NovelToon NovelToon

The Magic Knight

Chapter 1: Trauma

"Aaaaarrrrgggghhhhh!!!"

Terdengar suara teriakan yang menggema dari segala sudut desa.

Teriakan akan kesakitan, dan teriakan akan permintaan tolong terdengar dengan amat keras.

Peristiwa yang dikenal sebagai "Purnama Merah Berdarah."

Sebuah peristiwa mengerikan, terjadi pada suatu pulau tersebut.

Dari kejadian tersebut, hanya seorang gadis kecil yang mampu bertahan dan kembali hidup - hidup. Seorang gadis kecil, dengan rambut berwarna putih, seputih salju.

"A-ayah! Ibu! Kakek! Nenek! Semuanya! Tolong, kumohon jangan tinggalkan aku sendiri! Aku takut hidup sendirian!" gadis kecil itu menangis melihat keluarganya yang telah berada di ambang kematian.

"Nak, maafkan ibumu ini! Perjalanan hidup kamu masih sangatlah panjang. Meskipun nanti banyak hal - hal berat yang akan kamu lalui di masa depan, ibu sangat yakin pasti ada sosok orang yang disebut 'sahabat' akan membantu kamu melalui hal itu!" ibu dari gadis kecil itu memberikan sedikit ucapan terakhir kepadanya.

"Ti-tidak, ibu! Aku tidak ingin berpisah dengan kalian semua!" gadis kecil itu terus menangis, dan tidak ingin berpisah dengan keluarganya.

"Maafkan ayah juga ya! Karena ayah tidak bisa melihat langsung masa pertumbuhan putri semasa wayah ayah, menjadi sosok wanita yang kuat dan tangguh di masa depan nanti. Berjanjilah pada ayahmu ini, kamu akan menjadi wanita yang luar biasa!" ucap ayah gadis kecil itu sambil mengusap rambut dari anaknya.

"Tidak, ayaaaahhh!!!!!"

"Semuanya, keluarkan sisa kekuatan sihir dan energi kehidupan kalian! Dan kita akan membuat 'Infinite Defense' untuk melindungi Yukina! Kita tidak boleh mati dengan sia - sia!" perintah dari ayah gadis kecil itu.

"Yaaaa!!!" teriak semua orang yang berada disekitarnya.

Disisi lain, terlihat sebuah kapal besar yang sedang berlayar diatas ombak lautan. Sebuah kapal besar yang mengangkut banyaknya penyihir.

"Hahaha, ini adalah akhir dari desa dan pulau itu! Akan kubakar dan ledakan pulau ini hingga tak meninggalkan apapun. Entah itu keberadaan, barang, maupun penduduknya!" ucap komandan yang memimpin kapal tersebut.

"Memanaslah...."

Sebuah kobaran api yang sangat besar dan panas muncul diatas tangan komandan kapal tersebut. Sebuah api yang membakar habis oksigen disekitarnya.

Namun, sebelum dia mengeluarkan api tersebut, pasukan miliknya telah membuat pelindung resistansi api yang membuat mereka masih memiliki oksigen - oksigen tersebut.

"Dengan aku sebagai pusat sihirnya, aku akan memadatkan energi sihir dan energi kehidupan ini, dan membuat sebuah pertahanan tak terbatas!" ayah Yukina hendak mengeluarkan Infinite Defense.

"Blaze Blast!"

Sihir api dengan tekanan yang sangat kuat, dengan suhu mencapai 1.000.000°C telah dikerahkan menuju pulau tersebut.

"Terbentuklah, Infinite Defense!"

Pertahanan mutlak yang bahkan mampu menahan serangan ruang dan waktu telah tercipta. Pertahanan itu membentuk sebuah lingkaran, dan berputar mengelilingi tubuh dari Yukina.

Dalam waktu yang bersamaan, hantaman dari sihir Blaze Blast yang dikerahkan menuju pulau tersebut mengakibatkan ledakan yang sangat dahsyat.

Kobaran api dari skill Blaze Blast, membakar setiap sudut dari pulau hingga tanpa menyisakan apapun. Bahkan, air laut yang berada disekitar pulau itu pun menguap.

"Ti-tidak! Kumohon, jangan tinggalkan aku sendiri!" Yukina menetaskan air matanya terus - menerus tanpa henti.

Tubuh dari ayah dan ibu Yukina berubah menjadi roh murni atau jiwa yang tidak memiliki tubuh fisik.

