NovelToon NovelToon

Pengantin Rubah

Episode 1 - Prolog

"Aku tidak akan membiarkan mereka hidup!"

Karena rasa kecewanya terhadap ibu yang menelantarkannya karena cibiran warga desa.  Akhirnya, Rang membabat habis seluruh warga desa yang dulu pernah menghinanya.

Dia dikucilkan karena dianggap malapetaka di desanya, karena sang ibu telah menjalin cinta dengan seekor rubah ekor sembilan.

Jalinan cinta antara manusia dan rubah yang melahirkan Rang.

Rang kecil hidup dalam kesengsaraan, dia bahkan bertekad untuk membunuh ayahnya sendiri karena telah mengabaikannya hanya karena dia terlahir dari seorang manusia.

Padahal Rang, sejatinya terlahir sebagai rubah ekor sembilan yang kehidupannya berhenti di usia 30 tahun. Dalam arti lain, Rang tidak akan menua sampai ribuan tahun kedepan.

Pria itu kini menjelma sebagai pria dewasa yang dingin, kejam dan tidak tahu ampun. Dia melakukan sesuatu sesuai kehendak dirinya sendiri dengan kekuatan rubah ekor sembilan yang dia miliki.

Dan di masa modern, kini Rang berstatus sebagai orang kaya dingin yang memimpin perusahaan besar.

Namun, Rang mendapatkan itu semua dengan cara licik dan jahat. Dia menghipnotis semua orang sehingga tidak ada yang tahu, bahwa pemimpin mereka bukanlah manusia sungguhan.

Bahkan, perusahaan itu sejatinya bukanlah milik Rang.

Saat Rang kecil, dia memiliki seorang teman perempuan yang sangat dia cintai. Namun penyakit ganas merenggut nyawa gadis itu.

Kehidupan Rang kembali menjadi suram, tepat sebelum kematian gadis itu terjadi Rang memberinya sebuah permata rubah dengan harapan, gadis itu bereinkarnasi dan bisa menemuinya suatu hari nanti.

600 tahun berlalu...

"Hey Tuan! Berhenti!" Seru seorang gadis.

Dengan tas selempang di tubuhnya dia menahan tangan seorang pria yang berdiri di pinggiran sungai.

"Sesulit apapun hidupmu, jangan pernah berpikir untuk mengakhirinya!" lanjut gadis itu.

Pria yang berdiri tadi, kini menatap gadis itu dengan kebingungan, dia mengangkat sudut alisnya.

"Siapa yang kau maksud?"

"Ya, Anda! Siapa lagi?" Gadis tadi masih dengan percaya diri mengira pria tadi akan bunuh diri .

Pria itupun tertawa kecil, "lepaskan, anak kecil!" serunya.

"Anak kecil? Kau tidak lihat bahwa tubuhku hampir setinggi dirimu? Aku berusia 24 tahun! Cih, aku hanya berusaha menolongmu!"

Pria itu menarik lengan gadis tadi agar mendekat kepadanya.

"Kau masih anak-anak bagiku!"

"Ah terserah kau saja, lepaskan! Aku bisa telat jika harus berurusan denganmu! Lompat saja jika kau mau!" Dengan geram gadis itu pergi meninggalkannya.

Pria tadi tertawa namun kemudian mendelik tajam ke arah gadis yang kini berlalu menjauh darinya, "anak zaman sekarang!" gumamnya.

Dia masuk ke dalam mobil untuk kembali ke perusahaan. Mengemudi dengan kecepatan normal.

Sesampainya disana, dia melihat semua orang menyapanya.

"Selamat pagi Pak Rang," kata salah seorang perempuan usia 50 tahunan.

"Pagi," jawabnya singkat.

"Ada jadwal menemui para kandidat sekretaris baru pagi ini."

"Kenapa kau pensiun secepat itu," Rang mendengus pelan.

"Saya sudah 30 tahun bekerja disini, bukan saya yang terlalu cepat tapi, Anda yang tidak menua sama sekali." wanita itu tersenyum tipis.

