Menjadi seorang Putri dari seorang Ibu tunggal memang tidak lah mudah, apa lagi harus memiliki tempat tinggal yang lingkungan nya tak memiliki empati.
Kedua Anak dan Ibu ini memiliki wajah yang paripurna, cantik dan juga baik, namun banyak orang terutama para Wanita yang tak menyukai keberadaan Dilla dan juga Ibunya Mayang.
Selain tak jelas asal usul nya terutama untuk Dilla yang lahir tanpa sosok Ayah, hingga saat ini Gadis cantik itu di cap sebagai anak haram dan untuk Mayang tentu saja Wanita jala*ang.
Dan tentu itu hanya gosip dari pada Ibu- ibu yang tak menyukai kehadiran kedua nya, di tambah sang Suami terlihat tertarik dengan Wanita tidak jelas ini.
Yah... kehidupan Diila saat di desa cukup sulit, bahkan ada satu sisi ia harus di larikan ke Rumah sakit, karna ulah orang yang tak menyukainya, Dan sang Ibu harus banting tulang mencari biaya.
Demi menutupi biaya Rumah sakit yang terus melonjak, Mayang sampai meminjam dana pada seorang rentenir dan itulah menjadi kesalahan terbesar di dalam hidup nya, namun Mayang tak menyesal karna Rentenir itu Putri nya selamat namun karna Rentenir itu pula ia harus berlutut seperti sekarang.
"Ini sudah kali ketiga nya kau menunggak Mayang...!". Dengan angkuh Pria tua itu duduk, memandangi 2 wanita cantik yang kini berlutut.
"Beri kami waktu Tuan". Kedua tangan nya sudah mengatup, meminta belas kasih Pria tua yang memakai topi layak nya koboi.
Jangan harap Pria tua itu mengasihi Mayang dan Putrinya, tentu ini lah yang sangat ia harapkan. "Sudah cukup waktu yang ku berikan dan Kau tak menggunakan nya dengan baik, kali ini bayar hutang mu". Pria Tua itu menekan kata bayar dengan intonasi tinggi.
"Tapi Tuan, untuk saat ini Saya tak memiliki uang"
"Sudah kuduga. Lalu Kau ingin membayarnya dengan apa Ha..!. menjual tubuh semalam saja, tak akan mampu kau bisa bayar hutang mu itu..!". Lagi - lagi Pria tua itu mengeluarkan kata yang menghina.
"Kenapa kalian diam saja, cepat bawa Wanita ini.". Ucapan bernada perintah itu ia tunjukan pada anak buah nya yang berjumlah 2 orang dan langsung diangguki dengan lugas.
"Beri Saya waktu lagi Tuan". Semakin putus asa nya Mayang hingga bersimpuh di kaki Pria tua bernama Bambang.
Pria tua itu malah menyeringai. "Kembali ke perjanjian awal dan tak ada tambahan waktu untukmu, cepat bawa Dia". Sekali lagi ia memperintah.
2 orang bertubuh tegap langsung membawa Mayang yang masih bersikeras meminta belas kasih dari Rentenir, Tentu mereka pun merasa kewalahan karna Wanita baya itu pun melakukan pemberontakan.
"Lepaskan Ibuku...". Dilla sudah tak tahan yang sejak tadi tertunduk diam, tentu dengan tangan yang terkepal kuat dan tak berapa lama juga Gadis itu langsung melancarkan serangan ke arah orang yang kini membawa Ibunya.
"Jangan melawan jika kalian tak ingin mati". Seru Bangbang, ia sudah menengahi kedua Anak buah yang ingin melawan Dilla. "Ini sudah menjadi perjanjian Ibumu dengan ku. Kau tidak perlu ikut campur".
"Dia Ibuku tentu saja Aku harus ikut campur". Dilla langsung menyembunyikan Mayang di belakang nya.
"Dia sudah jadi milikku, semenjak Ia mulai menunggak hutang nya, Jika kau ingin Dia...!. cepat lunasi hutang Ibumu itu". tangan mengadah meminta hutang nya untuk di lunasi.