"Komandan, sepertinya masih ada satu orang yang tersisa disana!" ucap salah satu bawahan komandan tersebut.

"Apa hanya tersisa satu saja?" tanya komandan kapal.

"Ya, aku hanya dapat bahwa dia satu - satunya yang berada disana!"

"Ayah, ibu, ada apa dengan tubuh kalian?" tanya Yukina.

"Ah, bahkan ketika kami berada dalam bentuk roh murni, kamu bahkan bisa melihat dan berinteraksi dengan kami? Kamu benar - benar anakku yang luar biasa, Yukina!" ucap ayah Yukina.

Yukina mampu melihat dan berinteraksi dengan jiwa, atau roh murni dari orang tuanya. Yang bahkan semua orang tidak dapat melihat, maupun berinteraksi.

"Ayah, Ibu, jangan tinggalkan aku!"

"Nak, meskipun ayah dan ibu sekarang tidak berada disamping Yukina lagi, kamu harus ingat bahwa ayah dan ibumu akan selalu mengawasi pertumbuhan putri tercinta kami. Maka dari itu, ayah dan ibu berharap pada Yukina, tumbuhlah menjadi bunga yang mekar meskipun dalam padang darah berkobar! Maaf, telah membuatmu menanggung beban yang amat besar di masa depan nanti!" pesan dari ayah Yukina.

"Yukina, tidak ada lagi yang ibu sampaikan padamu. Ibu hanya ingin mengatakan satu hal, ibu sangat mencintai Yukina lebih dari apapun. Maka itu, teruslah hidup demi ibu dan ayahmu ini, Yukina!" pesan terakhir dari ibu Yukina.

"Ma-maka dari itu, ayah dan ibu hiduplah bersama aku!"

"Maaf, tapi ayah dan ibumu sekarang tidak bisa tinggal di dunia ini lagi, Yukina. Tapi, suatu saat kita pasti bertemu lagi, yang pasti tidak di dunia ini lagi!" ucap ayah Yukina.

"AARRGGHHHH.... MEMBEKULAH SEMUANYA!"

Secara mengejutkan, terpancarkan energi yang sangat kuat dari tubuh Yukina. Udara panas akibat serangan musuh, mulai berganti menjadi udara dengan suhu yang dingin.

Api yang berkobar, tiba - tiba membeku.

Tidak hanya itu, bahkan pulau dan air laut disekitar juga ikut membeku, lalu hancur berkeping - keping.

"Ko-komandan! Pulau yang terbakar, sekarang telah membeku!"

"Apa? Kejadian seperti ini, sungguh sangat mustahil dilakukan!"

Mereka semua terkejut melihat kejadian yang ada didepan mata mereka.

Lalu, komandan itu melihat kearah pulau tersebut. Ia melihat gadis kecil yang berdiri diatas bongkahan es, dengan sebuah barrier mengelilingi tubuhnya.

"Jangan bilang, gadis kecil itu yang melakukan ini semua? Bahkan Blaze Blastku, mampu dipadamkan?" komandan tersebut masih tidak percaya dengan keadaan yang terjadi didepan matanya.

"Kalau begitu, akan aku serang sekali lagi menggunakan skillku! Memanaslah...."

Sebelum komandan tersebut mengeluarkan sihirnya, keadaan tiba - tiba menjadi sangat hening.

Penglihatan mereka semakin lama, semakin kabur. Tanpa disangka, ternyata muncul kabut yang mengelilingi pasukan mereka.

"Kabut? Entah kenapa, firasatku menjadi tidak enak!" ucap komandan tersebut.

"Putar balik kapalnya! Kita harus segera pergi dari sini, dan melaporkan kepada tuan kita yang sebelumnya telah pergi dari tempat ini! Firasatku menjadi semakin buruk!" perintah komandan kapal tersebut.

"Hoh, firasat buruk apa yang kau rasakan dari diriku?"

Sebuah sosok pria misterius datang diatas kapal yang mereka tempati. Seketika kabut menjadi tebal, dan suasana menjadi semakin sunyi dan hening.

"Ka-kau siapa? Dan hawa dingin apa ini? Ini bukan hawa dingin yang biasa, tapi seperti hawa dingin akan kematian!" komandan kapal menjadi semakin panik.

