NovelToon NovelToon

Bukan Wanita Penggoda

I. a

Proses nya teramat cepat, besok aku resmi akan di pinang laki-laki pilihan kedua orang tuaku. Laki-laki itu adalah Marsel, teman masa kecilku yang sudah berbelas-belas tahun kita tidak pernah bertemu. Jangankan bertemu, hanya sekedar berbalas pesan di aplikasi hijau saja tidak pernah, karena memang kita berdua tidak memiliki nomor handphone satu sama lain, atau follow memfollow satu sama lain akun.

Aku dan Marsel merupakan teman masa kecil saat aku tinggal di Bandung, usia kita memang terpaut tiga tahun, saat aku memasuki Sekolah Dasar dan Marsel adalah Senior kelas tiga, Seingatku Marsel adalah sosok penyayang dan baik kepada semua orang, termasuk padaku. Padahal saat kecil aku salah satu anak yang kena bully karena postur tubuhku yang gempal.

***

Pertemuan pertama kita setelah sekian lama adalah dua minggu lalu, ia datang bersama kedua orang tuanya, anggap saja itu adalah lamaran sederhana antara kedua belah pihak keluarga. Karena memang kedua orang tua kami tidak ingin menunda-nunda rencana baik ini, hari itu juga kami langsung menentukan tanggal pernikahan.

Jujur saja saat kecil aku sempat menaruh hati kepadanya, maka saat kedua orang tuaku berkata akan menjodohkan aku dengannya, sama sekali tidak ada penolakan dariku.

Selain karena kita adalah teman masa kecil, Marsel juga merupakan sosok pria yang memenuhi kriteria calon suamiku, kata baik sudak tidak perlu di ragukan lagi, Marsel memiliki postur tubuh tinggi, aku perkirakan tingginya 170cm berkulit putih bersih, serta wajah yang rupawan dan menawan. Dan yang terpenting dia bisa menerima semua kekuranganku yang masih memiliki tubuh gempal ini, dan dia sama sekali tidak mempermasalahkan semua itu, atau memintaku untuk menurunkan berat badan, seperti pria-pria sebelumnya yang pernah bertahta di hatiku.

pertemuan pertama kita bisa di bilang satu sama lain meninggalkan kesan baik. Dan di pertemuan itu juga aku dan Marsel bertukar nomor handphone.

Aku tidak menaruh rasa curiga apapun, kupikir Marsel menerima aku apa adanya tanpa ada paksaan, sama seperti aku yang menerimanya dengan penuh kesadaran tanpa ada paksaan apapun. Karena saat pertama kali bertemu pun, ia tidak menunjukkan sikap aneh seolah-olah terpaksa.

***

Hari pernikahan aku dan Marsel di gelar secara mewah di salah satu hotel bintang lima di Jakarta. Awalnya aku meminta pernikahan itu di gelar sederhana saja di Medan, tetapi kerena calon mertuaku tinggal di Jakarta dan kebanyakan koleganya di Jakarta, maka pernikahan itu di gelar di Jakarta dan yang mengatur semuanya juga calon Ibu mertuaku.

Marsel merupakan anak tunggal maka mungkin ini akan menjadi kali pertama dan terakhir untuk calon Ibu mertuaku mengadakan pesta pernikahan. Maka aku tidak terlalu ikut andil dalam proses persiapan pesta. Aku terima beres saja.

Ibu dan Ayah calon mertuaku juga merupakan sosok orang tua modern maka aku sudah tidak sabar untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari keduanya. Terutama dari pria yang akan menghalalkan ku, hehe...

***

Setelah acara selesai aku dan Marsel segera pulang menempati rumah sederhana yang sudah di persiapkan oleh Ibuku dari jauh-jauh hari, karena memang sebelumnya aku sudah berencana akan tinggal disini, maka semua kebutuhanku sudah tersedia di rumah itu. Sebenarnya Ibu mertuaku melarang keputusanku itu, katanya rumah Ibu mertuaku akan terlalu sepi jika di tinggalkan oleh Marsel.

