Ikrar suci sebuah pernikahan terucap dari bibir kedua insan berbeda jenis kelamin, di hadapan seorang pemuka Agama.
Kedua insan tersebut saling menyematkan cincin pernikahan di masing-masing jari, setelah itu, sang pria mengecup kening si wanita diiringi tepuk tangan meriah para undangan yang hadir, termasuk keluarga kedua belah pihak.
Sepasang suami-istri baru tersebut tersenyum manis ke arah para undangan sambil menatap malu. Keduanya terlihat sangat serasi dari segi penampilan maupun tingkat kemapanan.
Si pria adalah seorang pengusaha muda yang sangat tampan. Perusahaan yang ia pimpin termasuk perusahaan sepuluh besar di dunia, dengan jumlah kekayaan yang tak terhitung.
Sedangkan si wanita adalah Desainer pakaian yang cukup terkenal di seluruh dunia. Busana rancangannya banyak dipakai artis-artis terkenal dalam maupun luar negri.
~
Chandra Jhonson Revandra, pria tampan yang menjadi idola para wanita melebihi Boyband Korea. Memiliki tubuh tinggi dan tegap, berkulit putih bersih, juga memiliki rahang yang kokoh menandakan bahwa dia pria yang tegas, serta aura kesempurnaan yang terpancar dari tubuhnya. Seorang CEO di The CJR Grup, sebuah perusahaan besar yang bergerak di bidang Perindustrian.
Chandra juga dikenal sebagai pria yang dingin, cuek, sombong, tanpa senyum, serta tak mudah didekati oleh wanita. Walaupun seperti itu, tetap saja pesona bak seorang idola tak lepas dari dirinya.
~
Zara Valentina Dharmendra, gadis cantik yang selalu menghabiskan waktunya hanya untuk menggambar sebuah desain pakaian unik dan menarik. Namun, justru keahliannya itulah yang mengantarkan dirinya menjadi seorang Desainer terkenal di seluruh dunia.
Zara juga dikenal sebagai gadis manja yang suka gonta-ganti pacar, sehingga banyak pria tampan yang menjadi masa lalu gadis tersebut.
Bagi Zara, seorang pria itu bisa dikatakan sebagai barang untuk pamer ketika bertemu teman-teman satu angkatan ataupun rekan kerja. Maka dari itu, dia tidak pernah mengenal namanya kata serius dalam hubungan.
Pria yang bertahan dengan Zara paling lama hanya seminggu. Itulah sebabnya, ketika Zara memutuskan akan menikah, semua orang tidak mempercayai akan keputusan gadis tersebut, terutama para mantan pacarnya.
~
Pertemuan kedua insan tersebut terbilang sangat singkat sehingga semua orang mempertanyakan keaslian hubungan mereka.
Apakah mereka menikah kontrak? Ataukah keduanya melakukan kesalahan semalam, sehingga mengharuskan menikah?
Banyak sekali opini publik yang beredar tentang hubungan singkat keduanya. Karena dilihat dari segi pertemuan dan perkenalan, keduanya terbilang baru bertemu belum lama ini. Tapi, publik dikejutkan dengan berita pernikahan yang tiba-tiba diumumkan oleh pihak keduanya. Tentu saja itu menjadi trending topik yang menarik untuk dikonsumsi masyarakat luas.
Tapi keduanya sama-sama membantah, terutama pihak Chandra sendiri. Mereka mengatakan bahwa keduanya sudah mengenal satu sama lain sejak lama, tapi terpisah karena kesibukan masing-masing.
Pada saat bertemu kembali, keduanya memutuskan untuk tidak menunda pernikahan.
Penjelasan tersebut sedikit meredam pemikiran masyarakat tentang gosip yang beredar di luar sana yang mengatakan bahwa mereka menjalin pernikahan kontrak.
~
Sebuah kamar besar bernuansa kalem, terlihat sepasang anak manusia sedang duduk di tepian ranjang king size.
Terlihat dari raut wajah keduanya tampak canggung, serta sedikit penyesalan. Sesekali mereka saling menatap, namun tidak lama kemudian keduanya pun mengalihkan pandang ke arah lain.
Keadaan di kamar saat ini hening tanpa ada obrolan apapun yang keluar dari mulut keduanya. Mereka saling berdiam diri dengan menautkan jari-jemari masing-masing serta menerawang ke dalam lamunan.
