Konon katanya, Di sebuah desa yang bernama Desa teluk meriang, ada seorang anak usia 10 tahun yang bernama Subhan. Dia diasuh oleh kakek dan neneknya di desa itu.
Kondisi desa yang terasing membuat akses jalan menuju ke kota harus melewati sungai angker terlebih dahulu.
Sungai angker itu terletak di timur desa dimana Subhan berada. Penduduk di desa itu akhirnya menjadi terasing karena mereka takut untuk menyeberang dan pergi dari desa itu, karena sudah banyak orang yang mencoba menyeberang dari desa itu, namun mereka semua tak pernah kembali ke desa itu.
Selain tak kembali, mereka juga tak pernah memberikan kabar apapun kepada keluarga yang ditinggalkan.
Kehidupan desa yang terasing membuat penduduk di sana hidup dalam keterbatasan ekonomi. Namun, untuk kebutuhan makan, mereka masih bisa dibilang dalam kategori cukup, karena di desa itu, penduduk masih bisa bercocok tanam dan memakan hasil panen mereka.
Kebanyakan, penduduk desa masih menggunakan sistem barter karena memang sangat minim sekali uang ada di sana.
Selain tak begitu dibutuhkan, penduduk desa hanya membutuhkan makan saja, dan tak menginginkan kemewahan.
Suatu hari, Subhan bermain bersama sutikno di pinggiran sungai perbatasan desa dimana dia tinggal.
"Yah, aku hanya hidup sendiri di sini"
"Teman ku hanya sutikno saja" gumam Subhan melamun sambil melemparkan batu ke arah sungai perbatasan desa itu.
"Subhan, apa yang kau pikirkan?"
"Pamali kau melempar batu ke arah sungai"
"Bukankah kata kepala desa, kita tak boleh melempar batu ke arah sungai?" ucap Sutikno memberi peringatan kepada Subhan.
"Hei, Sutikno, aku sudah bosan hidup di desa ini"
"Lihatlah"
"Kita tetap saja buta huruf, tak bisa membaca"
"Sekolah juga ada di seberang sungai"
"Sedangkan kita gak boleh menyeberang sungai sialan ini" ucap Subhan menggerutu
Sutikno yang saat itu berada di samping subhan berkata
"Subhan, tenanglah"
"Walau begitu, kita kan gak pernah kelaparan?"
"Kita harus bersyukur" ucap Sutikno mencoba menenangkan hati sahabatnya itu
"Yah, kau ini berusaha menghiburku ya?"
"Bukankah kau juga tak betah tinggal di desa ini?"
"Sama sepertiku?" ucap Subhan dengan nada mengejek
"ya, kamu benar, Subhan"
"Tapi, kita tak punya pilihan lain selain terkurung di sini selamanya"
"Kau ingat?"
"Ayah ibumu tak pernah kembali setelah pergi dari desa ini"
"Sudah 10 tahun mereka merantau"
"Tapi apa?"
"Sampai sekarang, mereka tak pernah memberikan kabar apapun kepada kakek dan nenek mu disini" ujar Sutikno pada Suban.
"Yah, kau benar juga"
"Sepertinya, kita tak punya pilihan lain selain tinggal di sini" ujar Subhan pada Sutikno.
Akhirnya, Mereka berdua asyik berbincang hingga tak terasa malam telah tiba.
"Hei, Subhan, ayo kita pulang"
"Nenek mu pasti udah menunggu mu sejak tadi" ucap Sutikno mengingatkan Subhan.
"Baiklah"
"Ayo kita pulang" ucap Subhan
Akhirnya, kedua pemuda itu pulang ke rumah masing-masing. Walau Subhan dan Sutikno masih berusia 10 tahun, tapi mereka terlihat lebih tua dari usia mereka.
Itu semua karena, seusia mereka, tak pernah ada kesempatan bermain dengan teman sebaya.
Saat Subhan dan Sutikno pergi meninggalkan sungai itu, tampak sosok bayangan hitam ada di pinggir sungai.
Bayangan hitam itu menghilang seiring kepergian Subhan dan sutikno.
Kedalaman sungai angker itu tak ada yang tahu karena tak ada satu pun penduduk yang berani mandi di sungai itu.
"
Keesokan harinya, Subhan bangun dari tidurnya.
Saat terbangun, Subhan merasakan rasa panas di tubuhnya.
Muncul keinginan yang sangat besar dalam hatinya,
"Rasanya, aku tak betah berada di desa ini terus" gumam Subhan dalam hati.
