NovelToon NovelToon

Pengantin Pengganti Tuan Arogan

Awal Mula

Khumaira rela menjadi Pengantin Pengganti demi membiayai operasi ibunya. Hanya itu jalan satu-satunya yang akan ditempuh gadis yang disapa Mai itu. Hingga takdir mengikatnya melalui janji suci pernikahan dengan anak majikannya sendiri yaitu Morgan Leo Alexander.

Sementara Morgan yang selalu di desak untuk segera menikah oleh keluarganya mulai dari orang tuanya, saudaranya hingga ponakan kembarnya yang sangat nakal, akhirnya memutuskan untuk menikahi Maura (Minmin) gadis yang dikenalnya selama hampir tiga tahun lamanya.

Namun terhitung beberapa hari menuju hari pernikahannya, tiba-tiba saja Maura kabur dan hilang kabar bak ditelan bumi. Hal itu membuat Morgan murka dan terus mencari keberadaan Maura.

Morgan bersumpah akan menemukan Maura hingga ke ujung dunia sekalipun, namun semuanya menjadi sia-sia ketika orang yang disayanginya mengetahui semuanya bahkan turun tangan mencarikan pengantin pengganti untuknya.

Bagaimanakah Mai dan Morgan menjalani hubungan rumah tangganya? mengingat keduanya beda kasta. Akankah Mai dan Morgan saling mencintai?

🍁🍁🍁🍁

Allahu Akbar... Allahu Akbar

Suara kumandang adzan subuh membangunkan sosok gadis muda yang baru beberapa jam tertidur. Matanya terlihat sembab sambil mengumpulkan kesadarannya. Perlahan gadis itu bangun dan langsung mengedarkan pandangannya di sebelah tempat tidurnya.

Seketika air matanya kembali menetes dengan sendirinya melihat raut wajah ibunya yang masih memejamkan matanya dengan raut wajah semakin pucat pasih bak mayat hidup.

Buru-buru gadis itu menghapus air matanya dan mencoba untuk tersenyum. Dia tak boleh resah dengan cobaan hidup yang sedang dijalaninya. Gadis itu mengulurkan tangannya mengambil hijabnya di sandaran kursi lalu memakainya. Gadis itu tidak lain adalah Khumaira.

"Ya Allah, tolong sembuhkan ibuku, angkat segala penyakitnya dan berikan umur yang panjang." lirihnya sambil memperbaiki posisi selimut ibunya. Hampir setiap hari kalimat berupa doa itu selalu dia ucapkan dari pagi sampai malam.

Ya gadis berhijab itu adalah Khumaira atau biasa disapa Mai, anak yang begitu berbakti kepada orang tuanya. Mai terlahir dari pasangan suami istri Bu Siti Qomariyah dan Pak Rohmat Rahim. Usianya terbilang muda masih 19 tahun dan sosok gadis pekerja keras yang pantang menyerah.

Penampilannya berhijab dengan sifat baik hati dengan tutur kata yang lemah lembut dan sangat sopan santun terhadap siapa saja. Itulah orang-orang mengenalnya sebagai gadis baik hati.

Mai sangat menyayangi ibunya, dunianya terasa akan berhenti jika kedua kalinya harus dihadapkan dengan kehilangan sosok orang tuanya.

Hanya ibunya yang dimiliki di dunia ini, ayahnya sudah lama meninggal semenjak umurnya masih 5 tahun. Ayahnya meninggal akibat kecelakaan beruntun saat akan berangkat ke tempat kerjanya di biro jasa asuransi, Si Penabrak tak bertanggungjawab setelah menabrak ayahnya dan malah lari begitu saja.

Mai dan ibunya begitu terpukul atas kehilangan sosok yang disayanginya dan Mereka tak bisa berbuat apa-apa karena mereka hanyalah kalangan kecil yang tidak punya kuasa menindaklanjuti orang yang sudah menabrak ayahnya hingga meninggal.

Sejak itu Ibunya memutuskan untuk bekerja menjadi seorang pelayan di kediaman keluarga konglomerat dan menjadi tulang punggung keluarganya.