Membosankan!
Itulah suasana saat ini.
Setelah cukup lama terdiam, akhirnya Chandra memutuskan untuk melangkahkan kaki ke kamar mandi. Rasanya sangat lelah seharian berdiri menyalami satu-persatu tamu undangan yang hadir di pesta pernikahannya. Oleh sebab itu, Chandra membutuhkan waktu untuk menyegarkan tubuhnya dengan air hangat.
"Aku mandi dulu," ucapnya segera diangguki cepat oleh Zara.
Setelah kepergian Chandra, Zara menghela napas lega. Sejujurnya saat ini, dirinya tengah dilanda kegugupan dengan jantung yang berdetak tak beraturan.
Bagaimana tidak? Mulai sekarang, dirinya harus berbagi kamar dengan pria yang terkenal dingin, kejam, dan juga sombong.
Zara merutuki keputusannya waktu itu. Kenapa dirinya malah setuju untuk menikah dengan pria seperti Chandra ini. Padahal jika dilihat dari sifat keduanya yang bertolak belakang, Zara menebak pernikahannya pasti akan bermasalah di kemudian hari.
Tapi, ia menepis semua prasangka buruknya. Zara yakin jika Chandra pasti memiliki rencana yang matang ketika memutuskan untuk melangkah sejauh ini.
Semoga, batin Zara.
Lamunan wanita itu buyar ketika mendengar suara dari arah depannya. Seketika wajah Zara memerah karena melihat pemandangan yang tak biasa dilihatnya.
Chandra yang baru keluar dari kamar mandi, dengan hanya dibalut handuk sebatas pinggangnya saja. Aroma maskulin yang merasuki indra penciuman Zara membuatnya sedikit memejamkan mata dengan hidung yang menghirup aroma wangi tersebut dalam-dalam, ketika sang suami menunduk dihadapannya untuk mengambil sesuatu.
"Kamu nggak mandi?!" tanya Chandra dengan nada datar.
Zara langsung membuka mata sambil menoleh kearah Chandra. "Hemh?"
Perut enam kotak itu jelas terlihat hingga Zara harus memalingkan wajahnya lagi karena malu.
Melihat ekspresi wanita yang sudah sah menjadi istrinya itu, Chandra hanya mengerutkan kening kemudian dia mengedikkan kedua bahunya. "Kalau nggak mau mandi juga terserah, aku nggak peduli!" sambungnya lagi masih dengan nada datar.
Pria itu melangkah ke arah ruang khusus pakaian dan memakai pakaiannya di sana. Dia tidak perduli dengan sang istri yang masih termenung menatap punggungnya yang menghilang di balik pintu.
Sementara itu, Zara masih memasang wajah cemberut setelah Chandra mengucapkan kata yang menurutnya terbilang kasar. "Idih, pria menyebalkan itu!" gerutunya sambil menghentakkan kaki dan melangkah ke kamar mandi.
Zara tidak mau berdebat dengan Chandra yang menurutnya sangat kasar dan cuek padanya. Cukup sudah tenaganya terkuras setelah melewati hari yang melelahkan tadi siang. Zara berharap malam ini dirinya bisa istirahat dengan tenang tanpa terganggu apapun.
Sesampainya di kamar mandi, Zara hanya terdiam merutuki kebodohannya. Tangannya tIdak bisa menggapai resleting belakang gaun pengantin yang ia kenakan saat ini. Untuk minta tolong kepada Chandra, rasanya tidak mungkin.
Walaupun mereka sudah resmi menjadi suami-istri, tapi pria itu pasti tidak akan mau membantunya dan ia pun juga tidak mau jika Chandra melihat tubuh polosnya walaupun hanya bagian belakang.
Itu memalukan, pikirnya.
Tapi, tidak ada pilihan lain selain minta tolong kepada pria dingin itu. Di sini tidak ada orang lain selain Chandra dan dia pun tidak mungkin tidur dengan mengenakan gaun pengantin.
Setelah berpikir matang, akhirnya dia memutuskan untuk meminta pertolongan si pria dingin tersebut. Lagi pula pria itu suaminya, bukan!
Kepala Zara menyembul dari balik pintu kamar mandi. Dia celingukan ke sana-ke mari untuk mencari keberadaan Chandra, namun pria dingin itu tak ada di sana.
