NovelToon NovelToon

Pesona Sugar Daddy

BAB • SATU

Dia ada Fania Atmaja. Mahasiswi akhir disalah satu Universitas ternama di kotanya. Terlahir dari keluarga kaya raya membuat Fania tak kekurangan dari segi materi. Semua kebutuhan bisa terpenuhi. Apa yang diinginkan tinggal pilih dan tunjuk. Namun, meskipun begitu Fania haus akan kasih sayang. Orang tua Fania sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Sang Ayah sibuk dengan bisnis yang semakin hari semakin meroket tinggi dan sang Ibu yang setiap hari sibuk dengan teman-teman sosialitanya. Tentu saja keduanya tidak memiliki waktu bersama dengan Fania lagi.

Fania hanya bisa merasakan kehadiran kedua orang tuanya saat melakukan sarapan pagi. Setelah itu mereka tidak akan terlihat lagi sampai malam nanti. Bahkan sekedar makan malam bersama saja mereka tidak bisa melakukannya di rumah.

"Fan, bagaimana kuliahmu? Kapan wisuda?" tanya Frans— papa Fania.

"Masih lama, Pa. Magang aja belum," jawab Fania dengan malas. Bagaimana tidak malas, jika pertanyaan itu selalu diulang terus-menerus saat mereka sedang duduk bersama.

"Papa gimana sih, perasaan kemarin Papa udah tanya sama Fan kapan wisuda, eh hari ini diulang lagi. Belum tua tapi udah pikun," timpal Maria— mama Fania.

"Oh iya kah? Papa lupa," ujar Frans sambil tertawa kecil.

Setelah perbincangan singkat itu tak ada lagi kata yang terucap kembali. Hanya denting sendok dan piring yang beradu untuk memecahkan keheningan pagi itu. Bahkan saking sibuk dengan dunia mereka, sampai-sampai saat sarapan pun keduanya hanya fokus pada gawai mereka masing-masing tanpa ingin peduli dengan Fania yang berada dihadapannya. Karena merasa kesal, Fania memutuskan untuk pergi ke kampus lebih awal.

"Sampai kapan? Sampai kapan mereka akan peduli denganku?" batin Fania dengan dada yang terasa sesak.

"Pagi, Non. Tumben udah keluar? Ada kuliah pagi?" tanya pak Ujang yang sedang menyesap kopinya di teras.

"Iya, Pak. Tolong anterin ya," pinta Fania.

"Siap, Non." Pak Ujang langsung menghabiskan kopi pahitnya.

.

.

Kedatangan Fania ke kampus terlalu cepat. Bahkan para sahabatnya belum ada satupun yang datang. Semua itu Fania lakukan karena malas untuk melihat dua orang terpenting dalam hidupnya bagaikan orang asing.

"Tumben Mbak Fan datang lebih awal?" tanya Pak Toyib, seorang satpam yang sedang bertugas didepan pintu gerbang.

"Iya, Pak. Ada jadwal pagi," ujar Fania dengan berbohong.

"Oh, begitu ya. Tapi geng tiga macan belum datang," ujar pak Toyib lagi.

"Tiga macan?" Fania menautkan kedua alisnya sebab dia tidak tahu siapa yang dimaksud oleh Pak Toyib.

"Aduh, sama gengnya sendiri masa gak tahu. Itu lho tiga cewek cantik temennya Mbak Fania," jelas Pak Toyib lagi.

Kini Fania baru mengetahui jika persahabatan dengan tiga orang yang dikenal sejak tahun pertama kuliah mempunyai nama lain. Bahkan baru kalian ini Fania mengetahui jika mereka mempunyai julukan lain di kampusnya. Entah siapa yang mencetuskan nama geng itu, tetapi Fania merasa sangat terhibur. Berati jika dirinya gabung bersama tiga sahabatnya maka julukannya adalah empat macan, yang artinya empat manusia cantik.

Satu jam lamanya Fania menunggu kedatangan tiga sahabatnya. Sebenarnya menunggu sangat membosankan. Namun, daripada di rumah yang jauh lebih membosankan lebih baik Fania menunggu para manusia cantik yang bisa menghibur dirinya.

"Akhirnya datang juga," kata Fania saat melihat Stefany jalan mendekat ke arahnya.

Begitu juga dengan Janny dan Lily yang berada di belakang Stefany. Mereka adalah tiga macan— manusia cantik.

