NovelToon NovelToon

Mengejar Cinta Mantan

Kelahiran Sang Buah Hati

Di sebuah klinik bersalin...

"Selamat Ibu Widya, putra anda lahir dengan berat 3,2kg, panjang 51 cm. Silakan anda melihatnya," ucap seorang Suster sembari menyerahkan bayi mungil itu kepada Widya.

"Terima kasih, Suster. Terima kasih banyak. Ya Tuhan, dia tampan sekali," ucap Widya dengan lelehan air mata kebahagiaan sekaligus kesedihan yang sulit ia kendalikan.

Widya begitu bahagia atas kelahiran putra pertamanya. Namun, ia sedih karena tak ada satupun keluarga yang menemaninya bersalin. Termasuk ayah bayi dari tersebut.

Widya sendirian. Sendirian berjuang mempertaruhkan nyawa untuk melahirkan bayinya ini ke dunia.

Wanita malang ini, hanya ditemani oleh bidan yang selama ini memeriksanya. Dan juga seorang wanita yang menjadi sandaran hidupnya. Seorang wanita yang menolongnya tanpa pamrih. Seorang wanita yang sudah menganggapnya seperti anak sendiri.

Sedangkan Alvaro, yang notabene adalah ayah dari bayi yang ia lahirkan, malah tak tahu menahu kabar tentang dirinya dan buah hati mereka.

Sejak pria itu menjatuhkan talak padanya, Alvaro memblokir akses komunikasi antara mereka berdua. Sehingga tak ada jalan untuk Widya memberi kabar untuknya.

Widya tak bisa berbuat apapun selain memasrahkan apa yang terjadi padanya ke pada Dia, Sang Pemilik hidup.

Widya yakin, tanpa pria itu dia pasti bisa menjaga dan membesarkan putra semata wayangnya.

***

Sekilas tentang hubungannya dengan sang mantan suami.....

Alvaro meninggalkan Widya dan menceraikannya sesaat setelah ia mengetahui bahwa keluarga Widya sengaja menjebaknya, agar dia mau menikahi anak gadis mereka.

Alvaro marah besar. Ia tak terima dengan perlakukan menjijikkan keluarga Widya. Sebab baginya itu adalah bentuk penipuan, tindakan dzolim yang tak pantas untuk dimaafkan.

Sedangkan Widya sendiri, wanita malang yang tak tahu apa-apa itu, langsung terkena imbas dari kemarahan pria yang merasa ditipu oleh nya dan oleh keluarganya itu.

Dan imbas dari kepergian Alvaro dari rumah. Widya diusir oleh keluarga besarnya, karena mereka tak tahan dengan cibiran para tetangga.

Widya dianggap tidak becus membina rumah tangga. Wanita malang ini dinilai tidak bisa menjadi istri yang baik. Sehingga suaminya meninggalkannya tanpa sebab.

Widya tak punya pilihan lain selain menerima nasib. Dengan hanya bermodalkan uang 200 ribu dan handphone jadul, wanita malang ini pun memutuskan untuk pergi dari rumah.

Meninggalkan kampung halaman dan pergi ke kota untuk mencari pekerjaan.

Nasib baik memihak padanya, ia ditolong oleh wanita paruh baya. Wanita tersebut memiliki sebuah toko roti dan kue. Widya dipekerjakan di sana sebagai kasir. Kadang-kadang jika pesanan banyak, Widya juga diminta membantu di dapur untuk membuat roti atau menghias kue pesanan.

Sayangnya, nasib baik tidak serta merta berpihak pada Widya. Sebulan setelah ia bekerja, Widya jatuh sakit.

Setiap hari ia muntah dan tak bisa mencium aroma-aroma yang berbau wangi. Sehingga Widya memutuskan untuk berhenti kerja.

Semakin hari tubuh Widya semakin kurus. Karena ia tak bisa makan. Jangan kan untuk makan, minum air putih saja dia muntah. Widya mengalami ngidam yang cukup parah.

