"Audrina, pelan-pelan sayang!" Teriak seorang wanita kepada anak kecil yang mengendarai sepeda roda empatnya dengan riang.
"Hahaha... Mama lama sih!" Ucap anak kecil bernama Audrina itu dengan sesekali membunyikan bel yang ada disepedanya.
Wanita yang merupakan ibu Audrina itu terlihat mencoba mengejar Audrina dengan susah payah. Audrina yang terlalu kegirangan mendapatkan sepada baru itu seperti tidak mendengarkan ibunya kali ini. Audrina masih terus mengayuh sepedanya, tanpa tau bahwa di depannya ada jalan menikung kebawah.
Saat Audrina sampai di jalan menurun itu, terdengar suara ibunya yang panik karena melihat Audrina berteriak kencang sekali karena tiba-tiba saja sepedanya melaju dengan cepat.
"Audrina! Rem, nak!" Teriak ibunya panik.
"Ody tidak tau rem,ma!" Anak itu berteriak panik.
Seakan tersadar akan sesuatu, wanita itu berlari mengejar anaknya itu. Audrina baru saja belajar mengayuh, ia belum diajarkan cara untuk mengerem. Terlihat wajah ketakutan dari Audrina saat sepedanya masih tidak mau berhenti dan oleng.
Duakk...
"AUDRINA!" Teriak wanita itu dengan panik saat sepeda anaknya menabrak pohon besar.
"UWAAA!!!!" Audrina menangis sekuat tenaga. Untung saja saat itu ia memakai helm dan pengaman dipersendiannya sehingga tidak terluka parah, hanya goresan kecil di telapak tangannya yang terseret jalan. Ibu Audrina dengan cepat mendekati anaknya dan mengendong anaknya pulang kerumah.
Terlihat air mata masih menempel di pipi Audrina kecil yang tertidur lelap dengan sesengukan, setelah kelelahan menangis hampir tiga jam. Ibu Audrina mengelus pelan rambut anaknya itu sambil sesekali menatapnya sedih dan menyesal dengan kecerobohannya. Kalau saja ia tidak membelikan sepeda baru mungkin Audrina tidak akan terluka, pikirnya.
Wanita itu mencium Audrina kecil lalu keluar dari kamar anak itu. Baru saja keluar, tamparan keras mendarat di pipi wanita itu hingga ia terjatuh ke lantai.
"Kamu ini! Baru sehari saja bermain bebas dengan cucu saya, kamu sudah hampir membunuhnya ya, Kena!" Teriak wanita paruh baya itu.
Kena memegang pipinya yang memanas dan menatap wanita tua itu dalam diam. "Maaf, bu." Ucapnya lirih.
"Maaf? Mudah sekali kamu berkata seperti itu ya!" Ucap wanita itu dengan sedikit berteriak dan hendak masuk ke kamar Audrina.
"Audrina sedang tidur bu."
"Tidak usah ngatur-ngatur saya! Mulai besok, jauhi cucuku!" Wanita tua itu masuk kedalam kamar Audrina meninggalkan Kena yang masih tersungkur di lantai.
Kena yang menerima tamparan mengejutkan itu hanya diam membisu sambil menatap punggung mertuanya dengan sendu. Sempat terpikir di benaknya tentang perlakuan yang sangat keji, tapi ia kembali menerima walau mendapatkan serangan fisik dan verbal yang sangat kelewatan.
...****************...
Sudah hampir sebulan sejak kejadian Audrina jatuh dari sepeda, kini Audrina dan ibunya sedang asik menikmati teh di halaman belakang rumahnya. Terlihat Audrina yang tertawa kecil sambil memainkan pistol gelembung kesayangannya.
"Mama lihat! Gelembungnya banyak sekali." Ucap Audrina kegirangan sambil menunjukkan gelembung yang ia hasilkan.
Kena terlihat antusias. "Iya benar, kira-kira ada berapa ya?" tanyanya sambil pura-pura berpikir.
Audrina kecil sedikit berpikir, "ada seratus gini." Ucap Audrina sambil membuka kedua tangannya melebar. Tangannya yang mungil membuatnya terlihat sangat menggemaskan saat ini.
"Hahaha.. Banyak ya." Kena tertawa gemas melihat keimutan Audrina yang sangat lugu itu. "Ayo sini, makan dulu kuenya."
"Iyah." Audrina meletakkan pistol gelembungnya di meja lalu mendekati ibunya sambil membuka mulut kecilnya menerima suapan kue yang diberikan. Terlihat gerakan kecil dari kepala Audrina saat mengunyah kue manis itu.
"Enak?"
"Eng!" Audrina mengangguk dengan semangat sambil terus mengunyah membuat pipinya menggembung karena kue yang penuh dimulutnya.
"Papa kenapa belum balik ya ma?" Tanya Audrina lagi sambil menerima suapan dari ibunya.
Kena terlihat tersenyum kecut. "Sepertinya sedang bersama klien," ucapnya sendu. Raut muka Kena terlihat memudar, seperti sedang menahan tangis. Seperti tau perubahan dari raut wajah ibunya itu, Audrina menatap ibunya dengan sedih pula.
"Mama kenapa?" ucapnya tiba-tiba dengan suara merendah.