Mereka berdua memasuki lift.

Ini sudah kali ke-20 Rang ditinggalkan oleh orang yang dia percayai. Sebagian dari mereka meninggal lebih dulu dan sebagian lagi memutuskan untuk pensiun.

Tapi, Rang... Tidak menua sama sekali.

"Anda tunggu saja di ruangan, saya akan memanggilkan beberapa kandidat."

Rang mengangguk, dia masuk ke ruangan lalu duduk sembari menghela napas panjang.

Keabadian membuatnya mengalami banyak hal, rasa sakit akan masalalu nya pun masih membekas sampai sekarang.

"Permisi, Pak Rang ini kandidat pertama."

Rang membiarkan wanita itu duduk, semua latar belakangnya cukup bagus. Hanya aja, Rang melihat aura yang tidak menyenangkan pada wanita itu jadi kemungkinan besar dia akan menolaknya.

"Kandidat kedua," sekretarisnya membawa kandidat kedua untuk masuk.

Rang mulai bosan dengan proses tanya jawab yang kini sedang dia lakukan. Hingga pada saat ke dua urutan terakhir.

"Pak Rang, untuk mempersingkat saya mempersilahkan kedua kandidat terakhir untuk masuk."

Rang lagi-lagi hanya mengangguk.

Seorang gadis yang tadi pagi Rang temui pun berdiri disana.

"Kau!" kata gadis itu dengan membelalak.

Rang dengan seringaian khasnya menatap gadis itu. Dia merasa senang karena kali ini dia akan membalas perbuatannya dengan cara menolak lamaran kerja gadis tadi.

Namun, pandangan Rang teralih ke satu kandidat terakhir.

Jantungnya, seakan berhenti.

Dia... Aura ku?

Rang membatin, dia melihat seorang gadis yang rupanya persis dengan teman kecilnya yang sudah lama meninggal.

"Pak! Apa kau jadi melakukan tes tanya-jawabnya?" kata gadis yang Rang temui tadi pagi.

"Namaku Yuri," lanjutnya.

"Diam! Kau boleh keluar dari ruanganku. Aku sudah menemukan calon sekretarisku." Rang masih terfokus pada gadis di samping Yuri.

Yuri mendengus pelan, "apa maksudmu pak? Kau bahkan belum memberiku pertanyaan?"

"Ini perusahaanku, aku bisa melakukan apapun!"

Yuri mendengus pelan, dia keluar dari ruangan itu dengan wajah yang masam.

"Dia bertingkah seenak jidatnya saja!" geram Yuri sambil berjalan keluar.

Di dalam ruangan, Rang langsung mempersilahkan wanita itu duduk dan menanyakan beberapa hal.

"Siapa namamu?" katanya tak berkedip.

"Namaku Nara," jawab wanita itu tersenyum.

"Nara, kau ku terima menjadi sekretarisku." Rang tersenyum dengan lebar memperlihatkan giginya yang rapih.

"Anda serius? Terimakasih pak!" jawab Nara.

"Apa kau pernah mengalami deja vu? Seperti diperlihatkan kehidupan lampaumu?" pertanyaan Rang membuat Nara mengerutkan dahinya.

Wanita itupun menggeleng.

"Mungkin belum, baiklah selamat bekerja." Rang meminta sekretarisnya untuk mengajarkan Nara setiap pekerjaan yang harus dia lakukan.

Wanita itupun keluar dari ruangan Rang.

"Selama ini, aku sudah menemui empat orang yang berwajah sama dengan Aura. Tapi, tidak ada satupun dari mereka yang memiliki permata rubah."

"Akankah Nara memilikinya?" Tanyanya pada dirinya sendiri.

"Aku harus memastikan gadis itu memiliki permata rubah atau tidak." kata Rang sembari berpikir keras.

Disisi lain, Yuri masih bergerutu karena sikap dan tindakan Rang yang dia anggap tidak adil.