"Kau tidak perlu tahu siapa aku, karena yang akan kamu ketahui adalah tentang kematianmu. Tidak perlu basa - basi, karena kematianmu telah ditentukan ketika aku datang. Matilah dalam kematian instantku!"

Aura yang sebelumnya ditekan oleh pria ini pun akhirnya dilepaskan. Aura yang terpancarkan telah menekan semua orang yang berada disekitarnya, dan membuat semua tenggelam dalam kematian instant.

"Ternyata tak sekuat yang kuduga, lalu bagaimana cara mereka mengalahkan pria itu? Tadi, mereka berkata tentang "tuan", apa dia yang telah melakukan ini?" gumam pria kabut.

"Gadis kecil berambut putih, infinite defense, dan juga sihir es. Tidak salah lagi, dia anak dari pria itu. Pria yang merupakan salah satu bagian dari 'Nine Of Fallen Angel Door Guards' Iclayn. Maafkan aku temanku, karena datang telat. Tenang saja, aku dan yang lainnya pasti akan merawat anakmu!"

......................

"YUKINA! YUKINA! BANGUNLAH YUKINA!"

Aku membangunkan Yukina, yang sedang tertidur dengan wajah pucat dan mengeluarkan banyak keringat di wajahnya.

"HAAAAA-AAAA!!!"

Yukina terbangun dari ranjangnya dengan nafas yang terputus - putus.

(Sial! Kejadian 8 tahun yang lalu itu, masih terus menghantui pikiranku!) gumam Yukina dalam hatinya.

Lalu, aku mengambilkan segelas air untuk diminum oleh Yukina.

"Terima kasih! Tapi, ngomong - ngomong kenapa kalian semua ada disini?" tanya Yukina.

Oh iya, ngomong - ngomong aku adalah Bryan. Bryan Chevalier! Pria yang memiliki rambut merah keemasan itu adalah Leon, pria berambut kuning adalah Baron, dan gadis berambut hijau adalah Alexa.

Aku melirik kearah teman - temanku yang lain.

"SELAMAT ULANG TAHUN YANG KE 17, YUKINA!"

Hari ini adalah ulang tahun dari Yukina. Jadi, kami datang ke tempatnya untuk memberikan ucapan.

"Ha? Oh iya, aku bahkan lupa kalau hari ini adalah ulang tahunku. Terima kasih teman - teman, hehe."

"HAAAAHHH?!"

Aku dan teman yang lainnya terkejut, bahwa Yukina bahkan melupakan hari ulang tahun dia.

"Oh iya, sekarang kamu telah memasuki umur yang ke 17 tahun, itu berarti kita semua bisa memasuki akademi. Bagaimana kalau besok kita langsung mendaftarkan diri disana?" aku mengajak Yukina, dan teman yang lain untuk memasuki akademi.

"Aku sudah menantikan, akan datangnya hari ini!" ucap Yukina, dengan ekspresi yang tidak sabar.

"AKADEMI IROAS, KAMI AKAN DATANG!!!"

Aku dan teman - temanku langsung menuju ke akademi, dan bersiap untuk menjadi murid di Akademi Iroas.

Chapter 2: Akademi

Setelah Yukina memasuki umurnya yang ke 17 tahun, kami berlima langsung menuju ke tempat akademi berada.

Tempat akademi itu berada di pusat ibu kota, yaitu di Chronoa. Dimana, tempat akademi ini dipenuhi dengan banyaknya penyihir kuat dan orang - orang yang telah berevolusi menjadi seorang hero.

Aku, Yukina, Leon, Baron dan juga Alexa pergi menuju ke tempat itu.

Setelah melalui perjalanan panjang menuju ke akademi dengan menggunakan kaki kami, akhirnya kami sampai didepan akademi Iroas.

"Wow, ini sangat besar! Bangunan ini sungguh megah!" Alexa kagum dengan kemegahan dari bangunan akademi Iroas.

Tiba - tiba datang datang dua orang yang memakai seragam seperti seorang penjaga.

"Kenapa kalian hanya berdiri didepan akademi ini? Apa kalian ada urusan disini? Jika tidak, maka segera pergi!" penjaga gerbang akademi Iroas mengusir kami.

'Hah? Ada apa dengan om - om ini? Mereka datang dan langsung memarahi kami!' Alexa bergumam dalam hatinya.