Takut terjangkit penyakit serius, akhirnya wanita yang menolong Widya pun membawa wanita malang itu ke dokter.

Alangkah terkejutnya mereka, karena hasil pemeriksaan yang dilakukan, Widya tidak terjangkit penyakit apapun. Tapi penyebab Widya mengalami muntah dan tak bisa makan adalah dirinya sedang hamil.

Sungguh, ini adalah kabar yang mengguncang jiwa Widya.

Bagaimana tidak?

Ia sedang menata hidupnya. Sedang mencoba bangkit untuk membuktikan pada dunia bahwa dia bukanlah wanita lemah. Namun sayang, sebelum itu semua terbukti, ia malah diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk menjaga titipanNya.

Awalnya Widya stress berat.

Beberapa kali ia mencoba bunuh diri.

Namun, Tuhan tidak mengizinkannya melakukan itu. Orang baik yang kala itu membantunya, ternyata memiliki jiwa yang sangat tulus.

Wanita tersebut kembali membantunya. Widya diizinkan tinggal bersama karyawan yang lain di rumah milik wanita itu. Selama Widya belum mampu bekerja, ia lah yang menanggung biaya hidup, rumah sakit dan bahkan apapun yang Widya butuhkan. Termasuk memeriksa perkembangan janin yang ada di dalam kandungannya setiap bulan.

Widya amat sangat bersyukur untuk itu. Ternyata dibalik setiap musibah yang menghampirinya, masih ada orang-orang baik yang dikirim oleh Tuhan untuknya.

Widya tersadar dari lamunan ketika suster menepuk pundaknya untuk mengajaknya membicarakan perihal akte kelahiran untuk si jabang bayi.

"Ibu Widya, oke?" tanya suster tersebut.

"O.. O.. Oke, Sus. Maafkan saya, kok jadi melamun!" ucap Widya sembari menghapus air matanya.

"Tak apa, Bu. Aduh, dia lapar, Bu. Sebaiknya Ibu segera memberinya Asi," ucap sang suster sambil membantu Widya menata posisi agar nyaman saat memberikan Asi.

"Terima kasih banyak, Suster. Terima kasih sudah mau membantu saya. Maafkan saya dan si baby sudah merepotkan," jawab Widya sembari menerima bantuan suster agar dirinya bisa memberikan Asi untuk si baby.

"Sama-sama, Ibu. Mari saya bantu kasih Asi," ucap Suster tersebut sembari membantu Widya memencet ****** susu Widya, serta membantu si bayi untuk mencari ****** tersebut.

Widya terlihat sedikit kesusahan. Tetapi ia cepat belajar. Sehingga sang baby pun cepat menemukan apa yang ia cari.

"Makasih banyak, Suster. Maafkan saya sudah merepotkan," ucap Widya lagi.

"Tidak, Ibu. Ini sudah tugas kami untuk melayani pasien. Terlebih untuk ibu muda seperti anda. Bukankah ini pengalaman pertama." Suster tersebut tersenyum. Lalu membiarkan Widya memberikan Asi untuk bayinya.

Di sela-sela memberi Asi, suster kembali berucap, "Sebelumya saya minta maaf, Ibu, bolehkah saya bertanya?" tanya Suster itu lagi.

"Tentu saja, Suster. Suster mau tanya apa?"

"Maafkan saya jika ini sedikit kurang nyaman, tapi kami membutuhkan data suami ibu untuk mengisi formulir kelahiran adek bayi. Maksud kami untuk melengkapi data surat kelahiran adek bayi. Em, Kami juga butuh tanda tangan beliau untuk melengkapi administrasi akte adek, Bu. Bisakah suami ibu datang ke sini?" tanya Suster itu lagi.

Ya Tuhan, ini sungguh pertanyaan yang menyayat hati. Tapi, Widya harus memberikan jawaban yang ditunggu oleh suster itu. Seperih apapun kenyataan yang kini sedang ia hadapi, Widya harus tetap menjelaskannya bukan? Widya tak ingin ada kebohongan dalam hidupnya.