Belasan tahun ibunya bekerja di keluarga Alexander dan mampu memutar roda perekonomiannya. Alhamdulillah dari hasil kerjanya sebagai pelayan, ibunya mampu membeli sebuah rumah sederhana dan beberapa barang-barang lainnya yang dibutuhkan termasuk lahan pertanian untuk digunakan berkebun dan sebagian lagi pendapatnya digunakan untuk menyekolahkannya.

Namun ibunya memutuskan berhenti dari pekerjaannya saat mulai sakit-sakitan. Sudah setahun belakangan ini ibunya berisitirahat di rumah karena mengidap gagal ginjal kronik. Beberapa kali ibunya bolak-balik ke rumah sakit untuk menjalani perawatan, hingga lahan yang pernah dibeli ibunya kembali dijual demi biaya pengobatan ibunya.

Tidak hanya itu, Mai lah yang berperan menjadi tulang punggung di keluarganya. Mai menggantikan pekerjaan Ibunya menjadi seorang pelayan di kediaman keluarga Alexander demi menutupi biaya rumah sakit selama ibunya di rawat.

Selama ibunya sakit, terkadang Mai tak tega menitipkan ibunya pada Bu Ani tetangganya saat akan bekerja. Namun apa boleh buat, dia harus bekerja keras demi mendapatkan pundi-pundi uang untuk biaya pengobatan ibunya. Apapun dia lakukan demi kesembuhan ibunya.

Baginya 'Uang bisa dicari kapan saja, tapi sebuah nyawa tak pernah tergantikan selamanya'.

"Astaghfirullah, Astaghfirullah...."

Mai menghela nafas panjang lalu turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

Mai menjalankan sholat subuh, selepas sholat tak henti-hentinya Mai memanjatkan doa demi kesembuhan ibunya dengan berderai air mata, hanya itu harapannya melihat ibunya sembuh seperti sedia kala.

Mai merapikan peralatan sholatnya lalu melangkah ke dapur untuk membuatkan sarapan pagi untuk ibunya sebelum berangkat kerja.

“Ibu, ayo bangun, kita sarapan dulu, setelah itu ibu minum obat.” Ucap Mai lembut membangunkan ibunya. Namun ibunya tidak bangun dan masih terlelap.

“Ibu bangun.” Ucap Mai sekali lagi sambil menyentuh tangan ibunya. Tak dapat jawaban, Mai mengulurkan tangannya menyentuh kening ibunya hingga terlonjat kaget merasakan suhu tubuh ibunya begitu dingin, membuat Mai membelalakkan matanya, antara takut dan terkejut.

“Ibu…” lirih Mai mulai panik.

Tanpa pikir panjang lagi Mai segera membawa ibunya ke rumah sakit.

Mai mondar-mandir di depan ruang UGD menunggu dokter yang sedang memeriksa ibunya. Perlahan namun pasti mata Mai berkaca-kaca dan hingga air matanya berhasil mengalir membasahi pipinya. Dada Mai sesak, nafasnya tak teratur hingga tangisnya pecah, dia sungguh takut membayangkan hal buruk terjadi pada ibunya.

Tak berselang lama dokter yang memeriksa ibunya keluar.

"Dokter, bagaimana kondisi ibu saya?" tanya Mai berderai air mata.

Dokter itu menghela nafas sambil memperbaiki posisi kacamatanya.

“Kondisi Ibumu semakin melemah dan harus segera ditangani dengan jalan operasi. Hanya itu satu-satunya cara untuk menyelamatkannya." ucap Dokter tersebut menghela nafas.

Bagai anak panah yang langsung menyayat jantungnya, Mai jatuh bersimpuh, kedua kakinya tidak kuat lagi menopang berat tubuhnya. Suaranya tercekat ditenggerokan, bahkan untuk mengeluarkan suara tangisnya pun dia tak sanggup lagi. Hanya air mata yang menyelimuti kesedihannya.

Dokter wanita itu lalu membantunya berdiri. Mai lekas menghapus air matanya. Dia tidak boleh lemah, masih ada harapan untuk membuat ibunya sembuh.

