NovelToon NovelToon

Pengacara Tampanku

Bab Prolog..

Hai, nama ku Jessica Rahardian Pratama. Saat ini aku duduk di bangku kelas 3 SMA. Hampir lulus, karna hanya tinggal menunggu beberapa bulan lagi ujian kelulusan diadakan. Dan setelah itu aku bakalan menikah, yeay!

Cita-cita ku adalah menikah dengan kak Yoga, dia adik dari aunty Nabila yang tidak lain adalah sahabat mommy. Beberapa sahabat dekat ku shock saat aku bilang ke mereka cita-cita ku adalah menikah.

Apalagi menikahi seorang pengacara. Beberapa temen mencibir ku dengan cita-cita ku. Masa bodoh dengan cibiran orang, lagi pula aku makan nggak minta mereka. Kata orang, aku yang seorang putri konglomerat ini nggak cocok sama seorang pengacara. Harusnya aku menikah dengan sama-sama anak konglomerat. Hem, aku hanya bisa menghela nafasku saat mendapat kritikan seperti itu dari orang-orang yang ku anggap sahabat. Mereka nggak tau ya, orang yang aku kejar bukan hanya seorang pengacara biasa.

Tapi, dia pendiri firma hukum terbesar dan terbaik di Indonesia. Dia udah sekelas CEO cuy, nggak cuma memimpin firma hukum yang besar dia juga mempunyai bisnis coffe shop yang terkenal di Jakarta dan Jogja. Kalau mereka tau kenyataan ini dan masih bilang nggak cocok, fiks mereka perlu di labuh ke laut selatan buat makan hiu.

***

“Pagi, kak.” Sapa ku pada kak Jordan. Kakak kembarku. Aku menarik kursi di ruang makan dan duduk di kursi itu. Siap menyantap makan sarapanku.

“Hem.” Balas Jordan singkat. Yah, kakakku itu cuek, kolot, dingin, arogan, sok kecakepan meskipun aslinya emang cakep parah, dan pendiam, tapi, banyak duit cuy. Hehe, aku selalu menempel padanya saat uang jajanku habis. Jangan dikira jadi anak konglomerat enak bisa boros sesuka hati, nggak cuy. Aku harus mengeluarkan uang dengan alasan yang jelas atau mommy akan ceramah tujuh hari tujuh malam.

Mommy menentang keras anak-anaknya untuk berfoya. No smoking No alkohol! Kadang Daddy akan diam-diam memberiku tambahan uang jajan tanpa sepengetahuan mommy. Aku bisa gunakan uang itu sesuka hatiku tanpa perlu laporan pada mommy. Daddy memang sangat menyayangiku, Yah aku adalah satu-satunya putri dari tiga bersaudara. Kakakku laki-laki, adikku pun laki-laki.

“Kak, minta uang dong.” Bisikku pada kak Jordan.

Kak Jordan meletakan sendok dan garpunya pelan, ia menatap ku dengan tatapan bertanya. ‘Sudah habis lagi?’ Mungkin seperti itu pertanyaan Kakak yang bisa aku tangkap lewat sorot tatapannya.

‘Kemarin kan cuma sejuta, kak. Udah habis.’ Balasku dengan menatap kak Jordan.

‘Kamu buat apa yang kemarin?’ Lagi-lagi kakak bertanya dalam pikirannya.

Aku mengangkat bahuku menolak menjawab pertanyaan kakak. Pokoknya intinya uang satu juta dari Kakak kemarin sudah ku habiskan.

Sebenarnya aku bisa saja ambil yang dari ATM pemberian mommy, isinya masih banyak cukup untuk beli mobil. Tapi, mommy pasti tanya jika aku gunakan uang itu lebih dari dua juta. Padahal aku butuh sekitar lima jutaan.

“Bagaimana?” Aku berbisik kembali pada kak Jordan.

