"Anak Ibu memang harus benar-benar dioperasi, Bu. Kalau tidak, kami tidak bisa menjamin kalau dia akan bisa bertahan hidup," ucap seorang dokter pria yang merupakan dokter jantung, pada Ayara seorang wanita yang memiliki seorang anak berusia 4 bulan pengidap jantung bawaan yang sudah parah.
"Apa Tidak ada cara lain lagi, Dok?" Wanita itu terlihat ingin menangis, berharap dokter memberikan jawaban yang bisa membuatnya tenang.
Dokter itu mengembuskan napas dengan berat dan menatap Ayara dengan tatapan simpati. "Maaf, dengan sangat berat hati, aku mau mengatakan kalau tidak ada cara lain lagi selain operasi, agar anak Ibu bisa bertahan hidup. Seperti yang aku katakan tadi kalau lobang di jantung anak Ibu sudah sangat besar sekitar 4 mengarah ke 5 cm, bukan 4 mm yang kemungkinan bisa menutup sendiri nantinya. Kebocoran jantung ASD berukuran besar dan tidak segera ditangani, aliran darah dapat merusak jantung dan paru-paru, sehingga menyebabkan gagal jantung, Bu," terang dokter itu panjang lebar, membuat Ayara, bersender di kursinya dengan lemas.
"Berapa biayanya, Dok?"
"Sekitar 250- 300 juta, Bu." Ayara terhenyak dan semakin lemas mendengar ucapan sang dokter.
"Ya Tuhan dari mana aku akan mendapatkan uang sebanyak itu? aku hanya pengantar bunga, Dok," Ayara mulai menangis. Wanita yang selalu terlihat kuat itu kini terlihat sangat lemah.
"Turut bersimpati, Bu. Tapi maaf, aku juga tidak bisa membantu,"
Setelah berbicara panjang lebar dengan sang dokter Ayara akhirnya pamit untuk keluar dengan sangat lesu. Bagaimana tidak, wanita itu benar-benar bingung sekarang untuk mengambil langkah berikutnya. Karena kalau dia setuju di operasi, dia harus membayar uang muka, minimal 30 persen atau sekitar 90 juta, baru putranya yang dia beri nama Elvano itu di tangani.
Ayara merasa dunianya sekarang sangat runtuh. Wanita itu terduduk di kursi besi sembari menundukkan kepalanya, menangis sesenggukan.
"Kenapa hidup ini tidak adil bagiku ya Tuhan! Kenapa Engkau memberikan penyakit itu pada bayi itu. Dia tidak bersalah sama sekali, bukan keinginannya untuk lahir ke dunia ini tanpa seorang ayah, Kalau Engkau mau menghukum, hukumlah aku, bukan anakku!" Ayara mengeluh dengan cucuran air mata yang semakin deras.
Ya, Baby Elvano memang terlahir di luar pernikahan, yang diakibatkan kejadian yang sama sekali tidak diinginkannya. Di mana dia direnggut kesuciannya oleh seorang pria yang dia tahu adalah seorang pengusaha muda yang memiliki perusahaan besar.
Flash back
Ayara baru keluar dari lobby sebuah apartemen mewah setelah mengantarkan sebuket bunga pesanan seorang pria yang katanya ingin memberikan kejutan pada kekasihnya.
Di saat dirinya, hendak menuju sepeda motornya, wanita itu melihat seorang pria yang sepertinya sedang menatap sakit akibat terjatuh dari sepeda motornya. Karena merasa kasihan, Ayara mendekati pria itu dan membantunya untuk berdiri.
"Kamu baik-baik saja?" tanya Ayara dengan tatapan khawatir.
"Emm, kakiku sakit sekali, Mba." sahut pria itu, masih dengan meringis kesakitan.
"Kenapa bisa jatuh, Bang?" Ayara bertanya sembari memapah pria itu untuk duduk di sebuah kursi yang ada di halaman area apartemen itu.
"Aku tadi buru-buru ingin mengantarkan pesanan makanan ini, Mbak. Karena takut kena murka yang memesan. Kebetulan aku juga lagi pusing dan kecapean, karena banyak pesanan yang harus aku antar sampai aku lupa belum mengisi perutku dari siang tadi," jelas pria itu di sela-sela rasa rasa sakit di kakinya.
