kali saja. Sekali pun dibuka dengan lebar dan kuat lonceng itu tidak berbunyi.
Jadi ada rumor yang mengatakan kalau lonceng itu akan tahu siapa yang sebenarnya bangsawan dan siapa yang tidak bangsawan tapi apakah itu bisa dipercaya? Bagi Beryl itu terdengar aneh.
Saat dia mulai memasuki pintu itu dua orang penjaga berpakaian Ksatria Istana membukakan pintu dengan perlahan tapi lihat apa yang terjadi!
Kedua buah lonceng itu berbunyi cukup keras.
"Selamat datang Nona Bangsawan de Ramor. Atas kemurahan hati anda izinkan kami menyambut anda dengan sambutan yang megah," ucap kedua penjaga yang berpakaian Ksatria Istana itu.
Mereka memegang kedua tangan nya dan membungkuk seolah-olah memberinya salam. Kemudian mereka mengeluarkan sebuah kotak kecil yang isi nya berkilauan lalu menyematkan nya ke jari manis Beryl.
Sebuah cincin permata yang berkilauan.
Beryl pun menatap cincin yang tersematkan di jari manis nya. Namun entah mengapa air mata nya perlahan menitik kepipi nya. Melihat cincin permata ini seakan-akan ada 'sesuatu' dan membuat nya menangis.
Beryl langsung masuk ke dalam tanpa bertanya alasan nya dan ingin menghiraukan perasaan aneh itu. Sebenarnya dia ingin bertanya namun rasanya mulut nya terasa berat untuk bertanya.
"Ada apa dengan diriku?"
Beberapa orang yang berpakaian seperti dayang-dayang Istana menyambut kedatangan nya. Seseorang menghampiri nya dan memperkenalkan dirinya.
"Selamat datang Nona Bangsawan de Ramor. Perkenalkan saya adalah kepala dayang di Istana ini. Izinkan kami untuk menunjukan tiap sisi Istana kepada Nona," ucap nya.
Kepala dayang dan dayang lainnya berdiri dalam posisi sedikit membungkukkan badan juga tangan kanan mereka memegang dada kiri masing-masing. Salamnya pun sama persis seperti komik kerajaan yang pernah dia baca.
Beryl hanya mengangguk tanda setuju dan berjalan terlebih dahulu dengan diikuti para dayang dibelakang nya. Istana ini benar-benar megah seperti yang dirumorkan dan terlihat sangat megah jika melihat langsung.
Kepala dayang tadi menjelaskan kepada nya kalau di tempat sekarang dirinya berada adalah aula Istana.
Aula ini berfungsi sebagai tempat berkumpulnya para Bangsawan secara umum. Beryl juga melihat beberapa orang-orang yang diikuti para dayang seperti dirinya saat ini. Ada seorang Tuan Bangsawan, ada seorang Nona bangsawan juga ada sepasang Nyonya dan Tuan Bangsawan jadi tidak hanya ada dirinya saja.
"Apa pelayanan seperti ini didapat semua orang yang masuk ke Istana ini?" tanya nya kepada kepala dayang.
"Tentu saja orang-orang yang masuk ke istana ini setelah melewati gerbang akan dilayani dengan baik namun itu hanya tergantung tiket apa yang dibelinya, Nona. Tiket full, setengah full maupun tiket beberapa tempat saja," tutur kepala dayang.
"Aahh begitu... pantesan saja tiket full harganya lumayan mahal ya," ujar nya sembari tertawa.
Beryl sengaja tertawa untuk mencairkan suasana soalnya mereka kaku dan tidak menatap mata nya. Memang begitu totalitas sekali mereka berakting.
Beryl masih setia mengambil beberapa foto di aula Istana dan sedikit meminta bantuan kepala dayang untuk mengambilkan foto dirinya. Tentu saja dengan senang hati kepala dayang itu membantu nya.
Dia melanjutkan perjalanan dari aula menuju ruang pertemuan pribadi bangsawan.
Beryl harus melalui sebuah lorong yang terhubung dengan pintu belakang aula istana. Dilorong ini dia dapat melihat lukisan-lukisan mengenai Kerajaan juga lukisan beberapa Raja tanpa digambar anggota wajahnya. Beryl merasa lukisan seperti tanpa menggambar anggota wajah itu belum cukup untuk mengetahui kalau itu adalah lukisan Raja.
Ada lima Raja yang dilukis, saat dirinya memperhatikan terdapat tiga nama keluarga yang sangat berbeda dengan dua orang yang nama keluarga nya sama.
Raja Pertama adalah Marza Davon Aister. Raja Kedua adalah Norvant Ge Luister. Raja Ketiga adalah Zaru Deru Athinium. Raja Keempat adalah Gergo Tarta de Ramor dan Raja Kelima adalah Eugene Zen de Ramor.
"Mengapa dua orang raja terakhir ini nama belakangnya sama? Apakah mereka adalah keluarga?" tanya nya kepada kepala dayang.
"Benar Nona. Raja keempat dan kelima adalah ayah dan anak. Mereka memimpin kerajaan selama sisa umur mereka," jawab kepala dayang itu.
"Lalu adakah raja yang keenam?"
Dia penasaran karna tidak ada lukisan raja keenam disini.
"Tidak ada Nona," ucap kepala dayang.
"Kenapa?"
"Karna kerajaan berlangsung hanya sampai Raja kelima saja Nona," jawabnya.
Beryl mengangguk paham dan melihat-lihat lagi lukisan disepanjang lorong. Tapi satu lukisan mencuri perhatian nya dan membuat nya cukup lama berdiri memandang lukisan itu.
Lukisan itu adalah lukisan seorang Pangeran Mahkota de Ramor yang bernama Aksa Oliga de Ramor. Di bawah lukisan itu tertulis penjelasannya.
"Ini adalah lukisan Pangeran Mahkota de Ramor pertama. Wajahnya tidak pernah terlihat oleh orang lain kecuali keluarga Kerajaan yang benar-benar dipercayai nya. Dialah satu-satunya Pangeran Mahkota yang tidak menunjukan wajahnya karna suatu alasan namun meninggalnya Pangeran Mahkota ini membuat kerajaan runtuh sebelum penobatannya menjadi Raja keenam," seperti itulah penjelasannya.
"Aahh... kenapa rasa nya sesak sekali"
Setelah membaca itu Beryl merasakan sesak yang meliputi dada nya. Perasaan sesak yang bahkan belum pernah dia rasakan.
Beryl...
Dia menolah ke kanan dan kiri, sebuah suara memanggil nya. Tapi siapa?
Beryl...
Suara itu terdengar lagi. Beryl menatap sekeliling, mencari dari mana datang nya panggilan itu.
Hari ini dirinya begitu aneh. Dimulai dari mimpi bertemu Nenek lalu cincin permata yang membuat nya tiba-tiba menangis lalu perasaan sesak didada nya dan sekarang suara panggilan yang tak ada orang nya.