Terjadi adu mulut terus menerus antara Dilla dan juga Bangbang, tentu hutang yang dimiliki Ibunya tidak lah sedikit.
"Dilla sudah, ini sudah jadi tanggung jawab Ibu". Mendengar Putri satu - satu nya terus cekcok dengan Bangbang, ia pun merasa sangat khawatir.
"Ibu diam saja, cukup dulu Ibu melindungi ku, sekarang giliran Dilla". Terus membiarkan sang Ibu berada di belakang nya, sembari menatap tajam ke arah Bangbang.
Mendengar penolakan terus menerus yang di lontarkan Dilla, membuat Rentenir tua itu pun semakin naik pitam. "Mayang sebaiknya Kau ikut dengan ku, atau ku lubangi kepala anak mu ini..!". Todongan senjata api tepat di kepala Dilla.
Mendengar kata ancaman tak membuat Dilla bergeming, ia tak gentar ataupun merasakan takut, justru semakin menghunus tatapan tajam ke arah Bangbang.
...Bugggh...
Pria tua itu mungkin tak pernah mengira, jika dirinya mendapat sebuah tendang yang cukup kuat, bahkan senjata api yang ia miliki kini sudah berpindah tangan.
"Beri kami waktu 1 Minggu, hutang Ibuku akan ku lunasi..". Ucapnya seraya menodong, ia melakukan persis seperti yang di lakukan Bangbang tadi, tentu ia berniat untuk bernegosiasi.
"Tidak ..". Bangbang menyeringai sembari menggeleng.
"Apa ingin ku lubangi kepalamu ini Ha.." Tak merasa takut sedikit pun, itulah Dilla sekarang, padahal Semua Pria yang ada di depannya sangat tinggi tegap, berbanding jauh dengan dirinya yang memiliki tubuh ramping.
"Ok Baiklah, jika kau meminta waktu akan ku berikan". Bangbang langsung berdiri seraya menepuk nepuk celana nya yang mungkin saja kotor, tentu Todongan senjata itu masih berada di antara leher. "Hanya 3 hari".
"3 hari.. " Dilla sedikit termenung saat mendengar waktu yang berikan hanya 3 hari, Apa rencana yang ia susun bisa selesai dalam 3 hari.
"Ya 3 hari, terima atau tidak".Akhirnya Bangbang menyerah saja malam ini, dari pada pulang dengan kepala berlubang, lebih baik memberi waktu, lagian hanya 3 hari, hutang yang begitu banyak tak mungkin cepat lunas apa lagi melihat ekonomi dari Mayang.
"Aku sudah memberi mu waktu, apa Kau tak ingin mengembalikan senjata itu". Tangan nya sudah mengadah meminta barangnya untuk di kembalikan.
"Kau pikir Aku bodoh, akan ku kembalikan setelah 3 hari bersama uangmu yang ibuku pinjam".
" Ha-ha-ha ". Suara gelak tawa akhirnya memecah keheningan malam itu, tentu ia tak habis pikir, Dilla bukan gadis yang mudah untuk di tipu. "3 hari waktu mu". Bangbang kembali menegaskan tentang kesepakatan.
"Tinggal kan tepat ini". Rentenir Tua itu akhirnya keluar dari rumah dengan tangan kosong, yang pasti sepanjang jalan ia akan terus mengumpat dan melampiaskan amarahnya.
"Dengan cara apa kamu bisa membayar hutang selama 3 hari Nak". Mayang sampai menangis seraya memeluk putri nya, tentu kejadian tadi masih membuat nya merasakan takut.
"Serahkan semuanya pada Dilla, dalam 3 hari kita sudah terbebas dari hutang, dan Ibu tak perlu menikah dengan bandot Tua itu". Dilla tak menceritakan apapun tentang rencana nya, ia hanya menenangkan sang Ibu yang terus merasa khawatir.
"Semoga semuanya bisa berjalan dengan lancar ".