Kakak menyilangkan kedua tangannya seraya berdiri pertanda menolak permintaanku. Ia pun meraih tas gendongnya dan meninggalkan meja makan. Yah, gatot alias gagal total minta uang dari Kak Jordan. Mana sekolah kita beda. Kakak sekolah di sekolah internasional yang isinya anak-anak elit semua. Nah, aku sekolah disekolah biasa. Namun cukup bagus kualitasnya.

Mommy dan Daddy tidak ikut campur pada pilihan sekolah kami. Mereka membebaskan kami memilih sekolah yang kami suka. Dan, aku lebih nyaman sekolah di sekolah biasa daripada sekolah internasional yang isinya anak-anak Waow semua. Pasti membosankan. Isinya cewek-cewek tajir centil dan pamer. Yah, walaupun enggak semua seperti itu. Tapi, kebanyakan.

Aku tidak khawatir dengan bahasa Inggris ku meskipun tidak sekolah di SMA internasional karna aku memang sudah fasih berbahasa Inggris sejak kecil. Tidak hanya bahasa Inggris, aku mahir bahasa Korea, Prancis, chinese, dan Thailand. Sekarang aku sedang belajar bahasa Jerman dan Jepang seperti permintaan mommy.

“Dek?” Aku menoleh pada Reynard, adikku, si bungsu di keluarga ku. Nama lengkapnya Reynard Rahardian Pratama. Bocah berumur 12 belas tahun itu adalah kesayangan mommy. Dia pasti sering dapat tambahan uang jajan dari mommy.

“Kakak pasti mau pinjam uang.” Ucapnya seolah bisa membaca kata hatiku. Aku mengangguk.

“Kakak, kan, kaya, gunakan saja uang kakak sendiri. Jangan minta uang sama anak SD, kakak mau dikatai tukang palak?” Hih pedas sekali ucapan adikku itu. Meskipun benar sih, hehe. Aku sudah seperti preman pasar saja minta uang pada anak di bawah umur.

“Kalau pakai uang kakak nanti mommy tau.” Ayu pura-pura memelas ah. Pasti bocah itu luluh.

“Memang kakak butuh uang buat apa?”

Yes, Rey pasti mulai goyah. Sedikit lagi lagi dia meminjamiku uang.

“Buat beli kado.” Jawabku dengan suara lirih.

“Buat Mas Yoga?” Tanya Rey, aku pun mengangguk.

“Wah kalau buat kado untuk orang spesial mana boleh ngutang, harus usaha sendiri dong. Syukur-syukur dari keringat sendiri.” Reynard menyelesaikan makan sarapannya lalu pergi meninggalkan aku yang sedang termenung. Aku mencoba mentelaah setiap kata per kata yang keluar dari mulut si bungsu.

Setelah ku pikir-pikir, benar kata si bungsu. Kado itu akan berkesan jika aku membelinya dengan hasil keringatku sendiri. Tapi, bagaimana caranya?

***

Yoga Dennis Hanggara..

Pendiri firma hukum terkenal di Jakarta, juga pemilik puluhan coffe shop yang tersebar di Jakarta dan Jogja. Ia yang lebih dikenal dengan profesi sebagai seorang pengacara itu adalah laki-laki yang ramah jika dengan klien. Namun, dingin jika berhadapan dengan Jessi.

Sebagai seorang pengacara Yoga selalu sibuk menangani berbagai kasus dari klien nya. Saat ini ia berfokus pada klien yang berasal dari kalangan menengah ke bawah. Yoga mengambil kasus dari sebagai an orang miskin yang tidak mampu menyewa pengacara yang kompeten karna mahal. Yoga tidak pernah mematok harga pada kliennya yang berasal dari kalangan orang miskin, sebagai gantinya Yoga hanya menerima pemberian seikhlasnya dari klien nya. Tidak jarang Yoga hanya membantu dengan cuma-cuma.