Tetapi karena aku sudah menjelaskan dengan detail kenapa ingin tinggal di sana, Alhamdulillah Ibu mertuaku akhirnya mengerti.

***

Semuanya berjalan dengan lancar, tapi di hari ke lima setelah pernikahan kita, aku baru mengetahui nya, bahwa Marsel telah mempunyai seorang kekasih. Dan wanita itu adalah teman kuliahnya.

Dan yang lebih mengejutkan nya lagi, Marsel memintaku untuk menerima keputusannya yang akan menikahi wanita itu.

Aku terpaku, membisu. Seketika duniaku terasa runtuh. Belum genap sepekan ia berjanji di depan penghulu dan kedua orang tuaku serta saksi-saksi yang datang di hari pernikahan kita, ia telah mengkhianatiku.

Janjinya yang akan mencintaiku sepenuh hati, menjagaku dalam keadaan sehat maupun sakit. ia berjanji tidak akan pernah membiarkan satu tetespun air mata keluar dari pelupuk mataku, namun apa yang terjadi kini? ialah penyebab aku menangis dalam diam seperti ini.

rasa sakit yang teramat sakit kini tengah aku rasakan, dan dengan egoisnya Marsel tidak meminta persetujuan atau izinku atas keputusannya itu, lebih tepatnya ini adalah pemberitahuan bahwa besok ia akan menikahi wanita pujaan hatinya, kemudian wanita itu akan ia bawa ke rumah ini.

padahal rumah yang saat ini tengah kami tempati adalah hadiah pernikahan dari kedua orang tuaku. Rumah yang tidak terlalu besar memang, tapi cukup untukku dan suami sebagai pasangan pengantin baru. Heh ... miris sekali jika pada akhirnya aku harus menempati rumah itu dengan istri baru dari suamiku.

***

Hari yang di nanti-nanti nya telah tiba, aku tidak diharuskan ataupun dia tidak memintaku untuk datang di pesta pernikahannya dengan wanita "penggoda" itu. Tapi aku putuskan untuk datang, tentu saja sebagai tamu undangan. Karena rasa penasaranku yang menggebu-gebu.

Aku memakai pakaian dress putih selutut dengan lengan panjang berbahan berukat, tidak lupa aku pun menambahkan makeup agak tebal, ku keluarkan seluruh kemampuan bermake-up ku, alhasil yang terjadi adalah aku terlihat lebih dewasa dari usiaku yang sebenarnya.

Tibalah aku di pesta pernikahan suamiku. Dan apa kalian tahu? seperti apa sosok wanita yang di cintai suamiku itu? wanita seperti apa yang mau menikah dengan laki-laki yang sudah beristri itu?

Dia wanita yang terlihat baik-baik saja, dengan pakaian sederhana serta riasan tipis tapi kecantikannya menyilaukan mata, dan yang lebih mengejutkan nya lagi ia memakai kerudung syar'i. seketika itu juga aku merasa malu dan lemas.

malu karena kupikir, Marsel tergoda oleh wanita cantik, seksi, sosok wanita penggoda yang sering aku lihat di sinetron - sinetron. Tetapi ternyata tidak, justru akulah yang terlihat seperti wanita penggoda itu.

***

Disaat aku tengah termenung, Sosok wanita anggun berbalut pakaian pengantin itu, berjalan menghampiriku, dengan senyuman tulusnya.

"Hai?". Sapa nya padaku dengan ramah.

"Maaf". Ucapnya lagi sembari menunduk. Seketika itu juga hatiku kembali terasa tercubit rasa sakit.

"Maaf.." kali ini suaranya terdengar bergetar.

"Maaf, karena aku telah mengambil kebahagiaan mu, sungguh aku minta maaf". Ucapnya lagi sembari meraih kedua tanganku.

"Aku tahu, ini berat untuk mu". Ucapnya, kali ini air mata keluar dari pelupuk matanya yang indah.