"Emm, begini saja, kebetulan kita sama-sama kurir. Aku baru saja dari dalam untuk mengantarkan pesanan bunga. Jadi, kamu kasih aku alamatnya saja, supaya aku yang mengantarkan makanan itu ke si pemesan. Kamu di sini dulu, tunggu sampai rasa sakitnya sedikit mereda," Ayara menyodorkan bantuan.
"Serius, Mba?" wajah pria itu berbinar bahagia dan Ayara menganggukkan kepalanya, mengiyakan.
"Ini alamatnya, Mba dan pesanannya ada di dalam box itu! Sekali lagi terima kasih banyak!" Ayara kembali menganggukkan kepalanya dan berjalan ke arah motor pria itu yang sudah terparkir dengan baik.
Ayara kemudian meraih kotak makanan yang kebetulan tidak mengalami kerusakan dan berjalan masuk kembali ke dalam apartemen.
Setelah Ayara sudah memberikan makanan kepada si pemesan, Ayara berniat untuk kembali pulang. Namun, naas di saat wanita itu hendak masuk ke dalam lift, seorang pria tampan memakai jas lengkap keluar dari lift dalam keadaan pucat dan ngos-ngosan.
Lagi-lagi karena Ayara tipe wanita yang memiliki jiwa sosial tinggi, dia langsung bereaksi menolong pria itu. Ketika melihat wajah pria itu, Ayara begitu kaget karena wajah pria itu sering lewat di televisi, dan di media sosial karena masih di usia muda sudah berhasil membangun perusahaan yang sangat besar. Julian Melviano Pradipta, itulah nama pria itu. Seorang pria tampan dan yang terkenal ambisius ,banyak dikagumi oleh orang dan banyak diimpikan oleh para kamu hawa.
"Panas," rintih pria itu yang membuat Ayara bingung.
"Panas bagaimana? Udaranya dingin begini?" batin gadis itu.
"Tolong aku, Nona!" rintih pria bernama Julian itu lagi.
"Iya Tuan, aku akan menolongmu, tapi apa yang harus aku lakukan?" ucap Ayara yang sama sekali tidak tahu kalau pria yang sedang di papahnya itu sedang berada di bawah pengaruh obat perangsang yang berdosis tinggi.
Singkat cerita, Ayara memapah Julian sampai masuk ke dalam apartemen yang kebetulan minim penerangan. Sementara Julian yang sudah tidak bisa menahan diri lagi langsung menyergap tubuh Ayara, yang hanya bisa berteriak memohon dan meminta tolong. Namun sama sekali tidak ada yang mendengar teriakannya.
Setelah hasrat Julian sudah terpenuhi, pria itu sontak tertidur dan membiarkan Ayara menangis. Namun satu hal yang dia dengar, Julian sempat berkata saat minta tolong, kalau dia sedang dijebak orang. Akhirnya karena merasa kasihan, Ayara menjadi pun menjadi pasrah tubuhnya digagahi oleh pria itu.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang? aku sudah tidak suci lagi, tapi tidak mungkin aku meminta pertanggung jawabannya. Dia pasti menuduhku kalau aku adalah orang yang sudah menjebaknya karena tahu dia kaya," Ayara mulai ketakutan dengan pikirannya sendiri yang belum tentu terjadi.
"Astaga, kenapa aku tidak memikirkan resiko itu! Bagaimana nanti kalau dia melaporkanku ke polisi, karena bagaimanapun aku membela diri, pasti tidak akan ada yang percaya, karena aku wanita miskin dan dia memiliki kuasa. Aku harus cepat pergi dari sini!" Dengan tertatih-tatih menahan sakit di pangkal pahanya, Ayara kemudian keluar dari apartemen Pria itu.
Dua bulan pasca kejadian itu, Ayara menyadari ada keanehan pada tubuhnya dan setelah dia melakukan pemeriksaan, dia menemukan kenyataan kalau dirinya hamil. Awal kehamilan, Ayara merasa bingung antara ingin mempertahankan janinnya atau menggugurkannya. Karena pada saat dirinya tahu dia hamil,dia masih kuliah dan memang sudah lulus sidang skripsi tinggal menunggu waktu Wisudanya saja.
Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, Ayara memutuskan untuk mempertahankan janinnya karena dia tahu, bayi yang dia kandung tidak salah sama sekali.
Alangkah bahagianya Ayara ketika akhirnya anaknya lahir ke dunia, walaupun memang dia harus menolak tawaran kerja dan tetap menjadi kurir pengantar bunga sesaat setelah acara Wisudanya selesai, karena merasa takut dia akan dianggap pembawa sial nanti kalau teman-teman sekantornya nanti tahu dia hamil di luar nikah.
Kebahagiaan Ayara hanya bertahan sebentar setelah usia bayinya dua bulan didiagnosa mengalami penyakit jantung bawaan yang memiliki tingkat kebocoran besar.
Flash back off.
"Ayara!" terdengar suara seorang wanita memanggil Ayara dengan napas yang tersengal-sengal.
Ayara menoleh ke arah datangnya suara dan melihat sosok Shasa, sahabatnya yang selama ini selalu ada untuk mendukungnya.
"Bagaimana keadaan baby Vano?" tanya Shasa, tidak sabar.
Ayara tidak menjawab, justru semakin terisak-isak sembari memeluk sahabatnya itu.
"Ay, aku bertanya, bagaimana keadaan Vano?" ulang Shasa.
"Kondisinya semakin parah, dan jalan satu-satunya harus operasi Sha. Tapi biayanya 300 juta. Dari mana aku dapat uang sebanyak itu? bahkan uang yang aku pegang sekarang hanya cukup untuk biaya rumah sakitnya dua hari ini dan hari ini terpaksa harus aku bawa pulang dulu. Aku kasihan Sha sama baby Vano, setiap menangis dia langsung membiru, dia juga sering sesak, apa yang harus aku lakukan, Sha?"
Shasa terdiam seribu bahasa mendengar penuturan Ayara. Seandainya dia mampu, dengan senang hati dan tanpa meminta bayaran, dia pasti akan membantu sahabatnya itu, tapi dia dapat uang dari mana? dia bahkan baru beberapa bulan ini bekerja dan tiga bulan pertama dia hanya karyawan magang.
"Ay, maaf aku harus mengatakan ini. Demi Vano, mungkin sebaiknya kamu memberikannya pada mJulian papa kandungnya,"
Mata Ayara membesar terkesiap kaget mendengar saran yang diberikan oleh sahabatnya itu.
Tbc
Mata Ayara membesar terkesiap kaget mendengar saran yang diberikan oleh sahabatnya itu.
"Kamu gila ya, Sha? kamu mau memisahkanku dengan baby Vano?" suara Ayara, sedikit meninggi.
"Tapi hanya itu caranya, Ay. Kalaupun baby Vano bersamamu, apa kamu tega melihat kondisinya yang nyawanya sudah di ujung tanduk? kamu bahkan akan lebih menyesal kalau di tetap bersamamu tapi kamu tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyembuhkan baby Vano,"
Ayara sontak terdiam, tidak bisa membantah ucapan Shasa yang memang benar adanya.
"Ay, aku tahu kalau ini pilihan yang berat. Bukannya kalau dihadapkan pada suatu pilihan, akan selalu terasa berat ya? Dulu kamu sudah memilih untuk mempertahankannya dan melahirkannya ke dunia ini, apa kamu ingin apa yang kamu perjuangkan selama ini sia-sia? hanya ini jalan satu-satunya, Ay. Karena memang kondisi baby Vano sudah tidak bisa menunggu lagi. Kalau kita mau open donasi, sampai berapa lama kita menunggu, uangnya bisa terkumpul?" tutur Shasa panjang lebar yang membuat Ayara, semakin terdiam.
"Tapi, aku tidak tahu apa aku sanggup hidup jauh dengan baby Vano, Sha. Aku pasti tidak akan sanggup," Ayara kembali menangis sesunggukan. "Lagian bagaimana caranya aku memberikan baby Vano pada Julian? apa yang harus aku katakan? apa aku harus memberitahu dia kalau dia pernah merenggut kesucianku? aku takut,Sha. Aku takut dia akan murka, menuduhku yang sengaja menjebaknya agar hamil dan menggunakan baby Vano untuk memerasnya," Ayara sudah terlihat sangat putus asa.