Lalu, jika seperti itu dari mana penghasilan Yoga?Hallo, sebagai pendiri firma hukum, Yoga punya banyak pengacara kompeten dan handal di bawah naungannya. Mereka yang menghasilkan uang sebagai keberlangsungan hidup firma hukum nya. Tidak perlu risau jika hanya masalah keuangan. Yoga tidak akan jatuh miskin hanya karna memberi jasa pengacara gratis pada orang miskin yang membutuhkan.

Justru ia akan mendapatkan kepuasan batin karna sudah berguna bagi orang lain yang menbutuhkan. Itu sudah cukup baginya.

Drttt..

“Ya, mbak?” Yoga mengangkat telepon masuk di ponselnya. Telepon itu dari Nabila.

“Bisa jemput mbak nggak, Ga?” Tanya Nabila diseberang.

“Memang mbak dimana?Yoga masih di pengadilan, baru selesai mengurus persidangan. Kalau mbak mau nunggu Yoga jemput.” Ucap Yoga.

“Mbak tunggu deh, mbak di tempat mbak Ayu. Di AA butik Kuningan.” Balas Nabila.

“Oke, Yoga jalan kesana.” Nabila pun mematikan teleponnya setelah menjawab oke juga.

.

.

.

Hallo untuk yang pembaca baru .. novel ini adalah squel dari novel author yang lain dengan judul “Bersamamu” dan “Menikahi lelaki pilihan kakek”...

Di novel bersamamu menceritakan kisah mommy nya Jessi, mommy Ayu dan Daddy Raka. Sementara di novel menikahi lelaki pilihan kakek menceritakan kisah Nabila dan Adam, keluarga dari Yoga.

Happy reading All ..

Bab Orang yang disuka

Mobil berwarna merah memasuki area AA butik. Mobil yang di kendarai oleh seorang gadis cantik masih dengan mengenakan seragam putih abu-abu. Gadis itu turun dari mobil dengan kaki kanan lebih dulu menapak. Ia turun dari mobil dengan gaya elegan khas turunan dari mommy Ayu. Ya, dia adalah Jessi. Semenjak mendapat SIM atas namanya tanpa menyogok, Raka mengizinkan putrinya membawa mobil sendiri ke sekolah. Dengan catatan mobilnya yang biasa tidak boleh mobil mewah.

Akhirnya Jessi memilih Toyota Yaris, karna menurutnya itulah mobil yang paling biasa yang ada di rumahnya.

Ia pun berjalan masuk ke dalam butik. “Kak, mommy ada?” Tanyanya pada petugas resepsionis.

“Ada nona.” Jawab petugas resepsionis lembut.

Jessi langsung naik ke lantai 3 ruangan Ayu berada. “Mommy, gadis cantikmu pulang.” Ucap Jessi masuk ke ruangan Ayu. Ia dengan PE-de nya nyelonong masuk ke ruangan Ayu tanpa memperhatikan suasana di dalam ruangan karna ia berjalan dengan menunduk sembari menatap ponselnya menunggu balasan chat dari Jordan. Ia pun langsung duduk di kursi putar Ayu dan melempar tas sekolahnya ke atas meja kerja Ayu.

“Mommy, Jessi la-.” Jessi selesai membalas chat Jordan. Ia pun mengangkat kepalanya melihat ke arah sofa. Dan, ternyata Ayu sedang berbincang dengan Nabila dan Yoga di sofa ruangnya itu. “Par.” Lanjut Jessi lirih karena menahan malu. Bagaimana ia bisa menunjukan sikap manja nya di depan Yoga.

“Sini sayang!” Ayu melambai pada Jessi. Jessi pun mengangguk, ia keluar dari kursi kebesaran Ayu berjalan mendekati Ayu. Sampai disana Jessi langsung Salim pada Nabila.

“Apa kabar aunty?” Ucapnya menyapa Nabila.

“Baik, sayang. Lama ya nggak ketemu, kamu tambah cantik aja, Jess.” Puji Nabila pada Jessi.

“Aunty sih nggak pernah main ke rumah Jessi.” Cebik Jessi.