Seketika aku merasa kalah. "kenapa?"

~[kenapa ? kenapa kamu mau menikah dengan laki-laki yang sudah memiliki istri?]. ucapku dalam hati.

ia mendongkak, mendengar kalimat yang keluar dari mulutku, ia menatap wajahku yang sama-sama tengah berkaca-kaca.

"Maaf...". Ucapnya lagi dengan air mata yang semakin banyak bersemayam di pelupuk mata.

Kemudian wanita paruh baya yang tengah memakai kebaya senada dengan dekorasi ruangan pengantin itu menghampiriku, dan memelukku. seketika itu juga tangisannya pecah.

"tolong maafkan anak Ibu". Ucapnya terisak di telingaku.

"Hah?". Aku merasa menjadi orang paling bodoh, semua orang dari keluarga si perempuan tahu, bahwa dia akan menikahi pria beristri.

bersambung...

I. b

Selesai menyaksikan akad nikah suamiku dengan wanita pilihannya itu, aku segera keluar ruangan. Dada ini terasa sesak dan sudah tidak dapat tertahankan lagi, rasanya ingin meledak.

kupikir aku akan menangis tersedu-sedu di luar gedung meratapi kebodohan ku, ternyata tidak. Marsel menghampiriku.

"Kenapa keluar? bukankah, seharusnya kalian tengah berfoto, untuk mengabadikan momen penting sekali seumur hidup". Ucapku ketus.

"Aku sudah pernah melakukan hal itu, bersamamu, jika kamu lupa". Ucapnya dengan santai, kemudian meraih tanganku.

"Heh... apa yang kamu lakukan disini? istrimu melihatnya". Ucapku kemudian sembari menepis rengkuhan tangan suamiku.

"Hah? lucu sekali, kenapa kamu takut, kamu itu istriku, wanita yang tengah duduk di pelaminan itu juga kini memang istriku". Ucapnya terlihat terkejut dengan reaksi yang kuberikan, tapi masih terlihat santai karena masih bisa tersenyum menanggapi sapaan dari tamu undangan.

~[Bodoh, benar juga apa yang di katakan nya, ada apa denganku? kenapa seolah-olah aku takut dengannya? dengan wanita yang baru saja menyandang status istri dari suamiku, padahal aku juga istrinya, istri pertamanya].

"Aku keluar memang untuk membawa kamu duduk di atas pelaminan. Tanpa kamu, terpaksa aku juga tidak bisa duduk di pelaminan".

"Heh?... apa kamu sudah tidak waras?". Ucapku kesal.

"Kenapa? karena aku menikah lagi? memang nya aku terlihat tidak waras?". Aku terdiam enggan menjawab pertanyaannya.

"Kamu tahukan syarat menikah? tidak gila. Maka aku sangat waras".

"Heh, waras ? saking waras nya menikah lagi". Cibirku.

"Hm, yaudah sekarang mau kamu apa?". Ucapnya kali ini ucapannya terlihat jengah.

"Hah? mau aku? kamu yakin nanya mau aku apa?".

"Iyah, aku akan melakukan apapun itu mau kamu, kecuali, kamu nyuruh aku pisah dari kamu ataupun dari adik madu mu". Ucapnya tegas.

~[Egois, benar-benar egois]. Lagi ... batinku.

"Kenapa dua hal itu tidak boleh? tapi jika boleh jujur, dua hal itu tidak pernah ada dalam benakku". Ucapku serkas, sembari berlalu pergi menghampiri adik maduku.

***

Meskipun aku memang tidak mencintai suamiku, tapi aku sudah terlanjur memilihnya menjadi suamiku. Sejak kecil aku tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari seorang Ayah, dan aku berharap kelak setelah menikah aku mendapatkan kasih sayang dari seorang suami. Namun sayangnya kurasa kini itu hanyalah angan-angan belaka, yang tidak akan pernah terjadi.