“Baik dokter, jika memang itu jalan terbaiknya, tolong selamatkan ibu saya...hiks...hiks...” Ucap Mai sesegukan.

"Ya selagi kita masih bisa berusaha dan berdoa kita serahkan saja kepada Tuhan yang maha menyembuhkan dan mengetahui segalanya. Untuk itu diharapkan nona segera selesaikan biaya administrasinya dulu.” jawab dokter tersebut yang bernama Viona sambil menghembuskan nafasnya dengan kasar.

"Baik dokter yang jelas selamatkan ibu saya. Insyaallah secepatnya saya akan menyelesaikan biaya administrasinya." lirih Mai sembari mengusap air matanya.

“Setelah nona Mai menyelesaikan semua administrasi, kami akan melakukan operasi secepatnya mengingat kondisi ibu anda semakin melemah dan harus segera ditangani. Karena itu mohon segera selesaikan biaya administrasinya secepatnya.” pinta Dokter Viona.

“Kira-kira berapa biaya untuk operasinya dok?”

“Sekitar dua ratus juta.”

“Apa? dua ratus juta?” Mai terhentak kaget mendegar penuturan dokter tersebut.

Bersambung....

Selamat datang kembali di novel terbaru aku.

Semoga teman-teman semua menyukai pasangan baru kita Mai dan Morgan 🤗

Jangan lupa dukungannya berupa like, komentar dan vote ya teman-teman, biar semangat nulisnya 🙏

Mencari Pinjaman

"Baik dokter yang jelas selamatkan ibu saya. Insyaallah secepatnya saya akan menyelesaikan biaya administrasinya." lirih Mai sembari mengusap air matanya.

“Setelah nona Mai menyelesaikan semua administrasi, kami akan melakukan operasi secepatnya mengingat kondisi ibu anda semakin melemah dan harus segera ditangani. Karena itu mohon segera selesaikan biaya administrasinya secepatnya.” pinta Dokter Viona.

“Kira-kira berapa biaya untuk operasinya dok?”

“Sekitar dua ratus juta.”

“Apa? dua ratus juta?” Mai terhentak kaget mendegar penuturan dokter tersebut.

Mai tak bisa berkata-kata mendengar biaya operasi ibunya yang begitu mahal, bahkan dirinya belum pernah melihat uang sebanyak itu.

Bagaimana mungkin dia mendapatkan uang sebanyak itu untuk biaya operasi ibunya, mengingat dirinya hanyalah seorang pelayan yang setahun belakangan ini menggantikan posisi ibunya yang bekerja sebagai seorang pelayan di Mansion Keluarga Konglomerat.

Gaji yang ia dapatkan sebagai pelayan di keluarga Alexander lagi-lagi digunakan untuk biaya berobat ibunya. Namun apa boleh buat dia harus mendapatkan uang sebanyak itu demi biaya operasi ibunya.

"Baik Dokter." ucap Mai mengangguk menanggapi ucapan dokter tersebut. Sedang dokter Viona pamit undur diri untuk kembali memeriksa pasien lainnya.

Setelah ibunya dipindahkan ke ruang rawat inap barulah Mai diperbolehkan untuk melihat ibunya. Mai duduk di kursi samping tempat tidur pasien, matanya masih sembab menatap orang yang sangat disayanginya terbaring lemah di atas tempat tidur dengan banyaknya alat bantu di tubuhnya.

"Ibu yang kuat. Insyaallah ibu pasti sembuh, Allah selalu bersama kita." ucap Mai tersenyum sembari menyentuh lengan ibunya.

Mai akan melakukan apa saja yang jelas ibu cepat sembuh.

🍁🍁🍁🍁

Mai melangkah gontai keluar dari rumah sakit. Tatapan matanya begitu kosong dengan langkah tak tentu arah hingga tak sengaja bersenggolan dengan orang-orang yang berpapasan dengannya.

"Maaf."

"Kalau jalan pakai mata, jangan cuman melamun terus." ketus wanita paruh baya yang tak sengaja bersenggolan dengan Mai.