Beryl mencoba menenangkan dirinya.
"Hhuuuhh... hhaaahh... hhuuuhh... hhaaahh..." dia menarik napas lalu membuangnya.
Setelah merasa cukup tenang, Beryl melanjutkan kembali perjalan nya dan berusaha menampik perasaan aneh ini.
Sekarang dia memasuki sebuah ruang pertemuan pribadi Bangsawan.
Disini Beryl melihat meja panjang di tengah ruangan dengan 10 kursi yang melingkari meja itu. Kepala dayang tadi menjelaskan kalau ruangan ini adalah ruangan pribadi yang dibuat untuk diskusi atau rapat antar Bangsawan dengan anggota kerajaan. Ruangan ini juga mewah karna tiap kursi dilapisi satu permata, apakah itu permata asli? Dia rasa begitu.
Beryl lalu pergi menuju ruang pribadi pertemuan anggota kerajaan lalu ke ruang kerja Raja dan Pangeran Mahkota. Berlanjut ke dapur Istana, ke ruang khusus para Ksatria, ke ruang belajar Pangeran Mahkota, ke ruang belajar Pangeran dan Putri Raja, ke rumah kaca Istana dan perpustakaan Istana.
Lalu dia juga pergi ke pavilun Raja, pavilun Pangeran Mahkota, pavilun Ratu, paviliun Pangeran dan Putri Raja juga pavilun para Selir Raja.
Sebelum memasuki ruangan ada lorong yang menghubungkan antara ruangan satu dengan ruangan lainnya. Jarak antar pavilun satu dengan paviliun lain nya tidak begitu jauh dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki selama 10 menit kecuali paviliun Pangeran Mahkota yang cukup memakan waktu 20 menit dari Istana utama. Setiap paviliun memiliki taman, pelayan dan dayang pribadi.
Setelah Beryl berpikir semua tempat sudah dia datangi ternyata ada satu tempat yang belum dia datangi, sebuah Menara.
"Tempat ini adalah tempat di mana Pangeran Mahkota dikurung sebelum naik jabatan menjadi Pangeran Mahkota. Dia di kurung selama 15 tahun lamanya semenjak umur nya 10 tahun lalu dikeluarkan saat sudah mendekati waktu untuk pemilihan Pangeran Mahkota," begitu penjelasan kepala dayang.
"Belum lengkap rasanya jika Nona tidak mendatangi menara ini."
Beryl mengangguk mengiyakan perkataannya tanpa mengetahui apa pun yang ada di dalam sana.
Menara ini cukup tinggi dari air mancur tadi. Beryl sebenarnya phobia ketinggian tapi karna ucapan kepala dayang itu membuat nya penasaran seperti apa isi didalam sana.
Toh lagian kalau dia tak melihat sekarang akan rugi bagi nya. Apalagi tiket full ini mahal.
Pintu menara dibukakan oleh Ksatria penjaga menara. Mereka mempersilahkan dirinya masuk. Dayang-dayang yang sedari tadi mengikuti nya hanya menunggu dibawah. Beryl akan naik ke atas dengan ditemani oleh kepala dayang.
Pintu pun tertutup setelah mereka masuk. Kepala dayang juga membawa obor karna di dalam menara ini penerangan nya sangat minim.
"Nona, menara ini di buat sesuai keadaan menara pada saat itu. Tidak ada penerangan dan dayang yang berjaga namun agar perjalanan anda nyaman kami menambahkan obor di setiap lantai, semoga anda menikmati perjalanan di wisata ini," tutur kepala dayang.
"Baiklah," jawab Beryl.
Kepala dayang berjalan lebih dulu dan dirinya mengikuti dari belakang. Tiap 100 anak tangga terdapat sebuah ruangan yang terkunci.
"Nona, ini adalah replika dari kamar yg dipakai Pangeran Mahkota," ucap kepala dayang.
Jadi kalau dihitung ada 10 kamar dan 1000 anak tangga yang sedang Beryl lalui.
"Hhhaaa... rasa nya seperti mau mati saja naik anak tangga ini! pasti berat sekali menjadi Pangeran Mahkota. Aku merasa kasihan padanya."
Tak berselang lama, akhirnya mereka sampai dipuncak menara tepat di kamar ke-10 Pangeran Mahkota. Beryl membuka jendela di samping kamar itu dan merasakan angin sepoi-sepoi membelai wajah nya lalu memberantakan rambut nya.
"Jadi seperti ini ternyata tempat Pangeran di kurung ya? Apa kesalahan yang dibuat nya hingga harus dikurung ditempat yang menyeramkan ini? Betapa kesepian nya dirinya. Aku turut bersedih untuk mu, Pangeran."
Beryl menikmati sensasi dimenara ini dan mencoba memberanikan diri untuk melihat ke bawah tapi dia tak bisa. Dirinya langsung pusing dan mual.
"Mari kita turun, saya sudah cukup menikmati ini," tutur Beryl pada kepala dayang.
Beryl turun ke bawah dengan langkah gontai. Kepala nya mendadak pusing dan penglihatan nya pun mulai buram. Tubuh nya mengeluarkan reaksi yang tak tepat waktunya karna sekarang dirinya sedang berdiri jauh dari tanah.
"Aku harus bertahan..." lirih nya
Beryl...
"Suara itu... siapa kamu?"
Beryl... selamanya aku... mencintai mu
Tapi setelah mendengarkan itu seperti ada sesuatu yang menutup penglihatan nya. Dalam sekejap Beryl jatuh pingsan dan berguling ke bawah. Samar-samar dia mendengar suara teriakan dari kepala dayang sebelum semuanya menjadi gelap.
..."Aku tidak pernah percaya pada orang lain karna mereka sering menyiksa ku lantas dengan mu haruskah aku mempercayai mu?"...
...~Aksa Oliga De Ramor~...
.......
.......
.......
.......
.......
Beryl mendengar sesuatu, semakin lama semakin jelas suara itu. Aah... ternyata suara nyanyian Burung Common Nightingale yang beradu nyanyian dengan Burung Canary.
"Apakah ini malam hari atau pagi hari?"
Beryl tak bisa membuka mata nya untuk melihat situasi sekarang. Seperti ada lem yang melengket erat dimata nya. Beryl juga mencoba untuk duduk dari posisi nya saat ini yang tengah berbaring tapi rasanya tubuh nya begitu lemas.
"Hhuuhh... hhaaahh..."
Dia mencoba untuk diam sebentar lalu mengatur pernapasan dan mencoba lagi untuk bangun kembali tapi tidak bisa. Beryl yang sibuk berpikir ada apa dengan dirinya pun baru menyadari ada sesuatu yang terasa cukup dingin dibelakang punggung nya. Dia merabanya dan menyakini kalau itu adalah rumput basah. Ya, dia baru menyadari kalau sekarang dirinya tengah berbaring dirumput yang basah. Pantesan saja rasa nya dingin.