Meskipun begitu, pemikiran mengakhiri pernikahan yang baru terjalin dalam hitungan hari itu sama sekali tidak pernah ada dalam benakku. Aku meyakini pernikahan itu sakral, yang akan terjadi sekali seumur hidup untukku.

Begitupun rasa benci pada maduku, hal itu tidak pernah ada, bahkan tidak pernah ada sama-sekali, saat kali pertama melihatnya, aku merasa dia bukan sainganku, meskipun tidak akan juga menjadi temanku.

***

Saat aku memutuskan untuk duduk di bangku pelaminan, semua mata tertuju padaku. Tentu saja hal itu tidak dapat di hindari, bisik-bisik yang terdengar jelas di pendengaranku pun tak dapat di abaikan.

Perlahan-lahan rasanya perih dan semakin perih. Aku tak sanggup lagi duduk di atas pelaminan ini. Aku, suamiku dan adik maduku.

Aku memutuskan untuk bangkit dari duduk dan pergi, namun belum sempat aku berdiri tangan suami dan adik maduku menahannya, kini tinggallah adik maduku, Aku dan suamiku.

~[lakon apa yang sebenarnya tengah aku lakukan saat ini, ya Tuhan?]

Aku sangat yakin adik maduku ini orang baik, tapi kenapa dia mau menjadi orang kedua? kenapa juga dia tidak menemui aku sebelum acara ini berlangsung. Pikiran-pikiran itu terus berkecamuk dalam pikiranku.

"Kamu kenapa?". Tanya suamiku.

~[mungkinkah suamiku berharap aku akan berkata, aku baik-baik saja? Hah tidak mungkin].

"Aku mau pulang, sudah cukup orang-orang melihatku dengan tatapan merendahkan dan mengucilkan". Ucapku kemudian berlalu pergi, mengabaikan panggilan dari adik maduku dan suamiku.

Aku masih tidak percaya akan yang terjadi padaku saat ini, ingin rasanya marah, meskipun entah harus pada siapa.

Tiba-tiba saja tangan yang sebelumnya memegangi tanganku hadir kembali, ia mengulurkan tangannya dan berharap aku mau menerima uluran tangannya untuk bangkit berdiri dan pergi bersamanya.

Namun, sayangnya... aku si keras kepala tidak semudah itu mau menerima uluran tangannya, butuh waktu sejenak, untuk merenungkan ini semua, terlebih aku takut tindakanku ini salah.

Niat awal kenapa aku mau menikah dengan dia itu karena aku mau kuliah, tapi kenapa aku di hadapkan dengan masalah serumit ini?

"Aku mau pulang". Ucapku dengan tangisan yang sudah tak dapat aku sembunyikan lagi darinya. Kemudian aku bangkit berdiri sembari berlari kecil menuju mobilnya.

***

Di sepanjang perjalanan aku terdiam sama-sekali tidak bergeming, begitupun dengan dia. kita sibuk dengan pemikiran-pemikiran kita masing-masing.

Hingga kita sampai di depan pekarangan rumah, aku segera berlari menuju kamar tidur yang beberapa hari ini kita tempati, dan segera menguncinya. Karena kulihat Marsel tengah mengejar ku.

"Monica?" Ucapnya sendu, kemudian hening, dia tidak memanggil namaku lagi, pun dia tidak berusaha membujuk aku untuk keluar.

Dan entah kenapa, hal itu membuat hatiku semakin sakit, aku hanya bisa berbaring di atas tempat tidur sembari menangis dalam diam. Hingga aku tidak tahu pasti kapan aku tertidur.

***

Aku terusik oleh pertengkaran yang tengah terjadi, samar-samar aku mendengar suara Bunda Rita, Ibu mertuaku yang tengah memarahi anaknya, yaitu suamiku.

Hah. . . rasanya Aku enggan bangkit dari tempat tidur ini, akhirnya aku memutuskan untuk kembali menutup mata, meskipun pendengaranku tidak dapat di tutup. Alhasil aku mendengar semua pembicaraan antara suami dan Ibu mertuaku.