Kena tersenyum simpul sambil merapikan rambut anaknya itu dengan sayang. "Tidak apa-apa, sayang."
Audrina masih menatap mamanya dengan raut wajah sedih, "tidak apa-apa mama. Ada Ody disini. Ody akan selalu menemani mama kapanpun." hiburnya sambil menggenggam tangan ibunya itu.
Kena hanya tersenyum dan memeluk anaknya itu dengan perasaan yang sulit diartikan. Ia memiliki firasat buruk yang tidak bisa dipastikan, hal ini sudah terjadi enam bulan belakangan ini. Perasaan khawatir, takut dan selalu gelisah terus menerus menghantuinya.
Ting...tong..
Ting...tong..
Ting...tong..
"Audrina?" Terdengar suara yang sangat familiar yang membuat Audrina terperanjat kegirangan.
"Papa!"
Audrina dengan cepat berlari ke pintu untuk membukakan pintu kepada ayahnya. Kena hanya duduk saja, hatinya sepertinya terenyuh dan sakit mengetahui suaminya pulang. Entahlah, perasaan itu tiba-tiba saja muncul.
"Audrina, papa kangen banget!" ucap lelaki itu sambil memeluk dan mencubit hidung kecil Audrina dengan gemas.
Audrina tertawa kecil sambil memeluk ayahnya itu, "Ody juga kangen papa!"
"Papa bawa oleh-oleh untuk Audrina."
"Oleh-oleh?" Audrina terlihat antusias. "Apa oleh-olehnya?"
Lelaki itu menurunkan Audrina dan menarik tas kecil yang diikat dengan tas kopernya. Audrina memandang tas itu dengan mata yang berbinar, ia sangat senang saat ayahnya memberikan tas itu kepadanya.
"Wah..." Kagum Audrina saat membuka isi dari tas kecil itu. Baju biru keabuan yang sangat manis dan pita rambut yang serasi dengan bajunya membuat Audrina tersenyum lebar sekali.
"Mama, liat!" Audrina mengembangkan baju itu untuk ditunjukkan kepada Kena yang sedari tadi hanya berdiri saja di sana.
"Wah, cantik sekali." Puji Kena dengan tulus.
"Coba Audrina pakai," seru ayahnya itu dengan antusias.
Audrina menggelengkan kepalanya, tidak seperti harapan kedua orang tuanya. "Ody pakai habis mandi saja, hehe.." sahutnya polos dengan menampilkan senyuman manis dan gigi munggilnya yang memberikan kesan imut.
Seketika kedua orang tuanya tertawa kecil mendengar ucapan Audrina yang sangat polos itu. Ayahnya mengusap pelan rambut anaknya itu lalu melirik kearah ibunya Audrina yang masih senantiasa mendengar ocehan Audrina sambil diiringin dengan tertawa kecil.
"Ini handuknya," Kena memberikan handuk bewarna hijau kepada lelaki itu.
"Terimakasih," balasnya singkat.
Saat Kena hendak meninggalkan kamar, tangannya malah langsung ditarik, "Ken, kamu tidak senang aku pulang?"
Kena diam mematung. "K-kata siapa?" celetuknya gugup.
"Buktinya kamu tidak menyambutku tadi," lanjut lelaki itu.
Kena terlihat gelisah. "S-selamat datang kembali, Key," ucapnya walau telat.
Lelaki yang bernama Key itu menarik Kena mendekatinya dan menangkup pipi Kena sambil melihat manik mata Kena dalam. "Hanya seperti itu?"
Kena yang terkejut hanya bisa diam dan menatap balik mata itu. Mata lelaki yang sangat dicintainya. Mata lelaki yang sangat meneduhkan hati dan sangat ramah kepadanya. Mata yang selalu ia rindukan. Tapi, itu dulu. Sebelum ia memiliki 'klien' itu.
Key memegang pinggang Kena lalu memegang dagu Kena seraya mendekati wanita itu, berniat ingin menciumnya. Seakan tersadar, Kena mendorong Key hingga ia tersandar di tembok.
"J-jangan!" tegas Kena sambil menatap nanar lelaki itu.
Key mengeluarkan smirk yang sulit diartikan. "Hm?"
"Jangan sentuh aku!" seru Kena lagi.
Key hanya menatap Kena dalam diam. Lalu berjalan masuk ke kamar mandi, meninggalkan Kena yang berdiri di sana. Saat pintu kamar mandi telah ditutup, Kena terduduk di lantai sambil menangis lirih. Ia menutup mulutnya berusaha menyembunyikan isakannya.
Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, artinya waktu tidur Audrina sudah tiba. Audrina berlari kecil dan naik keatas tempat tidurnya dengan cepat, diikuti kedua orang tuanya.
Kena duduk di sisi kasur dan merapikan selimut Audrina. "Selamat tidur, sayang."
"Selamat tidur juga untuk mama dan papa," sahut Audrina dengan senyumannya.
Key mencium kening anaknya itu. "Selamat tidur, Audrina. Sebelum kamu tidur papa ada kejutan lagi buat kamu."
"Kejutan?"
"Besok kita pergi ke Villa Daisy, udah lama kan kamu mau main di danau sana?" Key tersenyum lepas.
Audrina terlihat kegirangan sampai ia yang awalnya tidur langsung terduduk. "Benarkah?"