"Maaf." Hanya kata maaf yang mampu dilontarkan oleh Mai pada orang-orang yang disenggol nya.

Sebelum keluar dari rumah sakit Mai sempat menghubungi Bu Ani untuk segera datang menjaga ibunya di rumah sakit. Pasalnya dirinya akan kembali bekerja. Dan Bu Ani selalu ada untuknya saat Mai membutuhkannya.

Bu Ani merupakan tetangganya dan sudah seperti keluarganya sendiri. Wanita paruh baya itu begitu baik kepadanya dan selalu siap membantu Mai kapanpun jika dibutuhkan.

Hidup sebatang kara tanpa sanak saudara membuat Mai begitu kasihan kepada Bu Ani. Diusianya yang tak lagi muda membuat Bu Ani hanya bisa tinggal di rumah tanpa harus bekerja.

Terkadang Mai menyisihkan sedikit uangnya untuk diberikan kepada Bu Ani, namun Bu Ani selalu menolak pemberiannya. Karena mengganggap Mai lebih membutuhkan uang dibandingkan dirinya. Bu Ani ikhlas menjaga Ibunya tanpa harus dibayar.

🍁🍁🍁🍁

Kediaman Keluarga Alexander.

Terlihat Mansion mewah dengan bangunan tiga lantai tampak berdiri kokoh dipinggiran kota negara B. Banyaknya para penjaga berjaga-jaga di gerbang utama hingga ke halaman mansion mewah tersebut.

Tak seorangpun bisa masuk ke mansion sebelum melalui tahap pemeriksaan dari para penjaga dan para bodyguardnya yang kesemuanya lelaki bertubuh kekar, termasuk para pekerja di mansion tersebut.

Mereka semua orang terlatih dengan menguasai teknik beladiri mumpuni. Bukan tanpa sebab banyaknya para penjaga yang bertugas menjaga keamanan hunian mewah kaum konglomerat itu, tapi semua itu semata-mata demi keamanan anggota keluarga Alexander.

Hampir semua orang menginginkan bekerja di keluarga Alexander. Di samping gajinya yang lumayan tinggi kesejahteraan pun terjamin. Mengingat keluarga Alexander adalah orang yang sangat berpengaruh di negeri ini dan memiliki kerajaan bisnis yang tersebar di penjuru dunia.

Mai termasuk orang yang beruntung menggantikan posisi ibunya bekerja sebagai pelayan di keluarga Alexander. Walau tak melanjutkan pendidikannya ke jenjang tinggi, namun dia begitu bersyukur dengan pekerjaan yang digelutinya sekarang. Karena begitu banyak orang-orang di luaran sana menginginkan pekerjaan seperti dirinya.

Selesai membayar ongkos ojek, Mai melangkah ke gerbang utama dan sudah disambut ketiga penjaga dengan tampang garang.

"Mana kartu identitasnya?" tanya salah satu penjaga dengan sorot mata tajam.

Mai segera mengeluarkan kartu identitasnya yang posisinya sebagai seorang pelayan. Dengan gugup Mai menyerahkan kartu identitasnya, penjaga itu melihatnya dengan seksama lalu menyerahkannya kembali.

"Masuk." perintahnya sembari membukakan pintu untuk Mai.

Mai bergegas masuk dan melangkah cepat melewati halaman mansion. Kaki kecilnya terus mengayun ke sisi kiri halaman mansion untuk segera sampai di tempatnya bekerja.

Namun tiba-tiba saja mobil Lamborghini Aventador berwarna silver melaju kencang yang baru saja keluar dari parkiran mobil. Mai yang melihat kendaraan roda empat itu melaju ugal-ugalan membelalakkan matanya dan segera menepi ke pinggir hingga terjeremba jatuh di tanah.

"Astaghfirullah, hufff." gumam Mai sembari memegangi bokongnya yang terasa sakit.

Sedang pengendara mobil itu terlihat acuh dan terus memacu mobilnya keluar mansion.

