NovelToon NovelToon

The 30'S Club

Chapter 1 : Kejutan di Hari Ulang Tahun

...Chapter 1 : Kejutan di Hari Ulang Tahun...

🎵Uh, you wanna feel the vibe 

That i’m feeling and loving it and imaging🎵

 Alunan remake lagu Dreams Come True yang dinyanyikan girl band Korea Aespa memenuhi sebuah apartemen studio.

Aku yang sedang terjaga dari tidur mengusap mata lalu melihat ke arah jam digital di nakas, pukul 05.00 KST.

Tak lama berselang handphone ku ikut berbunyi, ada catatan kecil di kalender. Hari ini hari yang sangat spesial, hari ulang tahunku.

Aku masih berbaring di atas tempat tidur sambil melihat pesan masuk yang menumpuk di Line dan kakaotalk.

Ku baca satu persatu pesan masuk, lalu membiarkan ponselku tergeletak di atas tempat tidur.

Udara hari ini terasa dingin, padahal sekarang musim gugur dan penghangat ruangan berfungsi dengan baik, entah mengapa udara dingin ini membuatku enggan beranjak dari tempat tidur.

Beberapa saat kemudian, dengan langkah terseok aku beranjak ke kamar mandi, membasuh wajahku. Sambil menggosok gigi, aku melihat pantulan wajahku di cermin.

Tak ku sangkal tulang hidungku yang tinggi dan bola mataku yang sempurna adalah hasil operasi plastik. Semuanya sangat pas di wajah tirusku.

Namaku Bit Na, margaku Ok. Bit Na memiliki arti matahari.

Tiga puluh dua tahun yang lalu, aku lahir sebagai matahari di keluarga Ok. Aku bekerja sebagai Manajer tim pemasaran di sebuah perusahaan televisi dan iklan, memiliki pacar seorang akuntan dan apartemen studio ini adalah milikku, ku beli dengan cicilan gaji selama lima tahun. 

(Kantor)

“Bit Na yaaa," suara nyaring mengagetkanku saat aku melangkah masuk ke ruang kerjaku.

“Saengil chukkae!,” teriak suara yang ku kenali sebagai Jung Bo Ra. 

Jung Bo Ra, teman SMA ku. Wajah cantiknya sangat langkah di Korea. Entah dari mana nenek moyangnya, yang pasti dia tak perlu merombak mukanya sepertiku, hanya melakukan prosedur merapikan gigi.

Aku dua tahun lebih awal bergabung di perusahaan ini. Karena usia kami sama, Bo Ra tak perlu berbicara formal padaku. 

“Apa ada makan dan beer malam ini?,” tanya Min Seola menaik turunkan alisnya. Min Seola sangat mudah dikenali karena tingginya 179 cm dan rambut ungu mencoloknya.

Wajahnya lebih mirip orang Jepang dibanding Korea, dan rumor yang beredar mengatakan dia keturunan Korea Utara.

“Haiss,” cibir ku melihat kelakuan dua sahabatku.

“Tentu saja ada, batasnya sampai jam 20.00 KST karena aku punya janji makan malam dengan Choi Jae Yoon” ujarku mengibaskan rambut coklatku.

“Wahh, apa dia akan melamarmu?,” tanya Bo Ra

Seola mencondongkan wajahnya ke arahku. Mata coklatnya menatapku penuh tanya.

“Entahlah dia bahkan tidak mengirimkan ucapan selamat,” ujarku sedih.

“Hei, sudah bisa ditebak maksudnya,” ujar Seola.

Aku mengangkat bahu tanda tak tahu. 

Choi Jae Yoon pria yang telah kupacari selama empat tahun, kami bertemu berkat kencan buta dan ternyata bisa bertahan selama itu.

Jae Yoon menurut banyak orang wajahnya biasa saja, nilai tambahnya adalah sikap gentlemannya. Dia selalu ada disaat kubutuhkan, begitu hangat, dan manis. Kami sering bertukar pikiran, dari Jae Yoon aku belajar banyak hal.

Hah! memikirkan Jae Yoon membuatku kembali bersemangat.

“Fighting,” ujar Seola.

Setelah jam kerja usai, aku bersama kedua temanku makan dan minum di restoran daging favorit kami sejak jaman SMA.

Kami bercerita banyak hal terutama keresahan pasangan-pasangan di usia 30, bahkan kami menggosipkan ketua tim pemasaran Nona Shin yang memutuskan tidak menikah, karena sering gagal dalam percintaan.

Drtt,drtt getar ponselku menginterupsi percakapan kami.

Ku lihat Bo Ra dan Seola saling menyikut.

“Jae Yoon sudah menuju tempat makan malam kami. Aku akan segera kesana,” pamitku pada mereka berdua.