“Kebalik sayang, harusnya kamu yang main ke rumah aunty. Eh, kamu udah punya pacar belum?” Tanya Nabila.

Jessi menggelengkan kepalanya. “Pacar belum aunty, kalau orang yang disuka sudah.” Jawab Jessi jujur.

“Iya kah, siapa?Kasih tau dong aunty.” Nabila penasaran siapa lelaki beruntung yang disukai Jessi.

“Kak Yoga, aunty!” Tunjuk Jessi pada Yoga yang duduk di sebelah Nabila.

Yoga yang kala itu sedang meminum air mineral pun memuncratkan air minum itu karna kaget.

‘Bahaya ni anak.’ Melotot pada Jessi yang malah membalasnya dengan senyum manis.

“Hah, seriusan kamu suka sama Yoga?” Tanya Nabila lagi memastikan.

“Jess, apaan sih nggak boleh menggoda kak Yoga seperti itu.” Tutur Ayu agar Jessi berhenti membuat Yoga kikuk.

“Menggoda apa sih, mbak. Biarin aja kalau Jessi suka sama Yoga, Kita bisa besanan, mbak.” Nabila menimpali. Jessi mengangguk tanpa malu.

‘Bener-bener ni anak kelinci.’ Batin Yoga kesal.

“Lah lihat itu Yoga nya jadi nggak nyaman gitu, Bil.” Ucap Ayu memperhatikan Yoga yang salah tingkah.

Yoga hanya membalasnya dengan senyum.

“Tapi boleh, kan, mbak kalau Jessi suka sama Yoga?” Tanya Nabila meminta pendapat.

“Boleh, asal tetep ingat tanggung jawab sekolahnya.” Jawab Ayu.

“Yeay, Thanks mom.” Langsung merangkul Ayu dengan senang.

“Kamu serius suka sama Yoga?” Tanya Ayu, kali ini Ayu yang penasaran.

“Seperti yang Jessi bilang tadi, mom.” Melepaskan lengan Ayu kembali duduk tegap.

Ayu menepuk jidatnya tidak percaya. “Astaga, Maafin putri mbak ya, Ga. Bilang aja kalau dia sampai buat kamu nggak nyaman.” Ayu bisa menduga pasti Jessi sudah banyak mengganggu Yoga. Ia sangat tau kepribadian putrinya, jika sudah ada maunya.

“Eh, nggak, nggak papa kok, mbak.” Jawab Yoga.

‘Iya mbak, putri manjamu sudah menggangu hidupku, dia sungguh menyebalkan.’ Ingin rasanya Yoga mengucapkan itu pada Ayu. Namun, ia tahan.

“Tuh, kak Yoga aja bilang nggak papa kok, mom.” Ucap Jessi terkekeh.

‘Aku tau Kak Yoga hanya berpura-pura. Hehe, lihat saja aku akan terus menggangu kakak, sampai kakak menerimaku.’ Smirk Jessi seraya menatap Yoga.

‘Apa?Dasar bocah ingusan manja.’ Yoga membalas tatapan Jessi.

‘I love you!’ Ucap Jessi dalam batin.

***

Di perjalanan pulang. Jessi menyetir mobilnya sendiri, Ayu ikut bersamanya.

“Mommy, ngomong-ngomong tumben kak Yoga ke butik?” Jessi melirik Ayu sekilas lalu kembali fokus menatap jalanan.

“Jemput Nabila tadi, Bila nggak bawa mobil.” Jawab Ayu seadanya.

“Oh,” Jessi manggut-manggut.

“Ke supermarket dulu, Jess. Temenin mommy belanja bulanan.” Pinta Ayu pada Jessi. Keperluan bulanan di rumah sudah habis.

“Oke, mom.”

Jessi membawa mobilnya ke supermarket terdekat rumah. Ia pun memarkir mobilnya di depan supermarket. Sebelum turun dari mobil Jessi menguncir rambut nya dengan kuncir kuda. Ia sudah berganti baju dari seragam sekolah menjadi dress casual saat di butik Ayu.