"Oh, saya minta maaf, Suster. Sebelumnya, saya sudah menyerahkan semua surat-surat yang dibutuhkan untuk kelengkapan data tersebut. Silakan Suster tanya sama bidan yang merujuk saya ke sini. Di sana semua surat yang butuhkan sudah saya kasih engkap kok. Untuk suami, saya dan beliau sudah berpisah, Suster. Bisakah saya saja yang tanda tangan untuknya. Saya wali satu-satunya, Suster. Maafkan saya. ," jawab Widya dengan senyum manisnya.

Bohong jika ucapan tersebut tidak menyayat hati siapapun yang mendengar pernyataan itu.

Pernyataan itu terdengar sedih, bukan? Namun mau bagaimana? Inilah hidup. Bukankah harus tetap diperjuangkan dan dijalani? Dengan adanya dia atau pun tidak. Hidup Widya dan bayinya harus tetap berjalan.

"Oh, baiklah ibu kalo demikian. Maafkan saya, Bu. Saya tidak tahu."

"Tidak apa, Suster.Saya dan bayi ini baik-baik saja kok!" jawab Widya sedih.

"Baiklah, Bu. Sebaiknya saya menghubungi bidan anda. Mungkin beliau belum menyerahkan pada pihak rumah sakit. Kalo begitu saya permisi dulu," jawab Sang suster.

"Iya, Suster. Terima kasih atas bantuannya," Jawab Widya.

Tak ada perbincangan lagi. Suster tersebut pun langsung berpamitan dan meninggalkan ruang rawat Widya dan bayinya.

Sedangkan Widya, wanita malang ini pun hanya bisa termenung sembari berdoa. Supaya Tuhan selalu menjaganya. Menjaga dia dan buah hatinya.

Widya juga berharap, Tuhan tidak memberinya ujian yang berat lagi. Sehingga ia bisa menjalani kehidupan ini dengan baik. Bisa memberikan kehidupan yang layak untuk putra semata wayangnya. Tanpa merepotkan orang lain. Tanpa mengharap belas kasih orang lain.

Bersambung...

Penolakan Alvaro

Di kediaman Dirgantara...

Terlihat seorang pria paruh baya sedang duduk di meja makan sembari memijat keningnya. Seakan sedang memusingkan sesuatu! Tak berapa lama terlihat seorang pria muda menuruni anak tangga.

"Pagi, Pi!" sapa pria muda itu.

"Hemm, pagi. Gimana? apa kamu sudah memutuskan tawaran Papi tadi malam?" tanya Pria paruh baya yang biasa dipanggil Pak Tyo.

"Nggak, Pi. Al nggak akan pernah menikah karena perjodohan lagi. Al muak berdrama menjijikan seperti itu, Pi!" tolak Alvaro kesal.

"Kali ini bukan jebakan, Al. Papi nggak mau tahu, pokoknya kamu harus menerima perjodohan ini. Dia anak sahabat Papi. Gadis ini seorang sarjana, beda dengan mantan istrimu yang pembohong itu. Katanya sarjana pendidikan, ternyata SMA saja nggak lulus. Percayalah, kali ini nggak akan ada kebohongan. Papi tidak seperti mami mu yang nggak bisa berpikir jernih itu," bujuk Pak Tyo, kesal. Di liriknya sang istri yang saat ini sedang sibuk membuatkan kopi untuknya.

"Whatever Pi, pokoknya aku nggak mau menikah. Mau itu pilihan mami atau pilihan papi. Pokoknya Al mau memilih sendiri!" tolak pria tampan ini.

"Mau sampai kapan kamu sendiri ha! Jangan salahkan papi perihal kegagalanmu itu. Salahkan mami mu yang nggak teliti itu. Anak dari keluarga penipu dijadiin mantu. Miris sekali!" sindir Pak Tyo pada istrinya yang sedari tadi hanya diam mendengarkan setiap tuduhkan yang di tujukan padanya.