"Maaf! Tapi, kami berlima kesini untuk mendaftar menjadi bagian dari murid akademi Iroas ini!" aku menjelaskan kepada dua penjaga gerbang, bahwa kami ingin mendaftar ke akademi ini.

Tiba - tiba kedua penjaga itu terdiam sejenak.

"Hahaha, jadi kalian datang kesini untuk mendaftar di akademi ini ya? Baiklah, masuklah kedalam. Semoga kalian berhasil, bocah - bocah!" penjaga gerbang itu mengizinkan masuk.

"Terima kasih banyak!"

Setelah mereka membukakan gerbang akademi, kemudian kami berlima pun langsung berjalan menuju gedung tempat untuk mendaftar menjadi murid di akademi ini.

"Tadi, waktu awal berbicara dengan kita, penjaga itu sangat menyeramkan. Namun, tiba - tiba mereka tertawa kita! Sungguh om - om yang aneh!" Alexa terus bergumam.

"Oi, Alexa! Tidak bisakah kau berhenti berhenti untuk mengeluhkan tentang segala hal? Telingaku sampai lelah mendengarkan keluhan yang keluar dari mulumu itu. Dimana keluhanmu itu, berisikan tentang keluhan yang tidak jelas," Baron mengeluh tentang ocehan yang Alexa ucapkan.

"Apa? Aku tidak mengeluh! Mungkin telingamu saja yang terkena gangguan, Baron!" Alexa merasa bahwa dia tidak berlebihan dalam mengeluh.

"Tidak, kami juga selalu mendengarmu mengeluh loh, Alexa!" aku, Yukina, dan Leon selalu mendengar keluhan dari Alexa juga.

"Sudahlah teman - teman!!" Alexa merasa sedikit malu.

Aku dan temanku yang lain pun langsung tertawa melihat Alexa yang malu - malu.

Setelah kami berlima selesai berbincang - bincang ditengah perjalanan menuju gedung pendaftaran, akhirnya kami pun telah sampai ditempat tersebut.

Melihat kami yang sampai ditempat itu, salah satu staff disitu pun langsung bertanya, "Apa ada yang bisa kami bantu?"

Aku pun menjawab untuk mewakili kami berlima, "Kami berlima ingin mendaftar di akademi Iroas ini!"

"Baiklah, kalau begitu bisakah kalian menyebutkan nama dan juga dimana tempat tinggal kalian?" staff itu menanyakan tentang nama dan tempat tinggal kami.

Lalu, kami pun menjawab dengan satu - persatu.

"Bryan Chevalier."

"Yukina Glace."

"Leon Shirogane."

"Baron Lumiere."

"Alexa Fleur."

Lalu, kami menyebutkan tempat tinggal kami secara bersamaan, "Kami berasal dari desa Xirasia!"

Setelah kami mengatakan tentang nama dan tempat tinggal, staff itu pun langsung memasukan informasi tersebut dalam sebuah alat.

Lalu, staff itu pun menyuruh kami masuk ke tempat untuk melakukan sebuah tes.

Di akademi Iroas ini terdapat 6 tingkatan kelas, berdasarkan kekuatannya.

Kelas tertinggi berada pada tingkat-S, dibawahnya ada kelas-A, kelas-B, kelas-C, kelas-D, dan kelas-E.

Untuk kelas-A dan B, dibagi lagi menjadi kategori A-unggulan, A-normal, B-unggulan, dan B-normal.

Kelas-D dan kelas-E hanya berisikan orang - orang yang bertempat tinggal diluar ibu kota Chronoa. Sekuat apapun orang itu, pada saat awal pendaftaran maka orang itu akan berada pada kelas-D.

"Orang selanjutnya, silahkan memasuki arena tes!"

Setelah menunggu sedikit lama, akhirnya giliran kami untuk melakukan tes pun tiba.

Dalam arena tes tersebut terdapat sebuah 'Magic Gauge' atau disebut sebagai alat pengukur sihir.

Kami disuruh untuk menyerang alat itu menggunakan skill yang kami miliki. Namun, alat itu tidak mengeluarkan angka atau warna untuk mengukur tes kami. Tes kami dinilai langsung oleh seorang penguji dan pendamping nya disini.

"Baiklah, aku akan maju terlebih dahulu!"

Aku maju sebagai pertama.

"Kau telah membaca tata caranya kan? Kalau begitu langsung saja mulai!" penguji itu menyuruhku untuk segera menyerang alat pengukur sihir tersebut.