"Apa karena aku biasa saja? Tapi, kenapa sikapnya seperti itu? Cih! Ku doakan perusahaanmu bangkrut ! Dasar pemimpin tidak punya hati! Aku bersyukur tidak bekerja ditempat ini! Namamu bahkan terdengar seperti serangga Rang!"

Yuri berteriak di depan gedung perusahaan Rang. Dia yakin tidak ada yang bisa mendengar ucapannya karena bisingnya suara mobil yang menyamarkan.

Namun, dugaannya salah. Rang yang bukan manusia biasa tentunya dengan mudah mendengar setiap perkataan yang menyebutkan namanya. Kini dia sedang berdiri dan memerhatikan gadis itu lewat dinding kaca ruangannya.

"Dia mulai berani bersumpah serapah padaku?" Rang mengerutkan dahinya merasa kesal.

Dia menjetikan jarinya ke arah sebuah sampah kaleng minuman didekat gadis itu.

"Aw! Hey dari mana kaleng itu terlempar." Yuri menoleh ke kanan kiri mencari orang yang sudah melemparinya kaleng bekas minuman.

"Apa itu hantu?" Dia mengerutkan dahi, seketika bulu kuduknya merinding karena dia tidak melihat orang yang berlalu lalang melewatinya.

Rang yang sedang memerhatikan Yuri dari ruangannya pun hanya bisa tertawa puas karena sudah berhasil menjahilinya.

Episode 2 - Tidak menua

Bangunan usang yang tidak layak di sebut rumah sewaan itu berdiri rapuh di hadapan Yuri. Disana, dia tinggal bersama ibu tiri dan adiknya.

Kehidupan miris yang dijalani Yuri sepeninggalan ayahnya pun harus dia telan pahit sendiri.

Yuri mendengus pelan, dia melangkahkan kaki ke dalam rumah.

"Aku pulang!"

"Jam segini sudah pulang? Bukannya kau bilang dapat panggilan kerja? Bagaimana hasilnya?" tanya ibu tirinya dengan wajah ketus.

"Aku di tolak," Yuri melepas kedua pasang sepatunya sebelum masuk rumah.

"Hei, mau kemana? Ibu belum selesai bicara, bagaimana bisa di tolak? Kau tidak jelek tapi tidak secantik itu juga, tapi untuk bekerja di kantoran harusnya penampilanmu sudah cocok."

Yuri menatap datar sang ibu.

"Ada yang lebih cantik daripada aku, jadi kuharap ibu berhenti memaksaku mencari kerja dengan wajah ini." Jari telunjuknya mengarah pada bagian wajahnya sendiri.

Yuri pergi ke kamarnya, dia menjatuhkan tubuhnya ke kasur lalu mengerang kesal.

"Sialaaaaan!"

Rang yang sedang di kantor mulai memerhatikan Nara, dia bahkan tidak berkedip sekalipun saat gadis itu mengobrol dengan sekretarisnya.

"Dimana rumahmu?"

Nara yang terfokus pada lembaran kertas yang sedang dijelaskan sekretaris Rang pun kini menatap bosnya dengan ragu.

"Aku di Baver," jawab Nara dengan senyum.

"Kawasan elit itu? Wah rupanya kau hidup baik di zaman ini." Rang merasa senang, karena wanita yang dia anggap reinkarnasi dari kekasihnya hidup berkecukupan.

"Aku akan mengantarmu pulang nanti," Rang menawarkan diri.

"Sebenarnya tidak perlu repot-repot, tapi karena pak Rang yang meminta kalau begitu terimakasih."

Setelah waktu berlalu, semua karyawan pun siap untuk pulang kerumah mereka. Rang menunggu Nara merapikan segala pekerjaannya.

Rang yang biasanya memakai supir, kini dia memilih untuk mengantarkan Nara sendiri.

Nara yang nampak cantik dengan dress biru selutut masuk ke dalam mobil yang Rang kendarai.