"Ke mana pria kasar itu pergi?!"
"Ada apa?" Tiba-tiba suara Chandra mengejutkan Zara yang masih asyik celingukan setelah keluar dari kamar mandi.
"Whoaaa!" Zara terkejut hampir jatuh.
Secepat kilat tangan Chandra memeluk tubuh sang istri agar tak terjatuh.
Satu detik ... dua detik ... tiga detik ...
Keduanya saling bertatapan satu sama lain seiring jantung yang berdegup kencang. Tapi, tak lama kemudian Chandra melepaskan lalu berbalik.
Melihat suaminya hendak pergi, Zara segera menghentikan langkahnya. "Tunggu!"
Chandra berhenti tanpa berbalik. "Hemh?" .
"Umm, bisakah kamu membuka pakaianku?"
"Apa?!" Chandra spontan menoleh dengan mata melotot sempurna.
...Bersambung ......
Wajah Chandra memerah menahan amarah. Bagaimana tidak? Baru beberapa menit menjadi istrinya, Zara kini sudah berani memintanya untuk membukakan pakaian yang dikenakan.
Pria itu mengangkat alisnya sebelah sambil bersidekap. "Apa kamu lupa kalau kita ini menikah karena apa?" Zara menggeleng pertanda ia ingat betul apa yang terjadi kepada mereka. "Lalu, untuk apa kamu memintaku membukakan gaun itu? Berusaha menggoda?" tuding Chandra yang seketika membuat Zara melotot.
"Siapa bilang aku ingin menggoda kamu? Aku hanya meminta bantuan untuk melepasnya saja!" sanggah Zara kesal.
Chandra berdecak sebal. "Sama saja! Kalau bukan menggoda, lalu apa namanya?" tukasnya seraya melangkah menuju ranjang.
Zara menjadi geram karena tudingan Chandra yang menuduh ingin menggodanya. Dengan kesal ia melangkah sembari menghentakkan kaki menuju ranjang, kemudian merebahkan tubuhnya di sana. Tak lupa, Zara juga meraih selimut lalu menariknya hingga menutupi seluruh tubuh.
Rasanya sangat kesal jika dituduh seperti itu, apalagi oleh pria yang menjadi suaminya. Walaupun seandainya mereka menikah atas dasar cinta sekalipun, dia tak kan mau menggoda suaminya dengan cara murahan seperti tadi.
Huh, menyebalkan!
Chandra yang lebih dulu berada di atas ranjang hanya menyipitkan matanya melihat tingkah Zara yang menurutnya aneh. "Apa-apaan sih kamu? Kamu mau tidur tanpa mandi dan mengganti pakaian ribet itu?!" hardiknya kesal.
Zara sedikit menurunkan selimut. "Ya, aku mau tidur seperti ini. Memangnya kenapa?" Chandra mengangkat sebelah alisnya. "Jika kamu tidak suka, lebih baik pindah ke sofa!" lanjutnya sembari menarik selimutnya lagi menutupi kepala.
Pria itu melotot sambil menyibak selimut yang membungkus istrinya. "Apa kamu bilang? Aku harus tidur di sofa? Gak salah!"
Zara merebut kembali selimut dari tangan suaminya. "Bukankah kamu tidak suka denganku? Jadi, sebaiknya kamu pindah!" ucapnya bernada ketus.
Chandra menghela napas panjang, kemudian turun dari ranjang dan melangkah memutar mendekati Zara. Digendongnya tubuh kecil sang istri yang terbalut selimut tebal itu menuju ke sofa.
Zara memberontak karena tahu maksud pria itu mengangkat tubuhnya. "Jangan lakukan itu! Aku tidak biasa tidur di sofa!" rengeknya sembari mengalungkan tangan dileher Chandra. Dia semakin mempererat lilitan tangannya di leher sang suami karena Chandra berusaha melepasnya dengan paksa.
"Lepas!"
"Enggak mau!" Zara tetap keukeuh. "Ayolah, Chandra! Aku tidak bisa tidur di sofa, itu pasti sangat menyiksa!" Dia memasang wajah memelas agar hati pria dingin itu luluh.
Tapi Zara salah, sebab Chandra adalah pria dingin dari kutub utara.