(kamu benar-benar menikahi wanita itu?). Ucap Ibu mertuaku, dengan nada suaranya yang meninggi.

(Marsel udah bilangkan, satu Minggu sebelum pernikahan Marsel sama Monica berlangsung, Marsel meminta pernikahan Marsel dan Monica di batalkan saja, tapi Bunda sama Ayah masih ngotot ingin melanjutkan dan mempersiapkan pernikahan itu). Ucapnya dengan tenang namun terkesan tegas.

~[Jadi Kamu ingin membatalkan pernikahan itu, kenapa tidak bicara denganku? andai saja kamu bicara padaku, mungkin aku akan menyetujuinya, ketimbang sekarang... harus menghadapi hal menyakitkan dan serumit ini]. Batinku.

(Hm, karena Mami pikir kamu gak akan senekat ini. Terus gimana reaksi Monica?). ucap ibu mertuaku, kali ini suaranya terdengar sendu.

(Hm, seperti yang Mami lihat?!). Ucapnya kali ini tidak kalah sendu dengan suara Ibu mertuaku.

(Terus kamu mau bilang apa sama kedua orang tua Monica?). Suara Ibu mertuaku kali ini terdengar khawatir.

(Aku udah bilang kok Bun, tiga hari yang lalu).

~[Apa? tiga hari yang lalu? itu artinya Mama dan Papa sudah tahu bahwa aku akan di madu dan mereka diam saja. tidak bertindak selayaknya orang tua yang menyanyi anak perempuannya?].

~[Aku benar-benar tidak habis pikir. Aku berusaha menahan isak tangis sekuat tenaga dengan kedua tanganku, yang hampir saja lolos].

Lagi, batinku menangis, mendengar perkataan Marsel, jadi hanya aku... satu-satunya orang yang terakhir mengetahui rencana Marsel akan menikah lagi.

(Apa? lalu reaksinya gimana?). Suara Ibu mertuaku terdengar terkejut tak kalah terkejutnya dengan aku.

(Awalnya mereka kaget, dan tidak menerima, tapi, setelah Marsel menjelaskan semuanya, akhirnya Ibu nya menerima, tapi anehnya Ayahnya Monica sedari awal ia terlihat setuju-setuju saja ).

(Hah? Hm ... syukurlah). Meskipun mungkin reaksi kedua orang tuaku itu agak membingungkan untuk Ibu mertuaku, tapi suaranya terdengar lega.

Iyah, jika kebanyakan orang, anak wanita cenderung lebih dekat dengan Ayahnya, maka hal itu tidak berlaku untukku.

bersambung...

I. c

Aku lahir hingga aku lulus sekolah menengah pertama di Bandung bersama Nenek dan Kakek dari Mama, setelah itu Nenek sering sakit-sakitan, kemudian aku melanjutkan sekolah menengah Atas bersama Papa dan Mama di Medan, Singkat cerita beberapa hari sebelum aku menikah, Aku baru tahu bahwa Papa yang selama ini aku panggil Papa, ternyata bukan Papa kandunganku.

meskipun sebenarnya selama ini Papa baik. tapi aku selalu merasa ada jarak yang memisahkan antara aku dan Papa, sekarang terjawab lah sudah, mungkinkah karena darahnya tidak mengalir di tubuhku? aku tidak tahu pasti.

Dan saat aku menikah beberapa hari lalu, yang menjadi waliku adalah adikku sendiri yang masih duduk di bangku sekolah menengah Atas.

Dan itulah alasan sebenarnya, kenapa aku di jodohkan di usia aku yang masih sangat muda. Karena aku ingin kuliah di Jakarta, dan Mama tidak mengijinkan aku tinggal seorang diri di kota metropolitan. Dunia penuh tipu-tipu, dan dunia kejam yang sebenarnya kini tengah aku rasakan.

Jika tahu akan begini? apakah mungkin aku masih menginginkan melanjutkan kuliah? dan mengejar mimpiku sebagai seorang jurnalis.