Aku menyelimuti pedangku yang masih bersarung menggunakan api hitam kebiruanku.

Lalu, aku melakukan tebasan kearah alat pengukur sihir itu, sehingga terjadi ledakan yang besar. Namun, arena tersebut dilindungi oleh sistem pelindung yang sangat kuat, sehingga itu membuat arena tersebut aman.

"W-wow...." penguji dan pendamping nya itu pun terkejut.

"Ya, seperti biasa. Dia luar biasa!" ucap Baron.

"Kalau begitu, aku yang akan maju sekarang!"

Yukina maju untuk melakukan tes.

Yukina mengeluarkan bongkahan es yang besar menggunakan sihir miliknya. Ia pun langsung mengarahkan serangan itu ke alat pengukur sihir.

Serangan yang ia lancarkan membuat seluruh area disitu pun menjadi es.

"Seperti biasa, putri es kami sangatlah dingin!" ucap Alexa.

"Apa ini? Mereka berdua luar biasa!" gumam dalam hati penguji tersebut.

"Kalau begitu, sekarang giliranku!" Leon ingin maju.

Namun....

"Hah? Aku yang akan maju setelah ini, Leon!" Baron pun juga ingin maju.

"Siapa yang mengizinkanmu untuk maju, Baron? Sekarang adalah giliranku!" Alexa juga tidak ingin kalah.

Perdebatan pun terjadi.....

Mereka bertiga berdebatan untuk menentukan siapa yang akan maju sekarang.

"Kalau begitu, bagaimana kita tentukan dengan bertanding?" saran dari Baron.

"Ya, aku setuju!" Alexa dan Leon menyetujui hal itu.

Mereka bertiga pun langsung melepaskan mana yang ada pada tubuh mereka.

Penguji yang merasakan hal itu pun terkejut.

"Berhenti!"

Penguji itu menghentikan mereka bertiga sebelum memulai pertandingan.

"Sudah cukup! Aku telah merasakan mana sihir dari tubuh kalian. Itu cukup untuk mengukur kalian bertiga."

"Hah? Tapi aku belum menyerang alat pengukur sihir itu!" Baron merasa tidak puas.

"Alat pengukur sihir hanya salah satu prosedur untuk menempatkan siswa pada kelas mana. Namun, aku bisa menilai sendiri kemampuan semua murid. Dan kalian semua akan ditempatkan pada kelas-D!"

"HWAAAA.....Kita semua berhasil melewati ujian ini dan masuk pada kelas yang sama!"

Alexa berteriak senang karena kami berlima berhasil masuk ke akademi ini.

"Kalau begitu, kembali dan katakan pada staff itu bahwa kalian lolos dan masuk ke kelas-D!"

Penguji itu menyuruh kami berlima untuk kembali ke staff, dan mengatakan seperti apa yang penguji itu suruh.

Kami berlima pun langsung pergi meninggalkan tempat ujian, dan berjalan menuju ke tempat staff tersebut.

"Mereka berlima adalah harapanku! Meskipun mereka berasal dari pedesaan kecil, namun memiliki potensi yang kuat. Mungkin saja, mereka dapat mengubah pandangan orang - orang di ibu kota terhadap orang di pedesaan, benar kan?" ucap penguji itu.

"Itu benar, tuan Rexon! Mereka berlima berbeda dengan murid - murid yang berasal dari pedesaan selama ini. Mungkin saja, mereka berlima bisa melampaui orang - orang itu!" jawab pendamping itu.

Kami pun sampai ke tempat staff tersebut.

"Oh, kalian telah kembali. Bagaimana hasil kalian berlima?" tanya staff tersebut.

Aku pun menjawab, "Hihihi....Kami berlima lolos dan masuk di kelas-D!"

"Luar biasa! Kalau begitu, letakkan telapak tangan kalian sebelah kanan diatas alat ini!"

Staff itu menyuruh kami untuk meletakkan telapak tangan kami diatas alat yang ada didepan kami.

Lalu, muncul sebuah tanda seperti simbol bernamakan nama kami.

"Itu adalah identitas kalian, yang bernamakan nama kalian dengan khas dari akademi ini. Untuk mengetahui bahwa kalian adalah sekutu."

Kami semua pun senang dan berterima kasih kepada staff tersebut, lalu pergi menuju kelas-D berada.

Chapter 3: Konflik!