“Hati-hati, semoga beruntung!,” ujar Bo Ra dan Seola serempak.                                                     

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

                                                       

Chapter 2 : Ayo Taruhan !

...Chapter 2 : Ayo Taruhan!...

“Lima puluh ribu won aku bertaruh Jae Yoon belum melamarnya,” ujar Seola menghentakan tangannya di meja.

“Lima puluh ribu won Jae Yoon melamarnya. Jangan ambil uangmu kembali,” tantang Bo Ra.

“Kau pikir masuk akal mereka berkencan selama empat tahun dan hanya sebatas pacaran saja? kalau dia tidak melamar, dia adalah bajingan yang tertunda!,” ujar Bo Ra tak terima.

“Jae Yoon memang pria baik, tapi Bit Na bilang dia tak pernah membahas hubungan mereka ke arah yang serius,” ujar Seola sambil berpikir.

“Tunggu saja besok pagi,” ujar Bo Ra menuangkan soju ke gelas Seola malam itu mereka minum sampai mabuk.

*****

Aku memasuki sebuah restoran mewah di lantai paling atas namsan Tower. Hari ini pertama kalinya aku makan di restoran berkelas. Aku mengenakan gaun selutut berwarna biru gelap, yang memperlihatkan leher dan bahu dipadukan dengan stiletto dengan warna senada. 

Wangi Mawar dan Anggur mahal menusuk hidungku. Suasana tenang di ruangan itu sesaat membuatku terbawa dalam nuansa romantis.

Pantas saja tempat ini harganya sangat mahal, yang datang ke tempat ini pun tampak elegan dengan balutan busana mewah nan formal.

Jae Yoon ada di sana, di sebuah meja berhiaskan mawar merah maroon.

Dia mengenakan kemeja putih dan celana berwarna mocca. Rambutnya di tata rapi, tampaknya dia juga merias diri dengan baik khusus untuk malam ini.

Jae Yoon menyambut tanganku, mengecupnya lembut dan mempersilahkanku duduk. 

“Kau terlihat cantik dengan gaun itu,” puji Jae Yoon tanpa melepaskan pandangannya dariku.

Jantungku berdegup kencang.

Suara gesekan biola terdengar, saat Jae Yoon memberi instruksi agar pelayan menghidangkan menu yang telah dipesannya.

Menu-menu itu terasa asing di telingaku namun tidak di lidahku. Rasa makanan itu mengalihkan sikap gugup ku sejenak.

“Bit Na,” suara halus Jae Yoon memanggilku.

“Selamat ulang tahun,” ujar Jae Yoon menatap kedua bola mataku.

Aku menyukai tatapan dalam Jae Yoon yang intens, seolah akulah satu-satunya wanita di dunia ini. 

Jae Yoon menyerahkan sebuah kotak kecil berlogo Chanel.

Aku menelan ludah susah payah, menyembunyikan rasa gugup dan detak jantung yang semakin menderu.

Jemariku membuka kotak kecil itu perlahan. Aku terdiam sejenak melihat isi kotak itu. Mataku berkaca-kaca.

“Kau suka?,” tanya Jae Yoon melihat air mata menggenang di pelupuk mataku.

“Ta-tapi ini anting-anting,” tanyaku tak yakin.

“Aku melihatmu terus memandangi iklan Jennie. Dia mengenakan anting itu,” ujar Jae Yoon yakin.

Aku terdiam sambil menghabiskan sisa makanan, yang sayang untuk dilewatkan. Meskipun rasanya telah berubah menjadi duri di tenggorokanku.

Sepanjang perjalanan pulang aku terus merenung apakah Jae Yoon tidak menginginkan pernikahan?, usia kami telah matang dan memiliki pekerjaan yang tetap.

Orang tua kami saling mengenal dan mendukung hubungan kami, bukankah itu sempurna untuk melaju ke jenjang yang lebih jauh?

“Kita sudah sampai,” ujar Jae Yoon menyadarkanku yang sibuk menyelami pikiranku sendiri.

“Ah, ya. Selamat malam, sampai jumpa,” ujarku.

“Bit Na,” ujar Jae Yoon memanggil namaku.

“Kau melupakan ciuman selamat malam,” ujar Jae Yoon tersenyum lucu.

“Ah, ya,” aku mencium pipi Jae Yoon cepat, lalu keluar dari mobilnya.

Wajah Jae Yoon tampak salah tingkah. 

“Sampai jumpa,” ujar Jae Yoon lalu membunyikan klakson mobilnya.

Aku masuk ke apartemenku, duduk di sofa dan membuka hadiah sepasang anting tiara yang Jae Yoon berikan. 

Ponsel Bit Na bergetar tanda pesan masuk. Dia segera memeriksa ponselnya berharap pesan itu dari Jae Yoon.

Jung Bo Ra : Hey bagaimana hasilnya?