Kini gantian Shasa yang terdiam. Dia memahami ketakutan sahabatnya itu, walaupun memang ketakutan yang dirasakan oleh wanita itu, hanyalah takut yang tidak beralasan.
"Ay, jujur saja, aku sudah mengenal bagaimana pribadi Julian. Dia memang dingin tapi kata mamaku, sebenarnya dia itu orang yang hangat dan baik. Aku rasa ketakutan yang kamu rasakan ini, hanyalah ketakutan yang tidak beralasan,"
setelah berdiam beberapa saat Shasha kembali melanjutkan ucapannya. "Jadi, coba saja kamu datangi dia dan kasih tahu dia kalau __"
"Tidak! aku tidak mau! aku tidak mau dituduh yang tidak-tidak dan melaporkankanku ke polisi, Sha. Kalau aku di penjara, aku nanti tidak bisa melihat anakku lagi," Ayara menggeleng-gelengkan kepalanya, menolak.
"Ay, please jangan berpikir yang tidak-tidak! belum tentu hal buruk yang kamu pikirkan itu terjadi. Kamu jangan dikejar oleh ketakutanmu sendiri Ay!" Shasa terlihat mulai geram.
"Baiklah, kalau kamu tetap tidak mau memberitahukan pada Julian tentang kamu dan anak kalian berdua, jadi sekarang bagaimana? apa keputusanmu? kamu masih ingin mempertahankan baby Vano di tanganmu atau kamu mengikuti saranku tadi? semuanya terserah kamu," pungkas Shasa, pasrah.
Ayara tercenung, diam seribu bahasa, memikirkan keputusan yang akan dia ambil. Keputusan yang memang sangat besar.
"Baiklah, Sha, demi kesembuhan Vano, seperti yang kamu katakan tadi, kalau aku memang harus memilih. Setelah aku berpikir, dengan sangat berat hati, aku harus mengikuti saranmu. Tapi aku tidak mau secara langsung memberikan Vano pada Julian, dan memberitahukan kenyataannya. Please, tolong bantu aku untuk memikirkan bagaimana caranya!" Ayara menangkupkan kedua tangannya, memohon pada Shasa.
Shasa terdiam beberapa saat, untuk memikirkan permintaan sahabatnya itu.
"Emm, Ay, bagaimana kalau kamu meletakkan baby Vano di depan kediaman Julian saja?" celetuk Shasa memberikan saran.
Ayara sontak menggeleng-gelengkan kepalanya tidak setuju dengan saran yang diberikan oleh Shasa sahabatnya itu.
"Aku tidak tega, Sha. Bagaimana nanti kalau pria itu, justru menghubungi dinas sosial dan meminta dinas sosial untuk mengambil anakku?"
"Kamu tenang saja, Sha! aku yakin kalau Julian pasti tidak akan melakukan hal itu. Bukannya aku sudah mengatakan kalau dia sebenarnya baik. Kamu tahu kan, mamaku kerja sebagai asisten rumah tangga di rumahnya semenjak dia kecil sampai sekarang? kata mama dia pria yang baik kok. Nanti aku akan menghubungi mamaku, dan menanyakan, jam kepulangan Julian ke rumah. Jadi, 5 menit sebelum dia sampai di rumahnya kita sudah lebih dulu meletakkan baby Vano di depan pintu pagar. Tapi, kamu harus tetap hati-hati, karena ada CCTV di taruh dekat pintu pagar," terang Shasa panjang lebar.
"Baiklah, begitu juga bagus, Sha. Aku pasrah saja, karena aku juga sudah tidak bisa berpikir lagi saat ini. Otakku benar-benar buntu," Ayara kembali mendaratkan tubuhnya duduk di kursi besi dengan lesu.
Sesaat kemudian, Shasa terlihat menghubungi mamanya, yang memang bekerja di rumah mewah milik Julian sebagai kepala asisten rumah tangga.
