Kredit Pinterest.com
Di sebuah laboratorium, semua orang tampak sibuk dengan urusan masing-masing. Tiap orang memiliki tugasnya sendiri. Seperti seorang pria yang saat ini tengah serius mengamati tabung besar di hadapannya.
Tabung besar berisi sebuah sel telur yang baru saja dia induksi dengan sel sp****. Ini adalah percobaan ke sekian kalinya. Semua percobaan terdahulunya gagal. Karena itu dia berharap kalau kali ini dia akan berhasil. Setelah dia berhasil membuat serum yang mampu menyatukan dua benih dari jenis yang berbeda. Manusia dan vampir.
Membuat dua benih itu mampu bercampur tanpa saling melukai. Serum ciptaannya mampu menghilangkan sifat kanibal pada sp**** vampir. Hingga dia tidak "memakan" sel telur seperti yang sudah-sudah.
Senyum tipis terlihat di wajah pria itu. Berhasil! Dalam sekejap, sel itu mulai membelah diri. Tak kurang dari lima belas menit, sebentuk janin sudah berwujud di hadapannya.
"Dan ini adalah sentuhan terakhir untukmu."
Pria itu menyuntikkan sebuah serum berwarna merah. Detik berikutnya, janin kecil itu menggeliat pelan. Bisa pria itu lihat, susunan DNA janin itu berubah. Janin itu bermutasi menjadi sesuatu yang berbeda.
"Selamat datang, Pure Blood."
*
*
Duaaaarrr,
Sebuah ledakan terjadi, laboratorium milik Hans seketika hancur berantakan. Bersamaan dengan itu masuklah sekumpulan pria berpakaian hitam.
Hans memicingkan mata merahnya. Instingnya yang begitu tajam mengarahkan beberapa stafnya untuk pergi dari sana. Beberapa orang berhasil keluar dari sana.
"Bawa dia pergi, sejauh yang kamu bisa."
Satu pesan dari Hans pada Ailee, istri manusianya.
“Di mana dia, Hans?”
Hans hanya tersenyum kecil mendengar pertanyaan pria itu. Sebuah tanda membuat pria itu gusar. Dia mengitari tempat itu. Meneliti tiap tabung reaksi yang ada di atas meja.
“Kau tidak bisa menemukannya di sini. Kau tahu benar, kau membuatku kehilangan dia beratus tahun lalu.”
Nada bicara Hans terdengar datar, meski ada kegetiran di dalamnya. Pria di hadapan Hans itu mendengus geram. Dia tahu yang dikatakan Hans benar, tapi dia tidak mau pergi dengan tangan kosong.
“Cari!”
Satu kata dan seluruh anak buahnya langsung menggeledah tempat itu. Menghancurkan lemari kaca dan mengacak-acak seluruh isi tempat tersebut. Sementara Hans tidak bisa berbuat apa-apa. Satu tikaman dan jantungnya akan hancur, ketika sebuah pedang terarah ke dadanya.
“Aku menemukannya!”
Mata Hans membola, melihat seorang Hunter membawa sebuah kotak kayu. Ini tidak mungkin, bagaimana mereka bisa menemukannya. Hingga ekor matanya menangkap wajah seorang pria yang berdiri di antara para hunter itu.
“Dasar pengkhianat!”
Hans berteriak marah, detik berikutnya pria itu memegangi dadanya. Pria di hadapan Hans, menghunjamkan pedangnya ke dada Hans. Hans tergeletak di lantai ruangan itu, melihat nanar ke arah para hunter yang mulai pergi dari tempat itu.
“Nara.....”
*
“Pergilah.”
Satu ucapan terdengar dari bibir seorang wanita. Wajah wanita itu pucat. Rasa lelah jelas terlihat nyata di wajahnya. Ailee, menatap wajah Nara penuh kasih, putrinya. Dia tahu hari ini cepat atau lambat akan datang.
“Tapi Ma......"
Protes Nara terhenti, ketika dari kejauhan terdengar suara ribut. Makin lama makin dekat.
“Nara, dengarkan Mama. Pergilah sejauh mungkin. Pergi, jangan sampai mereka menangkapmu. Bersembunyilah sampai penjagamu datang.”