Batin Dilla berharap.
"Kehidupan mu pasti akan berubah, kau tak perlu mengkhawatirkan tempat tinggal, semua sudah tersedia di sana, apa lagi dengan gajinya, Kau tak akan kecewa. Waktu mu 5 hari dari sekarang, hubungi no ini jika kamu sudah mendapat jawaban".
Sebuah ajakan ia dapat kan 3 hari yang lalu, mata nya terus berpusat pada sebuah kartu nama yang ia pegang, tanpa ragu akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi seseorang yang berasal dari Ibukota.
"Tuan ini Dilla" Ucapan setelah panggilan itu terhubung, sapaan hangat pun bisa terdengar jelas dari sebrang sana. "Aku setuju bekerja dengan Tuan, hanya saja aku sedikit memiliki kendala, dan perlu bantuan anda Tuan".
Setelah memulai percakapan, Dilla menceritakan tentang kendala yang ia maksud tadi, tentu di tanggapi dengan positif oleh Pria yang saat ini tengah mengobrol dengan nya.
"Datanglah ke jalan xxx ku tunggu besok".
"Terimakasih tuan". Setelah itu, ponsel Dilla kembali redup, pertanda panggilan itu sudah berakhir, dan kini gadis itu merasa lega, rencana yang ia susun secara mendadak sedikit berjalan lancar dan semoga tak ada masalah.
Genap sudah 3 hari dan selama itu juga, Dilla beraktivitas lebih dari biasanya, Tentu mempersiapkan segalanya tidak lah mudah dan di sini lah Gadis itu berada. "Aku ingin bertemu dengan Bos mu". Ucapnya nya saat sampai di sebuah hunian mewah.
"Ada urusan apa dengan Tuan Bangbang".
"Aku ingin melunasi hutang ku". Ucapnya dengan datar tak senyum sedikitpun, sembari menepuk tas kecil yang ia bawa.
Pria penjaga keamanan itu langsung paham. "Akan ku antar". Langsung memutar arah menuju kediaman utama. "Tunggu di sini".
Dilla hanya merespon dengan mengangguk , ia langsung duduk di sebuah sofa sembari mengamati keadaan sekitar dan tak berapa lama orang yang di tunggu pun mulai menampakan batang hidungnya, meskipun hidungnya sudah terjepit oleh pipi tembam nya.
"Wah' Wah ' Wah, lihat siapa ini, apa aku tak salah dengar kau ingin membayar hutang" Belum juga duduk Pria itu sudah bersuara keras saat melihat Dilla
"Total 120 juta. bisa kau hitung sendiri." Ucap nya sembari meletakan sebuah amplop coklat berukuran tebal bersamaan dengan senjata api.
Dahi Pria itu sedikit mengkerut tentu masih tak percaya dengan mengintip sekumpulan uang pecahan berwarna merah yang ada di depan mata. "Ternyata Kau tepat waktu juga".
"Kalau begitu urusan kita sudah selesai". Ucapnya sembari berdiri, namun dia tetap waspada, apalagi dirinya kini berada di kandang buaya.
"Ya... Hutang Ibumu sekarang sudah lunas". segera mengaman kan kantung berisi uang ke dalam tas. "Apa tidak terlalu terburu - buru". Bangbang mulai mendekati Dilla, tentu tak semudah itu ia melepaskan buruan nya.
Sangat di sayangkan, jika melepaskan seorang Gadis paling cantik di desa nya, tentu akan lebih mantap jika bisa membuat nya ada di bawah tubuh nya malam ini.
Ahrgh dasar... Pria tua itu malah berkhayal sendiri, sedangkan ia tak tahu bagaiman cara menangkap Gadis itu, yang layak di panggil Singa betina.
Tak hanya cantik, tapi Gadis ini sangatlah galak, jadi jangan coba - coba untuk mencari gara - gara, jika tak ada persiapan atau juga rencana.
"Jangan coba macam - macam, atau aku tak lagi segan dengan Anda Tuan Bangbang".