"Seharusnya Pak Rang tidak perlu repot-repot mengantarku," Nara tersenyum canggung.

Rang menyeringai sembari merenggangkan ikatan dasinya, dia menoleh ke arah Nara seolah tidak masalah tidak memerhatikan jalanan di depan.

"Aku yang menawarkan diri, kau tidak perlu merasa canggung."

Setelah hampir 30 menit perjalanan, Rang sampai di rumah besar milik keluarga Nara. Ayah Nara adalah seorang politikus, hanya itu yang Rang tahu.

"Terimakasih pak," Nara membungkuk melihat Rang yang ada di dalam mobil.

Pria itu hanya memberikan anggukan dan senyuman. Lalu berlalu pergi darisana, dia tidak merasakan apapun saat ada di dekat Nara.

Permata rubah bekerja seperti magnet, dia akan menarik sang pemilik saat berada dekat dengannya. Namun, Rang masih belum menemukan itu.

Rang selama ini hanya mencari rupa yang sama dengan kekasihnya dulu, namun semua itu sudah empat kali gagal dia lakukan.

Ke empat orang itu tidak memiliki permata rubah yang dulu Rang beri pada kekasihnya.

Dia tidak tahu, kapan kekasihnya akan terlahir kembali. Namun, dia percaya bahwa suatu saat dia akan menemukannya.

"Tuan baru pulang?" Tanya seorang pria paruh baya yang menjaga rumah mewah Rang.

"Hmm, ya." Rang melenggang pergi ke kamarnya.

Pria tadi tahu betul sikap dan sifat majikannya sehingga, dia mengikuti Rang dari belakang.

"Bagaimana?  Kau menemukannya?"

Rang menggeleng, "belum, aku tidak yakin itu ada padanya."

"Sampai kapan tuan akan mencarinya seperti itu? Kelahiran kembali bukanlah sesuatu yang bisa kita prediksikan. Sekalipun, tuan adalah seorang manusia rubah."

"Aku tahu, aku tahu. Tapi, aku tetap akan mencarinya bahkan jika harus menunggu seribu tahun lagi." Rang membuka dasi, jas, juga kancing kemejanya mulai dari atas.

"Bagaimana jika permata itu ada pada katak? Apa tuan tetap akan mencium katak itu?" Pertanyaan aneh yang di lontarkan pria tua itu pun membuat Rang bergidik.

Rang sangat benci katak, menurutnya makhluk licin berwarna hijau itu sangat menjijikan.

Rang berbalik dan menatap pria tadi dengan kerutan di dahi.

Dia menghela napas mencoba menerima apapun kenyataanya, "aku akan menciumnya, berarti dia kekasihku, kan? Tapi tolonglah! Doakan yang baik-baik."

"Aku sudah terlalu lelah meminta yang maha kuasa mengabulkan keinginanku, nyatanya aku belum menemukannya sampai sekarang." Rang kini sudah bertelanjang dada.

Dia berlalu masuk ke kamar mandi meninggalkan pria tua yang dikenal sebagai pamannya itu, sendirian.

Namun, kenyataannya pria itu hanyalah manusia biasa, yang dulu saat kecil dibantu dan dirawat oleh Rang.

Rang melihatnya sebagai jelmaan anjing kecil lucunya yang telah bereinkarnasi. Sehingga membuatnya terenyuh dan merawatnya hingga setua sekarang.

Perbedaan usia Suho yang cukup jauh dengan Rang, membuat dia yang tadinya lebih kecil dari Rang kini menjadi terlihat lebih tua darinya.

Namun, begitulah kehidupan seorang manusia rubah.

Rang tidak menua sama sekali, walaupun dia masih memiliki darah manusia di tubuhnya.

Tapi, pertumbuhannya sudah berhenti dan itu menjadikannya awet muda hingga sekarang.

Rang belum tahu, sampai kapan tubuhnya akan bertahan. Yang dia tahu bahwa keabadian pun pastinya akan menyiksa dirinya.