Detik berikutnya, tubuh Nara seperti tersedot ke sebuah lubang. Portal dimensi waktu terbuka. Gadis kecil itu menjerit memanggil sang mama. Sebelum dia menghilang bisa dia melihat sang mama yang jatuh terduduk bersimbah darah.
“Mama......!”
*
*
Kredit Pinterest.com
Nara terus berlari dan terus berlari. Dia tidak peduli pada luka di sekujur di tubuhnya. Di belakangnya, puluhan orang dengan pakaian serba hitam, dengan penutup kepala tampak mengejar dirinya. Mereka melayang, menghindari rimbunnya pepohonan hutan itu.
Satu kesalahan Nara membuat keberadaannya diketahui oleh orang yang selama ini mengejar dirinya. Yang dia sendiri tidak tahu siapa.
Darah yang menetes dari tiap luka di tubuhnya membuat para pengejar itu semakin menggila. Aroma manis dan lezat menguar ke hidung mereka. Terluka, hal yang pantang terjadi pada Nara. Mereka memburu Nara bak predator mengejar mangsanya.
“Aaahhgggrhhh.”
Nara menggeram, tatkala dia jatuh tersungkur. Gadis itu dengan cepat bangun kembali. Lalu bersembunyi di balik sebuah pohon besar. Detak jantungnya benar-benar tidak teratur.
Nara pikir setelah ratusan kali melarikan diri, apa hari dia akan tertangkap. Seorang hunter tampak menyeringai ke arah Nara, menyadari keberadaan Nara.
“Mau ke mana kau, Darah Murni?”
Satu pertanyaan yang membuat Nara terlonjak. Di depannya berdiri pria dengan hodie hitam menutupi wajahnya. Nara merapatkan tubuhnya ke pohon besar di belakangnya.
Takut...satu kata yang berada di benak Nara. Hunter itu mendekat. Nara bersiap melawan, tapi hunter itu lebih sigap. Satu gerakan dan leher Nara sudah berada dalam cekikan hunter itu.
Satu tatapan mengerikan dari para hunter itu membuat Nara lemah. Tubuh Nara melemah, dia hampir pingsan karena kehabisan nafas.
Nara perlahan mengangkat tangannya, di mana sebuah gelang berada. Ketika gelang itu bersentuhan dengan darahnya, sebuah cahaya terang timbul. Cahaya itu membuat para hunter menjerit karena silau.
Tubuh Nara tergeletak di tanah berumput. Bersamaan dengan munculnya seorang pria dengan pakaian hitamnya. Sebuah pedang berada di tangan pria itu.
Tanpa menunggu lama, sebuah duel pun terjadi. Pria itu dengan gesit menghindari serangan para hunter, berkelit namun juga balik menyerang. Satu persatu hunter berhasil dihabisinya. Meski begitu, jumlah hunter sangat banyak. Tak pelak membuat pria itu tampak kewalahan.
Namun bukannya kesusahan, sebuah senyum kepuasan justru terukir di bibir pria itu. Nara beringsut mundur, kembali mendekat ke arah pohon besar di belakangnya.
“Jangan mendekati pohon itu.”
Nara melihat ke arah pria itu, dua manik mata itu bertemu pandang untuk pertama kalinya. Hingga dengan cepat pria itu bergerak ke arah Nara.
Tapi tubuh Nara terlanjur terhisap ke dalam sebuah pusaran waktu. Bisa Nara lihat bagaimana paniknya pria itu. Satu tangan Nara terulur mencoba menggapai tangan pria tersebut. Dua tangan itu bertemu.
“Bertahanlah.”
Nara sesaat tertegun pada suara baritone pria itu. Tapi Nara hanya tersenyum, dia merasa tarikan dari pusaran itu semakin kuat. Hingga dia tidak yakin bisa bertahan.
“Jangan dilepas!”
Senyum Nara semakin lebar. Seiring tubuhnya yang benar-benar terhisap ke dalam pusaran waktu itu. Bersamaan dengan itu, dia mendengar teriakan kesakitan dari pria itu.
“Arrgghhhhh."
Lucifer meringis, ketika kapas dingin penuh alkohol itu menyentuh punggung polosnya. Punggungnya terluka cukup parah akibat tebasan pedang beracun dari para hunter itu.