Mendengar kata ancaman tak membuat Bangbang gentar apa lagi takut, toh ini adalah kawasan nya, tentu sangat lah mudah untuk meringkus seorang gadis yang hanya sendiri.
Dengan kontak mata yang ia arahkan pada anak buah nya, semuanya langsung maju mendekati Dilla, tentu untuk menangkap gadis cantik yang tampak siaga.
"Ku buat Kau jadi milikku malam ini Dilla, setelah itu baru Ibumu."
Tapi ada yang Pria tua itu lupakan, Dilla bukan lah gadis biasa pada umumnya, Dia memiliki keahlian bela diri yang di atas rata - rata hingga dalam hitungan menit, anak buah yang berjumlah 5 orang langsung lemas akibat kalah adu pukul dengan Dilla.
Tampak meringis dan menahan sakit, itulah nasib para anak buah Bangbang di tangan Gadis itu, masih beruntung tak di buat mati. Karna Dilla tak setega itu membuat nyawa orang melayang.
Dilla sangat tahu, bagaimana kelakuan mereka, namun ia tak berhak untuk menghakimi meskipun ia pandai berkelahi, biarlah yang maha kuasa memberi hukuman.
Karna yang ia sangat tahu,Tuhan tak pernah tidur, Dia ada, Dan maha tahu.
"Dasar tak berguna". Bangbang langsung mengumpati orang suruhannya.
...Bugh Bugh...
Kini giliran Bangbang yang terkena pukulan, dan itu menghantam bagian terpenting dalam dirinya. "Dasar... Ja***Lang". Pria itu terus mengumpati Dilla, bahkan mata hanya bisa melihat punggung gadis itu, yang mulai menjauh.
"Apa yang Kau lakukan pada bos kami". Sangat terdengar jelas, Pria tua itu tengah mengumpat dengan suara sangat keras.
Maka tak heran para penjaga yang ada di depan sudah berbaris, menghadang langkah Dilla.
"Kenapa...!. Apa ingin ku buat telur kalian juga pecah..." Jawab Dilla. ia memperlihatkan mata nya dengan melototi para Pria itu.
Sedikit mengancam saja dan memperlihat wajah galaknya, meskipun yang dilihat para Pria itu adalah kecantikan miliknya.
...Glegh...
Tak perlu di jelaskan pun, mereka sudah paham apa yang terjadi di kediaman utama, terutama pada Tuan nya yang kini masih berteriak, bahkan repleks memegang milik nya masing - masing.
" Dari pada kalian menghalangi jalan ku, lebih baik kalian bawa Tua bangka itu ke Rumah sakit, mungkin ke dua telur nya masih bisa di selamatkan". Dilla menyeringai, gadis itu tak kenal takut apalagi dengan sekumpulan Pria mata keranjang ini.
"Minggir...". Dengan santai nya ia berjalan melewati para Pria yang masih memandangi dirinya. Dan syukur nya mereka memberinya jalan, ia pikir dirinya tak mudah melewati kumpulan Pria itu.
"DASAR SIA**LAN". teriak Bangbang dengan marah.
"Masih Diam tak membawa Tua Bangka itu". Dilla berbalik, dan mengingatkan, Tentu saja ia bisa jelas mendengar teriakan itu, dan itu pasti mengarah padanya.
"Tuan..." Secara serempak para Pria itu langsung berlari menuju kediaman utama, meninggal kan Dilla yang mulai menghilang di balik gerbang.
Mereka tak peduli, lebih baik di marahi karna melepas kan Gadis itu, dari pada harus kedua telur nya di buat pecah. Bisa mati muda kalau begitu, apa lagi setiap malam ada acara menikmati daun muda di atas ranjang.
"Wanita menakutkan".
Tampak seorang Wanita paruh baya mondar mandir layaknya setrika, entah sudah berapa lama Wanita itu melakukan itu, telapak tangan sudah berkeringat, dirinya tak bisa tenang hingga tak bisa diam.