Mai bergegas berdiri dan melangkah cepat menuju mes pelayan untuk mengganti pakaiannya terlebih dahulu dengan seragam pelayan. Setelah itu barulah dia bergabung bersama pelayan lainnya.

"Assalamualaikum." ucap Mai memberi salam.

"Waalaikumsalam." jawab serempak ketiga wanita paruh baya yang sedang mengerjakan pekerjaannya. Mulai dari mencuci piring, memotong sayuran, memasak dan lain sebagainya.

"Bagaimana kondisi ibumu Khumaira?" tanya Bu Ijah yang merupakan sahabat ibunya selama bekerja menjadi pelayan.

Mai hanya menunduk sambil mencuci tangannya di wastafel lalu melap nya di kain bersih.

"Mai." panggilnya karena tak ada sahutan dari sang empunya.

Bu Ijah menghentikan pekerjaannya lalu mendekati Mai.

"Katakan nak, bibi akan mendengarnya." ucap Bu Ijah sambil mengelus punggungnya.

Terdengar suara Isak tangis yang begitu pilu dari gadis muda itu. Bu Ijah lalu menariknya masuk ke dalam pelukannya, karena sudah menganggap Mai seperti anak sendiri.

Setelah agak baikan, Mai mulai menceritakan tentang kondisi ibunya. Ketiga wanita paruh baya itu begitu iba atas sakit yang di derita ibunya.

"Sekarang saya sedang mencari pinjaman untuk biaya operasi ibu saya " lirih Mai.

"Kira-kira berapa biaya operasinya Mai?" tanya Bu Ijah.

"Sekitar dua ratus juta, Bi." jawab Mai.

Seketika Bu Ijah menutup mulutnya mendengar jawaban langsung dari Mai.

"Maaf Mai, bibi tidak punya uang sebanyak itu. Tapi, Bibi ada sedikit uang biar tambah-tambah biaya pengobatan ibu kamu." ucap Ijah.

"Tidak apa-apa bibi. Untuk uangnya bibi simpan saja. Mai akan mencari pinjaman di bank." ucap Mai tersenyum.

"Jangan gegabah dulu, sebaiknya tanyakan dulu masalah kamu pada nyonya, siapa tahu bisa bantu." usul Bu Tina.

"Benar nak Mai. Sebaiknya kamu pinjam uang sama nyonya aja" timpal Bu Ijah.

"Tapi Bibi, saya tidak ingin merepotkan nyonya. Nyonya terlalu baik kepada keluarga saya." tolak Mai.

"Mai ini demi kesembuhan ibu kamu, jika kamu pinjam uang di bank masalah kamu akan tambah rumit. Banyak berkas-berkas yang harus kamu urus lagi, apalagi ibumu harus segera di operasi." ucap Bu Tina.

"Benar Mai, ikutin ucapan kami selagi kamu mengganggap kami sebagai orang tuamu." sahut Bu Lina.

Mai terdiam mendengar ucapan mereka. Seketika bayangan ibunya yang terbaring lemah di rumah sakit terlintas dipikirannya.

"Baik Bibi, saya akan mencobanya." ucap Mai menggangguk.

Mereka semua tersenyum lalu melanjutkan kembali pekerjaannya membuat menu makan siang untuk sang majikan.

Terlihat wanita paruh baya berpakaian syar'i berjalan anggun memasuki dapur tempat para pelayan tengah sibuk memasak untuk makan siang nanti.

Wanita itu sama sekali tak termakan usia dan tetap saja terlihat cantik luar dalam dengan kebajikan yang dimilikinya. Wanita itu tidak lain adalah Nyonya Milan, istri tuan Fino.

"Nyonya." gumam Mai tersenyum tipis melihat kedatangan nyonya mereka dan wanita itu ikut tersenyum menatapnya.

Bersambung.....

Alhamdulillah

Terlihat wanita paruh baya berpakaian syar'i berjalan anggun memasuki dapur tempat para pelayan tengah sibuk memasak untuk makan siang nanti.

Wanita itu sama sekali tak termakan usia dan tetap saja terlihat cantik luar dalam dengan kebajikan yang dimilikinya. Wanita itu tidak lain adalah Nyonya Milan, istri tuan Fino.