"Hai, Fan. Tumben datang lebih awal? Apakah orang tuamu bertengkar lagi?" tanya Stefany langsung.

Kepala Fania menggeleng dengan pelan. "Hari ini mereka tidak bertengkar. Aku saja yang merasa malas untuk melihat mereka berdua yang saling acuh dan lebih mengutamakan ponselnya daripada keluarganya," jujur Fania dengan wajah sedihnya.

"Yang sabar ya Fan," ucap Janny, menghibur.

"Doakan saja yang terbaik untuk kedua orang tuamu. Mudah-mudahan mereka cepat mendapatkan hidayah agar kamu tidak kesepian lagi. Ah, tapi selama ada kami, kamu tidak akan pernah kesepian, karena kami akan selalu ada untukmu," sambung Stefany sambil mengelus pundak Fania.

Senyum di bibir Fania melengkung saat mendapatkan dukungan dari ketiga sahabatnya. "Makasih ya, jika tidak ada kalian mungkin aku sudah kehilangan arah. Kalian adalah keluarga the best yang aku miliki."

Kini keempat macan itu saling berpelukan untuk memberikan kekuatan kepada Fania. Ternyata kaya tidak menjamin sebuah kebahagia.

.

.

Setelah jam kuliah usai, Fania berencana untuk mengajak sahabatnya nonton. Namun, nyatanya tak ada yang bisa menemani Fania karena mereka sudah terlanjur membuat janji kepada orang lain.

"Duh ... maafkan banget ya Fan, aku gak bisa menenin kamu untuk hari ini, karena aku udah ada janji sama Om Bara. Bagaimana kalau besok?" tawar Stefany sedikit rasa bersalah.

"Aku juga gak bisa, Fan. Udah terlanjur janjian sama Om Tama," sambung Lily.

"Aku juga udah buat janji sama Om Danu," timpal Janny.

Mendengar para sahabatnya telah memiliki janji kepada sugar Daddy mereka, Fania hanya bisa mendengus dengan kasar. Meskipun sebenarnya Fania tidak pernah mendukung cara ketiga sahabatnya untuk mendapatkan uang banyak, tetapi Fania tidak bisa menghakimi mereka, karena Fania sendiri tidak bisa untuk memenuhi kebutuhan ketiga sahabatnya.

"Enak banget sih jadi kalian, punya Om-om yang memanjakan. Lah aku? Hanya bisa melihat kalian bahagia," kata Fania sedikit kecewa.

"Ya mau gimana lagi, Fan. Tanpa mereka kita gak bakalan bisa bertahan sampai detik ini," ujar Stefany sambil mendesah. Siapapun pasti tidak akan mau untuk menjadi simpanan pria belang jika bukan karena tuntutan hidup.

"Iya aku tahu," lirih Fania yang mencoba untuk mengerti akan keadaan ketiga sahabatnya.

"Jika hidupku bergelimang harta, aku tidak akan pernah mau untuk menjadi simpanan Om-om, Fan. Bersyukurlah, karena kamu terlahir dari keluarga kaya," celetuk Lily.

Sejenak Fania terdiam untuk beberapa saat. Dia membayangkan pasti ketiga temannya akan mendapatkan bahagia saat bersama dengan Om-om yang akan memanjakan mereka dengan kasih sayangnya.

"Fan, kamu kenapa kok diam?" tanya Janny yang merasa heran.

"Tidak ada. Aku hanya sedang membayangkan betapa bahagianya kalian dimanjakan oleh sugar daddy kalian. Sementara aku? Aku hanya bisa menatap kalian dari kejauhan. Apakan begituan bersama Om-om itu tidak sakit? Secara pasti senjatanya mereka besar," ujar Fania dengan rasa penasarannya.

"Kenapa kamu bisa berbicara seperti itu, Fan? Apakah kamu pernah melihatnya?" tanya Janny lagi.

"Ya cuma nebak aja. Secara tubuh sugar daddy kalian terlihat sangat gagah. Aku jadi penasaran bagaimana rasanya di jamah sama Om-om. Carikan satu untukku dong!" celetuk Fania.

"Apa?!" teriak ketiga sahabatnya yang terkejut secara bersamaan.

"Jangan gila kamu, Fan!" sentak Janny.

.

.

...BERSAMBUNG...

...Halo-halo, kini teh ijo bawa cerita baru lagi. Semoga kalian suka 💖...

...Jangan lupa untuk dukung novel ini ya dengan cara Favoritkan, like dan komen, serta bagi Vote atau kembang-kopi....