Min Seola : Biarkan dia istirahat karena besok kita harus mendengar ceritanya

Notifikasi group The 30’s Club, grup Kakaotalk yang mereka sepakati akan bubar jika mereka bertiga telah menikah.

Bit Na tak tahu harus membalas apa. Dia hanya membaca pesan itu, membiarkan kedua temannya bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Chapter 3 : Tidak Ada Lamaran

...Chapter 3 : Tidak Ada Lamaran...

Pagi itu suasana di kantor sangat dingin. Bit Na tak memulai percakapan, rekan-rekan kerjanya saling melempar tanya ada apa dengan manajer pemasaran Nona Ok yang terkenal pandai bergaul.

Bunyi keyboard komputer yang berisik dari ruang kerja Bit Na, membuat semua mata di kubikel tertuju ke ruang kerjanya yang hanya dibatasi kaca. 

“Apa kita membuat kesalahan?,” tanya Kim Sang Min staf termuda di divisi itu.

“Unnie, kau tau apa yang terjadi?,” tanya  Han Yuri pada Jung Bo Ra.

“Tentu saja,” jawab Bo Ra memandang mereka satu persatu.

“Tentu saja, kenapa kalian peduli!,” teriak Bo Ra, suaranya meninggi.

“Ya Jung Bo Ra, kecilkan suaramu!,” teriak Shin Mirae

“Ne, Sunbae,” ujar Bo Ra melakukan bow (gesture membungkuk korea).

Saat makan siang tiba. Bo Ra dan Seola mengajak Bit Na makan di kantin yang terletak di rooftop kantor itu alasannya karena rooftop itu berada di lantai 20. Meskipun makanannya biasa saja tempat itu lumayan nyaman karena tak banyak orang di sana.

“Kau berhutang pada kami, cepat ceritakan,” ujar Jung Bo Ra sambil melahap menu vegetarian yang ada di kantin itu.

“Perlihatkan cincinmu,” ujar Bo Ra lagi.

Bit Na menatap malas ke arah Jung Bo Ra, dia satu-satunya yang gencar menyebut pertunangan.

“Bertunangan apanya, melamar saja tidak,” ujarku menyedot es kopi yang ku pesan.

“Hah!?,” teriak keduanya.

“Haiss kecilkan suara kalian,” ujarku melihat keadaan sekitar dan tersenyum canggung dengan beberapa karyawan yang sedang makan di situ.

Aku menceritakan detail kejadian malam itu, dan mereka berdua mendengarkan tanpa memotong pembicaraanku.

“Lihat foto ini,” aku menunjukan foto Jennie yang kulihat di depan toko Channel bulan lalu.

“Apa yang kalian pikirkan saat pertama melihat foto itu?,” tanyaku, mereka berdua meneliti foto yang kutunjukan.

“Cincin!,” ujar mereka serempak menunjuk pada cincin di jari manis Jennie.

“Wah padahal ukuran anting itu jauh lebih kecil dari cincin, bagaimana mungkin Jae Yoon memilih anting,” ujar Seola tak percaya.

“Mungkin dia mengira kau melihat anting,” ujar Bo Ra, mengingat mata Bit Na cukup lebar, jangkauan pandangannya mungkin mengarah ke telinga.

Seola menginjak kaki Bo Ra saat melihat perubahan wajahku.

Mungkin yang dikatakan Bo Ra ada benarnya.

“Jalan satu-satunya kalian harus membahas pernikahan. Apapun pendapat Jae Yoon kau harus terima karena itu adalah resiko,” ujar Bo Ra.

“Aku setuju. Komunikasi dalam hubungan penting, kalian tidak bisa saling menerka jangan sampai hubungan kalian putus karena salah paham,” ujar Seola mengingatkan.

Aku mengangguk, dia tidak ingin larut dalam pikirannya. Secepatnya dia akan membicarakan masalah ini dengan Jae Yoon.

“Waktu makan siang sudah hampir habis, biar aku yang traktir,” ujarku menuju kasir.

“Cepat berikan,” Seola menyodorkan tangannya meminta 50 ribu won pada Bo Ra yang tampaknya tak rela.

“Aku akan mencicilnya ke rekeningmu,” bisik Bo Ra setelah melihat isi dompetnya tak menyentuh angka 50 ribu won.

“Tsk, jangan lari aku! akan menagihnya ke ibumu kalau kau berbohong,” ujar Seola cepat.

“Sssttt,” ujar Bo Ra meminta Seola agar tidak berisik.

“Kau yang mengajak taruhan, sekarang kau ingin lari begitu saja?,” tanya Seola.

“Taruhan?,” tanyaku tak percaya.

Mereka menoleh ke arahku yang berdiri tepat di belakang tempat duduk.

“Kalian benar-benar iblis,” makiku memaksa mereka mengembalikan uang traktiranku.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!