"Iya sayang, benar," jawab Key meyakinkan anaknya itu dan disambut pelukan kecil oleh Audrina.
"Yeay!" Audrina merasa sangat senang begitu pula dengan Key yang tertawa kecil melihat anaknya yang kegirangan itu. Setelah itu, Audrina langsung dituntun Key dan Kena untuk tidur hingga pagi menjelang.
Keesokan paginya, terlihat Kena sudah mulai menata dan merapikan isi tas yang akan dibawa oleh anaknya selama seminggu menginap di Villa. Setelah mengeluarkan beberapa tas dan memasukkannya kedalam mobil, Key mulai membuka gerbang dan memanaskan mobilnya.
"Papa, bola itu tidak dibawa?" Audrina menunjuk bola kuning yang terletak di rerumputan pada halaman rumahnya yang cukup besar.
Key menoleh kearah bola kuning itu. "Bawa saja, nak."
"Oke." Audrina mengambil bola kuning itu dan dibawanya masuk ke dalam mobil. Kena mengunci pintu rumahnya dan menyusul mereka masuk ke dalam mobil.
Sesampainya di Villa, Key langsung menyandarkan pungungnya di sofa ruang tamu untuk beristirahat. Tidak terasa sudah dua jam perjalanan mereka tempuh. Namun, Audrina masih segar dan berlari kegirangan di halaman Villa sambil bermain dengan bola kuning yang ia bawa tadi, sedangkan Kena mengangkat tas bawaan mereka masuk ke dalam Villa.
Audrina tampak kegirangan memainkan bola sambil berlari-lari kecil di sana. Hingga kemudian perhatiannya teralih saat mendengar suara percikan air dari danau, seperti ada yang jatuh ke dalamnya.
Audrina melihat ke arah danau dari kejauhan. Samar-samar ia melihat ada seseorang yang seperti melambaikan tangan kearahnya dari kejauhan. Audrina yang tidak curiga sama sekali membalas lambaian itu dengan tangan mungilnya.
"Kamu ngapain, nak?" tanya Kena yang datang dari belakang Audrina.
Audrina berbalik, "tidak ada, ma," jawabnya sambil berlari menuju ke arah ibunya.
Sore itu, Audrina dan ayahnya kembali bermain bola di halaman Villa. Audrina tampak sangat bahagia dan sesekali menendang bola kuning itu ke arah ayahnya. Kena hanya melihat mereka dan duduk disalah satu bangku dengan menikmati teh serta kue yang dibawakan oleh Key semalam.
Key menendang bola kuning sampai hampir ke danau. Audrina yang melihat itu berlari untuk mengambil bola itu. "Hati-hati Audrina." Pesan ayahnya.
Audrina berlari mengejar bola sambil berteriak. "Iya,pa."
Key melihat Audrina mengambil bola dan dirasa Audrina akan kembali, Key membalikkan badannya menuju Kena untuk beristirahat sebentar. Kena langsung menyodorkan minuman kepada Key saat ia sudah duduk disana.
"Terimakasih," ucap Key sambil menerima minuman itu.
Kena hanya tersenyum tipis. Saat Kena mengalihkan pandangannya ke arah Audrina, tiba-tiba ia tidak dapst menemukan anaknya di sana. Seketika rasa panik mulai melanda Kena.
"Key, Audrina mana?" Kena memegang tangan kanan Key. Key meletakkan gelasnya, sambil mencari keberadaan Audrina juga.
Audrina tidak ada.
"Key, Audrina kemana?!" Kena menaikkan sedikit oktaf suaranya dengan suara bergetar.
"Tenang, Ken. Dia pasti disekitar sini." Ucap Key menenangkan. Sampai pandangannya jatuh ke arah tepi danau, dimana bola kuning tadi berada.
Audrina tampak kegirangan mengambil bola kuning itu dan saat ingin berbalik, terdengar suara halus memanggil Audrina dari danau.
Audrina yang penasaran mulai mendekati danau itu hingga sampai di jembatan kayu yang berada diatas danau.
"Halo? Ada orang?" Tanya Audrina dengan polos.
Audrina tidak mendengar suara halus itu lagi, melainkan suara desiran halus dari danau. Saat hendak berbalik, tanpa disadari ada kayu yang patah dan bolong disana. Audrina yang terjatuh akhirnya mendarat diatas kayu, karena licin tangannya tergelincir dan menyebabkan dia masuk kedalam air.
Audrina yang masih kecil dan tidak bisa berenang berusaha mengapai atas air. Hanya saja, hal itu tidak bisa ia lakukan yang ada ia semakin masuk kedalam air meminum banyak air dan kehilangan oksigen.
Mama tolong Ody.
Saat Audrina sudah hampir kehilangan kesadaran, samar-samar ia melihat ada seseorang yang mendekatinya.
"Tenang, aku akan menyelamatkanmu..."
Suara lembut itu terdengar kembali dan menghilang perlahan beriringan dengar sentuhan yang menarik Audrina ke atas air.
...-----...
Key melihat bola kuning yang dimainkan Audrina tadi berada diatas air berlari panik. Ia memiliki firasat buruk Audrina tenggelam. Seketika napasnya tercekat.
"AUDRINA!" Teriak Key dengan panik kearah danau.