"Lalu menurutmu, apa aku juga biasa tidur di sofa?" tanya Chandra dengan nada datar. Dia tak mau mengalah hanya karena Zara seorang wanita.
Ah, bisa dibayangkan ekspresi Chandra saat ini. Marah bercampur kesal menjadi satu, menghadapi Zara yang menurutnya sangat menjengkelkan, apalagi dengan sikap manjanya.
Huh, sabar!
Chandra akhirnya mengalah. Pria itu tetap menggendong tubuh istrinya tanpa berniat menurunkannya ke sofa. "Mandi." ucapnya singkat.
Zara hanya menatap sekilas, kemudian memalingkan wajahnya lagi sambil cemberut.
Pria itu lagi-lagi menghela napas panjang sebelum berkata, "Kalau kamu masih keukeuh tak mau mandi, maka jangan salahkan aku jika tubuhmu ini langsung ku lempar ke bathub sekarang juga!" ancam Chandra dengan menyeringai jahat.
"Awas kalau kamu berani melakukan itu!" tukas Zara kesal.
"Kenapa? Apa kamu akan mencekik leherku?" tebak Chandra membuat Zara mendongak. Sepertinya pria itu tahu apa yang dipikirkan istrinya. "Tapi, sebelum kamu mencekik leherku, maka aku akan memakan mu saat ini juga!" ancamnya lagi.
Seketika Zara terdiam mendengar ancaman Chandra. Dia mengurai lilitan tangan di leher pria dingin itu sambil menundukkan wajahnya. "Aku kesulitan membuka resleting belakang gaun ini," ucapnya lirih.
Mendengar hal itu, Chandra terkekeh sambil menggelengkan kepalanya. "Bodoh!" gumamnya sebal.
Tanpa berkata apapun, tubuh Zara segera diturunkan perlahan ke lantai, kemudian ia putar membelakanginya. Tangannya terulur menyentuh resleting gaun pengantin yang dikenakan istrinya tersebut. Tanpa ragu, ia menarik turun resleting tersebut semakin kebawah.
Glek
Chandra menelan ludahnya begitu kasar. Awalnya dia terlihat begitu yakin ketika bersedia membantu Zara untuk melepaskan gaun pengantinnya. Tapi kini, ia justru kebingungan dan menyesali perbuatannya.
Bagaimana tidak? Tubuh polos dengan kulit yang bersih, putih, mulus, tanpa cacat sedikitpun itu terpampang jelas di depan mata. Walaupun hanya sebatas punggung saja, tapi itu sukses membuat Chandra berfantasi liar. Pikirannya berkelana entah kemana, membayangkan sesuatu yang tidak-tidak. Apalagi, dirinya yang baru pertama kali melihat tubuh polos seorang wanita tepat di depan matanya.
"Sudah, belum?" Zara bertanya, tapi sang suami tak merespon pertanyaannya.
Chandra masih terdiam dengan ekspresi yang sulit diartikan. Senjata pusaka miliknya langsung berkedut ketika melihat tubuh polos sang istri yang terlihat jelas sampai batas akhir resleting yaitu bagian pinggang.
Sial, rutuk Chandra dalam hati.
Chandra benar-benar menyesal karena bersedia membantu Zara untuk menurunkan resleting gaun yang mengakibatkan dirinya bereaksi tak karuan.
Haish, sudahlah!
"Chandra! Chandra!"
"Ah, iya! Ada apa?" Chandra kembali sadar dari lamunannya.
"Sudah apa belum, sih?!" Zara sedikit menggerutu.
Karena tak mau ketahuan Zara bahwa dirinya terpesona oleh tubuh indah sang istri, Chandra pun berkilah. "Sudah dari tadi!" ketusnya sebal. "Kamu sengaja 'kan diam terus seperti itu untuk menggodaku!" hardiknya seraya mendorong tubuh Zara sedikit kasar.
Tubuh Zara terhuyung namun beruntung ia tak limbung sampai jatuh ke lantai. Tangan Zara mendekap erat gaun bagian dada agar gaun yang dikenakan itu tak merosot begitu saja. Kalau tidak, sudah pasti tubuhnya akan polos sepenuhnya.
"Kasar banget, sih!"
Chandra tak menanggapi rengekan Zara karena terlalu gugup dengan situasi saat ini. Lebih baik menenangkan diri, batinnya bermonolog.