Beryl mencoba sekali lagi untuk bangun dan usaha nya berhasil. Mata nya yang tadi melekat sekarang bisa dibuka. Beryl memandang ke kanan dan kiri mencoba melihat dimana dirinya sekarang. Tepat saat dia membuka mata banyak pohon yang rimbun menyapa indera penglihatan nya lalu disusul dengan aroma-aroma daun, rumput dan hembusan angin dingin.
Selain rumput yang basah dia juga diterpa suhu yang dingin disini tapi, "Mengapa aku bisa berada disini dengan kondisi hutan yang gelap?"
Beryl mencoba mengingat apa yang terjadi pada dirinya. Bukankah dia tadi tengah berada diatas menara tempat wisata Istana de Ramor lalu ada suara yang memanggil nama nya. Kepala nya juga mendadak pusing dan dia mual.
Kemudian...
"Bukankah aku berguling jatuh kebawah?! Seharusnya aku berada dirumah sakit namun mengapa aku sekarang berada ditengah hutan yang gelap ini?!" seru nya dengan cemas.
Sekarang perasaan nya sangat tak enak. Seperti ada sesuatu yang menganjal. Beryl berpikir lagi lalu memutuskan untuk berlari. Bagaimana bila dihutan ini ada hewan buas lalu dirinya dimakan? kan dia masih ingin hidup.
Jadi, tanpa berpikir dua kali Beryl langsung berlari cepat tapi beberapa kali dirinya terjatuh karna tersandung akar pohon yang kebanyakan mencuat keluar tanah.
Tepat saat dia berhasil keluar dari hutan dan berhenti berlari, rasa sakit tadi mendadak menyerbu nya tanpa ampun.
"Hhhaaahh... hhaahh... capek banget!!"
Dia pun memeggang dada nya, merasakan seberapa cepat jantung nya berdetak.
"Aahh... kaki ku sakit!!!" seru nya.
Banyak darah yang keluar dari sela-sela luka dikaki nya. Sekarang terasa sangat sakit dan ngilu. Beryl menangis kesakitan dan sekaligus merasa lega karna dia pikir dirinya sudah keluar dari hutan itu.
"Aku haus sekali..." lirih nya.
Tapi kaki nya tidak bisa diajak berkompromi ditambah lagi rasa sakit yang tak mau pergi. Beryl tidak ada tenaga lagi. Tubuh nya terasa remuk semua dan perlahan pandangan nya memudar.
Beryl pingsan lagi!
Dalam keadaan gelap Beryl berjalan gontai. Walau bulan memang muncul tapi tidak bisa menerangi jalanan. Beryl menatap bulan yang tinggi itu. Cukup lama dia menatapnya hingga suara langkah kaki seseorang membuat nya membalikan badan.
"Nenek!!"
Terlihat ada seorang wanita paruh baya yang dia sebut Nenek itu.
Dia berjalan mendekati Nenek dan hampir memeluknya tapi Nenek dengan cepat menghindar. Hal itu membuat nya bingung karna Nenek tidak seperti biasanya.
"Nek, kenapa menghindar? Aku kan ingin memeluk Nenek," tutur nya dengan mimik sedih.
"Nak, mengapa kamu kembali lagi? Bukankah hidup mu sudah senang disana? disini berbahaya Nak... Banyak orang yang mengincar mu!" ucap Nenek dengan mata yang khawatir.
Tapi setelah mengucapkan itu Nenek pun menghilang seperti sebelumnya dan Beryl terbangun lagi. Ternyata itu hanya mimpi. Tak berapa lama sebuah perasaan aneh menyergap Beryl. Lagi dan lagi hal ini terjadi setelah bertemu dengan Nenek dimimpi.
Pemandangan yang dia lihat tadi berbeda dengan yang sekarang. Matahari mulai bersinar dan burung-burung maupun ayam saling bersahutan untuk membangunkan orang-orang.
Beryl yang tengah terluka memaksakan diri untuk berjalan walau harus terbata-bata dengan rasa sakit yang belum berhenti.
"Pokoknya aku harus bertemu orang untuk membantu ku! Aku memang tak tahu arah hanya saja aku berjalan sesuai perkiraan ku."
Diperjalanan Beryl menemukan sebuah ranting pohon yang cukup besar dan kuat. Dia mengambilnya untuk memudahkan nya berjalan. Ya, setidaknya dengan ini bisa mengurangi rasa sakit kaki nya
Beryl berjalan terus hingga bertemu padang rumput ilalang yang luas. Bahkan luasnya mungkin sama dengan lapangan sepak bola nasional.
"Tunggu!!! Lapangan sepak bola nasional? Apa itu? Mengapa aku bisa terpikirkan hal itu?" tanya nya sendiri.
Beryl merasa ada yang aneh dengan dirinya. Sesuatu muncul secara tiba-tiba dipikiran nya lalu dalam sekejap dia tidak tau apa itu. Beryl mencoba untuk mengingat lebih keras namun yang dia dapat hanya sakit kepala yang mulai menyerang.
Saat Beryl sibuk sendiri ada suara tapak kaki kuda yang sedang berlari kearah nya. Lalu berhenti tepat dihadapan nya dan itu membuat Beryl kaget.
Terlihat seorang pria berpakaian rapi berwarna hitam dengan sebuah pedang di samping pinggangnya. Pria itu menatap Beryl, dia terlihat tampan. Rambutnya berwarna hitam legam yang terlihat basah dihiasi dengan beberapa bulir keringat di wajah nya. Alis nya yang tebal, garis wajah nya yang tegas dan tatapan mata nya yang ramah membuat dada Beryl berdegup.
Deg!!!!
"Tampan!"
Sebuah ucapan spontan keluar dari mulut nya.
"Tampan? tumben sekali kamu memuji Ku Nona hutan!" tutur nya dengan tertawa
Aahhh keceplosan! Dia membuat ku kaget, apa dia barusan memanggil ku Nona hutan?
"Kenapa memanggil ku seperti itu? Aku bukan Nona hutan tapi nama ku—"
"Beryl!" jawab pria tampan itu.
"Ke... kenapa kamu bisa tau?" tanya Beryl
"Ya kan memang nama mu Beryl. Kamu pikir Aku tidak tahu apa? Lagian ya Nona hutan... kemana saja kamu selama seminggu? apa sudah ketemu tanaman obat nya?" tanya nya yang semakin membuat Beryl bingung.
Apa maksudnya? tanaman obat apa? Mengapa dia membicarakan hal yang tak aku mengerti?
Beryl memikirkan ucapan pria itu sedangkan Pria itu hanya menatap nya dengan heran. Hingga suara desahan nafas pria itu pun menyapa indera pendengaran Beryl. Beryl mengangkat kepala nya untuk melihat orang yang ada didepan nya. Tatapan mata mereka bertemu. Tapi sesuatu bereaksi pada diri Beryl. Sebuah ingatan yang datang tiba-tiba.
"Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan. Tapi Wasa... aku tak suka kamu memanggil ku Nona hutan lagi," tutur Beryl tiba-tiba.
Beryl kaget. Tanpa dia sadari mulut nya mengucapkan nama seseorang. Sejujurnya dia sama sekali tidak mengenal orang yang ada dihadapan nya ini. Tapi mengapa bisa namanya dia sebut begitu saja? Padahal bagi Beryl, dia dan pria itu tidak berkenalan sejak tadi.
Ada apa dengan ingatan ku?
"Sudahlah... Ayo naik. Pegang tangan ku, Beryl. Ayo!" ajak Wasa. Tangan nya terjulur dihadapan Beryl dan membuat dia tak bisa menolak.
Beryl ditarik oleh nya untuk menaiki kuda tanpa hambatan. Hal itu membuat Beryl kaget sekaligus membuat rasa sakit di kaki nya muncul lagi. Beryl refleks mencubit lengan Wasa tapi dia hanya tertawa tanpa dosa.
"Mengapa di tubuh mu ada darah?" tanya nya.
Kuda yang dikendarainya melaju dengan cepat. Angin memberantakan rambut Beryl dan membuat nya merasa takut.
Gila! lelaki ini apa tidak memperdulikan aku yang sedang terluka?
"Berhenti! Aku takut!!"
Tapi Wasa tidak berhenti.Dia malah makin mempercepat laju kuda nya. Lelaki ini tidak mendengarkan Beryl dan dia yang mulai ketakukan mencoba untuk menenangkan diri. Menghitung satu dua tiga lalu menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya namun tidak berhasil.
"Pegang yang erat, kita akan melompat!!" seru Wasa dengan lantang. Hal itu membuat jantung Beryl tambah berdegup.
Apa?! melompat?! lompat kemana? ke jurang? Gak, aku takut!
Beryl memejamkan mata dan memegang tali kemudi dengan kuat. Dia merasa akan melayang jika tidak memegang itu. Namun kemudian rasa sentak dari kuda yang mereka naiki membuat nya makin kuat memejamkan mata.
"Sampai kapan kamu akan menutup mata begitu?" ujar Wasa.
Beryl tidak menjawab walaupun dia mendengar perkataan Wasa. Karna sekarang rasa takut nya lebih besar dari pada rasa ingin menjawab pertanyaan lelaki itu.
"Kita sudah sampai Beryl... kamu udah bisa buka mata dan turun."
Wasa memegang kedua bahu Beryl dengan lembut. Dia dapat merasakan sentuhan hangat dari kedua tangan Wasa.
"Aku tak percaya! tangan ku saja masih gemeteran gara-gara kamu!"
Beryl kesal pada nya. Wasa hanya menghela nafas nya dan seperti tadi tanpa Beryl minta lelaki itu tiba-tiba menurunkan nya
"Aaahh... lepaskan aku!!" teriak Beryl
Eehh sebentar... Aku berdiri? berarti sudah di atas tanah?!
"Buka mata mu atau ku gendong sampai kedalam rumah?" tanya Wasa dengan nada menggoda.
Dengan cepat Beryl membuka mata dan menjauh dari nya. Gerakan tiba-tiba yang Beryl buat membuat Wasa keheranan. Beryl mencoba untuk mengalihkan pandangan nya kearah yang lain. Walau tidak melihat Wasa langsung tapi dia bisa merasakan tatapan mata Wasa tertuju pada dirinya dan itu membuat Beryl merasa sedikit risih.
"Hhhaaahhh...."
Wasa menghela nafas panjang.
Lagi-lagi dia menghela nafas nya. Entah mengapa dia terus melakukan itu membuat Beryl seakan-akan bersalah. Tapi tanpa Beryl sadari dia berjalan mendekat kearah nya. Semakin dia mendekat semakin cepat pula Beryl menjauh. Beryl merasa tidak mengenal pria itu dan dia harus waspada.
"Berhenti!!" perintah Wasa.
"Aku tak akan menyakiti mu, Beryl... aku tak tahu apa yang terjadi pada mu selama seminggu diluar. Tapi bisakah kamu masuk ke dalam? Kamu harus beristirahat kan? dan juga membersihkan diri," lanjut nya.
Suara nya berubah, tidak seperti diawal bertemu tadi.
Kini Wasa menjadi lebih lembut. Beryl merasakan kekhawatiran dari ucapan Wasa. Beryl mengiyakan perintah Wasa lalu masuk ke dalam sebuah rumah tua yang beratapkan jerami.
Beryl berjalan gontai di hadapan Wasa tapi menolak bantuan dari nya. Beryl hanya tidak ingin menyusahkan orang lain apa lagi orang ini baru saja bertemu dengan nya
Dia mengedarkan pandangan ke setiap sisi di rumah ini. Tidak ada barang-barang yang spesial atau berharga. Hanya ada satu kursi tua, satu meja kecil, satu tempat tidur yang muat untuk satu orang. Juga beberapa alat makan yang tampak usang.
Siapa pemilik rumah ini? Apakah pria yang membawa ku kesini?
Wasa mengikuti Beryl masuk kerumah. Dia duduk di kursi tua yang berada didekat jendela. Wasa menatap Beryl dari ujung kepala hingga ujung kaki tanpa satu pun terlewatkan. Beberapa menit kemudian Wasa beranjak dari duduknya dan menghampiri Beryl yang tengah terdiam.
Sebuah tepukan dipundak Beryl membuat nya terkejut, "Apa lagi yang kamu tunggu? Ayo bersih-bersih sana."
"Aku tidak tahu ke arah mana untuk membersihkan tubuh," tutur Beryl
Wasa menatap Beryl dengan heran. Seakan-akan dari tatapan itu Wasa mengatakan ada apa dengan dirinya.
"Itu ada pintu masuk, kamu akan temui tempat mandi," jelaa Wasa menunjuk kearah belakang meja makan.
Aahh... pintu itu? ku pikir hanya pintu belakang rumah.
"Baiklah," Beryl mengerti.
Beryl berjalan gontai ke arah yang ditunjukan Wasa. Kaki nya yang masih sakit tapi untungnya darah yang keluar sudah mengering hanya tinggal dibersihkan saja. Tapi sebelum ke tempat mandi Beryl berhenti dan refleks mengambil baju disalah satu kotak di samping pintu kamar mandi.
Sebelum masuk ke kamar mandi Beryl berdiam diri sebentar di depan kotak yang isinya baju. Lagi-lagi ingatan tiba-tiba dan refleks yang tidak dia sadari membuat nya kaget
Jelas-jelas ini bukan kebetulan, sebenarnya apa yang terjadi pada diriku?