Setibanya disana, ia bisa melihat Audrina yang tiba-tiba muncul ke permukaan sambil mengibakkan air. Key dengan cepat menarik tangan Audrina dan membaringkannya diatas jembatan.
"Audrina, hei!" Key mengoyangkan sedikit badan anaknya itu.
"Ya ampun, Audrina!" Ucap Kena dengan suara bergetar, rasa takut mulai menjalar di tubuh Kena.
Uhukk..uhuk...
Key seketika bisa bernapas dengan sedikit lega. "Kena, cepat buatkan air hangat!" Perintah Key sambil menggendong Audrina dan mereka berlari masuk ke dalam rumah.
Kena dengan tangan bergetar mulai mengompres Audrina yang tertidur di atas kasur. Ia sesekali menangis melihat wajah Audrina dan merasa ngeri dengan kejadian tadi. Apa yang akan terjadi jika mereka terlambat menolong Audrina tadi? Ia tidak sanggup bila harus kehilangan anak kesayangannya ini.
Key mengelus pundak Kena perlahan berusaha menenangkannya yang khawatir. "It's okay. Audrina will be fine, okay." Ucapnya pelan.
Kena memegang tangan Key yang berada di pundaknya. "Aku takut," ucapnya dengan suara bergetar.
"It's okay. She will be okay, don't worry." Key kembali menenangkan Kena dan mencium puncuk kepalanya berusaha menenangkan Kena yang tampak sangat syok dan khawatir dengan apa yang baru saja terjadi.
Setelah dirasa Kena sudah cukup tenang, Key menarik tangan Kena untuk mengajaknya keluar dari kamar agar Audrina bisa beristirahat dengan nyaman. Kena yang semulanya menolak untuk meninggalkan Audrina sendiri di kamar, akhirnya mengalah dan menuruti kemauan Key. Tidak sampai hati untuk meninggalkan anaknya itu, namun ia juga ingin melihat Audrina sehat kembali sehingga ia harus membiarkan anaknya itu mendapatkan istirahat yang cukup.
Malam pun tiba, Audrina terbangun dan membuka matanya perlahan. Audrina menatap kesekeliling, ternyata dia sudah berada dikamar.
Tuk..tuk...
Audrina melihat kesekitar, dia seperti mendengar suara ketukan. Apa dari pintu? Audrina menatap pintu kamarnya dalam diam.
Tuk..tuk..
Audrina menoleh kearah kanannya, sepertinya suaranya bukan dari pintu. Melainkan dari jendela.
Tuk..tuk..
Audrina sedikit bersimpuh untuk melihat ke arah jendelanya. Betapa terkejutnya ia saat melihat ada seorang anak laki-laki yang seumuran dengannya sedang duduk tepat diluar jendelan kamarnya, padahal kamar Audrina sendiri berada di lantai 2, bagaimana mungkin ada anak kecil yang memanjat sampai setinggi itu.
Audrina memberanikan diri membuka jendela kamarnya, seketika terasa udara dingin malam mengenai tubuhnya. Anak laki-laki itu tidak memakai baju atasan, sehingga terlihat jelas warna kulitnya yang putih dan sedikit pucat. Dengan telinga yang sedikit lancip, mata agak kehijauan dan rambut hitam. Anak laki-laki itu tersenyum lebar hingga menampilkan gigi taringnya yang panjang.
Audrina menatap anak laki-laki itu dengan bingung. "Kamu siapa?" tanya Audrina ragu-ragu.
Anak laki-laki itu masuk melewati jendela kamar Audrina dan duduk diatas kasurnya, berhadapan. "Aku Aoihan."
"Ian?" Audrina memiringkan kepalanya.
"Aoihan. Kamu bisa panggil aku Aoi." Ucap anak laki-laki itu lagi.
"Aoi." Audrina mengikuti ucapannya.
Aoi mengangguk. "Kamu Audrina, kan?"
"Iya, aku Ody," seru Audrina yang sampai saat ini masih belum bisa menyebutkan namanya sendiri dengan benar.
Aoi tersenyum lagi. "Mari berteman!" Aoi mengulurkan tangannya kearah Audrina yang disambut dengan ramah olehnya.
"Kamu sudah baikan?" Tanya Aoi.
Audrina mengangguk. "Aoi kenapa tidak tidur? Sudah malam." Tanya Audrina penasaran.
Aoi menatap keluar jendela kearah danau. "Aku memang tidak pernah tidur". Jelasnya membuat Audrina bingung.
"Tidak tidur?"
Aoi tertawa kecil. "Iya, kami tidak tidur seperti kalian para ándras."
"Apa itu ándras?" Tanya Audrina lagi.
Aoi menoleh kearah Audrina. "Dalam bahasa kami, kalian kami sebut ándras. Mungkin dalam bahasa kalian, manusia." Jelas Aoi.
"Memangnya kamu bukan manusia?" Celetuk Audrina.
"Bukan, kami Siren." Aoi mendekatkan jari telunjuknya ke kening Audrina. "Seperti inilah kami, aku akan menunjukkannya kepamu karena kita sudah berteman."