"Ay, sebaiknya sekarang kita harus menyelesaikan administrasi baby Vano dan langsung melaksanakan rencana kita. Kata Mama, Julian hari ini akan pulang lebih cepat karena sore ini rumahnya kedatangan tamu,"
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Dengan menggunakan hoody dan kepala yang ditutup dengan topinya, Ayara mendorong kereta dorong bayi yang berisi baby Vano menuju pintu pagar kediaman Julian. Di dalam sana, tampak mamanya Shasa yang dengan sengaja mengajak security untuk berbicara, guna mengalihkan perhatian sang security.
Setelah merasa nyaman, Ayara kemudian meletakkan kereta dorong bayi itu tepat di pintu pagar. Sebelum Ayara pergi, sekali lagi wanita itu menatap putranya yang masih tertidur dengan mata yang sembab, diakibatkan kebanyakan menangis.
"Nak, maafkan Mama ya! Mama terpaksa melakukan ini semua. Ini demi kesembuhanmu. Mama harap dengan melihatmu nantinya, akan membuat hati papamu tergerak dan tidak membawa kamu ke dinas sosial," Ayara membelai lembut pipi baby Vano, yang seketika langsung menggeliat.
Sementara itu, dari kejauhan tampak Shasa yang blingsatan, panik melihat Ayara yang sama sekali belum bergerak menjauh. Wanita itu benar-benar khawatir, takut kalau Julian tiba-tiba pulang dan melihat tindakan Ayara.
Wanita itu kemudian melangkah menghampiri Ayara yang masih berjongkok di depan kereta dorong putranya itu.
"Ay, kamu harus tulus melakukan ini semua. Ini demi kesembuhan Elvano. Ayo kita pantau saja dari jauh, takut Julian tiba-tiba datang. Kalau kamu di sini terus, rencana kita bisa gagal," bisik Shasa sembari sesekali melihat ke arah sekitar.
Mendengar ucapan Shasa, Ayara kemudian bangkit berdiri dan memberikan kecupan di pipi sang anak. Lalu, bersama dengan Shasa Ayara dengan perlahan berjalan menjauh dan memilih memantau dari kejauhan.
Benar saja, sesaat Ayara dan Shasa tiba di tempat persembunyian, sebuah mobil mewah datang dan berhenti tepat di pintu pagar.
Dua orang pria tampak turun dari dalam mobil, dan salah satunya adalah Julian. Dari arah dalam, seorang security yang tadi sedang berbicara dengan mamanya Shasa dengan sigap langsung membuka pintu pagar.
"Pak, Bambang, kenapa ada kereta bayi di sini?" terdengar suara Julian, bertanya dengan sorot mata mengintimidasi.
"A-aku tidak tahu, Tuan," security tampak sangat pucat, ketakutan.
"Bagaimana kamu bisa tidak tahu? apa kamu tidak melihat ada orang yang datang ke sini? apa yang__"
Karena suara Julian yang menggelegar, baby Elvano pun langsung menangis dengan sangat kencang.
Julian sontak panik dan menatap sang bayi. Setelah melihat wajah bayi itu, hati Julian tiba-tiba tergerak dan langsung menggendongnya keluar. Jangan lupakan Shasa yang berusaha menahan tubuh Ayara yang ingin berlari menghampiri baby Vano, semenjak mendengar putranya menangis.
Sementara itu, di saat Julian berhasil menggendong baby Vano, sehelai kertas jatuh dan langsung diambil oleh asisten pribadinya.
"Jul, di sini tertulis nama bayi ini Elvano. Dan di sini juga ditulis kalau dia meminta tolong agar kamu mem__"
"Ada apa ini? kenapa bayi ini membiru dan sesak?" belum sempat asisten pribadi Julian menyelesaikan ucapannya, Julian sudah terlihat sangat panik melihat kondisi baby Vano yang membiru.
"Ron, bawa mobilnya! Kita harus bawa bayi ini ke rumah sakit sekarang juga!"
Roni yang ikut panik, menganggukkan kepalanya dan langsung membuka pintu mobil untuk Julian. Setelah, sudah berada di dalam mobil, Roni langsung melajukan mobil dengan kecepatan tinggi.
Sementara itu, Ayara yang juga panik, langsung berlari ke arah motor milik Shasa yang terparkir tidak jauh, dan mengejar mobil milik Julian.
tbc
Sementara itu di dalam kediaman Julian, tampak wanita paruh baya yang dari tadi melihat ke arah jam yang menempel di dinding dan sesekali ke arah pintu.