"Nyonya." gumam Mai tersenyum tipis melihat kedatangan nyonya mereka dan wanita itu ikut tersenyum menatapnya.

Ketiga wanita paruh baya yang merupakan rekannya tampak tersenyum melihat nyonya mereka di dapur.

"Mai sebaiknya utarakan keinginanmu. Jangan sampai nyonya keluar negeri." bisik Bu Ijah.

Mai kembali melirik nyonya Milan lalu menatap Bu Ijah, hingga akhirnya Mai menggangguk setuju menanggapi ucapannya.

"Khumaira, bagaimana kondisi ibumu?" tanya Nyonya Milan.

"Ibu saya kembali di rawat di rumah sakit Nyonya." ucap Mai menunduk.

" Innalillahi, semoga ibumu cepat sembuh, Mai. Percayalah semuanya akan baik-baik saja selagi kita berusaha dan berdoa." ucap nyonya Milan.

Innalillahi merupakan doa istirja. Doa istirja penerapannya bisa digunakan ketika mendengar dan melihat musibah, adanya suatu ujian dan cobaan ataupun kejadian buruk.

"Aamiin." ucap Mai sambil mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Nyonya Milan ikut perihatin atas cobaan yang menimpa ibu Mai. Wanita paruh baya itu menyentuh pundak Mai untuk memberikan kekuatan untuknya.

"Nyonya, ada yang ingin saya katakan kepada anda." ucap Mai menunduk harap-harap cemas dengan suara terdengar lemah lembut.

"Baiklah, sebaiknya kita bicara di ruang pribadi saya." ajak nyonya Milan dan Mai menggangguk menanggapi ucapannya.

Mereka lalu berjalan beriringan ke ruang perpustakaan, dimana ruangan tersebut menjadi ruang pribadi nyonya Milan.

"Duduk Mai." ucap Nyonya Milan mempersilahkan Mai duduk di kursi.

Mai membungkuk hormat lalu mendaratkan bokongnya di kursi.

"Apa yang ingin kamu katakan Mai?" tanya Nyonya Milan dengan senyuman menghiasi bibirnya.

Mai begitu gugup ingin mengutarakan niatnya. Berkali-kali dia menarik nafas dalam-dalam lalu dihembuskannya perlahan. Setelah merasa sedikit tenang, Mai lalu beranjak dari kursinya dan memilih duduk bersimpuh di kaki nyonya Milan.

Nyonya Milan yang melihat aksinya lekas menyuruhnya untuk berdiri, namun Mai hanya menggeleng dengan mata berkaca-kaca dan begitu kekeh untuk duduk di lantai saja.

"Begini nyonya, ibu saya akan segera di operasi dan membutuhkan biaya yang sangat mahal. Tapi, saya sama sekali tidak punya uang sebanyak itu untuk biaya operasi ibu saya. Nyonya, bolehkah saya pinjam uang kepada anda?"

"Saya berjanji akan mengembalikan uang nyonya dengan cara menyicil lewat gaji yang saya terima selama bekerja di kediaman nyonya. Kalaupun saya tidak digaji saya tetap ikhlas dan ridho yang terpenting anda mau berbelas kasih meminjamkan uang kepada saya. Tolong nyonya, saya bersedia melakukan apapun demi biaya operasi ibu saya, hanya ibu saya yang saya miliki di dunia ini...hiks...hiks..." ucap Mai menunduk berderai air mata. Sungguh dirinya akan menjadi rapuh jika menyangkut tentang ibunya.

Nyonya Milan menghela nafas lalu mengulurkan tangannya menyentuh kedua pundaknya. Nyonya Milan begitu kasian kepada Mai, gadis muda yang harus berjuang keras demi membiayai pengobatan ibunya. Padahal gadis seperti Mai masih perlu menikmati masa mudanya, melanjutkan pendidikannya hingga mencapai cita-cita yang diimpikannya.

"Tenang Mai, ayo duduk kembali." ucap Milan sembari membantunya berdiri. Mai tampak patuh dan kembali duduk di kursinya semula.

