NovelToon NovelToon

Married To Fierce Boss

Part 1 - Prolog

Sepasang kelopak mata dengan bulu yang lentik itu mengerjap pelan. Wanita bernama Loralei Nyx baru saja bangun dari tidurnya yang terasa sangat nyenyak hingga saat mengecek jam di layar ponsel, ternyata telah menunjukkan pukul delapan pagi.

Loralei memicing ketika membaca hari. “Sabtu, aku bisa bersantai dulu sebelum mendapatkan panggilan dari pengganggu,” gumamnya sembari menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang ... polos?

Seketika itu dua bola mata bulat tersebut terbuka lebar. Loralei meraba tubuhnya dan ia merasakan langsung bersentuhan dengan kulit. Tentu saja terkejut, tidak biasanya tertidur dalam posisi tanpa busana.

Loralei lekas merubah posisi menjadi duduk dan menarik selimut hingga kepalanya tenggelam. Matanya memastikan apakah benar saat ini telanjang atau hanya berhalusinasi.

Wanita itu menyembulkan kepala yang rambutnya sudah acak-acakan. Tangan tetap memegang selimut untuk menutupi hingga bagian dada.

“Oh My God ...! Siapa yang berani menelanjangiku?!” teriaknya dengan suara lantang.

Sepasang mata mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan. Loralei tengah memastikan di mana keberadaannya saat ini. Ada puing-puing ingatan yang terlintas, tapi dia tidak begitu yakin akan hal tersebut. Dia berada di dalam apartemennya. Jadi, apa yang terjadi kemarin sepertinya hanya halusinasi.

Mana mungkin ia tetap berada di tempat tinggal yang kecil itu jika memang semua mimpinya nyata. Pasti Loralei telah dibawa ke hunian yang lebih mewah. Dan saat terbangun pun tidak mendapati jejak orang lain, kecuali wangi parfum seseorang yang tertinggal di spreinya—milik bosnya. Namun, tak ada pakaian atau tanda lain yang menunjukkan pria itu ada di sini. Jadi, dia sudah menyimpulkan bahwa semua ini adalah ilusi akibat rasa benci terhadap seseorang terlalu dalam.

Lalu tubuhnya yang polos? “Semalam aku mabuk, sisa pusing juga masih terasa, pasti kepanasan dan tidak sadar menelanjangi diri sendiri.” Oke, Loralei telah memutuskan alasan itu, setidaknya sedikit masuk akal.

Wanita itu menyibakkan selimut setelah selesai dengan pemikirannya sendiri. Menghampiri almari dengan sesekali berdesis akibat ada rasa aneh menjalar di bagian daerah alat reproduksinya. “Apa mabukku sampai parah? Jangan-jangan tanpa sadar mengambil timun di kulkas dan ku masukkan sendiri ke sana.” Dia bergidik. “Astaga ... virginku diambil sayuran.” Geli sendiri membayangkan betapa tak terkendali setelah menenggak alkohol.

Loralei mengambil satu kain kaos polos berwarna putih. Memakai begitu saja seperti biasa jika di dalam apartemennya.

Kaki wanita itu kemudian terayun menuju pintu, haus sekali, tenggorokan kering bagaikan dompet dan rekening. Loralei sembari berdesis dalam sela perihnya, menyesali karena virginnya diambil oleh timun, bukannya pria muda kaya raya.

Tunggu ... langkah Loralei terhenti ketika melihat sosok pria yang sangat diharapkan untuk tak terlihat di awal weekend. Mengerjap berkali-kali, siapa tahu sekelebat itu adalah hantu.

Loralei sampai mengucek matanya. “Tidak mungkin itu ... bosku?” Kata terakhir diucapkan dengan suara berteriak karena bertepatan sosok pria itu berbalik badan dan menatapnya.

“Istri macam apa yang baru bangun jam delapan lebih?” Agathias, dia sedang berdiri di samping meja makan dengan kemeja berantakan.

Loraleri menahan napas ketika mendengar suara galak tersebut. Dia biasa mendengar itu ketika di kantor. Tapi, tidak menyangka kalau weekend cerahnya sudah dirusak oleh orang itu.

