NovelToon NovelToon

Tasbih Terakhir

Pertemuan

Pagi-pagi sekali, Asha menyiram Cinta dengan air seember. Cinta terbangun, dari tidurnya.

"Ada apa, Bu?" tanya Cinta.

"Kamu bilang ada apa, cepat sana masak ke dapur. Kamu itu harus menjual gorengan lagi." bentak Asha.

"Aku lagi sakit Bu. Tubuhku benar-benar lemas." ujar Cinta.

"Ibu tidak mau tahu, Ibu tidak peduli. Cepat bereskan rumah ini, atau Ibu cambuk kamu." ancam Asha.

Cinta beranjak dari posisinya, dia segera turun dari ranjang tidur. Cinta memasak di dapur, dengan perlahan-lahan. Setelah selesai, dia membereskan rumah. Tanpa terasa waktu sudah siang saja, Cinta membawa pakaian kotor, untuk dicuci ke sungai.

"Kuatkan aku ya Allah, semoga aku bisa menjalani hari dengan tegar." monolog Cinta.

Tiba-tiba Cinta terpeleset di ******, karena tubuhnya lemas. Sandal Cinta hanyut terbawa arus sungai.

Seorang pria tampan, sedang duduk di atas batu besar. Menikmati pemandangan yang sangat sejuk itu.

Sebuah sandal berwarna hitam hanyut, segera diambil oleh Stifen. Dia melihat dengan rinci, lalu membolak-balik.

Cinta menghampiri Stifen, sambil membawa sebelah sandalnya lagi. Stifen menjadi tahu, bila sandal itu milik Cinta.

"Assalamualaikum ukhty, apa ini milikmu?" Memperlihatkan sandal, yang ada di tangannya.

"Waalaikumus'salam, itu memang milikku akhy." jawab Cinta.

Stifen melihat Cinta yang sedang menundukkan pandangannya. Stifen juga hanya melihat sekilas, lalu membuang wajahnya ke arah lain.

Stifen meletakkan sandal di batuan besar, membiarkan Cinta mengambilnya sendiri. Stifen tidak ingin, bila ada tatapan lama di antara mereka.

"Terima kasih akhy." ujar Cinta.

"Iya, sama-sama." jawab Stifen.

Cinta segera melangkahkan kakinya, pergi menjauh tanpa ingin basa-basi. Cinta hendak kembali ke ******, untuk mencuci baju kotornya tadi. Tiba-tiba, kepalanya terasa pusing. Wajah Cinta tampak pucat pasih, karena sakit-sakitan dipaksa bekerja.

Stifen menghampiri Cinta, karena melihat kondisinya yang kurang sehat. Tiba-tiba Cinta jatuh pingsan, lalu Stifen menangkapnya.

"Astaghfirullah'aladzim, dia pingsan. Mana tidak ada siapa-siapa di sini." monolog Stifen.

Karena kondisi yang darurat, Stifen terpaksa mengangkat tubuhnya dan segera berlari kecil. Stifen bingung harus membawanya kemana, dia tidak kenal dengan perempuan itu.

"Ukhty, bisa minta tolong?" Stifen bertanya, saat melewati dua perempuan.

"Iya akhy, minta tolong apa?" tanya salah satunya.

"Tolong bawa perempuan ini ke rumahnya." jawab Stifen.

Stifen menurunkan tubuh Cinta, lalu melepaskan tubuhnya perlahan. Dua perempuan itu memapah tubuh Cinta, lalu membawanya ke rumah Asha.

Tok! Tok! Tok!

"Assalamualaikum." ujar seseorang dari luar.

"Waalaikumus'salam." jawab Asha.

Asha membuka pintu, lalu menyuruh mereka membawa Cinta masuk ke dalam kamarnya.

"Kenapa bisa pingsan?" tanya Asha.

"Kami juga tidak tahu." jawabnya.

"Kalian ini bagaimana sih, kalian yang menolong tapi tidak tahu." gerutu Asha.

"Maaf Bu, kami hanya membawanya ke sini. Tadi ada seseorang yang menolong Cinta, tapi tidak tahu alamat rumah Ibu. Jadi, dia menyuruh kami membawanya." tuturnya.

Mereka berpamitan pulang, setelah selesai menjalankan amanah. Asha mengambil air seember, lalu menyiram wajah Cinta.

"Uhuk... Uhuk..." Cinta terbangun, sambil terbatuk-batuk.

"Siapa suruh kamu pingsan. Cepat bangun, cuci baju kamu di sungai." Asha menarik paksa tubuh Cinta.

"Bu, biarkan aku duduk sebentar. Aku tidak sanggup lagi." jawab Cinta.