Sementara Zara yang tak ditanggapi apapun oleh Chandra hanya bisa memberengut kesal, kemudian melangkah menuju kamar mandi sambil menghentakkan kakinya.
"Dasar, pria kejam!" gerutunya sambil mengunci pintu kamar mandi.
Zara segera menyalakan shower untuk mengguyur tubuhnya yang lengket agar menjadi segar kembali. Dia tak ingin berpikiran apapun lagi mengenai suami dinginnya yang ternyata juga sangat kejam.
Setelah beberapa menit kemudian, Zara keluar dari kamar mandi dengan jubah handuknya. Ternyata wanita itu melupakan pakaian ganti yang akan dibawanya masuk ke kamar mandi karena perlakuan kasar Chandra tadi. Alhasil, dirinya kini hanya mengenakan jubah mandi saat keluar dari sana.
Chandra yang sedang bersandar di headboard ranjang dengan mata menatap layar ponsel, tiba-tiba saja teralihkan setelah mencium aroma fruity dari tubuh sang istri. Netra elang itu menatap tajam dari atas hingga ke bawah penampilan sang istri yang bisa memancing emosi.
Mulus, batin Chandra.
Tentu saja mulus, sebab Zara rajin melakukan perawatan tubuhnya. Chandra saja yang tak tahu dan selalu menyebut Zara gadis burik.
Kembali, rasa yang sempat ditenangkan tadi kini merayap hingga hati yang paling dalam. Pikirannya menerawang dengan segala aktivitas yang menurutnya panas. "Haish, apa yang ku pikirkan!" Chandra merutuki pikiran nakalnya.
Chandra merasa gelisah saat melihat Zara dengan santainya menundukkan tubuh sehingga paha mulusnya terlihat sempurna dan sedikit lagi hampir memperlihatkan bagian intinya dari belakang.
Dengan cepat Chandra memalingkan wajah sambil melempar bantal kearah bokong Zara. "Ganti pakaian di ruang ganti, jangan di sini! Merusak pemandangan aja!" celetuk Chandra tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya.
Zara menoleh. "Hah? Baiklah! Aku memang akan ke sana setelah mengambil baju ganti," desisnya tersentak kaget.
Setelah mengambil baju piyama, Zara segera melangkah kearah ruang ganti yang berada di pojok kamar itu.
Sedangkan Chandra tak menoleh sedikitpun, bahkan terkesan cuek saja. Namun, Zara tak tahu jika saat ini suaminya itu sedang gelisah, berusaha menenangkan adik kecilnya yang terbangun akibat ulahnya tanpa sengaja.
"Lama-lama aku bisa mati muda!" keluh Chandra seraya mengusap wajahnya kasar. "Aaaarrrggghhh, Chandra ... Chandra. Kenapa kamu bisa tergoda oleh tubuh kurus berdada rata itu, sih!" erangnya frustasi.
...Bersambung ......
Malam ini adalah malam pertama bagi pasangan Chandra dan Zara. Sama seperti pasangan pada umumnya, keduanya tidur berdampingan di satu ranjang yang sama. Tapi bedanya, mereka tak saling berpelukan atau melakukan kegiatan layaknya suami-istri.
Perasaan gelisah dan juga canggung bercampur menjadi satu. Keduanya tidak bisa memejamkan mata walupun rasa kantuk itu sedari tadi menari di pelupuk mata.
Tubuh keduanya saling membelakangi satu sama lain sambil memeluk guling. Tak ada yang berniat mengucapkan sepatah katapun walau hanya ucapan selamat malam saja. Keduanya terlalu gengsi jika mengatakan kata tersebut lebih dulu.
Nanti dia pikir aku suka, batin keduanya bermonolog.
Waktu menunjukan tengah malam, tapi kedua insan tersebut masih asyik dalam lamunan masing-masing. Hingga terdengar sebuah suara yang membuat keduanya waspada.
Gedebugh
Suara seseorang terjatuh di balkon kamar Chandra berhasil menyita perhatian. Keduanya saling pandang, "Maling!" desisnya serempak.
Tidak mungkin!
Rumah yang memiliki tingkat keamanan super ketat seperti ini dengan mudahnya dimasuki maling, rasanya sulit untuk dipercaya. Mengingat tak ada celah yang terlewatkan oleh penjaga walau melalui udara sekalipun.