"Al sudah bilang, Al akan pilih sendiri. Papi sama mami ga usah pusing. Oke, Al mau ke kantor. Tolong jangan bahas lagi masalah istri. Al masih muak dengan istri, Pi! Al harap, tolong kasih kesempatan Al untuk menyembuhkan luka ini, Pi," ucap Al seraya meraih kunci mobilnya dan segera melangkah meninggalkan mami dan papinya yang saling menatap tak suka.

"Ini semua gara-gara, Mami, cari mantu nggak becus begitu!" Jugde Pak Tyo kesal.

"Sudah, Pi. Dia sudah diceraikan. Mau sampai kapan Papi mengungkit masalah ini. Lagian Mami juga udah nggak berurusan sama mereka. Mami mana tahu kalo ayahnya Widya hanya menginginkan dan memanfaatkan harta keluarga kita. Mami mana tahu kalo mereka hanya manusia nebeng tenar dari nama keluarga kita. Ku pikir, mereka mau menjodohkan putrinya dengan putra kita karena dasar ketulusan, Pi. Mami mana tahu kalo mereka selicik itu!" jawab Ibu Zanna, kesal.

"Putra kita jadi anti wanita, itu semua gara-gara Mami. Lalu sekarang gimana kalo dia nggak mau nikah, Mi. Lihat, usianya udah nggak muda lagi. Yang di pikirin cuma kerja sama kerja. Kapan kita dapat cucu kalo begini!" Pak Tyo menatap tak suka pada istri yang sudah mendampinginya hampir 33 tahun ini.

"Tolong, Pi. Jangan salahkan Mami terus Semua keputusan yang kita ambil juga berdasarkan musyawarah bersama. Bukan hanya karena mami seorang. Tapi papi sama Al, memandang mami seakan mami seorang yang salah, yang maksa-maksa Al buat nikah sama anak penipu itu. Astaga!" balas Ibu Zanna tak kalah kesal.

Pak Tyo diam. Namun dalam hati ia akan tetap memaksa Alvaro untuk bertunangan dan menikah dengan putri teman masa kecilnya itu.

Sedangkan Alvaro terlihat kesal dan membanting keras pintu mobilnya. Kesal, marah, geram, karena teringat dengan penipuan yang dilakukan oleh orang tua mantan istrinya itu.

***

Di lain pihak... Di rumah sakit di mana Widya dan sang buah hati di rawat...

"Sayang... selamat ya," sapa Nia, wanita paruh baya yang sudah menganggap Widya sebagai putrinya sendiri.

"Makasih, Ibu. Ibu datang sama siapa?" tanya Widya.

"Sama Mozza, siapa lagi? Eh mana babymu. Sini Oma mau gendong!" jawab Nia seraya meminta baby mungil yang ada di dalam dekapan Widya.

"Hati-hati, Oma. Dia sangat kecil sekali. Tapi Widya bahagia sekali. Lihatlah dia, dia sangat manis! Makasih banyak Oma, jika bukan karena, Oma, mungkin aku nggak akan memilikinya," jawab Widya sembari menunjukan baby mungil pada Ibu Nia.

"Ish, jangan ngomong begitu. Ya Tuhan, dia manis sekali. Oma menyukainya, Wid. Sebaiknya kamu tinggal di rumah aja. Sampai baby mu kuat. Kamu bisa tinggal di rumah bersama Oma. Jangan di kontrakan lagi ya. Eh, kok Ibu jadi senang dipanggil Oma sekarang? Apakah Ibu sudah ingin punya cucu?" Ibu Nia mencolek pipi baby mungil itu dengan senyuman bahagianya.

"Mungkin, Bu. Mungkin ini kode kalo Ibu ingin Mozza cepat menikah!" jawab Widya dengan senyuman bahagia.

"Ah, doakan saja. Kamu tahu bagaimana Mozza. Dia seperti tak suka dengan pria. Ahhh, entahlah. Sebaliknya kita jangan bahas dia. Nanti dia marah kalo dengar. Kita bahas kamu sama baby tampan ini aja. Gimana tawaran ku? Gimana kalo kamu dan dia tinggal di rumah aja? Pasti rumah bakalan rame kalo ada dia!" pinta Ibu Nia sembari menimang bocah tampan ini.