Asha tetap menarik tubuhnya secara paksa, hingga Cinta terjatuh di lantai. Asha memukul lengannya, karena merasa kesal.

Kroket Berkah

Cinta berjalan gontai, kembali lagi ke sungai. Dia harus menyelesaikan, sebuah pekerjaan yang tertunda.

Beberapa jam kemudian, baju sudah selesai dicuci. Cinta terburu-buru untuk menjemurnya. Cinta tetap harus pergi ke pasar, untuk menjual jajanan yang dia buat. Di dalam perjalanan, Cinta bertemu Bilqis dan Fatihah.

"Assalamualaikum Cinta." ujar Fatihah dan Bilqis.

"Waalaikumus'salam." jawab Cinta.

"Kamu nanti mau ke pasar lagi?" tanyanya.

"Iya, aku harus menjual dagangan ku." jawab Cinta.

"Tapi, kamu terlihat pucat." Bilqis baru menyadari.

"Iya, kamu istirahat saja." timpal Fatihah.

"Aku tidak bisa, aku harus tetap berjualan." ujar Cinta.

"Kami sudah lama kenal kamu, pasti ini karena Ibu Asha." jawab Bilqis.

"Biar kami saja, yang jualin dagangan kamu." tambah Fatihah.

"Kalau aku pulang ke rumah, aku bakalan disuruh pergi juga." ujar Cinta.

"Jangan pulang ke rumah, cukup pulang ke rumah kami saja." jawab Bilqis.

Cinta diantar pergi ke rumah Bilqis, lalu Bilqis dan Fatihah pergi ke pasar berdua. Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai.

"Ukhty, kue kroketnya dua." ucap Stifen.

"Iya, tunggu sebentar." Fatihah memasukkan kroket ke dalam plastik.

Setelah selesai, Bilqis memberikannya pada Stifen. Perempuan paruh baya di sebelahnya, terlihat sudah tidak sabar untuk mencoba.

"Stifen, kita duduk di sana dulu yuk." Zahra menunjuk kursi.

"Iya Ma, tunggu sebentar." Stifen sedang menerima uang kembalian.

Zahra mengambil makanan dalam plastik, lalu memasukkan ke mulutnya dengan perlahan. Stifen juga penasaran, bagaimana rasa kroket tersebut.

"MasyaAllah, enak sekali jajanannya." puji Stifen.

"Mereka sudah cantik, pintar lagi membuat ini. Bagaimana kalau suruh mereka, untuk antar makanan ini ke pabrik sawit kamu." jawab Zahra mengusulkan idenya.

"Boleh juga tuh Ma, ide Mama benar-benar mantap." Stifen berkata sambil bercanda.

"Kamu ini, puji-puji giliran ada maunya." jawab Zahra.

Stifen dan Zahra segera menghampiri tempat jualan, Bilqis dan juga Fatihah.

"Ukhty, apa boleh kami memesan kroket ayam ini?" tanya Stifen.

"Maaf akhy, ini makanan buatan teman. Kami hanya membantu menjualnya, sekalian kami juga berdagang di pasar." jelas Fatihah.

"Boleh minta nomor ponsel temannya ukhty?" tanya Stifen.

"Teman kami tidak punya ponsel. Kalau mau, biar aku simpan di ponselku. Nanti aku tanyakan dia dulu, kira-kira bisa tidak." jawab Fatihah.

"Iya boleh juga, ini nomorku 08xxxxxxxxxx." ucap Stifen.

"Sudah disimpan iya akhy." jawab Fatihah.

"Syukron ukhty, bilang ke dia aku pesan 100 kroket ayamnya." ucap Stifen.

"Iya akhy" jawab Fatihah.

Stifen dan Zahra segera pergi, dari pasar tersebut. Mereka akan kembali pulang ke rumah.

"Mama, ada tugas di kantor desa. Langsung antar saja, Mama ke sana." pinta Zahra.

"Iya Ma." jawab Stifen.

”Sampai detik ini, aku malah kepikiran sama perempuan itu. Siapa iya nama gadis, yang sandalnya hanyut tadi.” batin Stifen.

Stifen menepikan mobilnya, lalu Zahra turun. Setelah itu Stifen melajukan mobilnya, menuju pabrik kelapa sawit miliknya.

Fatihah dan Bilqis sudah sampai rumah, kebetulan rumahnya berdekatan. Cinta terlihat berdiri di ambang pintu.

"Assalamualaikum Cinta." ujar Fatihah dan Bilqis bersamaan.

"Waalaikumus'salam." jawab Cinta.

"Eh Cinta, kroket ayam kamu laris manis. Bahkan sampai mau dipesan lagi." ucap Bilqis.