...Semoga novel ini bisa menghibur ☺️...

BAB • DUA

Karena ketiga macan ( manusia cantik ) tidak tega dengan Fania yang langsung bersedih, akhirnya Janny mengabulkan keinginan Fania yang ingin dicarikan sugar daddy. Meskipun sebenarnya Janny tidak rela jika Fania hancur.

"Ya udah tunggu apa lagi? Ayo!" ajak Fania dengan semangat saat keinginan telah dikabulkan oleh sahabatnya.

"Gak sekarang juga, Fan! Kita harus tanya sama Mami Lie dulu untuk dapat papa gula dan mengatur jadwal pertemuan," ujar Janny.

"Terus kapan, dong?" tanya Fania yang sudah tidak sabar.

"Tunggu, aku coba hubungi Mami Lie dulu. Semoga ada papa gula yang nganggur," timpal Lily.

Fania sudah tidak sabar untuk mendapatkan kabar baik dari Lily. Berharap masih ada papa gula yang nganggur.

"Gimana, Li?" tanya Fania antusias.

"Masih mau dicek dulu. Mudah-mudahan masih ada ya," ujar Lily.

Karena saat ini ketiga sahabatnya telah memiliki janji bersama dengan papa gula mereka, akhirnya hanya tinggal Fania sendiri yang belum pulang karena harus menunggu Pak Ujang menjemputnya.

Didalam mobil, Stefany masih memikirkan sahabatnya yang masih menunggu jemputan. Karena ia termenung papa gulanya pun merasa heran pada Stefany.

"Kamu ada masalah?" tanyanya.

Stefany langsung menoleh ke arah Bara, pria dewasa yang menjadi papa gulanya. "Gak ada, Om," ucapanya pelan.

"Lalu kenapa diam saja? Apakah uang kemarin masih kurang?"

Stefany langsung menggeleng dengan cepat. "Gak, Om. Uang yang Om Bara kasih udah lebih dari cukup, kok. Aku hanya sedang memikirkan sahabatku yang merasa kesepian. Disaat dia sedang membutuhkan tempat untuk bersandar, aku malah tidak bisa menemaninya," ucap Stefany dengan rasa bersalah.

"Apakah kamu ingin membatalkan rencana kita? Aku sudah susah payah loh meluangkan waktu untuk bisa menghabiskan waktu untuk bersamamu,"ujar Bara.

"Tidak! Aku tidak akan membatalkan rencana kita. Terlebih, besok Om Bara mau keluar kota. Pasti aku akan sangat merindukan sentuhan Om Bara." Stefany berkata sambil tersenyum kearah Bara.

"Baiklah. Memang itu yang aku inginkan. Kamu yang akan selalu merindukanku agar kamu lebih agresif. Tapi jika sahabat kamu mau, aku punya teman yang sedang frustasi karena batal nikah. Kali aja dia berminat untuk saling melengkapi," saran Bara yang juga sedang memikirkan nasib temannya yang baru saja batal nikah.

Mendengar ada peluang, Stefany langsung menganggukkan kepalanya dangan antusias. "Boleh tuh, Om. Aku coba hubungi Fania dulu, ya."

"Oke. Aku juga hubungi Calvin dulu."

🌸🌸🌸

Disebuah cafe, Fania sudah menunggu kedatangan seseorang. Dirinya benar-benar sudah tidak sabar untuk bertemu dengan papa gula yang akan berkencan dengannya.

Karena saat ini yang Fania inginkan adalah pria yang bisa membuatnya merasa bahagia, ia tidak peduli dengan penampilan papa gulanya nanti. Bahkan yang ada didalam pikiran Fania tentang pria yang hendak bertemu dengannya ialah pria tua dengan kumis tebal serta perut yang buncit. Membayangkan sendiri saja Fania sudah merasa geli.

"Astaga ... otak ini!" rutuk Fania sambil memukul pelan kepalanya.

Hampir 30 menit Fania menunggu kedatangan pria yang akan bertemu dengannya. Namun, sampai saat ini belum ada tanda-tanda pria itu datang. Mungkinkah Stefany telah membohongi dirinya? Atau pria itu sengaja membatalkan pertemuan mereka? Fania hanya bisa mendesah kasar.

"Baru juga ingin merasakan bagaimana rasanya punya papa gula, eh malah zonk! Nasib ... nasib!" Fania merutuki dirinya lagi.