Dan tunggu ... apa dia bilang? Istri? Loralei memang memiliki cuilan ingatan bahwa mengucap janji suci dengan bos galaknya. Tapi, bukankah itu dalam mimpi?

“Bisa tampar aku? Sepertinya aku masih tidur,” gumam Loralei, pandangan matanya kosong dan berisi ketidakpercayaan.

Hentakan kaki Agathias semakin mendekat, Loralei tidak menjauh dan tetap mematung di tempat. Dia bisa merasakan ada dua tangan hangat menyentuh pipi. Bukankah yang diminta adalah tamparan? Tapi, kenapa justru sebuah ciuman yang dirasakan.

Sampai pada akhirnya gigitan di lidah membuat Loralei mengaduh serta reflek mendorong dada pria di hadapannya. “What the hell! Ku kira pernikahan itu hanya mimpi buruk, ternyata realita hidupku yang busuk.”

Seluruh sendi Loralei terasa lunglai, lemas seketika. Dia beringsut dan duduk di lantai dengan posisi kaki bersimpuh. Kebencian terhadap bos membuatnya menganggap bahwa semua yang terjadi adalah halusinasi belaka.

“Jadi, virginku bukan diambil oleh timun, tapi ... itumu?” Loralei mendongak dengan wajahnya penuh keterkejutan. Tangan terangkat dan menunjuk area pangkal paha.

Ada seringai di wajah Agathias yang sangat Loralei benci. “Tentu saja.”

“Ya Tuhan ... kenapa nasibku seburuk ini.” Kepala Loralei menunduk dan terisak tanpa air mata, hanya menunjukkan kesedihan saja karena harus terjebak pernikahan dengan bos galak.

“Jangan banyak drama, cepat memasak, perutku lapar!” titah Agathias sembari mengangkat tubuh Loralei bagaikan karung beras dan diturunkan tepat depan kompor.

Part 2

Perintah seorang Agathias Gemala Dominique merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Hal itu seolah sudah melekat dalam jiwa Loralei Nyx. Selain pekerjaannya sebagai sekretaris CEO di salah satu perusahaan keluarga tersohor, juga ia terlalu sering direpotkan oleh pria tersebut.

Agathias adalah pria yang sangat Loralei benci. Sekali pun berwajah tampan dan berasal dari keluarga kaya raya, tapi tetap saja tidak membuat dia kagum atau jatuh cinta sebagaimana wanita di luar sana mengagungkan orang yang selalu galak dan menuntut semua harus sempurna.

Pokoknya, jika ditanya siapa orang yang sangat tidak ingin dijadikan pasangan, maka Loralei akan langsung menjawab dengan tegas, lantang, dan tanpa keraguan ... Agathias Gemala Dominique.

Lagi pula, menikah bukanlah target wanita itu. Bahkan memikirkan cinta-cintaan juga tidak sempat kalau memiliki bos yang selalu membuatnya sibuk hampir dua puluh empat jam setiap harinya.

Tapi, apa kenyataannya? Sekarang Loralei telah menjadi istri dari pria yang amat dibenci. Dia menertawakan diri sendiri karena lahir dari keluarga yang tidak memiliki power apa pun. Bisa dibilang miskin, itulah sebabnya ia bekerja keras dan rela menjadi sekretaris CEO, walau pada kenyataannya lebih cocok menjadi asisten, pelayan, dan semua hal yang diperlukan serta butuhkan oleh bosnya harus dipenuhi olehnya. Tapi, semua sepadan dengan gaji yang didapatkan.

Tidak memiliki kekuatan apa pun, membuat Loralei tak bisa menolak segala sesuatu yang diinginkan oleh Tuan penguasa itu. Puing ingatan kembali hadir dalam pikiran, tentang kenapa dia tiba-tiba mengucap janji pernikahan dengan bosnya.

Berarti, tepatnya kemarin. Loralei sedang merapikan disertasi milik Agathias. Bosnya tengah menempuh pendidikan strata tiga, tapi ia yang selalu direpotkan. Memang nasib seorang budak ya begitu.

Dia mendapatkan telepon dari bos yang pamit pergi sejak pagi. “Susul ke Badan Kependudukan, sekarang! Dan bawa semua kartu identitasmu.” Itulah perintah yang diberikan.