Aoi menunjukkan kilasan singkat dengan berbagi pikirannya mengenai Siren dengan jarinya. Terlihat kawanan siren dengan ekor yang sangat indah dan berkilap sedang berenang di bawah air, beberapa dari mereka memiliki sisik yang berwarna biru keabuan. Setelah beberapa detik, Aoi menjauhkan jarinya, lalu menunjukkan telapak tangannya yang memiliki selaput di sela-selanya. Setelah disadari, ternyata banyak sisik disekitar wajah dan pinggang Aoi yang tadinya tidak terlihat dengan jelas.
Audrina menyentuh tangan Aoi tanpa rasa takut. "Lembut sekali," pujinya.
"Terimakasih." Aoi menutup tangannya kembali dan melihat kearah danau lalu menoleh ke arah Audrina lagi, "maaf, sepertinya aku harus pulang." Aoi kembali memanjat keluar jendela dan sempat ditarik oleh Audrina.
"Apakah Aoi yang ada di danau tadi?" Audrina masih memegang tangan Aoi dan mendapat anggukan kecil darinya.
"Sampai jumpa kembali, Ody." Aoi tersenyum menampakkan taringnya yang tajam itu.
"Apakah kita masih bisa bertemu lagi?" Audrina tampak tidak rela melepas Aoi, mereka baru saja berkenalan.
Aoi menurunkan kakinya dari jendela dan bersimpuh di depan Audrina. Ia kemudian memegang kedua bahu Audrina dan menempelkan kening mereka berdua hingga terlihat cahaya putih disana, lalu membuka matanya dan melihat langsung ke manik mata kecoklatan milik Audrina.
"Janji."
...****************...
Audrina seperti terbangun dari mimpi. Ia mengucek matanya dan melihat ke sekeliling lalu beralih melihat matahari pagi yang menerpa halus kulit wajahnya. Seketika arah pandangnya beralih menuju ke arah pintu kamar yang telah dibuka oleh ayahnya.
"Selamat pagi, sayang. Apakah sudah enakan?" tanya Key dengan lembut sambil mengelus rambut Audrina dengan sayang.
"Selamat pagi, pa. Sudah kok." Jawabnya sambil tersenyum manis kearah papanya. Dari wajahnya sudah terlihat jelas kalau Audrina sudah kembali sehat dan ceria seperti sebelumnya.
Key mengajak Audrina untuk beranjak dari tempat tidurnya dan membawanya untuk segera mandi dan bersiap-siap.
Audrina memainkan bebek kecil bewarna kuning yang mengapung di atas bak mandinya. Key dengan hati-hati mengusap rambut anaknya dengan sabun, sesekali ia juga memainkan rambut anaknya itu menjadi bentuk-bentuk aneh. Setelah asik memainkan rambut Audrina ia kemudian membilas rambut dan tubuh Audrina dengan air.
Key mengangkat tubuh Audrina lalu menghandukinya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ia pun membawa anaknya ke depan lemari pakaian, mulai memakaikan baju dan mengeringkan rambut Audrina yang kemudian disisir rambut Audrina dengan lembut.
Kena sudah menyiapkan nasi goreng untuk sarapan mereka bertiga. Audrina menggandeng tangan ayahnya dan duduk disalah satu kursi untuk sarapan. Terlihat wajah terharu dari Kena, saat melihat Audrina makan dengan lahap dan tidak bersisa. Selesai makan, Audrina minta izin untuk memainkan plastisin yang ada di ruang tamu.
Sudah 6 hari mereka menginap disana, dengan melakukan berbagai kegiatan yang menyenangkan untuk mengisi waktu luang mereka. Kecuali ke danau, Key melarang mereka untuk melakukan kegiatan di danau. Ia tidak ingin kejadian yang sama terlulang kembali.
"Papa, liat biskuit Ody bentuknya bunga!" Audrina dengan antusias menunjukkan karya seninya.
Key dan Kena yang hanya melihat coretan asal diatas biskuit Audrina hanya tertawa sambil memuji-muji anaknya itu.
"Liat punya mama. Bentuk apa hayo?" Tanya Kena kepada Audrina.
Audrina tampak berpikir. "Pohon!" Teriaknya penuh semangat.
"Pinter!" Seru Key dan Kena berbarengan.
Mereka bertiga pun terlihat sangat menikmati kegiatan membuat biskuit ini, sampai tidak sadar akan bahaya yang menimpa mereka.
Setelah memasukkan biskuit yang mereka buat kedalam toples, terdengar suara bel yang membuat Kena segera membuka pintu. Sesampainya disana, ia hanya mendapati satu kotak coklat tanpa nama disana. Kena mengambil kotak itu, lalu membawanya masuk tanpa curiga.
Key terlihat sedang asik bermain dengan Audrina di ruang tamu. Tanpa ingin menganggu, akhirnya Kena membuka kotak coklat tadi dengan cutter. Saat dibuka, hanya ada beberapa benda disana. Parfum dan secarik kertas yang bertuliskan for you. Hanya itu saja tanpa penjelasan lain.
Kena mengambil parfum itu, lalu menciumi nya dengan perlahan. Tidak ada aroma apapun. Ia pun mencoba menyemprotkan ke atas tangannya, dan saat dicium ia mendapati aroma yang sangat menyakitkan dan bau menyengat sekali. Rasanya indra penciumannya mulai mati rasa dan lidahnya mulai kelu.
"Akh!" Pekik Kena tertahan.