Saat Fania sudah menyerah dan ingin pergi, tiba-tiba seorang datang dan menyapanya.

"Apakah kamu Fania? Sorry aku terlambat. Aku baru saja selesai meeting," ucap pria yang saat ini sudah menarik tempat duduk tepat didepan Fania.

Fania yang disapa hanya terdiam dengan mata yang melebar karena merasa sangat kagum atas makhluk ciptaan Tuhan yang ada di hadapi saat ini. Tubuhnya yang kekar dan wajahnya yang mempesona mampu membuat dadanya berdetak lebih kencang dari biasanya. Bahkan sorot matanya langsung bisa menggetarkan hatinya dan senyum di bibir mampu membuat seluruh tubuhnya bergemetar.

"Hai ...!" Pria itu melambaikan tangannya didepan Fania.

"Oh iya, maaf. Perkenalkan, aku Fania." Fania mengulurkan tangannya untuk memperkenalkan dirinya.

"Calvin," ucap pria yang berada di depannya saat ini. Keduanya pun saling bersalaman sebagai bentuk perkenalan mereka. Tangan Calvin yang terasa hangat, seakan mampu menjalarkan getaran bak sengatan arus listrik ke seluruh tubuhnya.

Pandangan pertama Fania sudah membuat gadis itu terpesona pada pria yang akan menjadi papa gulanya nanti.

"Apakah kamu sudah lama menjalani pekerjaan seperti ini?" tanya Calvin secara tiba-tiba.

Karena ini adalah kali pertama Fania akan melayani pria hidung belang ia pun menggelengkan kepalanya. "Belum, Om. Ini adalah kali pertama untukku," ujar Fania.

Pria bertubuh tegap yang bernama Calvin tersenyum tipis kearah Fania.

"Kamu itu masih muda, cantik lagi. Mengapa kamu malah ingin merusak hidupmu dengan menjadi wanita simpanan? Apakah begitu menyedihkan hidupmu sehingga kamu memilih pekerjaan ini? Padahal di luar sana banyak loh pekerjaan yang membutuhkan orang sepertimu. Tapi ya, gajinya tidak seberapa. Tapi tidak masalah karena aku tertarik untuk menjadikanmu Bayi gulaku," ucap Calvin panjang lebar.

Karena Calvin sudah merasa puas dengan pilihan Bara, ia pun langsung membawa Fania pulang ke apartemennya untuk melakukan perjanjian sebelum menjalin hubungan dengan Fania.

Fania baru tahu ternyata menjalin hubungan seperti ini harus memakai kontrak perjanjian di atas materai. Fania pikir hanya sekedar menghabiskan malam panjang dan siap saat sedang dibutuhkan, ternyata ada hitam diatas putih.

"Ini apartemen milikku, untuk kodenya nanti aku kasih tahu," ujar Calvin yang kini sudah berada didalam apartemen.

Ia pun langsung membuka kemejanya dan melemparkannya ke sembarang arah. Fania yang melihat tubuh Calvin yang sudah terekspos langsung menutup matanya dengan telapak tangannya.

"Cihh! Masih saja sok malu!" cibir Calvin yang kemudian beranjak ke kamar mandi.

Menyadari jika saat ini papa gulanya sudah menghilang dari pandangan mata, Fania langsung mendesah dengan kasar.

"Haii Fan, sadar! Bukankah mulai saat ini tugasmu adalah memuaskan pria itu? Lalu untuk apa kamu malu." Fania merutuki dirinya lagi.

"Lalu setelah ini apa yang harus aku lakukan? Apakah aku langsung naik keatas tempat tidur?" Fania masih bingung dengan apa yang akan ia lakukan setelah ini. Tak ingin kehilangan akal, ia menelepon Stefany untuk bertanya apa yang harus ia lakukan.

Karena tidak mendapatkan jawaban, Fania terus berusaha agar Stefany mengangkat panggilan teleponnya. Karena hanya nomer Stefany yang masih bisa dihubungi saat ini.

"Stefany kemana, sih?" gerutu Fania yang terus memanggil nomor Stefany.

Saat panggilan baru diangkat oleh Stefany, Fania sudah menyodorkan pertanyaan.

"Akhirnya kamu angkat juga teleponku, Stef! Stef, setelah ini apa yang harus aku lakukan?"

"Ha-lo, Fan. Ah ...." Terdengar suara Stefany yang sedang mendesah.