"Alhamdulillah, terima kasih ya Allah. Terima kasih juga, untuk kalian berdua." jawab Cinta.

Fatihah dan Bilqis tersenyum saling pandang, lalu keduanya memeluk Cinta dengan erat.

Dijodohkan

Cinta kembali ke rumahnya, setelah itu uangnya diambil oleh Asha. Tidak sedikitpun diberikan untuk Cinta, kecuali makan lauk tempe goreng.

"Cinta, kamu malam ini ikut sama Ibu. Kamu harus pergi bersama pria kaya." titah Asha.

"Bu, aku tidak mau dijodohkan." jawab Cinta.

"Kamu mau melawan iya sama Ibu. Kamu harus mau pergi." Asha memaksa Cinta.

"Bu, besok aku ada pesanan kroket dari pabrik sawit. Aku tidak bisa pergi, karena harus membuat jajanan." jawab Cinta.

"Jajanan kamu itu, tidak membuat kaya. Kalau kamu berhubungan dengan pria kaya, maka Ibu hanya tinggal goyang kaki." ujar Asha.

"Ibu tidak boleh seperti itu, kita juga harus berusaha sendiri." jawab Cinta.

Asha tidak suka mendengarkan kalimat, yang tidak enak di telinganya. Asha menjewer telinga Cinta tanpa ampun.

"Ampun Bu, sakit." keluh Cinta.

"Makanya nurut, kamu nanti malam pergi." jawab Asha.

Cinta hanya menggangguk, lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah itu, dia masuk ke kamarnya. Tak berselang lama, dia keluar untuk memasak di dapur.

"Cinta, masakin Ibu untuk makan sore." titah Asha.

"Iya Bu, tunggu sebentar." jawab Cinta.

Asha mengangkat kakinya, ke atas meja. Tak berselang lama, Cinta membawakan makanan untuk Asha.

"Hmmm... baunya lezat sekali. Kamu memang pintar masak." Asha mengunyah daging ayam dengan cepat.

Pukul 20.00. Cinta bersiap-siap di kamar, sambil menangis menghadap cermin. Dia duduk dengan menatap dirinya sendiri, secara seksama dan detail.

"Apa benar, aku akan menikah dengan pria pilihan Ibu. Aku punya firasat yang tidak enak." monolog Cinta.

Tok! Tok! Tok!

"Cinta kamu sudah siap belum, cepat sedikit. Ibu sudah menunggu kamu dari tadi." titah Asha.

"Iya Bu, tunggu sebentar." jawab Cinta.

Cinta segera keluar dari kamarnya, setelah mengambil tas miliknya. Asha menyeret tangan Cinta, hingga dia hampir terpeleset.

"Sudah Ibu katakan, kamu itu pakai make up yang tebal." Asha menggerutu.

"Aku tidak bisa Bu, aku sudah terbiasa seperti ini." jawab Cinta.

Bugh!

Asha memukul pundak Cinta dengan kuat. Gadis itu diseret hingga keluar rumah. Asha menyinggahi taksi, yang lewat di jalan besar. Mobil melaju hingga sampai ke restoran.

"Ayo cepat sedikit jalannya." ujar Asha.

"Iya Bu, aku masih kurang enak badan." jawab Cinta.

"Hai tuan Robert, sudah lama menunggu?" tanya Asha.

"Tidak, aku juga baru datang." Robert menjawab, sambil melirik Cinta.

"Ini loh anakku yang namanya Cinta, cantik tidak menurut tuan?" tanya Asha.

"Cantik sekali, meskipun tanpa polesan make up." Robert memandang tak jemu.

Cinta terus menundukkan pandangannya, tidak ingin menatap pria paruh baya di depannya. Asha menyenggol lengan Cinta, supaya dia menoleh ke arah dirinya.

"Kamu buta iya, sehingga tidak bisa lihat orang?" Asha memarahi Cinta.

"Tidak Bu." jawab Cinta.

"Kalau orang bicara, jangan terus menunduk. Lihat orang yang ada di depan kamu." Asha mendorong kepala Cinta dengan kuat.

Cinta hanya diam saja tidak memberikan respon, meski hanya dengan menganggukkan kepalanya.

"Jangan memarahi Cinta, kasian dia Bu Asha." Robert tampak tertarik padanya.

"Dia ini tidak mau penurut, harus dengan cara yang kasar baru tuan." jawab Asha.

"Sekarang, bisa tinggalkan kami berdua." pinta Robert.

"Iya tuan, dengan senang hati. Asalkan tuan berikan uang untukku." jawab Asha seenaknya.

Robert meletakkan uang di atas meja, Asha beranjak dari duduknya. Cinta tidak mau ditinggalkan, menarik tangan Asha dengan mata berkaca-kaca.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!