"Ada apa, Ken?" Key terlihat mendekati Kena dari belakang dengan sedikit berlari.
"Ih, apa apaan ini? Bau banget!" Perintah Kena sambil menunjuk ke kotak coklat yang ada di atas meja.
"Apa ini, Ken?" Key hendak menyentuh botol yang dikira parfum itu, namun di pukul oleh Kena. "Aw!"
"Jangan dipegang, buang itu!" teriak Kena lagi sedikit sewot.
"Iya, iya.." Key akhirnya menuruti Kena lalu membuang kotak beserta isinya ke tempat sampah diluar.
Audrina menghampiri ibunya yang sedang mencuci tangannya dengan sabun di wastafel. "Mama gapapa?" Tanya Audrina kecil itu.
Kena mengelap tangannya dengan handuk lalu mengangguk. "Tidak apa-apa sayang."
Audrina tersenyum tipis sambil memeluk boneka biru ditangannya, hingga tiba-tiba ibunya jatuh tak sadarkan diri. Itulah kalimat terakhir yang didengarnya sebelum akhirnya Audrina menjadi piatu.
...****************...
Key dan Audrina bergandengan tangan dan tampak menatap kearah pemakaman yang bertuliskan nama 'Kena Ghania'. Key hanya menatap batu nisan itu dengan pandangan kosong, sedangkan Audrina hanya diam saja. Terlihat banyak orang berpakaian serba hitam memenuhi pemakaman. Audrina kehilangan ibunya diusianya yang ke 7 tahun.
'Ody..'
'Ody..'
Terdengar suara halus yang memanggil nama Audrina.
Audrina yang mendengar itu mulai menggoyangkan sedikit tangan ayahnya. Sudah hampir tiga kali dilakukan, sampai akhirnya ia menengadahkan kepalanya untuk melihat ayahnya yang tidak merespon goyangan tangannya. Ayahnya hanya menatap lurus ke arah pemakanan ibunya.
'Ody..'
Audrina akhir mengalihkan pandangan ke sekitar penziarah, tidak ada yang melihatnya saat ini. Mereka semua menundukkan kepalanya. Audrina menoleh ke belakang, dilihatnya ada seorang anak laki-laki yang sedang melambaikan tangannya dari balik pohon dengan senyuman yang menampakkan taringnya.
Anak laki-laki itu adalah Aoi.
...-----...
11 tahun kemudian...
Goresan demi goresan halus tertuang di atas canvas yang semula bewarna putih. Terdengar alunan musik klasik yang memenuhi ruangan dengan nuansa putih itu. Telihat banyak sekali lukisan disana baik itu dari tema abstrak, potrait, surelisme, klasik, pop art, hingga fantasi dan masih banyak lagi tema lainnya.
Sentuhan akhir nan lembut dari tangan putih mulus yang sudah penuh dengan cat itu menjadikan akhir yang sempurna untuk lukisan itu. Akhirnya, karyanya yang ke 1000 selama 7 tahun terakhir ini telah diselesaikan dengan sempurna.
"Hah.. Akhirnya selesai juga." Seru gadis itu sambil tersenyum tipis, merasa bangga dengan pencapaiannya sejauh ini.
Tok..tok..tok..
"Audrina, ayo makan siang dulu."
"Iya, pa." Teriak Audrina sambil merapikan alat melukisnya. Audrina melirik lukisannya sekilas lalu keluar dari ruangan itu dengan senang.
Tidak terasa, sudah lewat 11 tahun sejak kematian ibunya. Kini Audrina sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik dan pemalu yang berusia genap 18 tahun. Ia masuk ke salah satu sekolah seni yang berada di tengah kota dengan beasiswa yang diperolehnya melihat dari portofolio yang hampir 7 tahun terakhir ini ia kumpulkan. Jerih payahnya tidak sia-sia.
Seminggu dari sekarang, ia akan menghadiri acara penghargaan yang akan diadakan di conventional hall terbesar di kotanya.
Audrina mendekati meja makan yang sudah ada ayahnya disana. "Hai, pa." Sapanya.
Key tersenyum tipis. "Makan dulu."
"Iya," jawab Audrina singkat seraya menarik salah satu kursi dan duduk di sana.
Setelah makan, Key tampak sedang memeriksa ponselnya dan menatap Audrina. "Bagaimana lukisan kamu?"
"Sudah selesai, pa. Tinggal Ody dokumentasikan." Jawab Audrina sambil merapikan piring yang kotor untuk selanjutnya ia cuci.
"Baiklah, papa pergi ke kantor dulu ya. Sepertinya akan pulang telat hari ini," ucap Key sambil mencium puncak kepala Audrina lembut.
"Hati-hati, pa."
Audrina melihat bayangan ayahnya melewati pintu dan kembali lanjut untuk mencuci piringnya. Setelah itu, ia kembali ke ruang kerjanya dan mendokumentasikan karyanya dengan kamera dslr miliknya. Ia menghiasi dengan beberapa atribut untuk menghasilkan gambar yang estetik dan terkesan pure dengan menggunakan beberapa barang yang sudah ia siapkan sebelumnya.