"Stefany apakah kamu sedang—" Fania tak melanjutkan pertanyaannya saat ia mendengar dengan jelas suara de-sa-han pria begitu juga dengan Stefany yang hanya menyebutkan nama papa gulanya.

Karena merasa telah mengganggu, Fania langsung mematikan panggilan teleponnya.

"Oh, astaga ... Stefany sedang—" Fania menjeda ucapannya.

"Apakah setelah ini aku juga akan merasakan apa yang sedang di lakukan oleh Stefany?" Fania menggigit bibir bawahnya saat membayangkan apa yang akan dia lewati bersama dengan papa gulanya.

...🌸🌸🌸...

...BERSAMBUNG...

BAB • TIGA

"Kamu ngapain disitu? Sini!" Calvin mengagetkan Fania yang sedang bimbang dengan perasaan disudut jendela.

Melihat rambut Calvin yang setengah basah membuat Fania hanya bisa menelan kasar salivanya. Dengan langkah pelan, ia menghampiri Calvin yang sudah duduk di sebuah sofa panjang. Terlihat juga saat ini pria dewasa itu sedang menulis sesuatu di kertas yang berwarna putih.

"Mulai saat ini kamu telah terikat kontrak denganku, jadi semua waktumu adalah milikku. Kapan saja aku membutuhkanmu kamu harus siap untuk melayaniku," ucap Calvin dengan tegas.

"Baca dulu dengan baik. Jika ada yang kurang kamu boleh menambahi, tapi tidak bisa mengurangi apa yang sudah aku tuliskan!" Calvin memberikan kertas putih pada Fania.

Dengan seksama, Fania membaca poin demi poin yang ditulis oleh pria yang telah menjadi papa gulanya mulai hari ini.

Kontrak Perjanjian Kepemilikan Atas Fania Atamaja untuk Calvin Anggara

Baru saja membaca kalimat paling atas, mata Fania langsung mendelik dengan lebar. Namun, ia hanya memilih diam dan melanjutkan untuk membaca poin penting yang telah ditulis oleh Calvin.

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Calvin Anggara

Usia : 30 tahun

Status : Perjaka

Yang selanjutnya disebut pihak pertama dan terhitung tanggal 10 Januari 2023 telah mengambil atas nama dibawah ini untuk dijadikan patner untuk menjadi wanita penghiburnya.

Nama : Fania Atmaja

Status : Perawan

Usia : 21 tahun

Yang selanjutnya akan sebut pihak kedua telah bersedia untuk menaati semua peraturan dan tata cara berhubungan sesuai dengan poin-poin dibawah ini :

1. Selama dalam masa kontrak, pihak pertama dan pihak kedua tidak boleh melakukan hubungan badan yang menjerumus pada hubungan suami-istri karena tidak ada status pernikahan.

2. Pihak pertama bebas untuk menyentuh maupun mencium pihak kedua.

3. Kapanpun pihak pertama membutuhkan pihak kedua, pihak kedua harus siap siaga untuk melayaninya.

4. Setiap malam Minggu, pihak kedua wajib menemani pihak pertama untuk menghabiskan malam panjangnya.

5. Selama masa kontrak pihak kedua dilarang untuk menjalani hubungan dengan pria lain, selain pihak pertama.

6. Kedua belah pihak dilarang untuk jatuh cinta

7. Jika masa kontrak telah habis maka sudah tidak ada lagi hubungan antara pihak pertama dan pihak kedua dan menganggap jika diantara kedua belah pihak tidak pernah terjadi sesuatu.

^^^Sekian Tanda Tangan^^^

^^^Calvin Anggara^^^

Setelah membaca isi kontrak, otak Fania tiba-tiba ngeleg. Dalam hati ia masih bertanya-tanya dengan poin yang pertama. Apa itu artinya selama masa kontrak keduanya tidak akan melakukan hubungan suami-istri seperti yang telah ia bayangkan sebelumnya? Lalu apa maksud dari poin kedua dan ketiga? Tiba-tiba kepala kalian tetap pusing karena tidak bisa mencerna akan masuk poin tersebut.

"Bagaimana, apakah ada yang ingin kamu tambahkan? Jika ada silakan tambahkan lalu tanda tangani sebelum aku beri stempel," kata Calvin.

Karena Fania tidak tahu poin apa yang ingin ditembakkan lagi ia pun menggeleng dengan pelan. "Tidak ada, Om. Membaca poin demi poin saja sudah membuat kepalaku sakit," ujarnya.