“Aku tidak perlu obat!”
Lucifer, pria itu langsung bangun dari tengkurapnya. Menggenggam erat gelang milik Nara yang malah terbawa olehnya. Pria di belakang Lucifer hanya bisa menarik nafasnya kasar. Dia cukup tahu bagaimana keras kepalanya Lucifer, sama seperti sang ayah, Luis.
"Sekarang aku harus mencarinya ke mana?"
Lucifer bertanya pada dirinya sendirinya. Beratus tahun dia mencari keberadaan gadis itu. Hari ini dia menemukannya, setelah gadis itu memanggilnya. Tapi sekarang dia menghilang lagi. Masuk dalam pusaran waktu, yang Lucifer tidak tahu ke mana tujuannya.
"Dia menghilang lagi?"
Satu pertanyaan dari arah belakang membuat Lucifer semakin gusar. Satu takdir yang harus dia penuhi sebagai Yang Terpilih, The Chosen One. Melindungi satu-satunya Darah Murni, Pure Blood yang ada di muka bumi.
****
Kredit Pinterest.com
Hans berlari masuk ke laboratoriumnya, setelah Excel, sang asisten menghubunginya. Di depan Hans sudah berjajar monitor yang seluruh layarnya menampilkan data tentang rumus kimia sebuah virus.
"Aku pikir mereka sudah berhasil membuatnya."
Ucapan Excel membuat Hans menggebrak meja. Panik dan khawatir, dua rasa itu yang kini mengisi dada Hans. Evander Hans, pria itu pikir sudah berhasil menggagalkan ambisi Baron untuk menguasai dunia dengan cara mengubah manusia menjadi vampir. Menciptakan pasukan yang tidak bisa mati dan tidak bisa dikalahkan.
"Apa Lucifer belum bisa menemukannya?"
Sebuah pertanyaan langsung terucap dari bibir Hans. "Sampai sekarang belum."
Excel mulai mengutak atik layar monitor di hadapannya. Mencoba mencari chip yang mereka tanamkan pada Nara berpuluh tahun bahkan beratus tahun lalu. Mata Excel berkelap-kelip menatap setiap monitor yang tengah mencari sebuah satu titik.
"Apa kau yakin kalau dia masih hidup?"
Hans seketika mengangkat wajahnya yang sejak tadi setia tertunduk. Jika Nara sudah mati, dia pasti tahu. Tapi sampai sekarang tidak ada tanda-tanda kalau Nara sudah meninggal.
"Aku yakin umurnya akan panjang. Mungkin abadi, aku menjadikan umur vampir sebagai acuan umurnya. Lagipula dia tidak boleh mati."
Excel menghentikan gerakan tangannya di keyboard tak kasat mata yang ada di hadapannya. Keyboard yang hanya bisa dia lihat dengan kacamata yang sejak tadi berkelap kelip di matanya.
"Itu karena gelangnya terbawa oleh Lucifer, jadi kita kehilangan satu-satunya benda yang menjadi penghubung antara Lucifer dan Nara."
"Bagaimanapun aku harus menemukan dia. Harus.....secepatanya."
*
*
Kredit Pinterest.com
Sementara di sisi lain, di sebuah laboratorium yang hampir sama dengan milik Hans. Baron tertawa puas, virusnya sudah siap. Dan itu berarti pasukan yang sudah lama dia idamkan akan segera dia miliki.
Satu hal yang menjadi penghalangnya adalah Hans, rival yang selalu menentang penemuannya. Berkali-kali Baron memperingatkan Hans untuk tidak mencampuri urusannya. Tapi pria itu tidak mengindahkan peringatannya.
Pria itu malah dengan sengaja menciptakan satu makhluk yang mampu menjadi pemurni bagi virusnya. Antivirus, penawar untuk virus yang dia ciptakan. Makhluk yang tercipta dari mutasi genetik dan berevolusi, menyesuaikan diri dengan lingkungan sekarang.
Makhluk murni yang susunan DNA-nya sudah berubah karena mendapat campuran serum pemurni dari Darah Murni di era sebelumnya.
Hingga makhluk ini bisa menjadi obat dari segala penyakit. Antivirus dari semua virus yang pernah tercipta. Penawar dari segala racun yang ada di muka bumi.