Dia harus berkali-kali merasakan sakit atas kepergian orang yang dikasihinya.

Kini, Rang sedang berdiri dibawah guyuran air hangat dikamar mandi. Badan berisikan otot dengan perut berbentuk persis seperti roti sobek itupun terlihat jelas.

Air menelusuri setiap celah tubuh Rang, disaat dia mengeluarkan kekuatannya mata Rang akan berubah menjadi terang kejinggaan.

Setelah selesai membersihkan diri, Rang pun segera memakai piyamanya dan meminta Yuna, sang sekretaris untuk mencari data lain mengenai Nara.

Rang menaruh harapan besar pada wanita itu. Dia harap permata rubah ada padanya, dia harap kekasihnya bereinkarnasi dengan wujudnya yang terdahulu.

Disisi lain, Yuri baru saja bangun dari tidurnya. Badannya terasa pegal karena malam kemarin dia merapikan rumah usang itu sendirian.

Ibunya yang bekerja menjadi buruh cuci piring, sering memarahinya karena nasib mereka.

Setelah ditinggal ayahnya, Yuri dipaksa menjadi pengganti kepala keluarga. Pekerjaan apapun Yuri lakukan agar mereka bisa makan dan membayar biaya rumah sewaan.

Yuri tidak bisa menolak selain mengiyakan hal itu, karena ada adik kandungnya disana. Adik yang terlahir dari ibu tirinya.

Yuri sangat menyayangi adik perempuannya yang berusia sekitar 8 tahun.

"Yuri, kau tidak mendengarkan ibu? Ibu lelah dengan semua ini." Ibunya langsung berteriak saat melihat Yuri keluar dari kamar.

Adiknya yang sedang menonton tv hanya bisa menoleh lalu menunduk, seolah itu sudah menjadi pandangan yang biasa baginya.

"Ada apa lagi bu? Aku sedang berusaha mencari pekerjaan yang lebih layak. Aku harap ibu bisa lebih bersabar."

"Aku, aku muak dengan semua ini. Ayahmu meninggalkan kita dalam kemiskinan. Rasanya aku menyesal menikahinya, aku menyesal hidup seperti ini." Ibu tirinya itu terlihat menangis tersedu.

Yuri tidak tahu harus melakukan apalagi selain menenangkannya tapi, ibunya menepis tangan Yuri dan menyuruhnya menjauh dari dirinya.

Yuri langsung menghampiri adiknya dan mengelus lembut pucuk rambut gadis kecil itu.

"Kau sudah makan?" tanya Yuri.

Adiknya pun menggeleng, "belum kak."

Bersambung...

Episode 3 - Byul

Yuri menatap iba sang adik, kemudian dia mengajak adiknya keluar dari rumah untuk mencari makanan dengan sisa uang recehan yang ada di celengan.

"Kau mau makan apa Byul?"

"Hm, aku mau ramen saja kak." Byul menatap kakaknya sembari tersenyum.

"Mari kita berangkaaat!" Yuri mencoba menghibur Byul dengan candaannya, dan gadis kecil itupun tertawa.

Mereka berjalan menyusuri trotoar untuk pergi mencari makanan.

Disana terdapat beberapa pedagang kaki lima, keduanya masuk disalah satu restoran ramen yang sederhana namun enak.

"Kami pesan ramen biasa satu," ucap Yuri pada salah satu pelayan disana.

"Baik, tunggu sebentar."

Yuri mengangguk kemudian melihat Byul yang sedang memerhatikan sekeliling restoran itu.

"Byul, kakak tidak lapar jadi nanti kau saja yang makan." kata Yuri tersenyum.

"Kakak yakin? Bukannya kakak belum makan sejak pagi tadi?" Byul yang polos menatap Yuri.

"Iya, kakak tidak lapar. Aku akan minum air putih saja."

Byul pun menganggauk, setelahnya pelayan tadi membawakan satu mangkok ramen besar di hadapan mereka.