Ayu pun mendorong troli yang berada di dekat pintu masuk. Ia berjalan menuju area detergen.

“Mommy, bukan ke tempat sayuran, ya?”

“Bukan, bahan dapur masih banyak.” Jawab Ayu datar.

“Terus yang habis apa?”

“Sabun mandi.”

Jessi malas mengikuti Ayu kesana-kemari mencari apa yang dibutuhkan Ayu. Ia ingin protes tapi tidak berani.

Setelah 1 jam berkeliling Ayu mendapatkan semua yang ia butuhkan. Barang belanjaan Ayu pun sudah memenuhi troli. Ayu membawa troli itu ke kasir untuk membayar barang belanjaannya.

“Mom, jangan bayar pakai black card. Kita di supermarket kecil, nanti jadi lihat-lihatan orang.” Bisik Jessi pada Ayu. Ayu mengangguk.

“Kalau gitu pinjem in ATM kamu, mommy hanya bawa black card semua.” Balasnya berbisik di telinga Jessi.

“Ntar balik berbunga loh tapi!” Seru Jessi seraya meraih dompetnya di dalam tas. Ia mengeluarkan ATM miliknya dan menyerahkannya pada Ayu.

“Gampang.” Ayu menerima ATM Jessi.

“Jessi tunggu di mobil ya, mom.” Ia pun meninggalkan Ayu lebih dulu menuju mobil terparkir. Didalam mobil sambi menunggu Ayu, Jessi berselancar di dunia maya. Ia terlihat kepo akun instagram Yoga. Namun, jiwa keponya seakan dibuat mendidih saat melihat Yoga mempost foto bersama seorang wanita cantik. Sepertinya wanita itu seprofesi dengan Yoga jika dilihat dari dandanan si wanita.

Jessi langsung kepo akun wanita yang berfoto bersama Yoga. Banyak sekali foto Yoga bersama wanita itu di post diakun sosial instagram wanita itu.

“Cih, kecentilan!” Gerutu Jessi tidak suka.

Ia langsung menscreenshot salah satu foto itu dan mengirimkannya pada Yoga. Tak lupa Jessi menyertakan pesan singkat bersamaan dengan foto yang dikirimnya.

Isi pesan Jessi.

Kak Yoga sama siapa sih?Kecentilan banged tuh ceweknya!! (Foto)

Belum ada lima menit foto itu sudah dibaca Yoga. Namun, Yoga tidak membalasnya. Yoga hanya online sebentar lalu hilang.

“Centang biru terosss.” Keluh Jessi kesal pesannya hanya di baca tidak dibalas. Tidak menyerah Jessi mengirim pesan lagi pada Yoga.

Bukan pacar kakak, kan?Nggak boleh, kakak nggak boleh punya pacar.

Kali ini Yoga tidak membaca pesan Jessi.

.

.

.

Bab Mencari part time

Sampai dirumah Jessi terlihat uring-uring an. Ia sangat kesal karena Yoga tidak membaca pesannya. Satu jam sudah berlalu Yoga masih tidak membaca pesan yang terakhir Jessi kirim. Mau tidak mau Jessi pun mengirimi Yoga dengan pesan beruntun. Gadis remaja itu berharap dengan adanya banyak pesan masuk Yoga akan membuka pesannya dan membalasnya namun, harapan hanya harapan. Yoga tetap tidak membalas pesan Jessi, membukanya saja tidak.

“Kak, temani ke toko buku, dong.” Reynard nyelonong masuk ke kamar Jessi tanpa mengetuk pintu lebih dulu. Ia sudah berdiri di sebelah tempat tidur Jessi.

“Sopir kamu kemana?” Tanya Jessi tanpa menatap Rey, ia masih fokus pada ponselnya sambil rebahan.

“Aku pengen nya pergi sama kakak,”

“Ajak mommy aja deh, Rey. Kakak lagi galau.” Jessi enggan keluar dari rumah. Ia ingin rebahan saja.