Baron mendengus geram. Karena sampai sekarang, para Hunter yang dia kirim untuk menangkap makhluk murni itu, selalu gagal dalam menjalankan misinya. Makhluk murni itu belum juga dia temukan sampai sekarang.
"Dia pintar sekali bersembungi."
Baron menggeram kesal. Dia semakin marah karena belakangan ini, pihak Black Castle mulai mencurigainya. Black Castle di bawah pimpinan Lucas Altemose dan dua kakaknya, Luis dan Krum, bahkan sudah meminta dirinya untuk menghentikan pembentukan tentara vampir yang dia rencanakan.
Tentu saja ini adalah desakan dari Hans. Rivalnya tersebut memang memiliki dukungan penuh dari Black Castle. Semua hal yang dilakukan Hans akan mendapat sokongan penuh dari istana. Sedang untuknya hanya peringatan terus menerus yang dia dapatkan.
Padahal dana riset semua adalah uang pribadi Baron dari hasil....pencucian uang di beberapa perusahaan milik dunia manusia.
"Aku tidak akan membiarkan kalian menghancurkan rencanaku. Bagaimanapun tentara vampir itu harus terwujud."
Dengan begitu, Baron bisa melakukan kudeta. Menggulingkan rezim Verona yang sejak dulu menguasai Black Castle secara turun temurun. Memiliki Black Castle sama seperti menggenggam klan vampir di tanganmu. Baron ingin jadi penguasa klan vampir.
*
*
Seorang gadis terlihat mengerjapkan mata. Perlahan dia bangun dari tidurnya. Mulai menginjakkan kaki di lantai karpet kamarnya. Hingga ketika dia mulai berpijak, dia terkejut. Yang dia injak bukanlah karpet, melainkan sebuah lapisan es yang dingin saat ia sentuh dengan kaki telanjangnya.
Gadis itu mulai berjalan, baru beberapa langkah dan "kratak," lapisan es mulai retak. Tak berapa lama, tubuh gadis itu sudah tercebur ke dalam air dingin yang begitu menggigit saat menyentuh kulitnya.
Dia terus berenang, berusaha naik kembali, tapi dia tidak bisa. Dia juga tidak bisa bergerak ke mana-mana, seolah ada tembok tidak kasat mata yang ada di sekitarnya. Memenjarakan dirinya. dia memukul-mukul air yang ada di depannya. Berusaha menghancurkan apapun yang ada di sana.
Tapi semua itu tidak berhasil, ditambah lagi nafasnya mulai tersengal. Dia mulai kehabisan oksigen. Sekali lagi dia mencoba berenang ke atas. Mencari jalan keluar. Tapi belum sampai ke permukaan air, dia merasakan lehernya serasa tercekik. Detik berikutnya, tubuhnya melemas, dia bisa merasakan kalau dirinya mulai tenggelam.
"Apa aku akan mati kali ini?"
Pertanyaan itu yang selalu hadir di benaknya tiap kali dia merasa ketakutan. Tepat ketika dia hampir menyerah dengan hidupnya, sebuah tangan menarik tubuhnya ke atas. Dalam keadaan setengah sadar, dia bisa melihat siluet tubuh pria yang sedang berusaha menyelamatkannya.
"Kau siapa?"
"Diamlah, dan jangan lepaskan!"
Trrrriiiiiiiinngggg,
Seorang gadis terlonjak dari tempatnya tidur sambil duduk. Gadis itu melihat bingung ke arah kiri dan kanannya. Dilihatnya seorang wanita, memakai seragam yang sama dengan dirinya. Melihat ke arahnya dengan seringai meledek.
"Tidur lagi, bisa gak sih kamu tu gak asal merem aja. Lihat tempat dong."
"Sorry, aku ngantuk sekali."
"Insomia lagi?"
Gadis itu mengangguk. Dia memang memiliki gangguan insomia yang parah. Bukan karena apa, tapi tiap kali dia memejamkan mata. Mimpi buruk akan langsung menghantuinya. Salah satunya ya mimpi tadi. Mimpi tenggelam, mimpi dikejar-kejar. Bertemu binatang mengerikan. Dan masih banyak lagi. Hingga gadis itu takut untuk memejamkan matanya.