"Aduh, makasih banyak, Ibu. Tapi maaf, Widya nggak bisa. Widya nggak mau ngrepotin Ibu. Ga pa-pa, Bu, Widya tinggal di kontrakan. Yang penting jangan pecat Widya dari toko. Nanti ga mampu bayar kontrakan," ucap Widya sembari tertawa lirih.

"Ish, mana mungkin Ibu pecat pegawai sebaik kamu. Ibu nggak akan lakukan itu. Ibu suruh kamu tinggal biar kamu bisa menghemat biaya hidup. Kasihan baby mu, dia masih banyak butuh biaya untuk banyak hal, termasuk sekolahnya nanti," ucap Ibu Nia, realistis.

"Iya, Bu, tapi Widya nggak mau terlalu banyak punya hutang budi sama Ibu. Gimana cara Widya membayarnya nanti," jawab Widya, dengan senyum sedihnya.

"Baiklah, terserah mu. Tapi Ibu sih berharap kamu pikirkan tawaran ibu. Oiya, ibu mau kasih tahu kamu sesuatu!" Ibu Nia mendekati Widya dan berbisik, "Mozza mau dilamar sama pengusaha kaya. Do'ain ya biar mereka jodoh!" ucap Ibu Nia.

Widya tersenyum lalu menjawab, "Tentu saja, Bu.Widya pasti do'akan!"

"Seminggu lagi mereka akan kami kenalkan. Semoga cocok!"

"Aamin. Semoga jodoh, Bu. Widya ikut senang jika mereka jodoh!"

"Ya, itu yang Ibu harapkan. Semoga mereka berjodoh. Calonnya di Mozza ini cakep, santun, kaya, pokoknya pria idaman banget deh. Cuma dia duda, Wid!" ucap Ibu Nia dengan senyum senangnya.

"Alhamdulilah, Widya ikut mendoakan, Bu. Mau duda mau perjaka, yang penting kan bukan punya orang!" jawab Widya.

"Kamu benar, Wid! Ibu berharap, Mozza nggak nolak dia. Begitupun pria itu. Semoga mereka berjodoh. Ibu suka sama dia karena dia santun. Dari keluarga baik-baik juga." Ibu Nia tersenyum sekali lagi.

Widya tak membalas ucapan itu dengan kata-kata. Melainkan dengan senyuman. Sebab di detik ini, ia teringat di kala kedua orang tuanya memaksanya untuk menikah. Lalu di usia pernikahan yang masih terbilang muda, sang suami tiba-tiba marah dan menuduhnya sebagai penipu. Bukan hanya itu, seminggu setelah pertengkaran itu, sang suami mengiriminya surat cerai.

Hati siapa yang tidak hancur jika diperlakukan seperti itu. Ia tak tahu apa salahnya, Tiba-tiba saja ia dipaksa mempertanggungjawabkan perbuatan yang dituduhkan padanya.

Bersambung...

Luka Hati Widya

Seminggu berlalu akhirnya keluarga Pak Tyo pun bertandang ke rumah Ibu Nia. Sesuai dengan janji yang telah mereka buat, Pak Tyo pun membawa serta Alvaro bersamanya. Entah bagaimana cara pria itu memaksa sang putra. Yang jelas saat ini Alvaro ikut bergabung bersama mereka. Meski dengan muka masam, tak suka dengan keadaan yang ada.

"Jadi ini yang namanya Mozza, cantik sekali!" ucap Ibu Zanna saat melihat Mozza datang mendekati mereka.

Terlihat gadis cantik itu tersenyum lembut sembari menyambut keluarga pria yang hendak meminangnya.

"Benar, Tan, saya Mozza." Mozza mengulurkan tangan, mengajak tamu ibunya untuk berkenalan.