Matanya menerawang ke atas. Atap rumah miliknya terlihat mulai berlubang dan jika hujan tiba, kamarnya selalu langganan bocor.
"Nenek, aku lapar" panggil Subhan pada neneknya.
"Oh, kau sudah bangun rupanya"
"Ayo, sini nak"
"Nenek sudah mempersiapkan makanan untukmu" ujar nenek Subhan.
Subhan segera beranjak dari kamarnya, dan pergi ke dapur.
Tampak makanan sudah terhidang di meja.
Tanpa pikir panjang, Subhan segera melahap makanan itu sendirian. Sementara itu nenek dan kakek nya masih berada di halaman belakang.
"Hem, nikmatnya makanan ini"
"Aku ingin makan makanan yang lebih enak dari ini nantinya"
"Tapi, untuk mendapatkan itu, aku harus bisa menyeberangi sungai yang masih mengelilingi desaku" pikir Subhan berangan angan.
Tampaknya angan-angan Subhan ingin pergi dari desa itu semakin besar. Hingga pada akhirnya, Subhan meminta ijin pada neneknya untuk pergi ke desa seberang sungai.
"Nek, aku ingin pergi ke desa sebelah" ujar Subhan pada neneknya
Mendengar permintaan ijin yang dilontarkan Subhan kepadanya, nenek Subhan menunjukkan wajah yang tak suka.
"Jangan nak"
"Kamu jangan coba-coba keluar dari desa ini"
"Lihatlah ayah dan ibumu"
"Ibu mu pergi merantau dari desa ini setelah melahirkan mu"
"Sampai usia mu menginjak 10 tahun, dia tak pernah kembali ke desa ini" ujar nenek Subhan menasehati subhan.
"Iya sih nek"
"Tapi, itu kan ibu?"
"Kalau aku, pasti akan segera kembali le desa jika aki telah suskes di desa sebelah"
"Sudah 10 tahun aku tak bisa berinteraksi dengan orang lain, selain hanya dengan nenek, kakek dan Sutikno teman ku"
"Pak kepala Desa dan warga lain tampaknya selalu sibuk pergi ke sawah"
"Aku pernah mendengar dari beberapa warga desa, jika di desa sebelah ada banyak pertunjukan di sana" ujar Subhan beralasan.
"Nak, lebih baik, kau patuhi nasehat nenek"
"Di sini, kau bahagia bersama kakek dan nenek"
"Lihatlah, kakek dan nenek bisa menghidupi mu walau kami sudah tua"
"Aku yakin, kau akan betah di desa ini samapi kau tua nanti" ucap nenek subhan pada Subhan.
Mendengar ucapan nenek nya, Subhan hanya terdiam saja. Berulang kali Subhan mengutarakan keinginannya pada nenek nya, namun nenek nya tak pernah memberikan ijin kepadanya untuk keluar dari desa.
Begitu juga dengan kakek nya. Seakan Subhan tak ada celah sedikit pun untuk pergi dari desa itu.
Suatu hari, tepat di siang hari, Seperti biasa, Subhan pergi bermain di sebelah sungai yang dianggap angker oleh warga desa itu.
Tentunya, ketika hendak bermain di sebelah sungai, Subhan selalu pergi bersama Sutikno.
"Sutikno, gimana kalau kita diam-diam menyeberangi sungai ini?"
"Aku penasaran dengan suasana di seberang sungai" ucap Subhan kepada Sutikno.
"Wah, yang benar saja kau Subhan"
"Lihatlah, arus sungai sangat deras"
"Aku takut kita dimakan oleh buaya penunggu sungai" ujar sutikno menunjukkan wajah yang sangat takut.
"Hei, mana ada buaya di sini?" tanya Subhan penasaran
"Kita nih seumuran, tapi tampaknya, kamu tahu lebih banyak tentang sungai ini dibanding aku" ucap Subhan penuh rasa curiga.
"Padahal, kita selalu bermain bersama dan aku tak melihatmu bermain dengan orang lain selain dengan ku" ucap Subhan lagi
Wajah Sutikno sedikit berbeda ketika subhan berkata demikian.
Melihat Subhan penasaran dengan sikap dan tutur katanya, Sutikno sedikit merubah arah pembicaraannya
"Wah, Subhan"
"Kau ini selalu curiga dengan ku"
"Emang benar kita seumuran"
"Tapi, ayah ibuku sudah banyak bercerita mengenai sungai ini"
"Sedangkan kau?"