"Nara...Nara...berapa kali kubilang. Pergilah konsultasi, aku pikir insomiamu makin parah saja. Setidaknya kamu akan dapat obat tidur yang aman."
Gadis yang dipanggil Nara itu hanya tersenyum kecut. Obat tidur? Tidak ada obat yang mampu melumpuhkan tubuhnya. Berikanlah dia obat bius untuk gajah sekalipun. Dia akan tertidur tidak lebih dari lima menit. Setelahnya dia akan bangun, tanpa rasa kantuk sedikitpun.
Nara tidak tahu kenapa itu terjadi padanya. Dia hanya tahu kalau tubuhnya tidak mempan di beri obat apapun. Tubuhnya sangat kuat. Dengan daya tahan yang tidak masuk akal. Dia tidak pernah sakit sama sekali.
Juga satu hal yang selama ini dia pelajari, dia tidak boleh terluka. Jika dia berdarah satu tetes saja, dia akan dikejar oleh sekumpulan manusia berpakaian hitam dengan hoodie menutupi kepala mereka.
Dan itu selalu terjadi tiap kali dia terluka. Karena itulah Nara selalu berhati-hati, dan hidup berpindah-pindah. Tiap kali kelompok itu mengejarnya, dia akan pergi dari tempat itu. Dia takut kalau mereka akan kembali mendatanginya.
Seperti saat ini, dirinya tengah berada di antara ribuan karyawan yang sedang bekerja di sebuah pabrik perakitan komponen elektro. Meski zaman sudah semakin canggih dengan robot mengambil alih pekerjaan manusia. Tapi untungnya masih ada jenis pekerjaan yang tetap memerlukan tenaga manusia untuk mengerjakannya.
"Jangan lupa nanti malam. Kau harus pergi. Aku kan sudah membelikanmu gaun yang bagus. Jadi kau tidak punya alasan untuk tidak pergi."
Satu teman kerja Nara berbisik di tengah hiruk pikuk suara mesin yang terdengar bersahutan. Nara hanya memberi tanda "oke" dengan tangannya. Gadis itu melepaskan sarung tangan yang dipakainya. Tak lama ringisan lirih terdengar dari bibir mungilnya. Ujung telunjuknya terluka karena menyentuh palet tajam di depannya. Satu tiupan angin berhembus, membawa aroma darah Nara menguar ke udara bebas.
Dengan cepat Nara segera menghisap darahnya. Bola matanya bergerak cemas. Melihat ke arah kanan dan kiri, depan belakangnya. Tidak ada makhluk berhodie yang muncul.
Tanpa Nara tahu, di puncak gedung tempat Nara bekerja, tepatnya lantai 60, seorang pria dengan manik mata berwarna hitam, langsung menghentikan pekerjaannya. Pria itu memejamkan matanya. Seiring dengan bola matanya yang berubah merah.
"Aku menemukanmu."
****
Lucifer bergegas masuk ke lab sang Paman. Ya, Lucifer memanggil Hans dengan sebutan Paman. Padahal dia dan Hans sama sekali tidak ada hubungan darah. Lucifer memanggil begitu karena hubungan Hans dan Luis, sang ayah sangat dekat.
Kredit Pinterest.com
Proudly present, Evander Hans
"Sudah menemukannya?"
Lucifer hanya menatap tajam pada Hans. Sebuah share lock langsung terkirim ke kepala Hans. Ini dia lakukan untuk mencegah terjadinya kebocoran informasi.
"Aku akan menyiapkannya. Menurut analisaku, tubuhnya tidak akan mempan dibius. Aku sendiri yang meneliti darahnya beratus tahun lalu. Jadi aku pikir keadaannya tidak akan banyak berubah."
"Apa aku harus menggigitnya?"
Tanya Lucifer dingin. Dan sebuah tatapan mematikan dia dapat dari Hans. Sang Paman hanya memberinya satu suntikan serum, sangat kecil hingga Lucifer hanya perlu menggenggamnya.
"Bawa dia ke sini secepatnya."
Tanpa menjawab, Lucifer berlalu dari sana. Di luar, Aro, asisten Lucifer sudah menunggu. Kali ini hanya dia dan Aro yang akan melakukan misi ini. Tugas kali ini sangat rahasia. Hingga Lucifer tidak ingin ada orang lain yang ikut campur.