Beryl menyelesaikan mandi nya dengan cepat lalu memakai baju yang dia ambil tadi. Baju ini adalah dress panjang dengan lengan panjang yang sudah usang. Bisa dilihat dari warna kuning nya yang mulai luntur. Dress ini tidak ada motif tanpa tambahan tali di pinggangnya. Jadi saat dia memakainya terkesan tidak terlihat pinggang nya
Beryl keluar dari tempat mandi dengan rambut basah yang tergerai. Dia keluar hanya untuk mencari semacam kain agar dia bisa mengeringkan rambut nya yang basah. Tanpa ada pikiran untuk menghampiri Wasa yang tengah menatap nya. Saat sedang mencari kain itu, Wasa yang tadi duduk di kursi tua beranjak menghampiri Beryl dengan kain ditangan kanan nya.
"Ini yang kamu carikan? nih," sodor Wasa.
Beryl mengangkat kepala untuk melihat nya lalu mengambil kain di tangan Wasa.
"Terima kasih"
Tapi Wasa mendadak tertawa. Beryl menatap nya keheranan.
"Kenapa tertawa? kan tidak ada yang lucu," ujar Beryl.
"Ada! tumben sekali hari ini kamu aneh," jawab Wasa.
"Ayo sini!" pinta Wasa dengan menarik lengan Beryl.
Beryl mengikutinya dan duduk di kursi tua yang di duduki Wasa tadi. Angin sepoi-sepoi dari luar masuk ke dalam rumah ini. Beryl mengeringkan rambut nya yang basah ini dengan kain yang diberikan Wasa tadi. Tapi Beryl tidak melihat Wasa saat ini. Pandangan nya hanya tertuju pada luar jendela.
"Beryl..." panggil Wasa lembut.
Pangilan itu membuat Beryl berbalik menatap lelaki yang berdiri di hadapan nya.
"Pertanyaan ku belum kamu jawab. Kemana saja kamu seminggu ini? Apa tanaman obat nya sudah di dapat? Kenapa tubuh mu berlumuran darah?" tanya Wasa tanpa henti.
Tatapan mata nya yang terlihat khawatir membuat jantung Beryl berdetak keras.
Fokus Beryl, fokus!
"Aku tidak tahu apa yang kamu maksud. Seminggu? Tanaman obat? Aku tak mengerti. Tapi kalau untuk pertanyaan kenapa aku berlumuran darah itu karna aku terjatuh beberapa kali di hutan. Aku pikir disana ada hewan buas jadi sebelum ditemukan hewan buas lebih baik aku berlari keluar hutan. Tapi ternyata tak semudah yang ku pikirkan," jelas Beryl.
Beryl melihat ke luka yang ada di kedua kaki nya. Tapi ada perasaan yang tak nyaman saat melihat luka yang masih merah, seperti ada sesuatu yang tercekat hingga dia memegang leher nya sendiri.
"Kamu kenapa? bukankah kamu bilang seminggu yang lalu kalau kamu mau pergi untuk mencari tanaman obat? kok sekarang tak tahu?"
Apa aku harus berkata jujur pada nya? Tapi bagaimana kalau dia terkejut dan menggangap ku gila?
"Kamu kan ke Hutan Arieta mana ada hewan buas disana. Bukan nya hanya ada tanaman obat langka disana? Apa kamu tidak ingat dengan yang kamu ucapkan dulu pada ku kalau di hutan itu banyak tanaman obat langka?" tanya Wasa.
"Tidak ada hewan buas? Jadi, aku yang berlari ketakutan itu hanya sia-sia?" tanya Beryl balik.
Wasa hanya mengangguk dan itu membuat Beryl merasa seperti orang bodoh.
Duh! aku malu sekali, rasa nya aku ingin bersembunyi dari lelaki ini.
"Aku tidak tahu bila seperti itu, tapi sungguh aku tidak mengingatnya," ucap Beryl dengan malu.
Beryl hanya menunduk untuk menyembunyikan wajah malu nya. Tapi sebuah tangan menggenggam tangan Beryl.
"Apa kamu juga tidak mengingat aku?"
Beryl menggeleng tanda tak ingat dengan nya.
"Apa kamu terbentur sesuatu yang keras? Apa aku harus memanggil tabib untuk memeriksa kepala dan keadaan mu?"
Wajah Wasa terlihat gusar.
Tak mungkin aku mengatakan kalau habis terjatuh dari tangga menara lalu tiba-tiba sudah berada di tempat lain kan?
"Ahh tidak, tidak usah," tolak Beryl.
"Ta... tapi bisakah kamu memberitahu ku ulang siapa dirimu? Aku ingin mencoba mengingat kembali," ujar Beryl.
Kali ini dia memang ingin mengenal nya dan berharap sesuatu dapat dia temukan setelah nya.
"Tatap wajah ku," pinta Wasa.
Beryl mengangkat wajah nya dan menatap mata Wasa. Degup jantung nya kembali terdengar.
"Aku Wasa Noren Moizs. Aku seorang lelaki yang berteman dengan mu sejak kamu umur 12 tahun. Aku adalah satu-satunya teman mu," jawab Wasa dengan percaya diri.
"Kamu biasa nya memanggil ku Wasa. Walau pun begitu aku lebih tua 3 tahun dari mu tapi kamu keras kepala,"
Dia mengatakannya dengan tertawa, tawa yang membuat Beryl ikutan tersenyum walau sebentar.
"Aku melihat mu di awal berpakaian rapi dan membawa pedang di pinggang. Apa pekerjaan mu? Ku rasa pekerjaan mu itu tinggi ya?" tanya Beryl penasaran.
"Iya kamu benar. Aku seorang Ksatria Istana dan pedang ini adalah pemberian Yang Mulia Raja untuk ku. Aku ini terkenal loh di kalangan bangsawan maupun rakyat," jawab Wasa menyombongkan diri.
Lihat lah gaya lelaki ini. Rasanya ingin sekali Beryl cubit pinggang nya.
"Oh yaa? Masa iya kamu terkenal. Emang kamu terkenal sebagai apa sih?" tanya Beryl tak percaya.
"Aku dikenal sebagai Ksatria Pedang Kilat, Ksatria Tangan Emas dan Pembantai Misterius Perang. Tapi aku lebih dikenal sebagai Ksatria Pedang Kilat karna aku sangat cepat mengalahkan musuh," jawab Wasa.
Dia menatap Beryl dengan senyum nya seakan-akan dia bangga memberitahukan tentang julukan nya. Lelaki di hadapan Beryl ini terkenal akan bahaya nya dan itu sesuatu yang patut dibanggakan oleh orang-orang yang dia lindungi. Tapi mengapa mendengarnya membuat Beryl merasa tak nyaman.
Adakah hal ini berkaitan dengan diri nya?
..."Tahukah kamu satu hal yang sering ku pikirkan? bila dulu aku tidak bertemu dengan mu aku pasti tidak akan sebahagia ini walau pun hanya sebatas teman."...
...~ Wasa Noren Moizs ~...
.......
.......
.......
.......
.......