“Galau terossss.” Ejek Rey.

“Diem kamu, anak kecil tau apa.” Jessi menarik selimutnya. Ia berbaring membelakangi Rey.

“Padahal aku mau nemenin kakak sekalian cari kerja part time, tapi kalau Kakak nggak mau ya udah.” Rey membalik tubuhnya meninggalkan kamar Jessi.

“Tunggu, Kakak temenin deh.” Jessi ingat sedang mencari kerja part time agar bisa dapat uang dan membelikan Yoga kado ulang tahun dengan hasil jeri payahnya sendiri.

‘Haha, aku sudah tau kakak pasti terpengaruh.’ Smirk Rey dalam hatinya.

“Oke, Rey tunggu di lantai bawah.” Meninggalkan kamar Jessi.

***

Ayu dan Raka sedang berada di ruang keluarga. Mereka bersantai seraya menikmati kopi. Sesekali pasangan suami istri itu mengobrol urusan bisnis perusahaan, dimana Ayu maupun Raka sama-sama memimpin perusahaan. Kadang mereka bertukar pendapat.

“Mommy, Rey mau pergi ke toko buku.” Rey menghampiri Ayu.

“Sama siapa?” Tanya Ayu melirik jam tangannya, sudah jam 18:10 menit. Sebentar lagi masuk jam makan malam.

“Sama Jessi, mom.” Jessi baru saja turun dari kamarnya. Ia sudah berganti pakaian dengan dress monokrom selutut dan slingbag di bahu kanannya.

“Kalian berdua saja?” Raka memperhatikan putri dan putra bungsunya secara bergantian.

Keduanya pun mengangguk.

“Tumben akur.” Gumam Raka keras. Yang langsung mendapat cubitan pahit di lengannya.

“Mas, kamu ngomong apa sih?Mereka kakak adik, udah selayaknya mereka akur.” Ucap masih mencubit lengan Raka.

“Iya sayang, maaf.” Ayu pun melepaskan tangannya karna merasa kasihan pada Raka. Kadang cubitan Ayu sampai membekas di lengan Raka.

“Pakai sopir atau kamu nyetir sendiri Jess?” Tanya mommy Ayu.

“Jessi bawa mobil aja deh, mom.”

“Oke, kalian hati-hati ya.”

“Siap, mom.” Jessi maupun Rey mencium punggung tangan Raka dan Ayu secara bergantian, lalu keduanya pun berangkat.

“Mereka sudah besar, Yu.” Memandang punggung Jessi dan Rey. Bagi Raka kedua bocah yang baru saja pamit untuk pergi ke toko buku itu masih saja anak kecil. Raka sering berlebihan pada Jessi dan Rey, sikapnya pada kedua bocah itu terlalu over protektif. Berbeda saat Raka bersama Jordan, ia mendidik Jordan dengan keras karna kelak Jordan lah yang akan menggantikannya memimpin perusahaan.

“Kamu aja yang sering bilang mereka masih kecil.” Cebik Ayu.

***

Sampai di toko buku yang berada di sebuah Mall, Rey membeli buku-buku komik yang berhubungan dengan game.

“Dasar kutu komik.”

“Kakak nggak tau ini berguna!”

“Buat apa?”

“Masa depan Rey lah, lihat aja besok Rey bakal bangun perusahaan penghasil game.” Ucap Rey penuh percaya diri.

“Iya deh, kakak tunggu kamu bangun perusahaan game mu sendiri.” Jessi mengusap usap rambut kepala Rey.

“Hentikan, kak. Aku sudah dewasa jangan perlakukan aku seperti anak kecil.” Rey menampik tangan Jessi yang sedang mengusap rambut kepalanya.

“Cih, baru juga 12 tahun.” Gumam Jessi.

“Sekarang kita makan dulu, kak. Rey lapar, biar Rey yang traktir kakak.” Ucap Rey sambil menggandeng lengan Jessi. Mereka makan di food court Mall itu.