Saat berjabat tangan dengan Alvaro, Mozza kembali tersenyum malu. Tiba-tiba saja jantung Mozza berdebar. Seakan menyukai pria yang hendak dijodohkan dengannya. Sedangkan Alvaro, pria yang sekarang berstatus duda itu pun hanya diam tanpa menunjukkan ekpresi apapun.

"Jadi gimana Bu Nia? Apa semua sudah di jelaskan dengan dek Mozza?" tanya Pak Tyo, langsung to the poin. Seakan yakin jika kedua putra putri mereka sudah setuju dengan perjodohan ini

"Sudah, Pak Tyo. Mozza sudah menyetujuinya kok. Dia juga nggak kasih syarat apapun. Selain Al tetap membiarkannya bekerja dan melakukan bakti sosialnya. Kita tahu lah, Mozza sudah berjuang dari nol untuk memperjuangkan anak-anak yang kurang mampu. Masak iya setelah menikah dia ga bisa urus mereka," jawab Ibu Nia sesuai syarat yang telah di ajukan oleh Mozza saat sang ibu menawarinya perjodohan ini.

"Kami rasa itu bukan syarat yang sulit. Tak masalah kan Al kalo misalnya Mozza tetap bekerja dan melakukan kegiatannya yang lain! Untuk mu sendiri, apa kamu mau menyampaikan syarat?" tanya Pak Tyo.

Alvaro menatap Mozza dengan tatapan tajam. Seakan muak dengan situasi ini. Ya, Alvaro tidak suka dengan perjodohan memuakan ini. Baginya berhubungan dengan wanita dan pernikahan itu menjengkelkan. Alvaro sudah punya pengalaman pahit soal itu. Jadi bohong kalau dia tidak malas mengulangnya.

"Masalah syarat ku, biar aku dan Mozza sendiri yang bicarakan. Selebihnya silakan kalian atur saja," jawab Alvaro, kaku.

"Ih, baiklah kalo kalian mau main rahasia-rahasiaan. Jadi lamaran resminya kapan ini enaknya?" tanya Pak Tyo.

"Mereka berdua sama-sama setuju, bagaimana kalo sekarang saja, Pak Tyo. Bukan apa, niat baik kan harus di segerakan!" jawab Ibu Nia dengan senyum senangnya. Ya, meminta Mozza menikah sangat tidak mudah. Ibu Nia tak ingin menghadapi Mozza yang labil. Bisa saja tiba-tiba anak gadisnya ini meminta membatalkan semuanya, kan repot.

Pak Tyo dan Ibu Zanna tak menolak penawaran itu. Justru mereka bahagia. Setidaknya ada gadis yang mau menerima status sang putra yang saat ini tak lagi perjaka.

Tanpa banyak bicara, secara resmi Pak Tyo pun melamar Mozza untuk Alvaro.

Sebagai tanda lamaran ini sah, Ibu Zanna memberikan kalung untuk calon menantunya.

Tepuk tangan dan senyuman kebahagiaan menghiasi pertemuan mereka di malam ini. Mozza tersenyum malu-malu. Sedangkan Alvaro hanya sesekali saja tersenyum. Jujur, dia sangat tidak menyukai keputusan bodoh ini. Andai papinya tidak mengancamnya untuk berhenti menjadi investor di perusahaan, maka dengan berani pasti diaa akan menolak perjodohan yang menyakitkan ini.

Sikap pemaksa Pak Tyo adalah luka untuk Alvaro. Bersama istri pertamanya Alvaro juga merasa terpenjara. Bahkan ia memutuskan jarang pulang ke rumah istrinya. Karena jujur Alvaro muak. Namun pesona siang istri ternyata kadang juga membuatnya lupa, bahwa ia tak menyukai pernikahan itu. Jika pulang kerja rumah, ia tetap meminta Widya melayaninya. Melayani nafsunya. Bahkan Alvaro sampai tak bisa melakukannya dengan wanita lain selain dengan Widya. Entahlah, sejak menikah Alvaro jadi tidak tega menduakan istrinya.