Calvin tersenyum tipis. "Baiklah kalau tidak ada lagi, silakan kamu tanda tangan!"

Fania pun langsung membubuhkan tanda tangannya di atas kertas yang telah dipasang sebuah materai.

"Oke. Ini satu untuk kamu simpan dan satu untuk ku simpan. Semoga kamu bisa memahami isi poin dari surat perjanjian ini."

Fania mengangguk pelan sambil dengan rasa canggung. Bahkan sejak tadi ia sudah mencoba untuk meredam detak jantungnya agar tidak keras berdetaknya. Namun, sepertinya jantung itu ngeyel dan semakin lama semakin berdetak lebih kuat saat Fania menatap mata Calvin.

"Baiklah, karena hari ini kamu sudah menjadi milikku, maka malam ini kamu temani aku nonton bola karena malam ini adalah babak final. Aku tidak mau sampai terlewat," ucap Calvin yang kini sudah beranjak pergi.

Hah? Yang benar saja? Malam ini aku hanya disuruh untuk menemui Om Calvin nonton bola aja? Gak diajak untuk main bola sendiri? batin Fania dengan alis yang mengernyit.

Karena saat ini masih pukul tiga sore dan malam masih lama, Fania hanya menonton telivisi tanpa ingin mengetahui apa yang dilakukan Calvin didalam kamarnya. Meskipun ia penasaran, ia takut untuk menyusul Calvin karena tidak dimintanya untuk menyusul.

Baru saja Fania ingin mengirim pesan kepada Stefany, ekor mata Fania menatap Calvin yang baru saja keluar dari kamar dan menghampirinya.

"Kamu terlihat imut kalau lagi gugup seperti ini. Geser!" kata Calvin yang kini sudah menjatuhkan tubuhnya disamping Fania. Aroma maskulin semerbak menusuk hidung hingga mengalir ke syarafnya.

Oh, jantung. Tenanglah!

"Fan," panggil Calvin.

"Iya, Om," jawab Fania yang langsung menoleh kesamping.

Bibir Calvin mengembang luas saat matanya bertemu dengan mata Fania. "Kamu cantik banget sih, Fan. Jika suatu saat kontrak kita sudah habis apakah kamu akan mencari papa gula yang baru dan lebih manis?"

"Belum juga dimulai udah bahas endingnya. Setidaknya jalani dulu gitu kek, baru bahas ending," ujar Fania.

"Tidak ada salahnya kita bahas diawal, karena setiap awal pasti akan ada akhir. Setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan." Calvin masih menatap Fania dalam.

Melihat surat mata yang menggetarkan dadanya, lagi-lagi Fania hanya bisa menelan kasar salivanya.

"Meskipun aku tahu pertemuan ini pasti akan ada perpisahan, tetapi saat ini aku hanya berharap jika hari-hariku akan lebih berwarna," lirih Fania.

"Maksud kamu?" Calvin mengernyit mendengar kata yang keluar dari bibir Fania.

Menyadari jika saat ini dia kelepasan berbicara, Fania langsung menggelengkan kepala dengan pelan. Ia pun langsung tersenyum kearah Calvin. "Ya, karena saat ini aku akan memuaskan Om Calvin, tentu saja hari-hari akan lebih berwarna.

"Kamu jangan bermimpi kejauhan! Belajar yang bener biar bisa lulus dengan nilai yang bagus. Anggap saja saat ini kita sedang saling membutuhkan. Kamu sedang butuh uang dan aku sedang butuh patner untuk menemani hari-hariku," kata Calvin sambil mengacak rambut Fania.

"Terus yang Om bilang aku harus siap siaga saat dibutuhkan untuk melayani Om Calvin, aku harus melayani apa dong, mengingat kembali pada poin pertama?"

Calvin tertawa pelan. Dirinya semakin gemas saat melihat wajah polosnya Fania. "Memangnya kata melayani harus berbau dengan urusan ranjang? Tidak kan?"

"Lalu apa maksudnya?" tanya Fania heran.

"Fania ... Fania. Mending kamu sekarang masak! Aku sudah lapar. Jangan sampai kamu yang aku makan nanti!" ujar Calvin.

"Dengan senang hati, jika Om Calvin mau memakanku," lirih Fania dengan pelan.

"Kamu jangan berpikir berlebihan, Fan! Sudah sana masak!" titah Calvin.

"Tapi aku gak bisa masak, Om."

...🌸🌸🌸...

...BERSAMBUNG...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!