"Kau hanya tinggal bersama kakek dan nenek mu"
"Tampaknya, mereka tak banyak bercerita kepadamu dibandingkan ayah ibuku" ujar Sutikno berkilah.
Mendengar ucapan Sutikno yang ada benarnya, Subhan manggut-manggut dan percaya.
"Yaudah, ayo kita ke ladang"
"Kita cari ubi untuk di bakar"
"Kau pastinya sudah lapar subhan" ucap Sutikno mengajak sahabatnya itu
"Yah, ayo" jawab Subhan sambil beranjak pergi dari tepi sungai itu.
Sejenak, Subhan melupakan keinginan nya untuk pergi ke seberang sungai melihat desa sebelah.
Dia akhirnya ikut bersama Sutikno mencari ubi dan rencana mereka berdua akan membakar ubi itu dan menikmatinya untuk makan siang.
Begitulah sehari-hari yang dilakukan Subhan bersama Sutikno.
Suasana di Desa Teluk meriang terlihat mendung. Tak biasanya suasana nya sedikit gelap. Biasanya, desa Subhan selalu terang benderang.
"Sutikno, gak ada cahaya matahari sama sekali"
"Kayaknya, awan tebal menyelimuti desa kita" ujar Subhan sambil menatap langit yang mulai gelap.
Sutikno terlihat ketakutan melihat suasana yang terjadi.
"Wah, selesai makan ubi bakar, sebaiknya kita pulang dan sembunyi di rumah masing-masing" ujar Sutikno memperingatkan Subhan
"Loh, emang ada apa?"
"Walau mendung, tampak nya masih aman aman saja dan tidak ada hal yang perlu ditakutkan"
"Paling hanya hujan saja" ucap Suban dengan santainya
Sutikno menatap Subhan dengan tatapan sayu
Subhan yang melihat wajah sahabatnya itu mulai sedikit cemas.
"Sutikno, apakah aku salah bicara kepadamu?" tanya Subhan penasaran.
Selama berteman dengan Sutikno, Subhan tak pernah melihat wajah sahabatnya setakut itu.
"Ehm, enggak Subhan"
"Jangan berpikir begitu"
"Sudahlah"
"Kau turuti nasehatku"
"Ayo secepatnya kita pulang"
"Jangan lupa, ketika kau masuk ke dalam rumah, tutup pintu rumah rapat-rapat"
"Sepertinya wedus gembel marah karena penduduk desa tak menyetor hasil panen" ujar Sutikno pada Subhan.
Mendengar ucapan Sutikno yang sangat aneh, Subhan semakin tak mengerti saja. Dirinya tetap bingung dengan istilah baru yang diucapkan Sutikno kepadanya.
"Apa itu wedus gembel?"
"Seingatku, nenek ku tak pernah menceritakan hal ini" gumam Subhan dalam hati
Tak ingin berlama-lama memikirkan ucapan Sutikno, Subhan segera mempercepat makannya dan setelah ubi bakarnya habis, Subhan segera pulang ke rumahnya.
"Sutikno, apakah kau tak pulang bersamaku?" tanya Subhan pada Sutikno
"Kamu pulanglah duluan Subhan"
"Aku disini saja" ucap Sutikno pada Subhan
"Loh, bukannya kau yang menyarankan ku untuk pergi?" tanya Subhan penasaran
"Sudahlah Subhan"
"Nanti aku akan menyusul mu"
"Aku masih harus menyiapkan ubi untuk ayah dan ibuku" ucap Sutikno pada Subhan
"Ya, baiklah kalau begitu"
"Aku pulang dulu ya?" ucap Subhan sambil membawa beberapa ubi yang belum sempat dia makan.
Subhan pun berlari sesuai dengan amanah dari Sutikno. Dia pergi pulang ke rumah menemui kakek dan neneknya.
Di Rumah itu, tampak kakek dan nenek nya sedang menunggu nya di rumah.
"Subhan, darimana saja kau nak?"
"Lihatlah, wedus gembel.sudah hampir mendekati rumah kita"
"Sebaiknya, kau sembunyi di dalam rumah"
"Jangan lupa tutup pintu kamarmu" ucap nenek subhan sambil memasukkan peralatan ke dalam rumah
"Baik nek" ucap Subhan
Subhan pun pergi ke dalam kamar nya dan menutup semua pintu kamarnya, disusul oleh kakek dan nenek nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!