Matahari sudah terbenam beberapa waktu yang lalu dan angin dingin mulai bertiup sedikit kencang dari arah utara. Tidak ada terlihat penerangan disekitar rumah tua ini atau memang hanya ada rumah tua ini saja? aku kembali menutup pintu rumah dan masuk kedalam.
Aku duduk di kursi tua dan memandang kearah perapian yang tadi dibuat lelaki itu. Aahh Wasa ... dia meminta ku untuk memanggilnya begitu kalau tidak dia akan marah seperti tadi.
"Lain kali panggil aku 'Wasa' saja kalau tidak aku akan marah, Beryl." Dia menatap ku dengan tajam, aku sedikit takut tapi setelah nya dia tertawa karna menertawakan ekspresi takut ku.
Perasaan ku memang masih tak nyaman bila mengingat dia yang notabenenya berbahaya apalagi dengan julukannya itu tapi dia terlihat baik kepada ku. Saat aku terdiam memikirkan tentang nya, dia langsung sigap mengambilkan tanaman obat untuk ku.
Dia mengoleskan lidah buaya pada luka di kaki dan tangan ku lalu memperbannya dengan kain dikotak tadi, aku hanya memperhatikan gerakannya.
Dia cukup telaten, apa karna dia sering dimedan tempur?
"Sudah selesai, ini akan sembuh untuk beberapa hari kedepan," tuturnya, dia berdiri dari sikap jongkoknya dan menatap mata ku dengan seksama.
Aku hanya mengangguk tanda paham, aku ingin mengucapkan terima kasih namun rasanya ragu. Aku hanya tak mau dia menertawakan ku seperti tadi.
"Te ... terima kasih, Wasa."
Suasana kembali sepi, dia tak menanggapi ucapan ku, apakah dia tidak mendengar perkataan ku? namun sebuah tangan mendarat di kepala ku, dia mengusap kepala ku dengan perlahan tanpa melepaskan tatapan matanya.
"Baiklah, lain kali jangan sampai terluka," jawab nya dan tersenyum pada ku.
Manis!
Aku merasakan gerah di tubuh ku lalu menjalar panas di sekitaran pipi ku karna lelaki di hadapan ku saat ini terlihat begitu manis dengan senyumnya, seumur hidup aku belum pernah melihat lelaki memperlakukan ku seperti ini.
Bagaimana tidak? aku bergaul dengan orang-orang yang sudah berumur di kantor lalu aku tidak punya teman dekat baik perempuan atau laki-laki. Kemudian tanpa alasan yang jelas aku terbangun pada sebuah tempat yang aku gak ketahui dan mendadak mempunyai seorang teman lelaki yang katanya sudah berteman dengan ku diumur 10 tahun.
Ini memang tiba-tiba, aku yang awalnya berada ditempat wisata tiba-tiba terjatuh dan terbangun di hutan lalu sekarang aku berada dirumah tua yang sudah usang.
Apakah ini hanya kebetulan? apakah bertemu dengan lelaki ini adalah sebuah kebetulan saja? apakah nanti bila aku tertidur lagi aku berada di tempat awal?
Aku tidak menemukan jawaban atas pertanyaan ku sendiri, aku butuh petunjuk!
"Ada apa? ekspresi mu berubah?" Dia menepuk bahu dengan pelan.
"Tidak ada apa-apa, aku hanya sedikit pusing," kilah ku.
Maaf Wasa, aku masih belum bisa menceritakan ini dan percaya pada mu.
"Ya sudah kamu istirahat aja sana, aku mau buat teh jahe untuk meredakan pusing mu."
Aku melihat punggungnya mulai menjauh dari balik jendela, dia begitu sigap. Apakah memang seperti itu dirinya? namun tak lama dia kembali lagi membawakan beberapa helai daun teh dan jahe, tangannya yang telaten begitu cepat membuat teh jahe lalu memberikannya pada ku.
"Minumlah ini sebelum kamu tidur pokoknya kamu harus istirahat dan jangan kemana-mana, tunggu aku nanti malam, awas kalau kamu gk istirahat," terangnya, dia lembut dan tegas sesuai kondisi.
Lelaki di hadapan ku ini sukses membuat ku patuh, bagi ku yang tidak punya tempat buat bersandar membuat ku sulit untuk mematuhi perkataan orang lain bahkan untuk dikantor saja atasan ku menyerah untuk menyuruh-nyuruh ku, begitulah aku.
Setelah mengiyakan yang dikatakannya, aku menunggu dia disini. Aku mendekatkan tubuh ku ke perapian karna duduk di kursi tua itu saja bisa membuat ku kedinginan, aku menggosok-gosokan telapak tangan ku lalu memajukannya lebih dekat ke perapian. Setelah merasa cukup hangat aku meletakkan telapak tangan ku tadi ke wajah ku.
Rasanya hangat ... aku lebih menyukai nya dibanding kedinginan.
Tadi aku tidak bermimpi apa-apa padahal aku berharap akan bermimpi melihat nenek karna ada yang ingin ku tanyakan tapi sayang sekali itu tidak terjadi. Aku menyembunyikan wajah ku diantara kedua lutut ku, lelah sekali hari ini dan juga lelaki itu lama sekali datangnya. Sudah jam berapa ya kira-kira, jam 7? jam 8? atau jam 9? entah lah ... disini tidak ada tanda-tanda bunyi jam.
Aku masih menunggunya beberapa waktu dan mempertanyakan apakah dia akan datang atau malah tidak?
"Hhaahh ... aku paling tidak suka bila disuruh menunggu seperti ini."
Aku berdiri dari posisi ku tadi dan berjalan menuju pintu tua itu, aku berniat untuk mengunci pintu lalu tidur karna mata ku mulai mengantuk juga lelah menunggu lelaki itu tak datang-datang. Tapi seseorang membuka pintu itu sebelum aku sempat menguncinya, aku yang kaget langsung refleks berjongkok membenamkan wajah.
"Beryl?? ada apa?" Sebuah suara menyapa indera pendengaran ku.
Suara ini bukan kah suara lelaki itu?
Aku menganggakat kepala ku dan melihat siapa orang itu, "Iihh, bikin orang kaget aja!! sebelum masuk itu ketuk dulu!"
"Maaf, aku pikir kamu pergi jadi aku main masuk aja," jelasnya merasa tak enak.
"Kan kamu minta aku untuk menunggu, lupa ya?" sindir ku.
"Ya maaf Beryl"
"Lama banget tau, aku lelah nunggu jadi mau tidur aja. Kamu keluar sana, aku mau kunci pintu," tutur ku dan mencoba mendorongnya keluar tapi dia berat sekali.
"Beryl tunggu dulu ... aku minta maaf udah buat kamu lama nunggu tapi tadi aku sibuk kawal Pangeran yang akan jadi Pangeran Mahkota di Istana. Jadi, karna ada waktu ayo kita pergi, jangan tidur dulu dong."