Aro sama dinginnya seperti ayahnya. Aro putra Yoon dan Erika. Pria itu bahkan terlihat tidak memiliki emosi sama sekali. Pria itu hanya akan bereaksi pada Lucy, sepupunya. Lucy, si putri iblis. Putri dari Lucas dan Asha.
Mobil Lucifer mulai melaju di jalur khusus. Padahal mereka bisa terbang melayang kalau mereka mau.
Sementara Lucifer sedang otewe, di sisi lain, Nara tampak memandang penampilan dirinya di cermin full body miliknya. Gadis mendesah kesal. Kenapa juga temannya itu membelikan dia gaun model beginian. Gaunnya sih panjang sampai ke mata kaki. Sangat sempurna membalut tubuh rampingnya. Yang jadi masalah, adalah model off shoulder gaun tersebut. Hingga bahu dan dada atasnya yang mulus terpampang sempurna.
"Apa dia ingin aku terlihat seperti perempuan murahan?"
Gerutu Nara sembari membolak balikkan tubuhnya. Mana baju itu sedikit ketat lagi. Nara kembali mengomel, melihat lekuk tubuhnya yang tercetak sempurna. Beberapa waktu berlalu, Nara akhirnya menghembuskan nafasnya kasar. Dia tidak punya pilihan lain selain memakainya. Sebab dia memang tidak punya gaun pesta.
Nara meraih heels tujuh senti, lantas memakainya. Saat itulah, instingnya bicara. Gadis itu memejamkan matanya. Bisa dia lihat, dua pria tengah berdiri di depan pintu unit apartemennya. Nara mundur ke jendela kamarnya. Membukanya, lalu tanpa ragu, melompat turun dari lantai sepuluh apartemen itu.
"Sial!"
Lucifer mengumpat. Pria itupun menyusul Nara. Mengejar gadis itu yang masuk ke hutan lindung di belakang bangunan apartemen itu.
"Aku tidak tahu kalau dia cukup terlatih."
Aro mengeluarkan telepatinya. Lucifer berdecak kesal. Di samping kanannya. Terlihat Aro yang bergerak sama cepat dengan dirinya.
"Jangan biarkan dia lolos."
Tanpa menjawab Aro melesat dengan kecepatan dua kali lipat dari Lucifer. Sementara Lucifer justru melambatkan pergerakannya.
Di sisi lain, Nara mengerutkan dahinya. Masih berlari dengan kecepatan tinggi untuk ukuran manusia. Tapi masih kalah jauh jika dibanding Lucifer dan Aro. Yang mengejarnya bukanlah pasukan berpakaian dan berhodie hitam.
Kali ini siapa lagi yang memburunya. Tidak bisakah semua ini dihentikan? Dia lelah menjadi pelarian selama ini. Dia lelah menjadi target para pemburu itu. Memangnya apa yang sudah dia lakukan, hingga dia seperti seorang buronan, seperti mangsa yang diburu oleh pihak yang berwajib dan predator.
"Aaarrgghhhhh."
Nara mengumpat sekaligus meringis, di tersandung akar pohon. Aro seketika memejamkan matanya, menahan diri dari godaan aroma darah yang begitu memikat. Dia tahu jelas siapa pemiliknya.
"Dia terluka."
Lucifer mempercepat langkahnya. Dia tahu jaraknya tidak jauh dari gadis itu. "Aro....!"
Lucifer mendesis marah. Dia tahu Aro tengah berjuang menahan diri untuk tidak menerkam gadis itu.
Nara dengan cepat merobek ujung gaunnya. Menutup luka di kakinya. Meski dia tahu, lukanya akan sembuh dengan cepat.
"Apa dia punya kemampuan menyembuhkan?"
Aro bertanya, sembari berjongkok di dahan pohon besar. Beberapa meter dari tempat Nara berada. Aro sepertinya sudah bisa menguasai diri. Terlebih, aroma darah Nara sudah menguar di udara.
Lucifer mengedikkan bahunya. Seolah Aro bisa melihatnya. Meski iya, pria itu bisa melihat Lucifer yang mengedikkan bahunya, walau jarak mereka jauh.