"Dimana kamu Dilla...!?". Pandangan nya terus menuju halaman rumah, sejak tadi ia tak melihat Putrinya, meskipun ia tahu kemana pergi nya Dilla.
Disitulah rasa cemas yang sangat berlebihan terus di rasakan Mayang, hingga tak berapa lama orang di tunggu pun akhirnya nya muncul, Wanita itu sampai berlari menghampiri Dilla.
"Kau tidak apa nak.." Mayang terus memutar balik kan tubuh Dilla, ia mengecek secara menyeluruh, tak ada luka sedikitpun, Akhirnya Mayang bisa bernapas lega.
"Dilla tidak apa Bu...". Dilla langsung merengkuh tubuh Ibu nya dengan erat, ia sangat tahu bahwa Mayang sangat mencemaskan dirinya. "Ayuk Bu kita tak ada waktu lagi".
Dilla, langsung saja mmenarik Ibunya masuk ke dalam Rumah "Kita harus cepat pergi dari sini.. ". Ucap Dilla tergesa.
"Katakan ada apa.. Dilla..!?". Mayang langsung menghentikan langkah nya dan menatap wajah Putrinya.
"Dilla akan ceritakan kan nanti, lebih baik kita bergegas sebelum mereka datang". Dia kembali menarik lengan Ibunya untuk cepat mengikuti.
Mayang masih penasaran dengan apa yang terjadi, ya ia tahu Putri nya ke rumah rentenir untuk melunasi hutang, tapi saat pulang ia melihat gelagat Putrinya sangat aneh. "Kita mau kemana...!?".
2 ransel berukuran besar sudah di tangan Putrinya,ia tak tahu sejak kapan Dilla menyiapkan itu. "Pergi dari rumah ini Bu, kita harus bergegas...".
Dari semalam Dilla sudah mengemasi semua keperluan nya, tampa sepengetahuan Mayang, namun ini di luar rencana nya, tadi nya setelah membayar hutang ia akan menceritakan pada Ibunya perihal apa yang terjadi.
Rumah berserta isinya sudah ia jual, dengan harga yang lumayan, tentu dengan di bantu seseorang yang berasal dari Ibukota, Hutang pun akhirnya lunas dan beruntung ia masih memiliki sisa untuk bekal di sana.
Tapi meskipun tidak sesuai rencana, tapi itu tak apa meskipun dirinya harus buru - buru meninggal kan Rumah karna kejadian beberapa saat lalu.
"Dilla katakan ini ada apa..." Mayang tampak memaksa Putrinya untuk bercerita, bahkan melepaskan lengan Dilla yang tengah menariknya.
"Kita sedang dalam bahaya, terutama Ibu..." Ya.. meskipun Rentenir itu datang untuk membalas dendam, Dilla bisa masih menghadapi nya meskipun nyawa yang ia taruhkan. lalu bagaimana dengan Mayang .!?.
"Maksudmu..." Dahi Mayang mengkerut tak paham, "Apa kau membuat masalah dengan Tuan Bangbang. ". Tebak Mayang setelah berpikir cukup lama.
"Ya...". Dilla pun mengangguk sebagai jawaban nya.
" Ayuk Bu kita harus pergi dari dari sini, sebelum mereka datang". Dilla kembali menarik lengan Ibunya, dengan terpaksa akhirnya Mayang pun mengikuti.
Dengan sedikit penjelasan dari Putrinya pun Mayang sudah paham, mau tak mau ia akhirnya mengikuti kemana Dilla memandu nya.
Jauh Disana ia bisa melihat 2 tukang ojek motor yang tengah menunggu dan benar saja Dilla membawanya kesana. "Pak kita berangkat sekarang.".
" Baik mbak...". Pria paruh baya tampak mengangguk, namun ia masih menunggu tumpangan nya untuk naik.
" Dilla katakan kita mau kemana". Mayang kembali bertanya.