Oke, tanpa berpikiran aneh, Loralei lekas bergegas. Dia sampai di lembaga milik pemerintah itu setelah lima belas menit perjalanan.

Karena tidak tahu kenapa bosnya mendadak meminta kartu identitas, akhirnya Loralei bertanya. “Untuk apa?” Sembari memberikan benda yang ia anggap tidak terlalu penting.

“Aku akan menikah.” Agathias bergerak menuju pendaftaran. Diikuti oleh Loralei karena wanita itu terbiasa mengekor.

“Wah ... selamat.” Dalam batin Loralei amat gembira, dia bisa meminta calon istri bosnya untuk mengendalikan pria itu supaya tidak gila jika memberikan pekerjaan. Siapa tahu Agathias adalah jenis CEO bucin yang menurut pada perintah pasangan. “Calonnya di mana, Tuan?” tanyanya sembari berdiri walau atasannya itu telah duduk manis.

“Ada di belakangku,” jawab Agathias sembari menyodorkan berkas di tempat pendaftaran.

Otomatis kepala Loralei bergerak mencari, menengok ke kanan, kiri, dan belakangnya. Bagaikan orang bodoh, dia harus berkenalan dengan calon istri bosnya dan membangun kesan bagus, supaya bisa dekat lalu akan dimanfaatkan demi kepentingan pribadinya.

“Tidak ada, siapa pun,” gumam Loralei saat mendapati suasana antrian sangat lenggang.

Agathias membiarkan Loralei dengan semua kebingungan wanita itu. Selepas menyelesaikan administrasi, dia berdiri. Diikuti oleh sekretarisnya yang terus mengekor.

Sampai di dalam ruangan. Loralei mengangguk ramah, menyapa keluarga bosnya yang sudah dia kenal sejak bekerja menjadi sekretaris. Lengkap, semua ada.

Agathias berdiri di depan seseorang dari Badan Kependudukan. Sementara Loralei hendak mengayunkan kaki menuju salah satu kursi kosong karena ia pikir akan dijadikan salah satu saksi.

Namun, tiba-tiba tangan kekar bos galak itu mencekal pergelangan tangan. Menahan Loralei supaya tidak melanjutkan langkah. “Mau ke mana kau?”

“Duduk, Tuan.”

“Siapa yang menyuruhmu?” Tatapan Agathias selalu sulit dibaca karena sama, tidak menyiratkan apa pun.

“Tidak ada.”

“Berdiri di sampingku, yang akan menikah denganku adalah kau.” Agathias menarik tangan Loralei hingga menubruk dada bagian samping. Dia melingkarkan tangan di pinggul wanita itu supaya tidak melarikan diri.

Loralei mengerjapkan mata berkali-kali. Sedang mencoba berpikir. Kenapa dirinya yang dijadikan mempelai wanita? Juga bosnya tiba-tiba menikah? Demi apa pun, semua itu membuatnya bingung, tapi mulutnya tetap saja mengucapkan, “I do.” Setelah seorang pria berusia empat puluh tahunan membacakan sebuah janji pernikahan, dia adalah petugas dari Badan Kependudukan. Dua kata yang ia ucapkan merupakan sesuai perintah yang dibisikkan oleh seorang Agathias Gemala Dominique. Memang dasar jiwa-jiwa sering disuruh, jadilah menurut walau saat itu sebenarnya setengah jiwa melayang entah ke mana akibat rasa terkejut.

Part 3

“Kau mau memberiku sarapan makanan gosong?!” sentak Agathias. Dia berjalan cepat menghampiri Loralei, mengulurkan tangan hingga mengurung tubuh wanita itu. Namun, hanya sekedar mematikan kompor saja, setelah itu membalik tubuh istrinya.

“Fokus! Melamun bisa membuatmu celaka!” Agathias mengguncang tubuh Loralei agar wanita itu kembali ke dunia yang nyata.

Loralei tergagap dan kebingungan setelah mendengar suara yang sudah sangat biasa didengar dan menjadi makanan sehari-hari. “Maaf, aku banyak pikiran pagi ini.” Menyempatkan untuk menatap teflon yang telah gosong. Bahkan ia lupa akan memasak apa dan sudah memasukkan bahan apa saja.