"Kenapa Julian belum nyampe juga ya? harusnya kan sudah sampai." ucap wanita itu yang ternyata ibunya Julian. Wanita itu benar-benar merasa tidak enak pada 3 orang tamunya yang dari tadi juga menunggu kedatangan Julian.
Ya, alasan Julian mempercepat pulang dari kantor karena memang pria itu sudah berjanji pada mamanya, untuk cepat pulang menyambut tamu yang sebenarnya sangat tidak diinginkan oleh Julian.
Ketiga tamu itu adalah seorang gadis bernama Tessa bersama dengan kedua orang tuanya. Mamanya Julian benar-benar ingin melihat putranya menikah. Karena melihat Julian yang sepertinya cuek pada masalah pernikahan semenjak dikhianati oleh mantan kekasihnya dulu, membuat wanita paruh baya itu berniat menjodohkan Julian dengan Tessa.
"Maaf ya, Nak Tessa kalau Juliannya lama," ucap Sarah mamanya Julian, dengan ekspresi wajah yang merasa tidak enak hati.
"Tidak apa-apa, Tan. Mungkin jalanan lagi macet makanya Julian belum nyampe," nada bicara Tessa terdengar sangat lembut dan terlihat sangat pengertian, membuat Sarah semakin merasa kalau pilihannya tidak salah.
"Cih, baru kali ini aku menunggu seseorang sangat lama," ternyata sikap yang ditunjukkan oleh Tessa hanyalah kamuflase. Wanita itu sebenarnya sangat kesal dan sudah mengumpat di dalam hati, dari tadi.
"Tapi, kamu harus tetap menunjukkan sikap sabarmu Tessa. Ini semua demi supaya Tante Sarah menyukaimu dan kamu bisa menikah dengan Julian. Ingat saja kebahagiaan dan kemewahan yang menanti di depanmu," lanjutnya lagi, berbicara dalam hati.
"Tidak apa-apa kok Jeng Sarah. Benar kata Tessa, mungkin jalanan lagi macet makanya nak Julian belum sampai juga," mamanya Tessa buka suara, menimpali ucapan putrinya.
"Aduh terima kasih banyak atas pengertiannya, Jeng! aku jadi sedikit tenang!". Sarah melemparkan senyum tulusnya.
"Haish, kalau bukan karena kalian orang kaya, nggak sudi aku lama-lama menunggu di sini," ternyata sikap mamanya Tessa tidak jauh berbeda dengan putrinya.
"Permisi, Bu!" tiba-tiba security mengetuk daun pintu dan membungkukkan sedikit badannya.
"Ada apa Pak Bambang?" Sarah mengrenyitkan keningnya.
"Aku hanya mau menyampaikan pesan Tuan Julian saja, Bu. Tuan tadi sudah datang tapi sudah pergi lagi membawa seorang bayi ke rumah sakit,"
Sarah dan ketiga tamunya itu sontak terbeliak kaget dan langsung berdiri.
"Bayi? bayi apa maksudmu?" Tuang Julian tadi bawa bayi pulang, begitu?" suara Sarah sedikit meninggi, merasa sedikit tidak enak pada para tamunya. Wanita paruh baya itu takut kalau Tessa dan kedua orangtuanya, berpikiran negatif tentang Julian..
"Oh, ti-tidak, Bu! hanya saja tadi di depan pintu pagar ada yang meninggalkan bayinya. Ketika Tuan Julian menggendong bayi itu, tiba-tiba bayi itu menangis sampai membiru, makanya Tuan Julian langsung membawa ke rumah sakit," tutur Bambang dengan panjang lebar dan detail.
"Aduh, tega sekali ibu anak itu. Kenapa bayi yang tidak bersalah seperti itu harus dibuang?" Sarah berdecak sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Mungkin anak itu anak di luar nikah, Tante. Ibunya malu, makanya anaknya dibuang. Dan sepertinya rumah ini sudah lama dia incar, makanya dia taruh bayi itu di depan rumah ini," Tessa buka suara, masih dengan suara lembutnya, padahal sebenarnya dia ingin meluapkan amarahnya, karena gagal bertemu dengan Julian.