Selesai mengambil dokumentasi, ia langsung membuka laptopnya dan mengirimkan file karyanya ke situs dan beberapa berkas yang harus dikumpulkannya. Audrina sedikit merenggangkan pungungnya dengan bersandar ke kepala kursinya. Ia mengalihkan pandangan ke lukisan terakhirnya itu.
Perlahan ia mendekati lukisan itu sambil terus membaca tulisan yang sudah di cetak disana, 'Love in Siren'. Itu tema dari lukisannya kali ini.
Terlihat dua tokoh yang tergambar disana, manusia dan siren dengan ekor berwana putih kebiruan dengan kilap keabuan di sekitar sirip pada bagian pipi, torso hingga tangannya. Mata kehijauan dan selaput itu mengingatkannya akan mimpi yang selalu dan selalu saja mendatangi tidurnya.
"Aoi," ucapnya perlahan sambil menatap lekat lukisan itu.
'Ody..'
Suara lembut itu kembali terdengar dan memanggilnya, ia menoleh ke belakang. Di sana ia bisa melihat sosok Aoi sedang melambaikan tangannya dengan senyum khas yang menampilkan taringnya. Manis sekali, pikirnya.
Aoi yang dilihat- lihat belakangan ini bukan Aoi kecil yang dulu ia lihat. Aoi kini sudah tumbuh menjadi lelaki tampan seumuran dengan Audrina saat ini. Rambut hitam yang dulunya pendek sudah sangat panjang hingga mengenai pimggangnya. Rambut Aoi sudah tumbuh sepanjang rambut Audrina saat ini.
Audrina mendekati Aoi.
"Aoi, bagaimana kabarmu?" tanya Audrina dengan lembut.
"Baik, bagaimana denganmu?" Aoi gantian bertanya.
"Baik juga." Audrina tersenyum tipis. Aoi yang melihat senyuman Audrina terdiam lalu mengelus perlahan rambutnya. Tangan Aoi turun menyentuh pipi Audrina.
"Tanganmu lembut sekali. Tanganku saja kalah." Audrina memegang tangan Aoi yang berada di pipinya
Aoi terkekeh pelan. "Aku kan melakukan perawatan ala siren," godanya.
"Mau juga dong," rengek Audrina.
"Mana bisa, ándras lemah seperti kamu tidak akan kuat." Aoi mencubit pipi Audrina.
"Ih, aduh. Jangan dicubit!" Kesal Audrina sambil berusaha melepaskan tangan Aoi dari pipinya.
Aoi tertawa. "Nah, gitu aja sakit kan?" Goda Aoi lagi.
Audrina tampak kesal. "Perawatan itu mana ada yang gak sakit," sergah Audrina lagi tidak mau kalah.
"Kalau kamu mau perawatan siren, kamu harus jadi siren juga," celetuk Aoi.
Kalimat ini selalu terlontar dari Aoi apabila bertemu dengan Audrina. Terkadang Audrina sempat memikirkan akan mengiyakan hal itu, tapi mulutnya seakan mengunci untuk melontarkan kalimat itu.
Aoi menoleh ke belakang. Seakan tau kebiasaan Aoi itu, Audrina memasang wajah sedih dan memeluk Aoi. "Jangan pergi dulu," rengek Audrina yang masih belum puas bertemu dengan Aoi saat ini.
Aoi yang mendapat pelukan itu langsung membalas pelukan Audrina lembut, seraya memegang bahu dan menyatukan kening mereka. Cahaya putih kemudian terpancar dan Aoi kembali menatap manik mata Audrina dengan dalam, iris mereka bertemu.
"Kita pasti akan bertemu lagi," seruAoi sambil tersenyum.
Saat itu Audrina membuka matanya, ia ketiduran. Aoi kembali muncul dan mimpi yang selalu tampak nyata itu membuatnya tersenyum perlahan. Kehadiran Aoi membuatnya tidak kesepian dan selalu membuatnya merasa nyaman.
Walau hanya dalam mimpi.
...****************...
Audrina berjalan menuju panggung saat namanya dipanggil dan dinobatkan sebagai penerima penghargaan youth painter potensional yang telah menyelesaikan 1000 karya lukisan yang telah dibuat selama 7 tahun terakhir. Terlihat senyuman manisnya terukir di sana, ayahnya dan ribuan orang menyambutnya dengan antusias diiringi tepuk tangan yang meriah. Gaun abu-abu dan hiasan rambutnya serasi dengan kerendahan hati Audrina.
Salah satu MC memberikan bunga kepada Audrina dan juga piala beserta dengan piagam penghargaan. Audrina menundukkan kepalanya sambil tersenyum dan menerima semua itu dengan bahagia.
Acara penyerahan sudah selesai, saatnya sesi wawancara. Audrina menerima sekitar 5 penghargaan internasional dan 2 penghargaan nasional karena karyanya. Selama sesi wawancara, Audrina selalu menjawab pertanyaan dengan singkat dan jelas.
Hampir satu jam lebih wawancara dilakukan, akhirnya Audrina bisa beristirahat diruang ganti dengan tenang. Sungguh hari yang sangat melelahkan.
Ting..
Terdengar notif pesan masuk dari ponselnya.
...✉️ 1 pesan diterima...
Zayn
Selamat, Audrina! Semoga tahun depan dapat lebih banyak lagi penghargaannya. Aamiinn...