“Sudahlah, aku saja yang membuat sarapan.” Agathias mendorong pelan tubuh yang pasti kalah besar darinya. Mengambil alih dapur dan membiarkan Loralei duduk.

Bibir wanita itu mencebik. “Suami macam apa yang membentak dan galak sekali pada istrinya.”

Demi apa pun, Loralei tidak ingin berakhir hidup seperti ini. Sudah dipastikan kehidupan pernikahannya tidak akan bahagia, yang ada justru suram setiap saat. Tolong ... bisa-bisa ia cepat tua kalau yang dihadapi spesies seperti bosnya.

Loralei memperhatikan punggung pria yang katanya adalah suaminya. Bergerak begitu tenang saat memegang teflon dan spatula. Benarkah itu bosnya yang selalu memberikan perintah seenak jidat? Kalau dalam kondisi saat ini, sepertinya itu adalah jelmaan setan baik, atau Agathias tengah kerasukan jin hingga mau berkutat di dapurnya yang kecil.

Baru juga dibatin, pria itu sudah mengeluarkan perintah saja. “Lora, ambilkan minyak wijen!”

“Siap, Tuan.” Namanya kebiasaan, jadi dia reflek mengucapkan yang biasanya. Mengambil sebuah botol di kabinet dan memberikan pada bosnya. “Ada lagi?”

“Tidak.”

“Baik.” Kembali duduk dan mengamati, Loralei teringat dengan banyaknya pertanyaan yang belum memiliki jawaban karena kemarin tidak sempat diajukan pada Agathias. “Tuan?”

“Hm?” Agathias hanya bergumam tanpa berbalik.

“Boleh bertanya sesuatu?”

“Ku beri satu kesempatan.”

Loralei terkekeh sebentar. Dia merasa de javu mendengar kalimat tersebut. Bosnya seperti jin pengabul permintaan saja.

“Ada yang lucu?” tegur Agathias, melirik ke arah meja makan di mana Loralei duduk.

“Tidak.” Loralei berdeham supaya kembali normal. Dia akan memanfaatkan satu kesempatan tersebut dengan pertanyaan yang berkualitas. “Kenapa secara tiba-tiba Anda mau menikah dan memilih saya sebagai mempelai wanita, bahkan tidak memberikan kesempatan untuk menolak?”

Loralei sudah tak sabar ingin mendengarkan penjelasan. Pasti akan panjang sekali, mengingat hubungan mereka selama ini juga tidak ada yang baik, sebatas bos dan sekretaris yang membenci atasan. Tapi ternyata, jawaban Agathias sungguh di luar dugaan, pria itu mengedikkan bahu. “Itu bukan urusanmu.”

Loralei mengerutkan kening. Jelas saja akan menjadi urusannya karena di sini yang dirugikam jelas dirinya. “Enteng sekali mulutnya berbicara,” gerutunya dengan suara lirih. Dia masih membutuhkan pekerjaan dan penghasilan besar mengingat ada orang tua yang harus dicukupi, jadi tidak berani berkata seperti itu pada bos galak, daripada dipecat.

“Oke jika tidak mau memberi tahu alasannya. Tapi, bukankah seharusnya kita membuat batasan? Mengingat hubungan ini terlalu mendadak, tidak ada perasaan apa pun diantara bos dan sekretaris.” Pernikahannya sangat diluar ekspektasi, dia memiliki dream wedding yang berawal dari pacaran, saling mengenal satu sama lain, cocok baru menikah. Bukan yang tiba-tiba langsung didaftarkan ke Badan Kependudukan dan detik itu juga mengucap janji suci. Tidak ada romantis sedikit pun.

Agathias meletakkan dua piring di atas meja. “Maksudmu semacam perjanjian?” Sembari duduk di hadapan istrinya.

“Ya, agar diantara kita tidak ada yang dirugikan.” Loralei melirik makanan di depannya, sangat menggugah selera.

“Kau pikir kita sedang melakukan kerjasama hingga membutuhkan surat perjanjian?” Agathias mengambil garpu, meletakkan ke atas piring Loralei. “Makan!” titahnya dengan suara memerintah seperti biasanya, sudah pasti sekretarisnya reflek menurut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!