Dia memegang tangan ku untuk menghentikan aksi yang tengah ku lakukan padanya, "Emang mau kemana? lagian ngapain dikawal?"
"Kamu tak tahu hari ini hari apa?" tanyanya dengan raut wajah heran dan aku hanya menggeleng tanda tak tahu.
"Hari ini adalah hari Festival Laister, hari yang penting bagi seluruh orang di Kerajaan ini," jawabnya.
"Apa itu Festival Laister? kenapa cukup penting?" tanya ku lagi.
"Hhaahh ..." Dia menghela nafas nya lagi.
"Beryl, apa kamu benar-benar tak ingat? seminggu yang lalu sudah pernah ku katakan padamu sebelum kamu berangkat ke Hutan Arieta," tuturnya namun aku hanya menggeleng.
Maaf Wasa ... aku memang tak tau.
"Festival Laister itu festival pengangkatan Pangeran menjadi Pangeran Mahkota untuk menjadi calon penerus kerajaan ini. Festival ini sangat penting karna hanya satu kali saja dalam masa kuasa seorang Raja di kerajaan ini juga festival ini adalah festival terbesar ke-2 setelah Festival de Ramor atau nama lainnya festival naiknya tahta kerajaan de Ramor. Jadi, ayo kita pergi di ibu kota sedang berlangsung festival ini, aku yakin kamu bakalan terpukau." Dia mengulurkan tangannya pada ku.
de Ramor? Bukankah nama itu sama dengan nama tempat wisata yang ku kunjungi itu? apakah aku sekarang berada di Kerajaan de Ramor?
"Ayo Beryl, sebelum acara inti berjalan kita harus sudah sampai," ucapnya.
Dia menggenggam tangan ku dan membawa ku keluar dari rumah, di depan sudah ada kuda miliknya yang tengah menunggu si pemilik keluar. Saat aku keluar dari rumah itu, perasaan tak menyenangkan langsung menyergap ku.
Aku hendak menolaknya tapi mulut ku tak mau terbuka dan tubuh ku mengikuti maunya, dia memakaikan sebuah jubah hitam pada ku.
Hangat.
Jubah ini mirip sekali dengan jaket yang pernah ku pakai hanya saja bedanya terletak pada modelnya, jubah yang panjang dengan kancing dibagian depan dan tali di leher untuk membuat bagian belakangnya menjadi topi yang menutupi kepala ku berbeda dengan jaket yang sepenuhnya tertutup dengan resleting dibagian depannya. Setelah itu dia langsung menaiki ku ke punggung kuda tanpa aba-aba, seperti tadi.
Kali ini dia mengendarai kuda lebih cepat dibandingkan saat tadi pagi, lelaki ini pasti sudah terbiasa mengendarai kuda dengan cepat seorang diri tapi sekarang dia sedang bersama ku.
Apa dia tidak memperhatikan aku yang takut bila kuda ini berlari sangat cepat?
Aku memejamkan mata dan dengan kuat memegang jubah ini, sekarang bukan hanya perasaan takut yang ku perhatikan tapi juga rasa dingin yang mungkin berkali-kali lipat menerpa ku. Tapi apa yang ku pikirkan ternyata tidak berlaku, nyata nya aku hanya merasa hangat, jubah apa ini?
"Bagaimana?! Kamu tak kedinginan kan?!" teriaknya disela-sela laju kuda.
"Iyaa!!! tapi apakah kamu tidak bisa santai saja membawa kuda ini?? Aku takut sekali!!" balas ku lebih kencang.
"Sebentar lagi ...."
Ya, tak berapa lama aku merasakan gerakan kuda yang mulai melambat tidak seperti tadi, apakah sudah sampai? aku memberanikan diri untuk membuka mata, gak apa-apa kan?
Aku melihat di depan ada cahaya kelap-kelip lalu suara kebisingan yang mulai terdengar, apa itu di langit? kembang api?
Waw! disini ada kembang api.
"Wasa, apa memang festivalnya semeriah itu?" tanya ku.
"Bahkan lebih meriah dari yang kamu lihat saat ini, apa kamu mau kesana?"
"Iya, ayo kita kesana!" ujar ku antusias.
Sudah lama aku tak melihat kembang api dan festival, terakhir kali aku melihatnya bersama nenek sebelum pindah ke kota yang baru. Tapi sekarang aku berada disini dengan lelaki yang baru aku kenal tadi, akan kah malam ini berakhir dengan perasaan bahagia?
Kuda yang aku dan Wasa tunggangi tadi diikat tak jauh dari pintu masuk festival, sebelum masuk lelaki di samping ku ini memakai jubah yang sama dengan ku.
"Apa kamu juga kedinginan?" tanya ku padanya.
"Tidak, tapi aku harus sembunyikan identitas ku bahaya soal nya," jawabnya santai.
"Kenapa bahaya? apa kamu tengah diincar?" tanya ku penasaran, dia hanya menatapku dengan wajah yang hampir tertawa.
"Gak kok, kalau aku gak sembunyiin identitas nanti aku diincar para gadis-gadis karna tampan." Dia membanggakan dirinya namun aku langsung mencubitnya karna kesal atas jawabannya.
"Duh ... duh sakit tau, kok dicubit sih," sontaknya.
"Aku kan nanyanya serius kenapa malah dijawab bercanda?" ucap ku kesel.
"Seriusan kok jawaban ku tadi dan kalau identitas ku ketahuan mungkin aku gak bisa bersama mu disini, kan sudah ku katakan aku ini terkenal." Dia melangkah dihadapan ku dan aku mengikutinya.
Kami memasuki kawasan festival, pandangan ku mengedar disetiap langkah. Aku melihat banyak topeng, senjata mainan, makanan, buku-buku dan permainan yang dijual. Banyak juga yang membeli nya, terutama para anak-anak. Walau begitu banyak juga anak-anak yang menangis untuk meminta agar orang tuanya membelikan apa yang mereka inginkan.
Mata ku tertuju pada sebuah mainan, aku mendekati tampat mainan itu tanpa menyusul langkah kaki Wasa.
Bukan kah mainan ini suling bambu?
"Apa nona tertarik dengan mainan ini?" tanya seseorang pada ku.
Aku menoleh kearah suara itu, ternyata pemiliknya. Dia menatap ku dengan tatapan binar, aku yang melihatnya merasa tak enak. Sebenarnya aku hanya ingin melihat karna ada suling bambu disini, tapi bila ditanya begitu dalam kondisi aku tidak punya uang—
"Berapa harga nya?" tanya seseorang di belakang ku, aku kaget karna tepukan tangannya di bahu ku, Wasa menyusul ku.
"5 koin logam tuan." Penjual itu tersenyum senang pada Wasa, "Mahal sekali, biasa nya 1 koin logam apalagi modelannya kyak begini," lanjut Wasa.
"Ti ... tidak segitu harganya tuan, memang sudah segini harga nya tuan. Ini juga lebih murah dibandingkan tempat lain ..." jawab penjual itu gelagapan.