"Permisi, apakah kami boleh meminta sendok dan garpu ekstra?" tanya Byul.

"Byul, untuk apa? Tidak-tidak perlu!" Yuri menggeleng pada si pelayan.

"Tolong berikan ya," kata Byul.

"Baiklah. Tunggu sebentar." kemudian dia kembali dengan benda yang diminta Byul.

"Byul, aku sudah bilang, kau saja yang makan!" Yuri mencondongkan tubuhnya pada sang adik.

"Aku tidak mau, aku ingin makan ini berdua bersama kakak." Byul menatap Yuri agak lama.

Wanita itu mendengus pelan, dia akhirnya menyetujui permintaan Byul.

Kemudian mereka berdua memakan ramennya sampai habis sembari bercanda satu sama lain.

Di sisi lain, Rang sedang berjalan mengikuti kata hatinya. Dia merasa lapar jadi dia ingin mencari makanan.

Biasanya Rang sangat malas untuk berpergian apalagi jalan sendiri seperti ini. Tapi, entah kenapa kali ini dia ingin sekali memakan ramen.

Di keramaian Rang harus terus menyembunyikan kekuatannya, dia tidak bisa berjalan cepat walaupun dia ingin.

Rang menatap layar ponselnya saat hendak masuk ke sebuah restoran ramen disekitar sana.

BRUG

"Hey! Apa kau tidak punya mata?" kedua alis Rang mengerut mengikuti kerutan didahinya.

"Maafkan aku tuan," Yuri menunduk meminta maaf pada pria yang terdorong oleh dorongan pintu.

"Maaf katamu?" Rang masih belum menyadari bahwa Yuri lah yang ada dihadapannya.

"Tuan, maafkan kakak ku." Byul mendangak ke arah pria berpostur tinggi dengan balutan tuxedo merah itu.

"Kau! Bilang pada kakakmu untuk berjalan menggunakan matanya!" Rang mendecit kesal.

"Bukankah jalan seharusnya menggunakan kaki?" Yuri bergumam.

"Aku bisa mendengarmu!"

"Ah rupanya kau!" lanjut Rang.

"Pak Rang?" Yuri mengerutkan dahinya.

"Kau bahkan mengumpat dibelakangku! Apa namaku terdengar seperti serangga bagimu?"

Yuri tertegun, darimana dia tahu bahwa Yuri telah mengumpat dan menghina nama pria itu.

"Tentu saja tidak, namamu sangat bagus sekali. Aku sangat kagum." mata Yuri berbinar seolah benar-benar terkagum pada Rang.

Rang mendengus menatap wanita itu dengan sinis.

"Tuan, apakah kau kenal kakakku?" Byul menatap Rang menunggu jawabannya.

"Ya, kakakmu melamar pekerjaan di perusahaanku. Tapi, jangan banyak berharap, dia sudah ku tolak." Rang membungkuk untuk berbisik ke arah Byul.

Yuri yang mendengar itupun langsung menarik Byul ke pelukannya.

"Pak! Adikku tidak perlu tahu dan kau tidak perlu menjelaskannya pada adikku."

"Memangnya kenapa?"

"Dia akan sedih!" Yuri menatap Rang dengan tajam.

Kemudian, suara tangisan Byul mulai terdengar dengan keras.

Rang yang melihatnya langsung membelalak, "sudah kubilang dia akan sedih! Ini semua salahmu!" seru Yuri pada pria itu.

"Anak manis, jangan menangis kakak akan belikan kau es krim ya? Bagaimana?" Rang mencoba membujuk Byul.

Dia menggeleng, "aku tidak mau!"

"Baiklah, apapun yang kau mau akan aku kabulkan. Tapi, kumohon jangan menangis, semua orang melihat kearah ku sekarang." Rang merasakan semua orang menatapnya tanpa berkedip.

"Aku ingin kau menerima kakakku bekerja ditempatmu!"

Rang kemudian berdiri tegak dan menyilangkan tangannya.