Para penjaga di kediaman Revandra sangatlah ketat. Sebagai salah satu keluarga terkaya di negara ini, pasti sangat tidak mungkin jika lalai dalam keamanan.
Chandra memberikan isyarat kepada Zara dengan menempelkan telunjuk di bibirnya. Pria itu beranjak dari ranjang menuju ke arah gorden untuk melihat siapa yang berani mengusik ketenangannya.
Jika itu benar maling, maka Chandra tak akan segan untuk menghabisinya.
Karena lampu di kamar dimatikan, maka pria itu bisa melihat dua bayangan pria mengendap-endap di balkon kamarnya.
Dengan hati-hati Chandra mengintip untuk memastikan siapakah penyusup tersebut. Setelah berhasil melihat kedua sosok itu, ia malah tersenyum miring.
Kaki jenjangnya berbalik arah menuju ranjangnya kembali. Zara yang melihat justru bertanya lewat gerakan tangan dan Chandra tak menjawab. Dia lantas berbisik tepat di telinga Zara dengan suara yang dibuat selembut mungkin.
"Ada hantu,"
Mata Zara terbelalak sempurna mendengar kata 'hantu'. Wanita itu lantas berteriak sambil melompat ke pangkuan Chandra. "Whooaaaa! Di mana ... di mana?" kepalanya celingukan untuk mencari keberadaan hantu yang disebutkan Chandra.
Chandra tersenyum lebar karena rencananya berhasil. Dia pura-pura marah dengan mencubit bokong Zara sampai istrinya itu berteriak kesakitan. Walaupun sebenarnya dia tak menggunakan tenaga, tetap saja Zara berteriak sakit.
Teriakan Zara terdengar seperti lenguhan bagi yang mendengarnya, sebab Chandra sengaja mempermainkan wanita itu dengan cara mencubit di bagian-bagian sensitif seperti paha dan tubuh bagian samping.
Rasa sakit bercampur geli membuat Zara terus berteriak sambil meronta dari pangkuan Chandra. Tapi pria itu tak membiarkannya lepas begitu saja, hingga kedua sosok tadi pergi dari balkon.
Untung mereka sudah pergi, batin Chandra.
Namun, dia harus kembali dibuat gelisah oleh istri dadakannya tersebut. Zara yang terus bergerak-gerak di pangkuannya tanpa sadar menyentuh benda pusaka milik Chandra hingga berdiri tegak.
Wajah Chandra memerah karena benda pusaka miliknya berkedut hingga menyentuh milik Zara karena posisi mereka saling berhadapan. Lebih tepatnya berpelukan.
Begitu juga dengan Zara yang merasakan benda milik suaminya bergerak tepat di bawah miliknya.
Suasana canggung kembali menyelimuti kedua insan tersebut. Mereka segera saling melepaskan diri dan duduk dengan salah tingkah_memalingkan wajah yang sudah merona secara berlawanan.
Cukup lama terdiam, akhirnya Zara berinisiatif keluar dari zona canggung ini dengan memilih merebahkan tubuh di ranjang. "Aku sudah mengantuk," cicitnya seraya menarik selimut.
"Oh, ya. Aku juga mengantuk," Chandra menimpali perkataan istrinya dan ikut merebahkan tubuh di rajang king size miliknya.
Sulit untuk menggambarkan perasaan keduanya yang terlihat malu dan juga gengsi. Mereka sama-sama memiliki ego tinggi
Jantung keduanya berdetak tak karuan. Baru beberapa jam tinggal bersama dalam satu kamar, tapi keduanya dibuat salah tingkah terus. Bagaimana jika selamanya? Apa mungkin cinta tak kan pernah singgah di hati mereka?
Tidak mungkin! tepis keduanya tentang pemikiran tersebut.
Setelah puas larut dalam pikiran masing-masing, tak lama kemudian terdengar dengkuran halus dari keduanya pertanda mereka sudah memasuki alam mimpi.
•
•
Pagi menjelang, sepasang suami istri itu sudah rapih dengan pakaian santainya. Keduanya turun sambil menarik koper masing-masing.
Langkah kaki terayun menuju ruang makan. "Pagi, Mam, Pap!" sapa si tampan kepada kedua orang tuanya diikuti Zara yang mengekor di belakang.