***

Tiba-tiba saja ada seseorang yang memelukku dari arah belakang, Aku sedikit terhenyak sebab seingatku pintu itu tadi telah di kunci, kenapa bisa seseorang masuk dengan begitu mudahnya.

"Bunda tahu kamu sudah bangun, dan Bunda tahu kamu sedang menangis, maafkan Anak Bunda yah! Maaf". ucapnya dengan suara serak khas tangis yang tertahan.

~[Apa karena aku baru lulus sekolah, kalian dengan mudahnya membodohi ku? hanya aku yang tidak tahu bahwa Marsel ingin dan akan menikah lagi].

"Apa yang bisa Monica lakuin Bun?". Tanyaku dengan putus asa, sembari bangun memposisikan diri untuk duduk dan menghadap Ibu mertuaku.

"Apapun itu sayang, apapun itu, Bunda akan mengabulkannya, kecuali dua hal, kamu tidak boleh meminta di ceraikan oleh Marsel dan ...". Ibu mertuaku tidak sampai hati melanjutkan perkataannya. Namun aku tahu kemana arah pembicaraannya.

"Dan tidak boleh meminta Ka Marsel untuk menceraikan wanita pilihannya juga?!". Kemudian dengan pelan Ibu mertuaku mengangguk.

"Bun aku mau sendiri dulu". Ucapku kemudian dengan sendu.

"Baiklah, Bunda ada di luar, kalau butuh apa-apa panggil Bunda yah?!". Aku hanya mengangguk sembari kembali berbaring, kemudian Ibu mertuaku keluar sembari menutup pintu dengan perlahan.

***

Malam telah tiba, Aku masih enggan untuk keluar kamar, padahal Ibu mertuaku sudah beberapa kali memintaku keluar, hanya sekedar untuk makan malam.

Namun sayangnya aku enggan, aku berusaha menolaknya sehalus mungkin, dengan memberikan alasan enggak nafsu makan, dan memang benar perutku masih terasa sakit akibat tengah datang bulan.

10 menit kemudian Ibu mertuaku kembali datang, dengan nampan yang entah berisi apa.

"Monica, kalau kamu gak mau makan seenggaknya makan buah-buahan yah?!". Pinta Ibu mertuaku dengan sabar.

"Iyah, makasih Bun, nanti Monica makan". Ucapku kekeuh dengan penolakkan ku.

"Hm, yaudah Bunda simpan di meja yah, jangan lupa di makan?!". Ucapnya kali ini ia terlihat pasrah dengan kepetusanku.

"Hm, Iyah Bunda makasih, maaf udah ngerepotin dan bikin Bunda khawatir". Ucapku tulus.

"Iyah, enggak kok, sama sekali enggak ngerepotin". Ucap Bunda Rita sembari mengelus-elus rambutku.

"Em, sebenernya sekalian Bunda mau pamit pulang, Ayah mungkin sudah menunggu Bunda, kasian kalau di tinggal sendirian, maaf yah Bunda gak bisa temenin kamu?!". Ucapnya kembali sendu.

"Hm? It's okay Bun, Ayah pasti khawatir, Monica gak apa-apa kok sendiri di rumah, Bunda pulangnya hati-hati yah". Ucapku sembari memeluk tubuh wanita paruh baya itu yang beberapa hari lalu resmi menjadi Ibu mertuaku.

"Iyah. Hm... tenang aja kamu gak sendirian kok, kan ada Marsel, suami kamu!".

"Hah? enggak apa-apa Bun, Kak Marsel biar nganterin Bunda aja".

"Enggak, Bunda udah pesan mobil online kok, kayanya udah di depan deh, Bunda pulang yah".

"Hm yaudah Bun, hati-hati yah, salam buat Ayah". Ucapku yang mendapati anggukkan dari Bunda Rita kemudian mengecup keningku cukup lama.

"Hati-hati yah, kalau ada apa-apa, jangan sungkan untuk menghubungi Bunda". Kali ini aku yang hanya menjawab dengan anggukan serta senyuman.