Nara dengan cepat berdiri. Mulai berlari lagi. Saat itulah, Aro melompat turun dari pohon dan berhenti tepat di depan Nara. Gadis itu jelas terkejut melihat Aro yang menghadang dirinya.
Dia siapa? Apa dia juga ingin menangkapku? Nara memundurkan langkahnya. Aro memakai kemeja hitam dan celana hitam. Tanpa memakai hodie. Hingga Nara bisa melihat wajah Aro dengan jelas.
"Kau siapa?"
Nara memberanikan diri bertanya. Tapi Aro adalah Yoon KW 2. Kalau Yoon kutub utara, Aro adalah kulkas 15 pintu. Pria itu tidak menjawab sepatahkatapun, hanya menatap lurus pada Nara.
Merasa Aro berbahaya, Nara segera berlari ke arah kiri. Aro tidak mengejar sebab Lucifer sendiri yang akan menghandlenya. Pria itu berjalan pelan, menuju ke arah mobil mereka.
Astaga, siapa lagi ini. Kenapa aromanya berbeda dengan yang tadi? Nara memaki dalam hati, dia mulai kelelahan, dan hutan di depannya bukan lagi hutan lindung, tapi hutan belantara yang masuk taman konservasi, yang dilindungi negara.
"Berhentilah jika kau lelah."
Nara mengerutkan dahinya mendengar suara itu. Dia sepertinya pernah mendengar suara itu, tapi di mana. Dia melompat menghindari pohon tumbang yang menghalangi jalannya.
Tapi lagi-lagi dia terjatuh. Kali ini karena heels tujuh sentinya patah. Nara menghentakkan heelsnya agar terlepas dari kakinya. Dia merintih, sepertinya kakinya terkilir. Saat itu, dia merasa kalau Lucifer semakin mendekat ke arahnya.
"Siapa kau?"
Nara bertanya, dia merasa tidak lagi bisa melarikan diri. Tubuhnya lelah, kakinya sakit. Dan kepalanya mulai berputar. Gadis itu berbalik ke kiri, lalu ke kanan. Begitu seterusnya. Sementara itu Lucifer melihat Nara dari atas pohon. Sesaat darahnya berdesir. Jakunnya bergerak turun naik dengan cepat. Nafasnya memburu dengan tenggorokannya terasa kering.
Leher, bahu dan dada bagian atas Nara yang terekspose, membuat pria itu merasakan hasrat untuk menggigit Nara meningkat tajam. Ditambah aroma darah yang begitu lezat, menusuk indera penciuman Lucifer yang sangat peka.
"Gila! Bagaimana jika aku sampai tidak bisa menahan diri?"
Bisa Lucifer bayangkan bagaimana nikmatnya saat menghisap darah dari leher jenjang Nara. Pasti manis dan memabukkan.
Lucifer kembali memasang sikap waspadanya ketika Nara kembali bergerak. Sudah waktunya membawa gadis itu pulang. Dia sudah terlalu lama berada di luar, hal ini bisa berbahaya.
Nara melihat ke sekitarnya, hutan sangat gelap. Nara tidak bisa melihat apa-apa. Tapi dia bisa merasakan kehadiran Lucifer.
"Tunjukkan dirimu! Aku tahu kau ada di sini!"
Nara memutar badannya, saat itulah dia melihat Lucifer yang berada di depannya. Berjalan perlahan ke arahnya. Nara memundurkan tubuhnya. Tapi Lucifer tidak kalah cepat.
"I got you, Baby."
Bisik Lucifer di telinga Nara. Gadis itu sesaat terdiam melihat wajah Lucifer yang hanya sejengkal dari wajahnya. Lucifer sekilas menyentuh leher Nara. Detik berikutnya, gadis itu sudah berada dalam gendongan Lucifer.
Pria itu bergerak luar biasa cepat. Pintu mobil langsung terbuka. Lucifer masuk ke dalamnya. Dan Aro melajukannya dari sana dengan kecepatan tinggi.
"Lima menit kami akan sampai."
Di kursi depan Aro ingin protes. Mereka perlu sepuluh menit untuk sampai ke lab Hans. Sementara di kursi belakang, Lucifer tampak memandang wajah Nara lekat.
*****
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!