Dilla menghela nafas panjang, Ibunya sangat sulit untuk memahami dirinya dan terlalu banyak bertanya sedikit kesal dan ingin membuat ibunya nya bungkam, namun Dia akan di cap sebagai Putri durhaka nanti nya. "Ibu naik saja, akan ku ceritakan nanti setelah kita aman".
Akhirnya dengan sedikit paksaan, Mayang menaiki motor, dan kendaraan roda 2 itu sudah melaju. "Pak bisa cepat sedikit, Atau kita akan di tangkap Tuan Bangbang".
"Apa... Tuan Bangbang..." Bapak itu tampak terkejut saat mendengar nama rentenir itu. ada rasa menyesal dirinya memberi tumpang pada Dilla dan juga Mayang. " Baik mbak". iyakan saja toh sudah terlanjur, laju motor pun sudah melaju sangat cepat.
Tujuan mereka adalah Terminal kota, perjalanan di tempuh cukup lama setidak nya 40 menit dengan motor mereka baru tiba, maklum tempat tinggal mereka di Fasilitasi jalan yang jelek.
" Ini pak..." Dilla memberikan 4 lembar uang berwarna merah pada orang yang sudah berjasa mengantar dirinya dan juga Mayang.
Cukup besar memang tapi itu sepadan dengan nyawa yang harus di pertaruhkan, merak melaju cukup cepat tadi sampai orang - orang dari Tuan Bangbang pun tak mampu mengejar.
"Makasih mbak, Hati - hati di jalan". Jawab 2 tukang ojek itu bergiliran.
Terlihat kedua motor itu sudah melaju, Dilla mengangkat tas dan ia gendong di punggung, langsung saja menarik lengan Ibunya untuk mengikuti.
"Itu Bis kita.." Tunjuk nya saat melihat kumpulan bis yang berada di satu tempat. Mayang sampai mengedarkan pandangan untuk melihat bis mana yang akan mereka tuju.
" Kita akan ke Ibukota.." Mayang cukup terkejut dan berhenti di ambang pintu, sementa Dilla dirinya sudah ada di dalam Bis.
" Masuk Bu". Ajak Dilla lagi. tampak Mayang diam mematung, dirinya begitu enggan memasuki bis, lagi - lagi ia ditarik oleh Putrinya.
"Apa kita akan ke Ibukota". Tanya Mayang. dirinya sudah duduk di antara puluhan kursi yang ada di dalam bis.
"Iya Bu... kita akan ke Ibukota dan memulai kehidupan baru kita disana".
" Lalu bagaimana dengan rumah kita yang disana Dilla...!?. Mayang tampak tak setuju apalagi untuk tinggal di Ibukota.
"Ibu dengarkan Dilla, Rumah sudah Dilla jual__"
"Apa... di jual..".Belum sempat Putrinya menjelaskan, Mayang sudah memotong ucapan Dilla.
" Dengarkan Dilla dulu Bu___".
"Dengerin apa Dilla, kamu menjual Rumah Tampa berdiskusi dulu dengan Ibu". Lagi lagi Mayang memotong ucapan Dilla bahkan intonasi sudah naik satu oktaf, para penumpang lain sampai melihat ke arah keduanya.
Dilla merasakan ada tatapan dari para penumpang pasti mereka akan berburuk sangka, Dilla tak peduli, mereka tahu apa, yang merasakan adalah dirinya dan paling menderita adalah Ibunya. bukan mereka.
Ia tahu dirinya memang salah, mengambil langkah tanpa berdiskusi, Ia tahu ibunya sangat keras kepala seperti dirinya. "Apa Ibu lebih suka menikah dengan Tuan Bangbang dari pada pergi dari tempat itu, apa Ibu lebih Suka melihat Putri ibu juga terus di aniaya... Begitu ...!". Dilla terpaksa memojokkan Mayang.
Hanya dengan cara seperti itulah ia mengendalikan situasi, ibu nya terlihat marah saat mendengar rumah sudah dijual, Tapi dirinya terpaksa melakukan itu.
"Apa itu yang Ibu ingin kan...!?".
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!