"Ah kalian menjebakku? Kalian sengaja melakukan hal ini ya?"

Tiba-tiba suara tangisan Byul semakin mengeras.

"Huaaaaaaaaaa"

"Heyyyyy! Diam! Baiklah-baiklah. Aku akan menerima kakakmu bekerja untukku, tapi sudah jangan menangis."

"Benarkah?" Mata Byul berbinar, Yuri hanya mengerutkan dahi dan menatap Byul yang pintar.

"Besok, datanglah ke kantorku!" kata Rang sembari meninggalkan kedua orang itu dan masuk ke restoran.

Yuri dan Byul berjalan kembali ke rumah.

"Byul, apa kau bersandiwara?"

"Bagaimana kak? Aku hebat bukan?" Byul menyeringai dengan lebar.

"Aish, Siapa yang megajarimu seperti itu?"

"Kakak!" Byul tertawa kecil.

"Kakak? Tapi, kerja bagus Byul hehe. Akhirnya, aku akan bekerja diperusahaan itu." Yuri melompat kecil.

"Jangan lupa, setelah mendapatkan gaji pertamamu belikan aku es krim!"

"Tentu saja adik kecil!" Yuri mengacak rambut Byul.

Keduanya pun kembali ke rumah dengan sumringah, mereka berniat memberi tahu sang ibu bahwa Yuri sudah mendapat pekerjaan.

"Ibu, buka pintunya!"

"Ibu," Yuri mengerutkan dahi, dia merasa heran karena tidak ada jawaban.

"Apa ibu tertidur kak?" tanya Byul menatap Yuri.

Perasaan Yuri mulai tidak enak, dia takut ibu tirinya itu melakukan hal yang gila. Tapi, semoga saja semua firasat buruknya itu bukan kenyataan.

Yuri mencoba membuka pintu dengan paksa, namun rupanya pintu itu tidak terkunci.

Betapa kagetnya saat keduanya melihat sebuah kaki menggantung, dengan kursi yang tergeletak di bawah.

Mereka menatap perlahan ke arah wajah wanita itu.

"Aaaaaaaaah!" jerit keduanya.

Setengah jam berlalu, polisi dan ambulan berdatangan. Yuri dan Byul memakai baju berkabung dan menunggu jasad ibunya kembali dari rumah sakit untuk di kremasi.

Byul menangis tersedu di pelukan Yuri, betapa traumanya anak itu melihat ibunya menggantungkan diri di rumah mereka.

Begitupun dengan Yuri, bagaimanapun dia menyayangi ibu tirinya.

Kini, dia dan Byul hanya hidup berdua. Sebisa mungkin Yuri harus menghidupi Byul dengan layak.

Setelah jasadnya dikirim ke rumah duka, Yuri menunggu beberapa tamu dan kerabat yang datang. Bahkan keluarga mendiang ibu tiri mereka pun datang untuk memberi penghormatan terakhir.

"Ini semua karena ayahmu!"

Yuri yang sedang menunduk sedih pun kini mulai menatap seorang wanita usia 50 tahunan yang ada dihadapannya.

"Kenapa kau membawa ayahku dalam masalah ini?" Yuri mengerutkan dahinya.

"Karena ayahmu, adikku menderita!" rupanya wanita itu adalah kakak dari mendiang ibu tiri Yuri.

"Karena itu, aku akan mengambil dan membawa Byul untuk tinggal bersamaku!"

"Kau tidak bisa melakukannya!" Yuri menggeleng.

Sekarang Byul sedang makan hidangan di rumah duka bersama keluarga yang lain.

"Aku bisa! Apa kau tidak berpikir bagaimana jadinya jika Byul hidup bersamamu?"

Yuri hanya bisa menangis, dia paham bahwa dia belum tentu bisa menjanjikan kebahagiaan dan kehidupan layak untuk Byul.

Tapi, dia akan merasa sangat sakit jika harus membiarkan adiknya hidup bersama orang lain.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!