***

Setelah Ibu mertuaku pergi, barulah Marsel menemuiku, dia duduk di tepi ranjang sebelah kananku, kemudian di susul olehku yang juga duduk sembari bersandar di kepala ranjang. Sepertinya dia sengaja duduk di sana, karena saat ini aku sedang memandangi jendela kecil yang terletak di sebelah kanan tempat tidurku.

"Kamu, yakin gak mau makan? atau mau ke dokter?". Tanyanya dengan tulus, terlihat dari raut wajahnya ia tengah khawatir.

"Hah? bukannya kamu calon dokter yah?". Ucapku dengan asal, tanpa ada maksud apa-apa.

"Hem? Iyah, yaudah sini mau aku periksa?!". Ucap Marsel sembari mengambil stetoskop yang ada di bawah laci tak jauh dari tempatnya duduk.

"Enggak, gak usah". ucapku acuh dengan cepat, kemudian kembali berbaring dan menutupi seluruh tubuhku dengan selimut.

"Hm, kamu masih marah sama aku?". Tanyanya hati-hati.

"Enggak, siapa yang marah".

"Yakin gak marah? kalau gak marah kenapa malah ngumpet gitu?". Kali ini nada bicaranya terdengar mengejek di telingaku.

"Aku kan udah bilang, gak enak badan".

"Yaudah sini?! biar aku periksa".

"Enggak, mau".

"Hm... Monica?! mau ngadep aku gak? selagi aku masih bersikap baik". Ucap Marsel dengan suara yang serak. Entah kenapa aku jadi takut, seketika bulu kudukku meremang mendengar suaranya yang berat.

"Hah? Iyah - iya". Ucapku sembari membuka selimut yang menutupi seluruh tubuhku.

"Gitu dong dari tadi kek". Ucap Marsel sembari mendekatkan tubuhnya dengan tubuhku.

"Eeeh mau ngapain?". Ucapku nyaris teriak.

"Kenapa? kamu mikir aku mau ngapain kamu, Hah?". Ucapnya dan meletakkan stetoskop tepat di detak jantungku.

"Yah, kamu... mukanya mesum sih". Ucapku salah tingkah.

"Hah? muka aku yang mesum? apa otak kamu nya aja yang mesum, heh?". Ucapnya terlihat menahan tawa.

"Yah muka lu". Ucapku sewot.

"Iyah gak apa-apa mesum sama istri sendiri ini kan?!". Ucapnya sembari menyeringai.

"Dih. . . siapa yang mau jadi istri lo sih".

"Yah, kita emang udah suami istri, bukan mau atau gak mau lagi Monica". Ucapnya kemudian membuka alat stetoskop.

"Iyah, tapi di mata gua kita itu dua orang asing yang terpaksa harus tinggal bersama". Ucapku kemudian kembali menutup tubuh dengan selimut.

"Hm, saat ini kamu sedang stres, mungkin penyebabnya aku, sorry!". Ucapnya sembari membenarkan selimut yang tidak menutupi kedua kakiku.

"Tapi ... mau bagaimana pun kamu membenci aku, aku ini tetap suami kamu yang harus kamu hormati dan layani, aku gak suka kamu manggil Gue, Lu, ataupun Lo". Mendengar hal itu aku segera membuka selimut yang sebelumnya sudah menutupi tubuhku.

"Heh? terserah gua dong mau manggil apa aja, ribet banget sih". Ucapku kembali sewot.

"Sekali lagi kamu manggil aku Lu atau Lo, aku gak akan segan-segan buat ngehukum kamu yah!". Seketika tatapannya berubah, aku seperti melihat tubuh Marsel tapi dengan jiwa yang berbeda.

"Haha, hukuman. Heh, kaya anak kecil tau gak? emang lu pikir gua takut?". Cibirku kemudian hendak berbalik, namun belum sempat berbalik tiba-tiba saja, tanpa aba-aba sebuah benda kenyal menempel di bibirku.

"CUP!!".

bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!