"Tapi kenapa dia mengincar rumah ini?" Sarah menautkan kedua alisnya dengan tajam .
"Aduh, Tante ... masa Tante tidak paham? Ini kan rumah Julian, siapa sih yang tidak mengenal Julian? dia pasti sengaja meletakkan bayi itu di depan rumah Tante, karena dia ingin hidup anaknya itu terjamin. Kalau memang seperti itu, maaf ya Tan kalau aku lancang,tapi ini semua demi kebaikan keluarga Tante. Kalau menurut saranku, ada baiknya bayi yang ditemukan Julian tadi, diserahkan ke dinas sosial atau ke panti asuhan, karena banyak orang-orang sekarang yang sangat licik, Tan!" Tessa mulai mempengaruhi Sarah.
"Maksud kamu apa Nak Tessa? Tante benar-benar belum paham,"
"Tan, maksud aku ... zaman sekarang kan banyak yang ingin bisa hidup enak dengan instan. Jadi untuk menghindari keluarga Tante disusupi dengan orang-orang seperti itu, lebih baik Tante mengantisipasi dari awal. Entah kenapa ya, Tan, aku merasa ibu dari anak itu berniat tidak baik. Nanti kalau Tante merawat bayi itu di sini dan tahu kalau seisi rumah sudah menyayangi bayi itu, ibunya akan muncul dan meminta anaknya kembali. Karena semuanya sudah menyayangi bayi itu dan tidak ingin berpisah, maka ibu bayi itu menjadikan alasan itu untuk memeras keluarga ini. Atau lebih buruknya lagi, Tante, meminta Julian menikah dengannya, dengan alasan agar bayi itu bisa memiliki orang tua yang lengkap. Apa Tante mau kalau itu sampai terjadi nanti?"
Sarah terdiam, memikirkan ucapan Tessa. Wanita paruh baya itu merasa kalau ucapan Tessa ada benarnya.
"Emm, yang kamu ucapkan tadi sepertinya ada benarnya juga, tapi menurut Tante, tidak ada salahnya kalau kita berbaik sangka dulu. Mana tahu, ibu anak itu punya alasan yang baik, makanya dia rela memberikan bayinya pada orang lain."
Tessa seketika mengumpat di dalam hati karena caranya untuk mempengaruhi mamanya Julian itu tidak berhasil. Namun, wanita itu berusaha untuk tidak memperlihatkan kekesalannya.
"Tapi, Jeng yang dikatakan oleh Tessa tadi tidak ada salahnya dipertimbangkan juga. Karena memang benar banyak manusia licik sekarang," mamanya Tessa kembali buka suara, memberikan dukungan pada apa yang diutarakan putrinya tadi.
Sarah, mengulas seulas senyuman di bibirnya dan menganggukkan kepalanya. " Terima kasih, Jeng, Nak Tessa sudah berpikir sampai ke arah sana. Tapi, seperti yang aku katakan tadi, lebih baik kita berbaik sangka dulu. Dari dulu aku selalu percaya dan menekankan pada Julian, kalau kita berpikir positif, pasti hasilnya juga akan positif. Lagian, kenapa aku memilih untuk berbaik sangka, karena jarang-jarang Julian bersikap seperti tadi. Dia sampai menggendong bayi itu, itu benar-benar hal yang sangat jarang terjadi, Jeng. Bisa saja dia mendorong kereta bayi itu masuk ke rumah kan?" tutur Sarah panjang lebar dan tanpa jeda, sehingga kekesalan Tessa dan mamanya semakin bertambah.
"Emm, iya juga ya, Jeng. Kalau begitu, aku sangat salut pada Nak Julian. Aku jadi semakin setuju dan bahagia Jeng, kalau putriku Tessa menikah dengan Nak Julian nanti. Aku jadi merasa tenang, karena yakin kalau putriku ada di tangan orang dan keluarga yang tepat," pungkas mamanya Tessa, akhirnya, tidak mau melanjutkan provokasinya, khawatir kalau Sarah nantinya tidak suka dengan mereka, dan batal menjodohkan Julian dengan Tessa putrinya
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!