Rey nampak makan dengan lahap. Sementara Jessi malas-malasan, ia hanya mengaduk aduk makanan yang di pesannya.

“Kakak tau nggak menyia-nyiakan makanan itu dosa, diluar sana banyak yang nggak bisa makan.” Ucap Rey kesal dengan kakaknya yang hanya melamun seraya mengaduk-aduk makanan itu.

“Eh, maaf, maaf, ini kakak makan kok.” Jessi terkesiap, ia langsung melahap makanannya dengan cepat dan sampai habis. Ia tidak mau membiarkan makanan yang sudah ia pesan menjadi mubazir. Lagi pula dari awal Jessi memang berniat untuk memakannya.

“Kakak mau nggak jadi guru les?” Rey sudah menyelesaikan makannya. Ia pun mengelap mulutnya dengan tisu.

“Guru les?”

Rey mengangguk. Ia tau kakaknya itu pintar dan merupakan salah satu murid terbaik di sekolahnya. Jika hanya menjadi guru les Jessi pasti mampu.

“Memang siapa yang butuh guru les, terus minta diajarkan apa?” Tanya Jessi.

“Bahasa Korea, kak. Salah satu temanku kesulitan saat masuk kelas bahasa Korea, dia anak orang kaya jadi pasti bayarannya lumayan.” Rey juga sekolah di sekolah internasional yang satu yayasan dengan sekolah Jordan. Bisa dikatakan teman-teman Rey anak orang kaya semua. Untuk bahasa Inggris Rey jangan ditanya. Ia pasti fasih berbicara dengan bahasa Inggris.

“Boleh deh, mulai kapan?Terus tempatnya dimana?Berapa anak?Hari apa aja?Soalnya aku mau nyoba part time di cafe juga.” Jessi mencecar Rey dengan beberapa pertanyaan sekaligus.

“Senin sampai Kamis gimana?Malam hari, terus Kakak yang kerumah mereka. Ada sekitar 5 orang.”

“Wih, lumayan. Oke, bilang ke temen-temen kamu siapkan camilan yang enak.” Jessi semangat sudah berhasil mendapat pekerjaan.

“Okay.” Rey membentuk bulatan dengan jempol dan jari telunjuknya.

Jessi pun manggut-manggut dan menghabiskan makannya.

Setelah itu, Jessi mengajak Rey menuju kawasan salah satu kampus terbaik di Jakarta. Ia ingin mencari pekerjaan part time di cafe yang dekat dengan kampus. Jessi yakin banyak lowongan di sana. Ia juga mendapat Info dari salah satu teman sekolahnnya soal cafe yang sedang membuka lowongan.

Jessi pun mengeluarkan map coklat yang berisi lamaran pekerjaan, lalu menitipkan nya pada karyawan cafe. Setelah itu Jessi mengajak Rey pulang.

Saat akan keluar dari cafe seseorang dari jauh tengah memperhatikan Jessi. Seorang laki-laki yang dulu pernah diberi surat cinta oleh Jessi saat perempuan itu sedang mos atau masa orientasi siswa. Saat itu semua siswa baru di haruskan membuat surat cinta dan memberikannya pada senior yang mereka sukai.

“Dito!” Panggil lelaki itu pada salah seorang karyawan cafe yang menerima surat lamaran pekerjaan Jessi.

“Perempuan yang baru saja keluar itu tadi ngapain?” Tanya lelaki itu.

“Oh, dia mau melamar kerja part time, mas.”

“Kamu terima aja, saya kenal dia.” Ucap lelaki itu.

“Baik, mas.”

Lelaki itu adalah Rio Dewanto. Ia adalah Kakak kelas Jessi dulu. Saat Jessi duduk di bangku kelas sepuluh SMA, Rio kelas dua belas. Jadi, Jessi dan Rio selisih dua tahun. Kini Rio sudah semester 4 di universitas.

.

.

.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!