Namun sayang, pesona sepeti itu tidak selalu Alvaro rasakan untuk Widya. Nyatanya, saat ada sedikit saja masalah ia langsung menjadikan masalah tersebut alasan untuk menceriakan istrinya. Kejam sih, tapi Alvaro senang. Akhirnya bisa mengakhiri drama pernikahan itu secepatnya.

Dan bodohnya, sekarang ia terhimpit masalah yang sama. Perjodohan... Shiittt... Ini sangat menjijikan. Batin Alvaro.

***

Di lain pihak..

Sang putra sudah telelap setelah meminum asi darinya. Widya memutuskan bersantai sejenak di kasur setelah melakukan aktivitas wajib itu.

Hatinya berbunga saat melihat bayi mungilnya itu terdiam menikmati mimpi.

Tak ingin menganggu bayi yang ia beri nama Mohammad Arseno Bagas itu, Widya memutuskan untuk bermain ponsel.

Widya sengaja melihat beberapa story WA orang-orang yang ia kenal. Beberapa kali ibu satu anak ini tersenyum melihat story-story yang menurutnya lucu dan menghibur itu.

Namun senyum Widya memudar mana kala ia melihat salah satu story WA dari teman sekaligus anak dari bosnya. Mozza. Ya, story gadis itu yang membuat senyum Widya memudar. Sebab di dalam story itu ada foto seseorang yang sedang tersenyum sembari memakaikan kalung pada Mozza.

Mata Widya menatap nanar foto itu. Tiba-tiba saja tangannya gemetar dan memilih meletakkan ponselnya.

Pria itu..

Pria itu..

Pria yang pergi meninggalkan luka.

Pria yang pergi dengan meninggalkan kenangan untuknya. Kenangan pahit. Kenangan menyedihkan. Bahkan kenangan itu tak mampu ia hapuskan.

Tuhan... Aku sudah berusaha keras melupakannya lalu mengapa tiba-tiba saja ia muncul. Muncul dengan senyum sepelas itu. Senyum yang menandakan kebahgiaan. Mungkinkah dia benar-benar sudah melupakanku? gumam Widya sedih.

Alvaro sudah move on

Lalu dirinya...

Dirinya masih berjuang menyembuhkan luka itu. Luka yang pria itu tinggalkan untuknya.

Segitu mudahkan?

Segitu mudahkan dia menghapus kenangan yang pernah ada di antara mereka berdua?

Widya diam sesaat. Seluruh tulang yang ada di dalam dirinya terasa sakit semua. Bahkan otot yang semula lentur, berubah menjadi kaku. Jantung Widya berdetak lebih kencang bahkan membuat ibu satu anak ini susah bernapas.

Mata Widya menatap tajam ke arah langit-langit kamarnya. Teringat bagaimana pedasnya itu mengeluarkan sumpah serapah nya bahkan talak nya.

Widya tak mampu menjawab apapun kala itu. Sebab ia sendiri juga tidak paham akan situasi yang terjadi.

Bentuk penipuan yang Alvaro tuduhkan padanya juga tidak masuk ke dalam akal sehatnya. Karena ia memang tidak merasa melakukan itu.

Widya menerima perjodohan yang telah diatur oleh ayah dan ibunya hanya karena darma baktinya pada mereka berdua yang telah merawat dan membesarkan selama ini. Sumpah demi apa, niat Widya menerima perjodohan itu hanya untuk menyenangkan mereka.

Lalu tanpa ada angin, tanpa ada hujan, Alvaro menuduhnya menikah dengannya hanya untuk merebut perkebunan yang telah di beli keluarga Alvaro sepuluh tahun silam.

Sungguh, Widya tidak tahu sama sekali masalah itu. Bahkan ia juga tidak paham soal hal-hal yang katanya direncanakan oleh keluarganya. Yang Widya tahu hanyalah dia diminta menjadi istri seorang Alvaro Dirgantara. Seorang pria muda yang ia ketahui sebagai anak dari sahabat ibunya.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!