Dalam kelas-D terlihat seseorang yang memandangi kami.

'Jadi, mereka yang dibicarakan oleh Rexon itu, ya? Apakah mereka memang sekuat itu?' gumam guru dalam kelas-D.

"Permisi, kami berlima telah selesai melakukan ujian dan mendapatkan hasil untuk masuk di kelas-D ini," aku memberi informasi bahwa, kami berlima berhak memasuki kelas-D.

Guru itu pun menjawab, "Ya, silahkan memasuki ruangan kelas ini. Aku akan memperkenalkan diriku."

Setelah kami berlima memasuki ruangan, perkenalan dari guru tersebut pun langsung dimulai.

"Baiklah, semuanya telah memasuki ruangan ini. Aku ucapkan selamat, karena kalian telah berhasil lolos ujian untuk menjadi murid di Akademi Iroas ini!"

Guru itu memberi kata sambutan dan ucapan terima kasih kepada kami semua, yang berada di kelas-D.

Setelah itu, guru tersebut memperkenalkan dirinya, "Namaku adalah Delon Gremora. Aku akan menjadi pembimbing kalian di Akademi ini. Mohon kerja samanya dengan kalian semua!"

Kami semua pun langsung bertepuk tangan dan bersorak kepada pembimbing kami di kelas-D.

Setelah itu, Alexa pun bertanya, "Guru Delon, apa yang akan kita pelajari selama ada di Akademi ini?"

Guru Delon langsung menjawab pertanyaan dari Alexa, "Pertanyaan yang bagus. Kita akan mempelajari tentang pengendalian sihir, penyempurnaan serangan fisik dan konsistensi tubuh kalian."

Mendengar jawaban dari guru Delon, membuat kami semua sangat menantikan pelajaran yang akan kami peroleh.

"Sekarang kalian boleh meninggalkan kelas ini. Hari ini hanya perkenalan dariku saja. Persiapkan diri kalian untuk besok, karena besok akan ada penyambutan dari sosok yang sangat penting."

Sosok yang sangat penting? Siapakah yang dimaksud oleh guru Delon?

Setelah kelas dibubarkan, beberapa dari kami langsung meninggalkan Akademi dan kembali ke tempat tinggal mereka masing - masing. Namun, ada juga yang masih berkeliling untuk melihat Akademi ini.

Kami berlima memilih untuk mengelilingi Akademi terlebih dahulu sebelum meninggalkan tempat ini, dan kembali ke tempat yang telah kami sewa.

Oh iya, kami menyewa 2 tempat yang akan kami tempati selama kami berada di Akademi. Sebenarnya, ada asrama di Akademi. Namun, kami merasa jika berada di situ, maka kegiatan kami akan dibatasi. Lagipula di asrama itu dibayar dengan mahal.

"Wah, Akademi ini benar - benar menakjubkan. Tempat ini sangat besar, luar biasa."

Alexa kembali terkagum - kagum oleh bangunan yang ada di Akademi.

"Alexa, bisa tidak kau berhenti mengatakan wah, wow, luar biasa, sangat besar, dan sangat megah. Aku sungguh lelah mendengarmu memuji bangunan ini."

Baron merasa kesal mendengar Alexa memuji bangunan Akademi terus - menerus. Namun, Alexa yang tidak terima dengan perkataan Baron pun langsung membalasnya, "Tingkat senimu itu sangat rendah Baron. Kau tidak akan mengerti betapa indahnya seni dari bangunan di sini!"

Mereka berdua pun selalu bertengkar setiap waktu. Hingga akhirnya, orang ini yang melerai pertengkaran mereka.

"Jika kalian bertengkar terus - menerus, Dewa pasti akan menjodohkan kalian berdua."

Ya, dia adalah Nona Putri Es kami, Yukina.

Lalu, kami pun melanjutkan perjalanan untuk melihat sekeliling Akademi. Namun dalam perjalanan, kami melihat seorang teman dari kelas yang sama dengan kami. Dia sedang dibully oleh 5 orang yang berpenampilan seperti seorang bangsawan.

Kami yang melihat kejadian itu pun langsung bergegas menghampiri teman sekelas kami.

"Ti-tidak, saya mohon jangan sakiti saya!" teman sekelasku itu memohon kepada mereka untuk tidak menyakiti dirinya.

Dengan tertawa jahatnya, anak itu berkata, "HAHAHA...Teruslah memohon seperti seorang pengemis!"