"Berapa total biaya operasi ibu kamu?" tanya Nyonya Milan sambil mengelus tangannya.

"Sekitar dua ratus juta, Nyonya." jawab Mai sesegukan dan selalu saja menunduk.

"Baiklah, tunggu sebentar. Saya ambil cek dulu." ucap nyonya Milan tersenyum.

Mai mencerna setiap kata-kata yang diucapkan majikannya. Hingga dengan takut dia mendongak menatap wajah majikannya.

"Nyonya..."

Nyonya Milan tersenyum sembari bangkit dari duduknya lalu berjalan keluar dari ruangan tersebut.

"Nyonya mau ambil cek, berarti dia akan meminjamkan uang untukku. Alhamdulillah, semoga saja dugaanku benar" ucap Mai tersenyum tipis dan buru-buru menghapus sisa-sisa air matanya.

Tak berselang lama kemudian masuklah nyonya Milan di ruangan itu dengan membawa secarik kertas berupa cek dengan nominal uang sudah tertulis dalam cek tersebut.

"Terimalah cek ini, aku tidak berniat untuk meminjamkan mu uang. Tapi, niatku ikhlas memberimu uang demi biaya pengobatan ibumu. Khumaira, ibumu sudah lama bekerja di kediaman kami, ini salah satu bentuk ucapan terima kasih kami atas jasa-jasa ibumu yang tak kenal lelah mengurus segala keperluan rumah tangga di keluargaku. Jadi mohon terima ya." ucap Nyonya Milan tersenyum sambil meletakkan cek itu di tangan Mai.

Mai terkejut mendengar setiap ucapan majikannya. Dia pun langsung menarik tangannya, namun dengan cepat Nyonya Milan malah menggenggam tangannya.

"Nyonya, Maaf, saya tidak bisa menerimanya. Saya selalu saja merepotkan anda. Saya hanya ingin meminjam uang kepada anda." tolak Mai cepat.

"Tidak Mai, terimalah. Saya tidak akan pernah meminjamkan mu uang, ingat itu. Jika kamu tidak menerima cek ini berarti kamu tidak menghormati ku sebagai Nyonya di rumah ini." tegas Milan.

"Nyonya..." ucap Mai menggeleng tak melanjutkan ucapannya karena dipotong oleh nyonya Milan.

"Bukankah kamu ingin melihat ibumu sembuh. Jadi tunggu apalagi, lekaslah ke rumah sakit dan bawa cek ini." peringat Milan menasihatinya.

"Tapi Nyonya,..."

"Jangan ulur-ulur waktu, Mai. Ibumu harus segera ditangani. Semoga cek ini bermanfaat untuk membantu kesembuhan ibumu." ucap Nyonya Milan dengan mata berkaca-kaca.

Tanpa permisi Mai langsung berhambur memeluk majikannya dan Nyonya Milan ikut membalas pelukannya dengan penuh kasih.

"Alhamdulillah, terima kasih nyonya. Saya berhutang Budi kepada anda. Saya doakan semoga kebahagiaan terus menghampiri keluarga anda." lirih Mai sambil meneteskan air matanya.

"Sama-sama, Mai. Sudah sudah lekaslah ke rumah sakit." ucap Nyonya Milan sembari melepaskan pelukannya.

"Terima kasih nyonya."

Tak henti-hentinya Mai mengucapkan terima kasih kepada majikannya hingga keluar dari ruangan itu. Dengan penuh semangat, Mai lekas memesan ojek online. Tujuannya kali ini ke rumah sakit.

Setibanya di rumah sakit, Mai langsung mengurus biaya administrasi ibunya. Setelah semua biaya administrasi ibunya sudah rampung, dokter yang menangani ibunya segera mengambil tindakan untuk melakukan operasi.

Mai selalu saja memanjatkan doa demi kesembuhan ibunya. Mendoakan operasi ibunya berjalan lancar dan semuanya berjalan baik-baik saja.

Jangan lupa, like, love komen dan vote ya teman-teman 🙏🤗

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!