Aku mengamati wajah penjual itu dengan seksama, dia berbohong apalagi kalau didengar dari jawabannya. Aku rasa Wasa juga tahu bila penjual ini berbohong.
"Apa kamu mau ini?" tanya Wasa pada ku.
"Gak jadi, ayo pergi saja." Aku berbalik arah dan melangkah mendahuluinya namun dia meraih tangan ku.
"Ya sudah, ini saja satu," tunjuk Wasa pada mainan suling bambu.
Penjual itu langsung sigap membungkus mainan itu dengan sebuah kain usang lalu menyerahkannya pada Wasa setelah Wasa memberinya uang.
Tapi kejadian ini mengingatkan ku sebelum aku datang kesini, dulu aku pernah dibelikan mainan oleh nenek ku. Aku yang terus menangis seperti anak-anak yang ku lihat itu dan tak mau pulang bila tidak dibelikan apa yang ku inginkan, akhirnya nenek ku membelikannya.
Sedikit perdebatan diantara nenek dan penjual itu, nenek mengatakan mengapa mahal sekali padahal kalau dilihat-lihat juga mainannya tidak terlalu bagus. Tapi penjual itu berkilah lidah dan mengatakan kalau barang-barang dijualnya antik juga kualitasnya lebih bagus dari tempat lain. Walau bagaimana pun, apa yang ku inginkan tetap dibelikannya.
Wasa menyerahkan mainan itu pada ku lalu mengajak ku pergi ketempat lain, aku hanya menatap benda yang dibelikannya dan berpikir untuk menganti rugi uangnya nanti, "Hhmm ... Wasa, kalau aku udah punya uang aku bakalan ganti uang kamu, ya?"
Dia berhenti setelahnya lalu berbalik ke belakang dan menatap ku, tak ada suara. Dia hanya diam di hadapan ku untuk beberapa saat, "Baiklah ...."
Aku mengikuti langkahnya hingga sampai pada kerumunan orang-orang seperti semut, aku yang penasaran langsung mempercepat jalan dan sejajar dengan dirinya. Karna tak bisa melihat dengan jelas aku melompat-lompat untuk melihat namun Wasa menggenggam tangan ku dan berjalan melewati kerumunan.
"Wasa ... memangnya mereka sedang melihat apa?" tanya ku padanya.
"Lihat saja nanti pasti kamu suka."
Kalau Wasa sudah berkata seperti itu aku hanya tinggal mengikutinya dan sampailah kami dibarisan paling depan. Aku dapat melihat dengan jelas apa yang mereka kerumuni, sebuah pertunjukan.
"Itu apa?" tanya ku.
"Itu pertunjukan bola api, keren kan?"
"Bola api? Wah!! Kok bisa sih mereka gak kebakar waktu nyentuh bola nya? gimana cara nya?!" seru ku penasaran.
Aku melihat pertunjukan dengan seksama, pertunjukan seperti ini belum pernah ku lihat. Apakah mereka baik-baik saja? tapi wajah mereka malah tersenyum menandakan kalau baik-baik saja.
Tanpa ku sadari Wasa melihat ku dengan tatapan senang, wajahnya melukiskan senyum yang indah tapi sayang sekali tidak terlalu terlihat karna memakai tudung jubah.
Saat aku berbalik menghadap nya, pipi ku langsung memanas, "Aku senang kalau kamu sesenang ini melihat pertunjukan, apa kamu suka?"
"Eehh ... hhm iiyaa ... aku pertama kali melihat ini, kamu juga suka? eh tapi pertanyaan ku belum kamu jawab loh," ujar ku sembari mengalihkan pandangan ku darinya.
Syukur saja aku memakai tudung jubah ini, pipi ku mungkin tidak terlihat olehnya, 'kan?
"Ohh itu, mereka gak bakalan terbakar karna ada cara rahasia buat mereka gak terbakar. Lagian mereka udah terlatih, kamu tenang aja dan nikmati pertunjukannya," jawabnya.
"Apakah kita harus membayar untuk pertunjukan ini?" tanya ku.
"Iya, kamu mau coba membayarnya?"
Dia menyerahkan 2 koin perak pada ku, aku hanya menatap uang itu lalu menatapnya kembali, bolehkah aku memberi dengan uang lelaki di hadapan ku ini aku menggeleng dengan cepat dan menolak uang yang diserahkannya.
"Kamu saja, aku tak bisa."
"Padahal kamu tak perlu sungkan pada ku, Beryl."
Dia menerim uang yang diberikannya pada ku tadi dengan berat, aku hanya tersenyum canggung mendengar ucapannya. Walau begitu dia mengalah pada ku dan memberikan 2 koin perak pada mereka. Orang-orang pertunjukan itu langsung membungkuk pada Wasa berulang kali dan membuat ku heran.
"Kenapa mereka membungkuk? apa kamu ketahuan?" tanya ku was-was, kalau sampai Wasa ketahuan aku—
"Tidak, mereka membungkuk karna ku beri koin perak."
"Loh hanya karna koin?" tanya ku heran, Wasa hanya mengangguk atas pertanyaan ku.
"Tapi tadi sama penjual mainan berbeda?"
"Itu karna tiap koin berbeda nilainya, kamu tahukan mainan tadi aku bayar pakai koin logam? lalu untuk pertunjukan ini pakai koin perak, mata uang disini punya tingkatannya," jelasnya.
"Untuk koin logam biasanya banyak dipakai oleh rakyat biasa, untuk koin perak biasanya digunakan untuk bangsawan tingkat rendah dan untuk koin emas biasanya digunakan bangsawan tingkat tinggi. Tiap koin logam bila berjumlah 50 bisa ditukar sama 1 koin perak, tiap 100 koin perak bisa ditukar sama 1 koin emas. Tapi untuk rakyat sendiri sangat susah mengumpuli 50 koin logam karna itu mereka yang dapat koin perak walau cuma 1 koin bakalan sangat berterima kasih. 1 koin perak juga bisa dijadikan investasi tapi jarang sih dan karna kamu suka pertunjukannya aku kasih mereka koin lebih," lanjutnya lagi.
Jadi dia ngasih koin lebih karna aku? kenapa laki-laki ini perhatian sekali.
Aku baru tahu kalau sistem uang disini seperti itu, berarti jadi rakyat biasa itu susah sekali ya! aku jadi merasa kasihan sekaligus senang atas tindakan Wasa tadi. Jadi, aku harus lebih berusaha lagi buat dapat uang untuk mengaganti uang nya.
Aku kembali menonton pertunjukan bola api tapi penglihatan ku menangkap sesuatu, seperti ada seseorang yang berdiri sejajar di hadapan ku dengan memakai jubah yang sama dengan ku juga tengah melihat kearah ku.
Mata ku dengan mata orang itu bertemu namun mengapa dada ku berdebar?
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!