Sampai pada akhirnya, anak itu bosan dan akan melancarkan pukulannya kepada teman sekelasku.

Namun, sebelum pukulan itu mengenai wajahnya, aku langsung menahan pukulan itu.

"Sialan, siapa kau?!" anak bangsawan itu bertanya tentang siapa diriku.

Aku pun menjawab, "Bryan, dari kelas-D."

Seketika, anak bangsawan itu menjauhkan tangannya dari diriku. Dia melihat diriku, seakan - akan diriku adalah sampah yang menjijikan.

"Dasar sampah! Kenapa mereka selalu bermunculan dihadapanku, seperti seekor kecoa." anak bangsawan itu memandang kami seperti seekor kecoa.

"Meskipun kau memandang diriku seperti itu, bukan berarti kekuatanku berada dibawah kroco sepertimu!"

Mendengar omonganku barusan, membuat anak bangsawan itu menjadi marah.

"APA KATAMU?! APA SAMPAH INI HARUS DIBERIKAN PELAJARAN, AGAR KAU BISA TUNDUK PADAKU?!!"

"Pelajaran seperti apa yang akan kau berikan? Apa itu pelajaran menjadi seorang pencundang?" ucapku.

Anak bangsawan itu berada pada puncak amarahnya. Sebelum dia mengeluarkan skill miliknya, tiba - tiba ada seorang pria muda mendatangi kami.

"Apa yang kalian lakukan di sini?"

Mendengar suara, dan melihat wajah itu.... Aku langsung teringat seseorang. Orang yang selalu menemaniku saat kecil. Bisa dibilang, dia telah aku anggap sebagai kakak keduaku. Nama dia adalah Mistar.

"Ah, Mistar?!" aku langsung menyapanya.

"Eh?! Apa itu kau Bryan?! Dan juga kalian semua?"

Sebelum Mistar berada di Akademi ini, kami semua sering berkumpul bersama dan melakukan latihan semasa kecil.

"Lama tidak bertemu, Mistar!" aku merasa sangat senang, ketika bertemu kembali dengan dia.

"Lalu, ada apa dengan keributan ini, Bryan?" Mistar bertanya kepadaku.

Lalu, aku menjelaskan kepadanya tentang kejadian yang baru saja terjadi.

"Kalian semua kembali ke tempat masing - masing dan persiapkan diri untuk besok. Aku akan membiarkan kalian terhadap kekacauan hari ini!"

Mistar menyuruh kami semua untuk segera meninggalkan Akademi.

Namun, anak bangsawan itu pun berkata sesuatu, "Aku ingin melakukan pertarungan dengan anak itu!" Dia ingin meminta pertarungan melawanku.

Namun, tidak hanya aku saja yang berniat untuk menerima permintaan pertarungan darinya. Tapi, semua teman - temanku juga ingin menghajar anak bangsawan itu.

"Bagus, kalau begitu kita adakan pertarungan 5 melawan 5."

Setelah itu kami pun bubar dari tempat tersebut.

"Apa kau akan baik - baik saja Bryan? Anak itu adalah putra dari Raja. Dia bernama Zora."

Mistar memberiku informasi bahwa, anak yang sebelumnya berdebat denganku adalah anak dari Raja.

"Mau dia anak dari Raja ataupun Dewa, aku tidak akan takut dan kalah oleh orang sepertinya!" ucapku.

Mistar pun hanya tersenyum mendengar jawaban dariku.

"Bagaimana dengan kabar kalian? Apa kau masih saja dingin seperti dulu, Yukina?" Mistar menyapa kami semua.

"Aku baik - baik saja!" balas Yukina.

'Hahaha, dia tetap sama seperti dulu. Bahkan aku lupa kalau sihirnya pun juga dingin.' Mistar hanya tersenyum.

Leon, Baron, dan juga Alexa memberi tahu kalau mereka baik - baik saja.

"Kalau begitu, kalian semua berjuanglah! Dan untuk kau Bryan, jangan sampai menangis karena dihajar seperti dulu saat kau latihan bersama ayahmu, hahaha."

Aku merasa sangat malu, ketika Mistar mengungkit masa kecilku saat berlatih dengan ayah. Di situ teman - temanku yang lain juga ikut menertawakan diriku.

Lalu, Mistar pun meninggalkan kami semua.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!