Kedua orang tua Chandra lantas menoleh dengan dahi mengkerut. "Kalian mau kemana? Kok bawa koper segala?"
"Pulang ke rumahku," sahut Chandra langsung duduk tanpa melirik sedikitpun. Dia tahu ibunya pasti akan marah.
Benar saja, mama Sandra langsung berdiri dengan wajah terkejut. "Apa? Kenapa mendadak ingin pulang? Kita tidak membahas ini sebelumnya!" pekik Sandra terdengar mengeram.
"Benar! Lagi pula, besok lusa adalah acara pengangkatan dirimu di perusahaan Papa sebagai Presdir. Bisa-bisanya kamu mengatakan ingin pulang mendadak," timpal Tuan Andra sedikit emosi.
Zara menunduk kebingungan. Entah apa yang harus dilakukannya saat ini ketika berada di suasana yang menegangkan.
Haruskah ia menenangkan kedua mertuanya yang sedang marah terhadap putra mereka? Ataukah, Zara harus membujuk Chandra untuk mengalah kepada kedua orang tuanya?
Entahlah!
Zara sendiri tak dapat berpikir jernih karena takut_takut salah bicara.
"Aku butuh privasi," sahut Chandra enteng.
Lagi-lagi wajahnya tak menatap ke arah siapapun dan hanya fokus dengan cangkir berisikan kopi hitam kesukaannya. "Aku tak suka diganggu!" Sambungnya kemudian sambil melirik ayah dan juga adiknya.
Sontak pernyataan itu membuat Kendra, sang adik terperanjat menatap kakaknya, kemudian beralih menatap sang ayah. Pemuda itu menelan saliva nya secara kasar sebab mengerti arah pembicaraan kakaknya tersebut.
Dia sudah bisa menebak apa yang kakaknya maksud. Namun, pemuda itu memilih untuk berpura-pura bodoh. "A-apa maksud perkataan Kakak?"
Chandra beranjak dari duduknya sambil menarik tangan Zara. Dia melirik kedua orang tua juga adik satu-satunya. "Aku tidak perlu menjelaskan apapun! Intinya aku tak ingin diganggu!" ucapnya penuh penekanan. "Kami pamit," lanjutnya kemudian sambil mencium tangan kedua orang tuanya.
"Cha-Chandra!" Ibunya memanggil seraya mengejar. "Chandra, Mama salah! Mama minta maaf deh! Yang menyuruh Papa dan Ken melakukan itu adalah ide Mama. Jadi ...!" Belum sempat Sandra melanjutkan ucapan, Chandra sudah menyela.
"Kalian masih curiga?" tanya Chandra singkat.
Ayahnya segera menimpali. "Ti-tidak! Tentu kami percaya bahwa kalian menikah atas dasar saling suka. Tapi ... ah, bagaimana menjelaskannya!" Pria paruh baya itu kebingungan untuk menyatakan keresahannya.
Chandra menatap datar kedua orang tuanya. Dia menarik tangan Zara yang hanya bisa pasrah untuk mengikuti. "Ayo!" ajaknya lagi.
Kedua orang tua Chandra dan adiknya hanya bisa terdiam saling menatap. Memang benar jika semalam ayah dan adiknya disuruh mengintip di kamar Chandra oleh sang Ibu dengan alasan ingin memastikan kabar yang beredar di masyarakat.
Publik mengatakan jika Chandra dan Zara menikah dadakan tanpa didasari cinta. Sebagai orang tua tentu tak ingin mengambil resiko apapun karena kecolongan oleh putra pertamanya. Sandra takut putranya mempermainkan ikatan suci demi keuntungannya sendiri.
Pria itu berbalik sebelum benar-benar pergi. "Ingat, kalian tidak boleh mengganggu kami lagi! Aku gak mau Zara terguncang pikirannya karena tekanan kalian!" peringat Chandra kemudian. "Terutama elu, Ken!" menunjuk adiknya dengan jari telunjuk penuh intimidasi.
"Lah, kenapa gue!"
"Sebab gue tahu kalau lu terpesona ketika melihat Zara pertama kali," tukasnya sambil masuk ke dalam mobil.
Kendra melongo mendengar tudingan kakaknya barusan. "Gua kan cuma kagum doang akan kecantikan kakak ipar. Dasar posesif!" teriaknya kesal.
...Bersambung .......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!