22.53✔️✔️
Audrina membaca pesan itu dalam diam. Tidak ada sedikitpun niatan untuk membalasnya. Seketika ia kembali teringat Aoi dan matanya mengeluarkan air mata. Seperti mengetahui perasaan Audrina saat ini, tiba-tiba Aoi muncul dihadapannya dan menghapus air matanya itu.
"Hei, jangan menangis." Aoi menangkup wajah Audrina. Audrina masih sesengukan menangis. "Aoi ada disini, Ody jangan nangis lagi ya.." Aoi menatap manik mata Audrina yang dalam.
Audrina seakan terlela dengan tatapan dalam yang diberikan Aoi mulai berhenti menangis.
"Aoi." Panggil Audrina lirih. Aoi menyatukan kembali kening mereka dan Audrina tersadar kembali dari tidurnya.
Aoi selalu melakukan itu untuk mengikat Audrina dengannya. Agar mereka selalu bersama dan bergantung satu sama lain. Ikatan yang tanpa disadari mulai mengerat dan sangat sulit untuk diputus.
Aoi sengaja melakukan itu, sehingga Audrina akan selalu mengingatnya. Tanpa sadar, Audrina memang tidak bisa mengalihkan pikirannya dari Aoi. Ikatan yang diberikan Aoi tanpa sadar menghilangkan rasa kesepian dan jenuh dari dalam diri Audrina. Ia lebih memilih meninggalkan semua kegiatannya untuk berjumpa Aoi dalam tidurnya.
Aoi sudah hampir menguasai Audrina dalam pikirannya. Mungkin suatu saat dia juga akan bisa menguasai hati dan tubuhnya.
...****************...
Aoi mengibaskan ekornya dengan kuat dan lihai menuju ke dasar danau, dimana ia dan kaumnya mendekati sebuat kastil biru kecil yang berada tepat di sebelah pilar putih besar yang ada disana. Saat Aoi melewati pintu kastil itu, suara detingan seperti lonceng kecil yang halus mulai terdengar seakan menyambut kedatangan. Suara itu perlahan hilang saat Aoi duduk di sebuah batu biru terang yang cukup besar dan berhadapan langsung dengan kerang besar bewarna putih yang terdapat cermin bundar disana. Cermin itu berkilau saat terkena sinar dari sisik Aoi.
Aoi mengelus pelan permukaan cermin sambil berbicara kepada cermin itu.
...'O kathréfti ton Aidón, dóse mou pliroforíes' (Wahai cermin Aides, beri aku informasi!)...
Seketika cermin itu terasa seperti bergerak dan seperti berbicara kepadanya. Suara lirih dan serak keluar dari cermin itu, lalu ia bertanya kembali kepada tuannya.
...'Ti pliroforíes o árchontá mou, o Aoïchán gios tou Ágies?' (Informasi seperti apa wahai tuanku, Aoihan putra Aeyes?)...
Aoi tersenyum simpul.
...'Fysiká. I agapiméni mou, i Audrina kóri tou Keynanda Alvaro' (Tentu saja. Kekasihku, Audrina putri dari Keynanda Alvaro)...
...'Nai, árchontá mou, o Aoïchán gios tou Ágies' (Baik tuanku, Aoihan putra Aeyes)...
Cermin itu samar-samar mulai menampilkan sosok Audrina disana. Terlihat Audrina yang sedang melukis dan terdapat beberapa cat yang mengenai pipinya. Aoi mengelus pelan wajah Audrina dari cermin, seketika Audrina terperanjat kaget karena sentuhan halus yang tiba-tiba saja.
Bisa dilihat dari cermin, Audrina seperti tau siapa yang mengelus pipinya. Aoi tersenyum sangat manis sampai menaikkan sirip di punggungnya. Audrina seperti berbicara kepada Aoi dan menuliskan sesuatu di sebuah kertas lalu membalikkannya. Audrina memanyunkan sedikit bibirnya, dengan memegang tulisan 'Aoi jangan gangguin Ody, ini tugasnya gak siap-siap nanti.'
Aoi tertawa kecil memperlihatkan gigi taringnya yang menjadikannya lebih tampan. Sesuai ucapan Audrina, Aoi berhenti menganggunya dengan mengusap rambutnya dari cermin dan menyentuh pelan hidung Audrina.
Sebelum menyuruh cermin untuk kembali tidur, Aoi menatap bibir pink Audrina yang sangat manis. Aoi menyentuh bibir itu, membuat Audrina seketika mematung.
"Tóso ómorfa cheíli." (Bibir yang sangat indah) Aoi bermonolog.
Aoi mendekatkan wajahnya dan mengecup pelan bibir pink Audrina, tanpa Aoi sadari ternyata kedua pipi Audrina sudah memerah saat ini.
Aoi menjauhkan wajahnya dan menidurkan cermin meninggalkan Audrina yang masih berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi.
"Ta léme, Audrina." (Sampai ketemu lagi, Audrina)
...'Epistrépste ston ýpno kathréfti ton Aidón' (Kembalilah tidur cermin Aides)...
...'Málista kýrie' (Baik, tuan)...
Cermin itu kembali menjadi seperti bentuk awalnya, menampilkan Aoi yang terseyum dan meninggalkan kastil temoat kediamannya itu.
...----...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!